You are on page 1of 13

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian

Menurut Titi LS, eksim popok yang disebut juga dermatitis popok adalah
kelainan kulit yang timbul akibat radang di daerah yang tertutup popok,
yaitu di alat kelamin, sekitar dubur, bokong, lipatan paha dan perut
bagian bawah. Penyakit ini sering terjadi pada bayi dan anak balita yang
menggunakan popok, biasanya pada usia kurang dari tiga tahun, paling
banyak usia 9-12 bulan (Rukiyah. A & Yulianti, 2010).
Ruam popok merupakan kelainan peradangan kulit di daerah yang tertutup
popok yang paling sering diderita oleh bayi ( Soepardan, 2001 ). Dermatitis
diapers atau ruam popok adalah gangguan kulit yang timbul akibat radang di
daerah yang tertutup popok, yaitu di alat kelamin, sekitar dubur, bokong,
lipatan paha, dan perut bagian bawah (Rukiyah, A & Yulianti, 2010).
Dermatitis popok atau diaper dermatitis adalah dermatitis yang terjadi
pada daerah yang tertutup popok, biasanya disebabkan iritasi oleh urine dan
feses (Dharmadi HP, 2006).
B. Penyebab

Menurut Maryunani, A. (2010), penyakit ini disebabkan oleh berbagai


macam faktor, seperti faktor fisik, kimiawi, enzimatik dan biogenik
(kuman dalam urine dan feses), tetapi penyebab diaper rash / eksim popok
terutama disebabkan oleh iritasi terhadap kulit yang tertutup oleh popok
oleh karena cara pemakaian popok yang tidak benar seperti :
1. Penggunaan popok yang lama. Perlu diketahui bahwa jenis popok
bayi ada dua macam, yaitu :
a. Popok yang disposable (sekali pakai-buang, atau sering juga
disebut pampers bayi). Bahan yang digunakan pada popok ini
bukan bahan tenunan tetapi bahan yang dilapisi dengan lembaran
yang tahan air dan lapisan dengan bahan penyerap, berbentuk
popok kertas maupun plastik.
b. Popok yang dapat digunakan secara berulang (seperti popok
yang terbuat dari katun). Diaper rash banyak ditemui pada bayi
yang memakai popok disposable (kertas atau plastik) dari pada
popok yang terbuat dari bahan katun karena kontak yang terus
menerus antara popok kertas dengan kulit bayi serta dengan urin
dan feses, kontak bahan kimia yang terdapat dalam kandungan
bahan popok itu sendiri, di udara panas, bakteri dan jamur lebih
mudah berkembang biak pada bahan plastik / kertas daripada
bahan katun.
2. Tidak segera mengganti popok setelah bayi atau balita buang air
besar dapat menyebabkan pembentukan amonia. Feses yang tidak
segera dibuang, bila bercampur dengan urin akan membentuk amonia.
Amonia ini akan meningkatkan keasaman (pH) kulit sehingga aktivitas
enzim yang ada pada feses akan meningkat dan akhirnya
menyebabkan iritasi pada kulit.

Faktor faktor yang berperan dalam timbulnya ruam popok / Diaper


rash
Menurut Boediardja, S.A. (2000) beberapa faktor yang berperan dalam
timbulnya ruam popok yaitu :
1. Kelembapan kulit
Popok bersifat menutup kulit sehingga menghambat penguapan
dan menyebabkan kulit menjadi lembab. Kulit yang lembab akan
lebih mudah dilalui oleh bahan- bahan yang dapat menyebabkan
iritasi (bahan iritan) dan lebih mudah terinfeksi jamur maupun
kuman. Selain itu, kulit yang lembab juga lebih rentan terhadap
gesekan sehingga kulit mudah lecet yang akan mempermudah
iritasi. Kelembapan kulit dapat meningkat oleh pemakaian popok
yang ketat atau yang ditutup oleh celana plastik.
2. Urin dan feses
Urin akan menambah kelembapan kulit yang tertutup popok
sehingga meningkatkan kerentanan kulit. Seperti telah disebutkan
diatas, amonia yang terbentuk dari urin dan enzim yang berasal
dari feses akan meningkatkan pH kulit sehingga kulit menjadi
lebih rentan terhadap bahan iritan. Jenis makanan dan minuman
yang dikonsumsi oleh si bayi dan anak juga berpengaruh terhadap pH
feses sehingga bayi yang minum air susu ibu lebih sedikit yang
menderita eksim popok dibandingkan dengan yang minum susu
formula.

3. Jamur dan kuman


Jamur candida albicans adalah jamur yang normal terdapat di kulit
dalam jumlah sedikit. Pada keadaan kulit yang hangat dan lembab
antara lain karena pemakaian popok, jamur tersebut akan tubuh lebih
cepat menjadi lebih banyak sehingga dapat menyebabkan radang
(eksim popok). Keadaan kulit yang hangat dan lembab juga
memudahkan

tumbuhnya

kuman,

yang

paling

sering

adalah

staphylococcus aureus.
C. Gejala Ruam Popok / Diaper Rash
Menurut Maryunani, A. (2010) gejala diaper rash bervariasi mulai dari
yang ringan sampai dengan yang berat. Secara klinis dapat terlihat sebagai
berikut :
1. Gejala-gejala yang biasa ditemukan pada diaper rush oleh kontak
dengan iritan yaitu kemerahan yang meluas, berkilat, kadang mirip
luka bakar, timbul bintil bintil merah, lecet atau luka bersisik,
kadang basah dan bengkak pada daerah yang paling lama kontak
dengan popok, seperti pada paha bagian dalam dan lipatan paha.
2. Gejala yang terjadi akibat gesekan yang berulang pada tepi popok,
yaitu bercak kemerahan yang membentuk garis di tepi batas
popok pada paha dan perut.
3. Gejala diaper rash oleh karena jamur candida albicans ditandai
dengan bercak atau bintil kemerahan berwarna merah terang,
basah dengan lecet-lecet pada selaput lendir anus dan kulit sekitar
anus, lesi berbatas tegas dan terdapat lesi lainnya di sekitarnya.
4. Bayi menjadi rewel karena rasa nyeri.

D. Patofisiologi
Etiologi pasti dari diaper rash belum dapat dijelaskan. Timbulnya ruam
ini merupakan hasil kombinasi dari beberapa faktor yang terdiri dari keadaan
lembab, gesekan, urin, feses dan adanya mikroorganisme. Secara
anatomis, bagian kulit yang menonjol dan daerah lipatan menyulitkan
pembersihan dan pengontrolan terhadap lingkungan. Bahan iritan utama
adalah enzim protease dan lipase dari feses, dimana aktivitasnya akan
meningkat seiring dengan kenaikan pH.
Aktivitas enzim lipase dan protease feses akan meningkat akibat
percepatan transit gastrointestinal, oleh karena itu insiden tertinggi diaper rash
terjadi pada bayi yang diare dalam waktu kurang dari 48 jam.
Penggunaan popok menyebabkan peningkatan kelembaban kulit dan pH.
Kondisi lembab yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya maserasi
pada stratum korneum,lapisan luar, dan lapisan pelindung kulit yang
berhubungan dengan kerusakanpada lapisan lipid interselular. Kelemahan
integritas fisik membuat stratum korneum lebih mudah terkena kerusakan oleh
gesekan permukaan popok dan iritasi lokal.
Kulit bayi mempunyai barier yang efektif terhadap penyakit dan
memiliki permeabilitas yang sama dengan kulit orang dewasa. Berbagai studi
melaporkan bahwa kehilangan cairan transepidermal pada bayi lebih rendah
dari pada kulit orang dewasa. Namun, kondisi yang lembab, kekurangan
paparan udara,keasaman, paparan bahan iritan, dan meningkatnya gesekan
pada kulit dapat menyebabkan kerusakan barier kulit.
Pada kulit normal, pH berkisar antara 4,5-5,5. Ketika zat urea dari urin
danfeses bercampur, enzim urease akan menguraikan urine dan menurunkan
konsentrasi ion hidrogen (meningkatkan pH). Peningkatan pH juga
menyebabkan peningkatan hidrogen pada kulit dan membuat permeabilitas
kulit meningkat.

Pathways
Tidak segera mengganti popok setelah bayi/balita BAB

Feses bercampur urin

Membentuk Amonia

nggunaan popok yg terlalu lama

Amonia meningkatkan keasaman pH kulit

Aktivitas enzim protease dan lipase pada feses meningkat


Menghambat penguapan

lembabMaserasi pd stratum korneum

Iritasi Lokal

MK:
Ditandai dg:
Gangguan
rasa
nyaman
berhubungan dengan gejala terkait
1.kemerahan
yang meluas,

2.berkilat,
ang mirip luka bakar, 4.timbul bintil bintil merah, 5.lecet atau luka bersisik, 6.kadang basah d
MK:
sakan integritas kulit berhubungan dengan Lembab
Rash
E. Pencegahan Ruam popok / Diaper
rash

Tindakan pencegahan ruam popok dapat dilakukan dengan mengetahui


penyebab dan faktor-faktor yang berperan dalam menimbulkan ruam popok
Rentan Infeksi bakteri staphylococcus aureus
yaitu :

Rentan terhadap gesekan


ditandai dg:

Rentan pada
infeksi
jamur candida albicans ditand
1. Mengurangi kelembapan dan gesekan
kulit
ahan yang membentuk garis di tepi batas popok pada paha
dan
perut.
1.bercak
atauairbintil
kemerahan ber
a. Segera mengganti popok setelah bayi
/anak buang
kecil dan
2.warna merah terang, basah dengan lecet-lecet pada selaput le
buang air besar. Dengan sering mengganti popok dapat mencegah
3.lesi berbatas tegas dan terdapat lesi lainnya di
terjadinya ruam popok.

b. Pada saat mengganti popok, bersihkan kulit secara lembut dengan


air hangat. Dapat digunakan sabun khususnya setelah buang air
besar, kemudian dibilas bersih, kemudian keringkan dengan
menggunakan handuk atau kain yang lembut dan anginkan
sebentar sebelum dipakaikan popok baru.
c. Bila menggunakan popok sekali pakai (disposable diaper),
pakaikan sesuai dengan daya tampung dan segera ganti bila tidak
dapat lagi menampung urin.
d. Hindari pemakaian popok yang ketat, tebal, terbuat dari plastik,
bahan yang terlalu kasar, kaku dan terlalu menutup.
2. Memilih popok yang baik
Kebanyakan ibu lebih memilih diapers dari pada memilih popok
kain, dengan alasan diapers bayi lebih praktis karena tidak perlu sering
mengganti popok yang basah akibat buang air, selain itu membuat
rumah lebih bersih tidak terkena air kencing bayi. Diapers juga
membuat pekerjaaan ibu menjadi lebih ringan karena tidak perlu
mencuci, menjemur, menyetrika setumpuk popok. Pada sisi buruknya
penggunaan diapers dapat menyebabkan terjadinya ruam popok.
Kesalahan dalam pemakaian popok bisa menjadi ancaman terhadap
bayi. Dampak terburuk dari pemakaian popok yang salah selain
mengganggu kesehatan kulit juga dapat mengganggu perkembangan
dan pertumbuhan bayi. Bayi yang mengalami ruam popok akan
mengalami gangguan seperti rewel dan sulit tidur, selain itu proses
menyusui menjadi terganggu karena bayi merasa tidak nyaman
sehingga berat badan tidak meningkat (Handy, 2011).
3. Pencucian dan penggosokan yang berlebihan pada daerah popok
akan menimbulkan iritasi kulit. Setelah BAK/BAB, pencucian dapat
dilakukan dengan air hangat dan pembersih ringan.

4. Preparat protektif yang digunakan terdiri dari losion, krim atau


ointment,yang mengandung emolien dapat ditambah dengan
kaolin, talk atau

zinc oxide. Penggunaan preparat ini akan

mengurangi gesekan dan absorbsi bahan iritan. pHkulit sedikit lebih


bersifat asam dan mendekati pH normal kulit dan berfungsisebagai
buffer terhadap pH yang lebih tinggi yang disebabkan oleh adanya
amonia.Emolien digunakan 2-3 kali sehari.
F. Cara Mengatasi Ruam Popok / Diaper Rash
Pada prinsipnya pengobatan ruam popok bergantung pada penyebabnya.
Ruam popok yang disebabkan iritasi dan miliaria tidak memerlukan obat
khusus cukup dengan menjaga popok tetap kering dan menjaga hyigene. Pada
ruam popok yang disebabkan oleh infeksi mikro-organisme atau iritasi dan
miliaria yang luas obat obatan yang lazim digunakan antara lain :
1. Bedak salisil dan bedak yang mengandung Antihastamin, hanya
digunakan pada iritasi (intertigo) dan miliaria atas anjuran dokter.
Pastikan bedak tidak berhamburan agar tidak menggangu si kecil. Anti
Jamur digunakan pada ruam popok karena terinfeksi jamur (Candical
Diaper Dermatitis) pilih anti jamur yang berbentuk bedak ( merek
dagang misalnya : Dektrian powder dan mycorine powder), diberikan
selama 3-4 minggu.
2. Anti infeksi topikal ( salep atau krim) digunakan pada ruam popok
yang disebabkan oleh infeksi bakteri ringan misalnya : bacitracin
salep. Adapun untuk infeksi yang lebih berat dapat digunakan anti
infeksi oral.Misalnya : kombinasi amoksisilin dengan asam kalvulanat
dan diberikan pada anti infeksi topical.
3. Steroid digunakan pada ruam popok yang disebabkan infeksi alergi,
dioleskan 2x sehari hingga sembuh atau selama 2 minggu.

Walaupun ruam popok bukanlah penyakit yang serius jika dalam 2-3 hari
tidak kunjung sembuh, maka langkah terbaik adalah konsultasi ke dokter.
Penggunaan anti jamur anti infeksi dan steroid hendaknya atas rekomendasi
dokter (Cakmoki, 2010).
G. Prognosis
Diaper rash hampir selalu menunjukkan respon yang baik terhadap
terapidan sebagian besar kasus dapat membaik jika tidak memakai popok
dalam jangkawaktu beberapa minggu. Dan jika tetap persisten kemungkinan
didiagnosisdengan atopic eczema, psoriasis, zinc defisiensi, histiosit sel
langerhans atauimunodefisiensi.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap : Pemeriksaan darah lengkap dapat dilakukan,terutama jika
muncul gejala sistemik seperti demam dan jika dicurigai adanya infeksi
sekunder. Jika ditemukan anemia bersama dengan hepatosplenomegali dan
timbul ruam dapat dicurigai sebagai histiositosis sel Langerhans atau
sifilis kongenital. Pemeriksaan serologi untuk sifilis dilakukan pada pasien
yang dicurigai menderita sifilis kongenital. Kadar serum zink kurang dari
50 mcg/dl dapat ditemukan pada pasien dengan acrodermatitis
enterohepatika
2. Pemeriksaan kerokan kulit.
Pada pasien yang diduga candidiasis, pengikisan lesi papul atau pustul
menunjukkan adanya pseudohifa, hifadan blastospora dengan diameter 2-4
m dengan menggunakan larutanKOH 10%, larutan lugol atau air suling.
3. Pemeriksaan histopatologi
Biopsi kulit dilakukan untuk melihat struktur histologinya. Gambaran
histologi diaper rash umumnya seperti dermatitis iritan primer dengan
spongiosis epidermal daninflamasi ringan pada lapisan dermis.

Diagnosa
Keperawatan
Kerusakan integritas
kulit berhubungan
dengan Lembab

NOC

NIC

Setelah dilakukan tindakan

Pressure Management

keperawatan selama 224

1. Anjurkan pasien untuk


menggunakan pakaian
longgar
2. Hindari kerutan pada
tempat tidur
3. Jaga kebersihan kulit
agar tetap bersih dan
kering
4. Mobilisasi pasien
5. Monitor kulit adanya
kemerahan
6. Oleskan lotion atau
minyak/ baby oil pada
daerah yang tertekan

jam diharapkan integritas


kulit baik.
Kriteria Hasil: Tissue
Integrity : Skin and
Mucous
Indikator
Integritas
kulit baik dan
bias
dipertahankan
(sensasi,
elastisitas,
temperature,
hidrasi,
pigmentasi)
Tidak ada
luka/ lesi

IR

ER

pada kulit
Perfusi
jaringan baik
Gangguan rasa
nyaman berhubungan
dengan gejala terkait
penyakit (kerusakan
kulit )

Resiko infeksi

Setelah dilakukan tindakan


Enviroment Management :
keperawatan selama 224 Comfort
jam diharapkan pasien
1. Cegah gangguan yang
merasa nyaman
tidak perlu dan
memungkinkan waktu
Kriteria Hasil:
untuk beristirahat
Comfort Status
2. Tentukan sumber
Indikator
IR ER
ketidaknyamanan , seperti
lembab, keriput seprai ,
Mampu
dan iritasi lingkungan
mengontrol
3. Sediakan tempat tidur
gejala
yang bersih
ketidak
4. Sesuaikan suhu ruangan
nyamanan
yang paling nyaman
sesuai dengan individu
Baik secara
5. Hindari paparan yang
fisik
tidak perlu, baik panas
maupun dingin.
Baik secara
6. Kontrol atau cegah suara
psikologi
yang tidak diinginkan
7. Fasilitasi langkah-langkah
untuk menjaga kebersihan
8. Monitor kulit, terutama di
permukaan tubuh , tandatanda tekanan dan iritasi
9. Cegah terpaparnya kulit
atau membrane mukosa
terhadap bagian tubuh
yang teriritasi
Setelah dilakukan tindakan Infection Control
1. Bersihkan lingkungan setelah
kep selama 224 jam
diharapkan resiko infeksi
dipakai pasien lain.
dapat dicegah.
2. Cuci tangan setiap sebelum
Kriteria hasil : Risk
Control
Indikator

IR

dan sesudah tindakan


ER

keperawatan.
3. Berikan antibiotic bila perlu.

4. Monitor tanda dan gejala


Klien bebas
dari tandatanda infeksi
(REEDA)
Jumlah
Leukosit
dalam batas
normal
Menunjukan
perilaku
hidup sehat

Daftar Pustaka

infeksi sistemik dan local.


5. Monitor kerentanan terhadap
infeksi.
6. Berikan perawatan kulit.
7. Ajarkan cara menghindari
infeksi.

Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta :
Salemba Medika
Kosim, M. Sholeh, dkk. 2014. Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1. Jakarta :Ikatan Dokter
Anak Indonesia
Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi Dan Balita. Yogyakarta:
Fitramaya
Nursalam. Rekawa Susilaningrum dan Sri Utami. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi
dan Anak (untuk Perawat dan Bidan). Jakarta : Salemba Medika.
Wong, Donna L, dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6 Vol 2.Jakarta:
EGC

You might also like