Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul
Dipresentasikan pada Latihan Kader II Tingkat Nasional
Diselenggarakan HMI Cabang Malang Provinsi Jawa Timur
Di Malang
Senin, 20 Juni 2010
Digandakan :
Panitia Latihan Kader II
HMI Cabang Malang
Malang
2010
PENDAHULUAN
Sejarah perjalanan HMI selama 63 tahun pada dasarnya telah melalui dua masa, yaitu
masa dulu dan masa kini. Apabila dikembangkan ditambah dengan masa mendatang, karena
sejarah memang selalu ditandai dengan tiga dimensi waktu yakni masa lalu, masa kini, dan
masa mendatang.
Selama 63 tahun usia HMI, telah menjalani 10 fase perjuangan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Fase kebangkitan HMI sebagai pejuang orde baru dan pelopor kebangkitan angkatan
66 (1966-1968)
7.
8.
9.
10.
dari berbagai kekurangan maupun kesalahan HMI serta dapat memberikan jawaban dan
kontribusi yang terbaik kepada bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Beberapa faktor pendukung atas keberhasilan antara lain :
1. Karena konsolidasi dan proses berdirinya HMI muncul dan mendapat dukungan dari
bawah, dan dilalui secara bertahap, sehingga menciptakan kondisi objektif untuk
mendirikan HMI dan dapat diterima mahasiswa dan kalangan perguruan tinggi.
2
2. Karena kehadiran HMI merupakan kebutuhan dan keharusan sejarah. Tantangan yang
muncul sebelum dan sesudah HMI berdiri dapat dilalui dengan penuh dinamika
sehingga kehadiran HMI dapat diterima oleh masyarakat luas, terutama dunia
perguruan tinggi dan kemahasiswaan.
3. Karena keikutsertaan HMI melawan Belanda dan mempertahankan kemerdekaan 17
Agustus 1945 adalah merupakan tugas nasional, yang mendapat dukungan segenap
rakyat Indonesia. Begitu juga perlawanan HMI serta segenap yang anti PKI terhadap
PKI merupakan perang membela agama, nusa dan bangsa Indonesia.
4. HMI telah dapat menjadikan dirinya sebagai aset nasional alat perjuangan bangsa yang
harus dibina dan mendapat respon dari mahasiswa sehingga HMI menjadi organisasi
besar, dengan jumlah pengikut yang besar pula.
5. Orde baru merupakan pintu gerbang memasuki fase dan terase kehidupan baru yang
mendapat dukungan luas dari masyarakat yang mendambakan keadilan dan kebenaran.
6. Karena peranan mahasiswa dalam kehidupan suatu negara yang sedang berkembang
sangat strategis dan dibutuhkan.
7. Karena pemikiran-pemikiran yang disampaikan HMI, sangat relevan dengan kebutuhan
bangsa Indonesia dalam kehidupan.
Perjalanan HMI selama 63 tahun dengan 8 faktor latar belakang berdirinya HMI, tujuan
HMI yang pertama dan terakhir kemudian misi HMI, 7 pemikiran awal HMI telah membawa
dan menciptakan karakter HMI. Karakter HMI adalah potensi yang sejak awal kelahirannya
sudah melekat pada dirinya dan selalu menyertai, menjiwai perjalanan dan perjuangan HMI,
sehingga mampu membiaskan nuansa-nuansa yang selalu aktual. Karakteristik dan jati diri
HMI inilah yang membedakannya dengan organisasi lain.
Berdasarkan berbagai dokumentasi organisasi HMI seperti AD/ART HMI, Nilai-Nilai
Dasar Perjuangan (NDP), tafsir tujuan, tafsir independensi, latar belakang berdirinya HMI,
maka karakteristik HMI mengandung prinsip-prinsip :
1.
2.
3.
Bertujuan terbinanya 5 kualitas insan cita HMI, dengan 17 indikator, serta ditandai 5
ciri kader HMI.
4.
Bersifat independen.
5.
6.
7.
8.
9.
fundamental dan mendasar, sehingga eksistensi dan keberadaan HMI dapat kokoh di tengahtengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara umumnya, dan di tengah dunia
perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan pada khususnya.
Di pertengahan fase pergolakan dan pembaharuan pemikiran, tepatnya sejak tahun
1980, HMI mulai mengalami kemunduran. Kemunduran itu berlangsung terus secara perlahan
sampai pada fase reformasi (1995-1999), dan sampai sekarang pada fase tantangan II (2000sekarang).
Pada fase reformasi, inisiatif pertama tidak muncul lagi dari HMI. Begitu juga kendali
perjuangan tidak dipegang HMI sebagaimana pada masa perjuangan orde baru. Pada fase
tantangan II ini, persoalan yang dihadapi HMI semakin kompleks, sehingga HMI saat ini tidak
bisa berbuat banyak memberikan kontribusinya di tengah-tengah pergulatan dinamika bangsa
dewasa ini. Ini sangat ironis. HMI menghadapi tantangan internal dan eksternal yang sangat
serius. Semestinya HMI senantiasa harus mampu sebagai organisasi perjuangan yang selama
ini dikenal sebagai kader pelopor dan avant garde bangsa memberikan solusi yang tepat dan
cepat terhadap berbagai permasalahan bangsa. Kenyataannya, julukan itu sekarang ini tidak
lagi seperti yang diharapkan. Mengapa hal itu terjadi ? Itulah persoalan besar yang kini
melanda HMI bahkan mungkin untuk masa mendatang.
Maka yang menjadi persoalan adalah :
1. Bagaimana dinamikan perjalanan HMI pada masa dulu ?
2. Bagaimana pula kondisi HMI sekarang ini ?
3. Tantangan apa yang dihadapi HMI ?
4. Agenda-agenda perubahan apa yang perlu dilakukan untuk membangkitkan kembali
HMI?
5. Mengapa HMI perlu mereformasi diri dan membutuhkan pemimpin yang kuat?
6. Bagaimana masa depan HMI ?
Inilah beberapa persoalan pokok yang akan dibahas dalam makalah ini melalui analisis
komparatif HMI masa dulu dan masa sekarang akan jelas terlihat posisi HMI di tengah
4
dinamika persoalan bangsa dewasa ini bagaimana kondisi antara cita dan realitas yang
sebenarnya. Dengan demikian bagaimana agenda-agenda perubahan yang perlu dilakukan
untuk kebangkitan HMI kembali sehingga dapat muncul dan berjaya seperti pada masa dulu.
II.
Sejarah telah mencatat bahwa sejak lahirnya HMI 5 Februari 1947, 59 tahun yang lalu,
HMI telah menorehkan masa lalu, dengan berbagai hasil sebagai akumulasi dari
perjuangannya. Terlalu banyak dan panjang untuk diungkapkan di sini, berupa keunggulan
dan keberhasilan HMI dalam berbagai aspek, di antaranya adalah :
1. HMI adalah organisasi mahasiswa tertua di Indonesia ini.
2. HMI adalah organisasi mahasiswa terbesar.
3. HMI mempunyai anggota dan alumni yang banyak.
4. HMI telah memberikan andil terbesar bagi pembentukan cendekiawan muslim di
Indonesia.
5. HMI telah memberikan kontribusi penting bagi pembinaan generasi muda di Indonesia.
6. HMI telah memberikan kontribusi positif bagi pembangunan bangsa dengan berbagai
pemikiran.
7. HMI telah memberikan sumbangsihnya yang besar dan nyata untuk mempertahankan
negara proklamasi 17 Agustus 1945.
8. HMI telah memberikan kontribusinya melawan dan berhadapan dengan PKI dan antekanteknya, yang berusaha untuk mengkomuniskan Indonesia, sehingga HMI
ditempatkan sebagai musuh utama PKI untuk dibubarkan sebelum meletusnya Gestapu/
PKI 1965.
9. HMI tetap mampu mempertahankan sifat independensinya sejak berdiri hingga
sekarang.
10. HMI memliki sejarah yang jelas. Terdapat 94 buah buku yang menulis khusus tentang
HMI.
11. HMI memiliki aparat yang lengkap yaitu PB, BADKO, Cabang, KORKOM,
Komisariat, Lembaga-Lembaga Kekaryaan, KOHATI yang merata di seluruh
Indonesia.
12. Usia 59 tahun HMI dapat diartikan sebagai petunjuk eksistensi kebenaran, ketahanan,
kekuatan, dan ketepatan konsep perjuangan yang telah dipilih para generasi pendiri
HMI.
13. Eksistensi kebenaran dan ketepatan wawasan HMI telah teruji sekaligus membenarkan
akan makna dan ketepatan dasar dan identitas HMI.
14. Perjalanan kehidupan HMI sejak berdiri hingga sekarang, pada hakikatnya berlangsung
secara dinamis, penuh perubahan dan kelangsungan, pergumulan dan perdamaian,
ketegangan dan ketenangan, konflik dan konsensus.
15. HMI dapat mengembangkan diri sebagai organisasi yang bersifat nasional dan modern.
16. HMI dapat menempa kader-kader yang berwawasan keIslaman, keIndonesiaan,
kemahasiswaan, independen, kepemudaan, keilmuan, pemikir, pejuang, dan pengabdi.
17. HMI dapat memberikan jawaban yang terbaik bagi persoalan bangsa dan bernegara,
dalam perang kemerdekaan ikut melawan dan mengusir penjajah Belanda serta
sumbangannya dalam ikut menumpas pemberontakan PKI di Madiun 1948.
18. HMI tampil sebagai aset nasional dengan berbagai kekuatan dan kelemahan.
19. HMI dapat melakukan alih generasi dengan tertib, walaupun sering ditandai dengan
berbagai kelemahan.
20. HMI banyak dikaji dan diteliti oleh kalangan ilmuan untuk karya tulis seperti skripsi,
tesis, dan disertasi.
21. HMI berhasil mencetak alumni-alumninya yang dapat menduduki berbagai jabatan
dalam negara dan masyarakat walaupun sering timbul masalah.
22. HMI dapat mengembangkan pemikiran-pemikiran yang inovatif.
23. HMI banyak terpublikasi oleh berbagai media, baik melalui saluran resmi maupun yang
dipublikasikan insan pers.
III.
Untuk melihat kondisi HMI dewasa ini, seperti ditulis Prof. DR. H. Agussalim
Sitompul, dalam bukunya 44 Indikator Kemunduran HMI, telah mengungkapkan secara
gamblang, kemunduran yang dialami HMI sejak tahun 1980, selama 26 tahun1. Ir. H. Akbar
Tandjung dalam kata Pengantar dalam buku ini mengatakan bahwa kritik-kritik yang
dikemukakan penulis buku ini memang pahit bagi HMI. Akan tetapi hendaknya itu semua
1
Lihat Agussalim Sitompul, 44 Indikator Kemunduran HMI, (Jakarta : Penerbit Misaka Galiza, 2006)
dipandang sebagai motivasi bagsi setiap pengurus, aktivis, dan kader HMI dimanapun juga,
untuk bangkit dan berkembang kembali sebagai organisasi kemahasiswaan bernapaskan Islam,
yang berwibawa kuat dan berpengaruh 2. Ketua Umum PB HMI, Hasanuddin, dalam kata
sambutan PB HMI mengemukakan bahwa apa yang ditulis di buku ini menunjukkan betapa
banyaknya persoalan yang dihadapi HMI termasuk konflik internal3
Prof. Dr. H. Nurcholish Madjid, memberikan peringatan keras terhadap HMI ketika
menjelang Kongres ke-23 HMI di Balikpapan tahun 2002. Nurcholish dalam peringatan itu
mengatakan bahwa apabila HMI tidak bisa melakukan perubahan, lebih baik membubarkan
diri4. Peringatan itu sebagai shock therapy, dengan harapan, HMI dapat dan mampu
melakukan perubahan terhadap dirinya yang banyak kalangan dipandang bahwa dalam tubuh
HMI ditemukan berbagai kekurangan yang sifatnya negatif.
Kondisi seperti inilah yang menyebabkan munculnya stigma negatif terhadap HMI
yang meliputi berbagai aspek seperti tentang keislaman, keindonesiaan, kemahasiswaan,
keorganisasian, keHMIan, kedipsilinan, kurangnya respon terhadap berbagai masalah yang
berkembang dalam kehidupan berbangsa bermasyarakat, dan bernegara, HMI tidak diminati
lagi oleh mahasiswa, HMI hanya pandai berpendapat, tetapi tidak bisa melakukan perbuatan
nyata (action), HMI sangat lemah dalam hal networking (jaringan), HMI sangat lemah dalam
bidang informasi, publikasi, dokumentasi, banyak anggota HMI tidak memiliki sifat amanah,
pamrih dalam berjuang, kurang dilandasi dengan semangat ikhlas. HMI tidak lulus dalam
sejarah, yaitu dengan adanya organisasi yang menamakan dirinya HMI-MPO.
Maka dari kondisi HMI seperti itu, mutlak dilakukan tindakan atau langkah untuk
mengubah stigma negatif HMI itu, dengan berbagai cara dan tindakan nyata. Kalau stigma
negatif HMI tidak segera dilakukan perubahan, maka reputasi HMI pasti akan lebih merosot
dari kondisi yang ada sekarang, yang ditandai 44 indikator kemunduran HMI. Terutama oleh
Pengurus sejak dari PB sampai Komisariat bahkan seluruh anggota HMI, suka tidak suka, mau
tidak mau, harus memiliki kesadaran kolektif, bahwa mengubah stigma negatif HMI harus
dilakukan saat ini juga. Di sini tidak ada tawar-menawar lagi. Apabila HMI terlambat
melakukan perubahan integral, maka dampaknya akan semakin buruk bagi kelangsungan
hidup HMI untuk masa-masa mendatang.
Dari dua citra yang saling bertolak belakang itu, HMI berada di persimpangan sejarah.
Di satu arah dipandang sebagai suatu keberhasilan dan keunggulan HMI yang penuh
romantisme sejarah. Di satu arah lain, HMI mengalami kemunduran, sebagai satu kegagalan
menjalankan peranannya sebagai organisasi perjuangan. Dari dua kasus ini menunjukkan
bahwa perjuangan HMI selama 63 tahun ini tidak semuanya ditandai dengan kesuksesan dan
keberhasilan. Yang menjadi pertanyaan, mengapa terjadi demikian ? Pertanyaan itulah secara
lugas diungkapkan oleh Agussalim Sitompul dalam 44 Indikator Kemunduran HMI5.
Secara empiris Agussalim Sitompul membeberkan terdapatnya 44 indikator yang
menyebabkan HMI mengalami kemunduran. Semestinya dalam usia HMI 63 tahun, dan telah
memasuki usia 50 tahun kedua (50 tahun pertama 1947-1997, dan usia 50 tahun kedua 19982048), perjalanan perjuangannya semakin mulus dan menanjak, sudah take off. Akan tetapi
yang terjadi justru sebaliknya HMI mengalami kemunduran.
Kemunduran itu seperti ditulis oleh Didik J. Rachbini, sudah terjadi sejak tahun 1980 6,
berarti sudah 26 tahun. Seperempat abad lebih HMI tidak dapat mengikuti perkembangan
realitas sosial budaya yang berkembang sangat pesat. Maka HMI terlambat, sebabnya karena
HMI tidak dapat mengadakan penyesuaian-penyesuaian secara struktural. Walaupun HMI ada,
tetapi laksana bergerak di tempat dan sangat lamban memberi respon terhadap setiap
perkembangan yang muncul, dengan bermacam-macam perubahan. Berarti antara
perkembangan masyarakat dan aktivitas HMI tidak seimbang. Apabila ini terjadi, dan
memang sudah terjadi, HMI akan tersingkir dari perubahan yang terus muncul datang silih
berganti. Walaupun HMI ada tetapi berada di pinggir, tidak mampu lagi tampil dalam orbit
yang semestinya, malah dengan keberadaan serta akses yang lemah jika dibandingkan
terhadap supra sistemnya, yaitu masyarakat yang terus berkembang dan mengalami
perubahan. Supra sistemnya yang dimaksud di sini juga adalah gerakan Islam kontemporer
yang juga mengalami perubahan. Gerakan Islam kontemporer juga termasuk dalam sistem
sosial politik yang ada, karena ia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa
Indonesia.
Pada saat itu momentum untuk melihat eksistensi HMI di dalam konteks supra sistem
yang dimaksud dan sistem sosial politik yang ada. Ketika itu, momentum pembangunan sosial
politik maupun ekonomi, tengah berada dalam tingkat intensitas yang tinggi, gerakan Islam
5
10
semua peringatan Allah SWT berupa kejadian-kejadian sejarah sebagai ibrah atau lambanglambang yang perlu dipahami dengan cepat, tepat dan cerdas. Dalam kaitan ini juga Allah
SWT mengingatkan bahwa; wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghodin perhatikanlah
sejarahmu untuk masa depanmu9. Mengapa dengan sejarah sampai dijadikan standar agar
seorang dapat selamat meniti masa depannya. Sejarah ternyata di dalamnya terdapat
pelajaran, peringatan, kebenaran, yang akan mengukuhkan hati manusia10
Manusia sebagai aktor sejarah harus disadarkan bahwa dia hidup dalam masyarakat
yang selalu berubah.11 Keyakinan diri terhadap kemampuan untuk maju sering surut, karena
pemahaman terhadap esensi sejarah tugas kehidupannya mulai pudar dari kesadarannya.
Karena itu perlu disadarkan kembali dengan sejarah 12, dengan tidak mengambil peristiwa
secara fragmental, melainkan sebagai satu kesatuan sejarah yang universal yang terumuskan
dalam 25 peristiwa sejarah Kerasulan. Pengambilan sebagian hanya memperoleh bahan
mentah sejarah, tetapi bukan hakekat sejarah.
Menoleh kembali ke masa lalu, bertujuan untuk memahami masa yang akan datang,
wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad (perhatikanlah sejarahmu untuk masa
depanmu13, merupakan tiga dimensi waktu yang selalu berkaitan. Menoleh ke masa lalu akan
menemukan informasi pengalaman yang telah teruji. Membaca peristiwa kerasulan dalam
Al Quran, berarti memperoleh contoh yang benar yang tidak dapat diragukan lagi. 14
Berkaitan dengan tugas manusia sebagai aktor sejarah untuk menciptakan perubahan,
juga ditegaskan Allah SWT dalam Al Quran, sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah15
IV.
11
Kajian tentang HMI saat ini menunjukkan, bahwa kehidupan sekarang dan mandatang,
HMI telah ditantang :
1. Masalah eksistensi dan keberadaan HMI, yang ditandai 40 indikator kemunduran ,
memudar dan mundurnya HMI, seperti diuraikan pada bagian II.
2. Masalah relevansi pemikiran-pemikiran HMI, untuk melakukan perbaikan dan perubahan
mendasar terhadap berbagai masalah yang dihadapi bangsa Indonesia.
3. Masalah peran HMI sebagai organisasi perjuangan yang sanggup tampil dalam barisan
terdepan sebagai avant garde bangsa, dalam melakukan berbagai perubahan yang
dibutuhkan masyarakat.
4. Masalah efektifitas HMI memecahkan masalah yang dihadapi bangsa, karena banyak
organisasi sejenis maupun yang lain, dapat tampil lebih efektif mengambil inisiatif
terdepan memberi solusi terhadap problem yang dihadapi bangsa Indonesia.
Sebagai jawabannya, menuntut pemecahan yang bersifat teoritis dan praktis, akan
tetapi semuanya bersifat konseptual, integratif, dan inklusif. Sebab pendekatan yang tidak
konseptual, parsial, dan eksklusif tidak akan melahirkan jawaban yang efektif. Untuk itu
dibutuhkan ide dan pemikiran dari anggota aktifis, kader, dan pengurus HMI di seluruh
jenjang organisasi.
B. Tantangan eksternal
Berbagai tantangan eksternal juga dihadapkan kepada HMI yang tidak kalah besar dan
rumitnya dari tantangan internal, antara lain :
1. Tantangan menghadapi perubahan zaman yang jauh berbeda dari abad ke-20, yang muncul
pada abad ke-21 saat ini, serta abad Globalisasi.
2. Tantangan terhadap peralihan generasi yang hidup dalam zaman dan situasi berbeda dalam
berbagai aspek kehidupan, khususnya yang dijalani generasi muda bangsa.
3. Tantangan untuk mempersiapkan kader-kader dan alumni HMI, yang akan menggantikan
alumni-alumni HMI yang saat ini menduduki berbagai posisi strategis dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena regenerasi, suka tidak suka, mau tidak
mau pasti berlangsung.
4. Tantangan menghadapi bahaya abadi Komunis.
5. Tantangan menghadapi golongan lain, yang mempunyai missi berbeda dari umat Islam.
6. Tantangan adanya kerawanan aqidah. Abad kejatuhan manusia dari makhluk spritual
menjadi makhluk materialistis adalah akibat munculnya humanisme dalam panggung
12
sejarah yang ditandai dengan adanya Renaissance. Lewat corong Renaissance ini,
humanisme mempromosikan potensi manusia melebihi batas-batas-batas fitrahnya.
Humanisme memfigurkan manusia sebagai titik pusat alam yang bergerak ke arah
pengukuran manusia sebagai superman. Manusia yang merasa dirinya unggul karena
penemuan sains dan teknologi lewat otaknya, membuat dia bertambah ambisi menaklukkan
alam. Itulah konteks generasi manusia di abad ini yang mengandalkan budi dayanya untuk
merumuskan prinsip-prinsip kehidupan yang tidak bisa dipertahankan, karena paradigma
dan epistemologi yang dipakai sesungguhnya kering sama sekali dari tata nilai spriritual.
Jiwa masyarakat di abad ini tidak bersemi untuk membuahkan perilaku yang harum
sebagai makhluk Tuhan. Semua ini adalah hasil produksi agen humanisme, yakni
sekularisme yang mengemukakan gagasan dimensi pertama dari masyarakat di abad ini,
yaitu kemanusiaan yang tidak bertuhan (humanisme). Dimensi kedua adalah materi yang
tidak bertuhan (materialisme) yang menganggap realitas kehidupan ini cuma materi.
Materialisme ilmiah telah menarik jutaan ilmuwan yang ikut memikirkan konsep-konsep
materialisme untuk dipasarkan dalam masyarakat. Masyarakat model ini begitu tertarik
dengan propaganda kaum materialisme yang menawarkan potensi materi dalam kehidupan
melalui berbagai dimensi kebutuhan. Materialisme telah memprojeksikan diri dalam postur
kapitalisme yang membangun berbagai industri untuk memproduksi macam barang-barang
konsumtif. Lewat promosi efektif, disertai iklan gencar lewat teknologi informasi, manusia
dipaksa membeli. Hal ini berarti mengukukan kapitalisme untuk menghancurkan mental.
Manusia diracuni dengan aneka barang produksi yang sebenarnya tidak primer. Inilah
fenomena kehidupan sosial pada saat ini. Dimensi ketiga, adalah perilaku yang tidak
bertuhan (atheisme) yakni suatu pandangan hidup yang tidak mengakui Tuhan secara
konsepsional, karena Tuhan tidak dapat ditangkap dengan indera dan tidak dapat dirasakan
secara langsung dalam bentuk pengalaman. Tuhan hanya hadir dalam pikiran, tidak
hadir dalam tindakan. Alam dan manusia tidak mampu membuktikan Tuhan secara
ilmiah karena manusia begitu lahir sudah ada alam. Semuanya terjadi karena ada yang
menciptakan. Mati dan hidup cuma sebagai suatu siklus alam yang berputar pada porosnya.
7. Tantangan menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang terus berkembang
tanpa berhenti sejenakpun.
13
Menoleh kembali ke masa lalu, bertujuan untuk memahami masa yang akan datang,
wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad (perhatikanlah sejarahmu untuk masa depanmu,
(59:18)), merupakan tiga dimensi waktu yang selalu berkaitan. Menoleh ke masa lalu akan
menemukan informasi pengalaman yang telah teruji. Membaca peristiwa kerasulan dalam
Al Quran, berarti memperoleh contoh yang benar yang tidak dapat diragukan lagi (Q.S. 2 : 2).
Berkaitan dengan tugas manusia sebagai aktor sejarah untuk menciptakan perubahan,
juga ditegaskan Allah SWT dalam Al Quran, sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah (Q.S. 11 : 13).16
V.
tantangan internal, dan tantangan eksternal. 17 Maka untuk menghadapi tantangan tersebut,
perlu diambil langkah-langkah guna melakukan perubahan revolusioner dalam tubuh HMI.
Berbagai langkah untuk mengubah stigma negatif HMI, harus merupakan perbuatan sadar dari
segenap aparat dan seluruh anggota HMI. Beberapa langkah-langkah pokok dan mendasar
untuk mengubah stigma negatif HMI, antara lain :
1.
memiliki kesadaran kolektif bahwa HMI sedang mundur dan harus dibangkitkan kembali
dengan memberi obat terhadap 44 macam penyakit yang diderita HMI, sehingga sehat dan
segar bugar kembali seperti masa sehatnya dulu.
2.
pengamalan Islam. Hakekat Islam itu adalah pertama, Iman (6 rukun Iman), 1) percaya
kepada Allah, 2) percaya kepada Nabi dan Rasul Allah, 3) percaya Malaikat Allah, 4) percaya
kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah, 5) percaya kepada hari akhirat, dan 6) percaya
kepada Qadla dan Qadar; kedua, Islam (5 rukun Islam), 1) mengucapkan dua kalimat
16
Ahmad Mansyur Suryanegara, Menemukan Sejarah : Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, (Bandung :
Penerbit Mizan, 1995), hlm.
17
Lihat Agussalim Sitompul, 44 Indikator... hlm. 112.
15
Syahadat, 2) Shalat, 3) Puasa, 4) Zakat, 5) menunaikan ibadah Haji apabila sanggup; ketiga,
Akhlak atau moral. (Sesungguhnya aku diutus kata Nabi Muhammad SAW adalah untuk
memperbaiki akhlak). Ketiga Hakikat agama Islam itu tergambar jelas dalam lambang HMI.
Semestinya pengetahuan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan hakekat Islam itu bagi
setiap anggota HMI harus mendarah daging dan kental, sempurna atau secara kaffah baik yang
menyangkut rukun Iman dengan segala totalitasnya, maupun yang menyangkut rukun Islam
secara totalitas, maupun yang menyangkut masalah akhlaq atau moral. Hakekat Islam yang
meliputi 3 aspek itu harus menjadi sumber inspirasi, sumber motivasi, sumber berbuat dan
bertindak dalam setiap melakukan apapun dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara.
Ruh dan semangat Islam dalam setiap gerak HMI serta segenap anggotanya, secara
positif harus tampil beda dengan anggota organisasi lain. Untuk itu, peningkatan pengetahuan,
pemahaman, penghayatan atau pengamalan ajaran Islam secara kaffah bagi setiap anggota
HMI harus dilakukan dengan agenda-agenda konkrit, seperti melakukan kajian-kajian agama
Islam secara intensif, melakukan pendidikan atau kursus belajar baca Alquran bagi yang
belum bisa baca Alquran, menggiatkan ceramah-ceramah agama dalam setiap rapat dan
pertemuan HMI. Sehingga dengan demikian bagi setiap mahasiswa yang masuk HMI harus
memiliki nilai lebih atau nilai tambah tentang Islam secara utuh dan benar.
Asep Sopyan, ketika mencalonkan diri sebagai Ketua Umum HMI Cabang Ciputat
periode 2003-2004 menulis buku Mengislamkan HMI Meluruskan Niat dalam Berorganisasi.
Yang dimaksud dengan ungkapan mengislamkan HMI lebih tepat diartikan dengan
Melebih Islamkan HMI. Jika keadaan HMI sekarang ini tidak Islam, dicoba agar
keadaannya lebih dekat kepada Islam. Jika keadaan sekarang sudah agak Islam, diusahakan
agar agaknya itu hilang. Jika keadaan HMI sekarang sudah lumayan Islam, kita ganti kata
lumayannya itu dengan kata cukup, misalnya, Jika HMI sekarang sudah Islam, kita usahakan
agar lebih Islam lagi. Begitu seterusnya proses evolusi keislaman HMI, sehingga pada
akhirnya bisa mencapai Islam dalam kategori kaffah (sempurna luar dalam) 18.
Keislaman juga merupakan ciri khas HMI, harus tercermin dalam semua sikap dan
perilaku setiap anggota HMI. Nilai-nilai dan semangat Islamiyah haruslah mampu membawah
kita ke arah kemajuan dan kemandirian. Dalam suasana yang sejuk dan nyaman, dan dinamis
nilai keislaman itu hendaknya benar-benar didalami, dihayati dan diamalkan oleh sitiap
18
Asep Sopyan, Mengislamkan HMI Meluruskan Niat dalam Berorganisasi, (Ciputat: Penerbit Ihusaini Press,
2004), hlm. 7.
16
anggota sehingga menjadi penuntun dalam kehidupan pribadinya sehari-hari, baik dalam
hubungannya dengan Allah SWT maupun dengan sesama umat manusia dan lingkungan alam
sekitarnya. Dengan demikian, setiap langkah dan alunan nafas insan HMI akan senantiasa
berada dalam jalur amar maruf nahimunkar, serta menjunjung tinggi akhlaqul karimah.
Seluruh keluarga besar HMI akan senantiasa terdorong untuk melaksanakan perbuatan yang
serba baik, serba benar dan serba bermanfaat, kapan dan di manapun berada.
Itu berarti apa yang dituntut kepada HMI bukan lagi jawaban lama terhadap persoalan
baru, melainkan kemampuan baru untuk gaung tantangan baru menghadapi perubahan dan
pergantian zaman dan meyongsong masa depan.
3.
memudar, harus dikembalikan posisinya seperti semula. Keunggulan tradisi intelektual HMI
harus dikembalikan, sehingga kiprah HMI di bidang intelektual ini harus dikembangkan dan
ditingkatkan lagi, sehingga reputasi tradisi intelektual HMI baik tingkat lokal, nasional,
maupun internasional dengan bukti nyata. Qua Ilmiah anggota-anggota HMI harus menonjol,
semangat belajarnya harus prima, pemikiran ilmiah dan karya ilmiahnya harus dibina dan
ditingkatkan, sehingga terhindar dari kemiskinan intelektual. Kelulusannya harus mencapai
prestasi yang paling tinggi. Untuk itulah Komisariat sebagai ujung tombak perjuangan HMI
dan pembinaan anggota, harus mengagendakan secara nyata program-program untuk
pembinaan dan peningkatan kualitas keilmuan setiap anggota HMI, sehingga dalam setiap
kesempatan harus mampu merebut dan menguasai ilmu pengetahuan dan dunia intelektual
yang terus berkembang dan maju, tanpa mengenal tapal batas waktu.
4.
membaca di kalangan anggota HMI sangat lemah. Akibatnya, gerak organisasi menjadi
lamban, terjebak rutinitas, bahkan stagnan.
Oleh sebab itu seluruh jajaran HMI, harus mengagendakan untuk meningkatkan
pengetahuan, pemahaman dan penghayatan ke-HMI-an bagi seluruh anggota, dengan
melakukan diskusi-diskusi rutin, kajian intensif, penyediaan buku-buku perpustakaan.
Peningkatan pengetahuan ke-HMI-an ini sebagai prasyarat untuk majunya organisasi dalam
17
maupun pengurus sejak dari pengurus komisariat sampai PB HMI ini terjadi turun temurun
selama 26 tahun.
5.
terjadi, maka pembaharuan dalam tubuh organisasi mutlak dilakukan. Struktur organisasi
harus diperbaharui, sehingga mampu bergerak dengan lincah untuk menjawab tantangan yang
datang silih berganti tanpa henti. Jumlah anggota PB HMI harus dirampingkan, sehingga tidak
menjadi beban tersendiri bagi HMI. Personal PB HMI cukup diambil dari Cabang-Cabang
terdekat dengan kedudukan PB HMI. Tata kerja harus dirasionalkan, sehingga menjadi rule
of game yang mampu menggerakkan roda organisasi secara lincah dan dinamis. Lembagalembaga kekeryaan yang tidak memahami tri fungsinya (pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat), mutlak dilakukan reorientasi secara benar dan utuh,
sehingga lembaga kekaryaan betul-betul berfungsi, tidak hanya sekedar pajangan nama dalam
AD/ART HMI.
6.
(SDM) yang kurang berkualitas, untuk tidak dikatakan tidak berkualitas, baik di kalangan
pengurus, sejak dari PB HMI sampai pengurus Komisariat, maupun anggota-anggotanya.
Turunnya
kualitas
anggota
dan
para
Pengurus
HMI
sudah
berlangsung
secara
HMI-MPO secara de jure adalah organisasi yang inkonstitusional. Akan tetapi secara de facto
HMI MPO itu ada. Keberadaannnya menimbulkan banyak masalah dalam HMI dan
18
mengganggu konsolidasi organisasi. Oleh karena itu penyelesaian masalah ini harus dilakukan
dengan tiga tahap. Pertama, dengan kemauan dan kesadaran dari dua HMI harus dilakukan
islah atas kemauan bersama dan diberi batas waktu tiga bulan. Apabila tahap pertama ini tidak
berhasil maka PB HMI menempuh tahap kedua yaitu PB HMI mengirim surat kepada HMI
MPO agar tidak memakai nama dan segala atribut HMI dengan batas waktu 3 bulan. Apabila
tahap kedua belum berhasil maka ditempuh tahap ketiga yaitu mengajukan kasus ini ke
pengadilan sampai tuntas.
8.
calon anggota harus dijaga sedemikian rupa sehingga HMI dalam pandangan orang dalam
maupun orang luar terhadap HMI harus selalu positif, dengan citra tunggal. Hal-hal yang
dapat merusak image atau citra HMI harus dihindari. Karena berbagai image yang jelek
terhadap HMI sering muncul, menyebabkan orang kurang simpati kepada HMI. Mahasiswa
barupun sering mendapatkan image yang tidak simpatik terhadap HMI mereka tidak memilih
HMI sebagai organisasinya.
Setiap anggota, kader, aktivis, dan pengurus HMI harus dapat menjadikan dirinya
sebagai panutan dan uswatun hasanah dalam hidup dan kehidupannya sehari-hari.
9.
Networking
Kelemahan mendasar yang juga dialami oleh HMI hampir di seluruh level struktur
HMI adalah networking. Diakui atau tidak diakui bahwa hari ini HMI tidak bisa jalan
sendirian.
HMI
membutuhkan
patner
dalam
memainkan
peranannya
untuk
ikut
bertanggungjawab atas terciptanya masyarakat adil makmur dan sejahtera. Oleh karena itu
networking baik bersifat lokal, regional, bahkan internasional adalah satu keharusan. 19
10.
dirinya sebagai subjek (pelaku) terhadap perubahan sosial dalam tubuh HMI, bukan sematamata objek. Sikap pragmatisme sedapat mungkin harus dihindari, karena hal itu cenderung
dapat melemahkan semangat idealisme perjuangan.
19
Lihat Sumadi AF, Pengurus Badko HMI Jawa Bagian Barat Periode 1999-2001, Menemukan Kembali Peran
Populis HMI : Refleksi Atas Kesaksian, Implementasi, Visi dan Misi HMI, hlm. 3-8.
19
11.
Menegakkan Disiplin
Disiplin yang tinggi sangat diperlukan dari segenap anggota, aktivis, kader, dan
pengurus HMI, dalam kehidupan sehari-hari. Disiplin adalah syarat mutlak untuk mencapai
kemajuan. Tanpa disiplin yang tinggi yang dilakukan dengan penuh kesadaran tidak mungkin
dapat membuat organisasi akan maju dan bertambah baik.
12.
moral. HMI dan segenap anggotanya harus dapat mewarnai setiap lingkungan di mana berada,
sehingga mampu melakukan perubahan dan membuat suasana lingkungan semakin baik.
Tidak boleh terjadi bahwa HMI dan segenap anggota dimanapun berkiprah terkooptasi dengan
lingkungan. Selain HMI sebagai moral force HMI juga merupakan political force.
Lima kualitas insan cita HMI, dengan 17 indikatornya, sebagai tafsiran dari tujuan
HMI sebagai norma yang harus diterapkan oleh anggota HMI pada dirinya masing masing.
17 indikator itulah yang menghasilkan HMI sebagai moral force atau kekuatan moral.
Sebagai organisasi mahasiswa, HMI bukan dibentuk sebagai organisasi politik, dan
karena itu tidak berorientasi pada politik. Perjuangan HMI adalah perjuangan kebenaran,
atau nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian maka HMI tepat disebut sebagai kekuatan
moral dan pantulan suara nurani masyarakat. Akan tetapi sebagai organisasi yang telah
mengalami perkembangan sedemikian rupa, termasuk persentuhannya dengan dinamika
politik bangsa, maka setiap sikap dan perilaku HMI akan tetap mempunyai nilai dan
resonansi politis. HMI yang postur awalnya sebagai moral force mau tidak mau juga
dihitung sebagai political force. Kondisi demikian menuntut HMI untuk mengaktualisasi
potensinya itu, baik moral force maupun political force. Tanpa aktualisasi keduanya,
bukan hanya akan mubazir, tetapi juga akan menyebabkan proses pembusukan secara
internal. Aktualisasi potensi tersebut tentunya bersifat outward looking, sehingga akan
meminimalisir terjadinya konflik internal atau menumpuk kolesterol institusi yang akan
membuat kinerja dan kerja-kerja organisasi menjadi lamban. Akan tetapi yang harus
ditegaskan bahwa awal keberangkatan HMI adalah sebagai kekuatan moral. Ini yang
tidak boleh luntur atau hilang. Artinya setiap bentuk aktualisasi kekuatan politiknya harus
tetap dalam kerangka moralitas itu. Bahkan parameter perjuangan HMI tetap pada etika,
moralitas dan nilai-nilai kebenaran. Aktualisasi kekuatan politik yang lepas dari kerangka
dari moralitas itu tidak dapat dibenarkan.20
13.
HMI Harus Sanggup Melawan Mitos
Banyak julukan yang melekat kepada HMI yang berbau mitos, seperti HMI adalah
organisasi mahasiswa tertua, HMI anggota dan alumni terbanyak, HMI sebagai kader pelopor
atau avant garde bangsa, pewaris intelektual muslim, dan sebangsanya. Julukan itu ada
benarnya, karena memang julukan itu pernah terbukti pada masa-masa dulu. Akan tetapi
20
Baca Anas Urbaningrum Refleksi Dies Natalis HMI ke-49 : Mempertimbangkan Posisi HMI dalam Agussalim
Sitompul (Editor), hlm.400.
20
sekarang julukan itu tinggal mitos. Seperti dikatakan oleh Fachry Ali : Bahwa tanpa
menyadari posisi HMI sekarang lewat refleksi sosiologis historis yang dipaparkan di
muka, tanpa hasrat untuk menangkap dan mengembangkan kembali secara kreatif tradisi
intelektual yang terwariskan kepadanya, HMI kini dan di masa mendatang, mungkin hanya
tinggal mitos. Mitos hanya berarti suatu bentuk kepercayaan berlebihan tetapi kosong tanpa
isi.
Oleh karena itu demi eksistensi HMI di masa-masa mendatang HMI harus berani dan
sanggup melawan segala bentuk mitos, sebagai hiburan dan racun yang membahayakan, yang
bisa membawa HMI kepada kemunduran bahkan bisa mematikan.
14.
21
Lihat Santo Tukimin dan Moehadi Zainal, Pengantar Administrasi & Organisasi Perjuangan, (Yogyakarta :
Penerbit Sinta, 1966), hlm. 10. Lihat pula, Agussalim Sitompul, HMI Dalam Menghadapi Tantangan Gelombang
Kebangkitan Intelektual Islam Indonesia II, (Dipresentasikan pada LK II Tingkat Nasional HMI Cabang Jatinangor,
tanggal 16 Oktober 1998), (Jatinangor : Digandakan Panitia LK II Tingkat Nasional HMI Cabang Jatinangor, 1998), hlm.
9.
21
Inilah 14 langkah mendasar yang perlu dilakukan untuk mengubah stigma negatif HMI.
Kelima langkah ini masih bisa dikembangkan sehingga dapat ikut meramu usaha untuk
melakukan perbaikan dan perubahan yang mendasar di HMI. Pelaksanan dari 4 langkah
mendasar tersebut, pendekatannya adalah kualitatif, yaitu mengutamakan kualitas atau mutu.
Kalau agenda-agenda yang dilakukan berkualitas, dan dilaksanakan oleh pengurus yang
berkualitas serta pengorganisasian yang berkalitas maka hasilnya dengan sendirinya pasti
berkualitas. Apabila pendekatan kualitas tersebut dilakukan secara terus-menerus, maka
keseluruhan aktivitas HMI pasti berkualitas.
Selain agenda-agenda di atas, langkah-langkah yang perlu diambil sebagai jawaban
dari berbagai kritik yang merupakan realitas yang harus diterima HMI, setidaknya HMI hari
ini meminjam istilah Syafruddin Azhar, (Kompas, 25 April 2002) bahwa HMI harus mampu
mendeskripsikan lagi perjalanan organisasinya untuk dapat meningkatkan keunggulan
komparatif sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya sekaligus eksis di tengah gerakan
gerakan sosial masyarakat yang sangat akseleratif. Oleh karena itu dalam konteks ini HMI
harus berupaya keras untuk : 1) Merebut kembali tradisi intelektualisme; yaitu diantaranya
para kader HMI dan pengurusnya harus berprestasi di kampusnya dengan studi tepat waktu
dan menghidupkan kembali kajian kajian ilmiah; 2) Mengambil peran populis di tengah
tengah perubahan masyarakat. Hal ini memiliki arti bahwa HMI harus kembali kepada cita
cita awal berdirinya seperti tertuang dalam tujuan HMI. Insan akademis dalam AD/ART HMI
dijelaskan bahwa seorang kader HMI berpendidikan setinggi tingginya, berwawasan luas,
berpikir rasional, kritis dan objektif, dan sekaligus bertanggung jawab terciptanya masyarakat
adil makmur dan sejahtera. HMI tidak hanya sekedar bersemedi di kantor kantornya akan
tetapi HMI bersama rakyat membangun peradaban yang kuat.
Selain hal tersebut di atas dalam situasi yang serba sulit untuk menentukan strategi
gerakan, HMI sebaiknya memilih wilayah transformatif dan missi korektif. Missi transformatif
menekankan pada penyadaran sosial politik dan penularan gagasan dan ide ide demokrasi
dan hak asasi manusia. Sedangkan korektif menitikberatkan pada koreksi terhadap berbagai
kebijakan dan sikap yang tidak menguntungkan rakyat banyak. HMI dari sosial change
berubah menjadi directing sosial change yaitu pada awalnya HMI adalah sebagai pendobrak
sekarang peran yang dibutuhkan adalah menjadi pengarah perubahan. Untuk mewujudkan
missi tersebut maka yang harus dilakukan HMI :
22
1) Secara individual kader HMI harus menjadi profil kader modern religius. Menjadi kader
religius modern tentunya harus menggambarkan profile of religious structure yang
menggambarkan personalita seseorang atau manusia yang merupakan internalisasi nilai
nilai religiositas secara utuh. Oleh karena itu kualifikasi manusia yang modern religius,
terkait dengan banyak faktor di antaranya :
a.
b.
c.
Memiliki motivasi untuk maju; sumber daya manusia yang baik bukanlan
mereka yang tidak memiliki semangat untuk maju dan statis. Profil kader atau institusi
semacam itu tidak akan membawa perkembangan dan kemajuan, bahkan dapat
ditinggalkan zaman.
d.
e.
f.
Memiliki keahlian yang jelas, akan memperjelas peran akan kehidupan bersama.
Keahlian dapat diartikan sebagai sumbangan partisipasi nyata yang dapat diwujudkan
oleh kader. Oleh karena itu antisipasi perubahan keadaan hanya dapat dilakukan oleh
kader dari masyarakat belajar. Masyarakat belajar pada dasarnya dapat dibangun
individu belajar, yang selalu mencermati keadaan, perubahan perubahan yang terjadi,
23
kesenjangan yang muncul dan dampak dari perubahan itu, serta alternatif untuk mengisi
kesenjangan tersebut.
g.
Memiliki disiplin dan etos kerja yang tinggi. Disiplin merupakan produk dari
kemampuan seseorang untuk memanage diri sendiri baik dalam melakukan kegiatan
individual maupun kegiatan organisasi.
h.
Memiliki budaya kerja tuntas. Budaya kerja tuntas adalah cerminan dari sikap
yang profesional.
i.
2) Dalam konteks institusi HMI ada beberapa agenda yang harus dilakukan sebagai berikut :
a.
b.
Dan yang perlu diingat konteks penentuan komposisi pengurus juga bukanlah deal
deal politik yang menjadi ukuran orang pantas tidaknya ia menduduki suatu jabatan.
Akan tetapi kepantasan profesional dan moral adalah ukurannya. Sehingga HMI adalah
bukan seperti partai politik yang hitungannya selalu untung dan rugi bukan kualitas.
c.
Voicing. Butir ini terkait erat dengan ada tidaknya eksistensi HMI di
tengah tengah masyarakat. Voicing adalah dimensi interaksi eksternal HMI. Oleh
karena itu proses studying dan capacity building yang mantap akan menjadikan HMI
mampu berinteraksi secara optimal di wilayah eksternal. Missi as a directing and
social engineer merupakan dimensi penting yang harus diperankan HMI.
d.
VI.
HMI hari ini meminjam istilah Syafruddin Azhar, (Kompas, 25 April 2002) bahwa HMI harus
mampu mendeskripsikan lagi perjalanan organisasinya untuk dapat meningkatkan keunggulan
komparatif sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya sekaligus eksis di tengah gerakan
gerakan sosial masyarakat yang sangat akseleratif. Oleh karena itu dalam konteks ini HMI
harus berupaya keras untuk : 1) Merebut kembali tradisi intelektualisme; yaitu diantaranya
para kader HMI dan pengurusnya harus berprestasi di kampusnya dengan studi tepat waktu
dan menghidupkan kembali kajian kajian ilmiah; 2) Mengambil peran populis di tengah
tengah perubahan masyarakat. Hal ini memiliki arti bahwa HMI harus kembali kepada cita
cita awal berdirinya seperti tertuang dalam tujuan HMI. Insan akademis dalam AD/ART HMI
dijelaskan bahwa seorang kader HMI berpendidikan setinggi tingginya, berwawasan luas,
berpikir rasional, kritis dan objektif, dan sekaligus bertanggung jawab terciptanya masyarakat
22
Sumadi AF, Menemukan Kembali Peran Populis HMI Refleksi Atas Kesaksian Implementasi Visi dan Misi
HMI (Makalah, tahun 2003),hlm.3.
25
adil makmur dan sejahtera. HMI tidak hanya sekedar bersemedi di kantor kantornya akan
tetapi HMI bersama rakyat membangun peradaban yang kuat.
Jika disimpulkan semua kritikan terhadap HMI, menunjukkan bahwa kini organisasi
HMI lemah, HMI terpuruk, HMI tinggal mitos, HMI tidak pernah lagi membuahkan karya
yang dapat dibanggakan, bahkan secara ekstrim Nanag Tahqiq mengusulkan supaya HMI
dibubarkan, diganti dengan yang lain. Dalam berbagai hal di tubuh HMI terjadi pembusukan,
seperti pembusukan komisariat, cabang, pembusukan lembaga, pembusukan perkaderan,
pembusukan KOHATI, dan pembusukan aqidah. Di atas realitas seperti itu, maka tidak ada
alternatif lain, HMI harus berani mereformasi diri untuk membangun kembali HMI,
menjemput masa depannya yang lebih baik dari masa lalu. Hal ini nampaknya bukan masalah
sepele, akan tetapi masalah yang sangat mendasar dan mendesak, yang tidak bisa ditawar dan
ditunda lagi. Apabila reformasi diri HMI tidak segera dilakukan, maka HMI akan lebih
terpuruk, dan inilah yang akan mengantarkan HMI, untuk hilang dari peredaran. Di samping
reformasi diri HMI yang mutlak dilakukan, walaupun untuk itu tidak perlu menghadirkan
HMI Reformasi, HMI saat ini membutuhkan pemimpin yang kuat. Kuat aqidahnya, kuat
dedikasinya, kuat inisiatifnya, kuat pemikirannya, kuat manajerialnya, kuat komitmennya,
amanah, ikhlas, mempunyai tipe kepemimpinan problem solving, dan lain-lain. Oleh karena
persoalan yang dihadapi HMI dan bangsa Indonesia ke depan di abad ke-21, millenium ketiga,
bukan semakin ringan, akan tetapi justru semakin berat dan kompleks maka pemimpin yang
kuat yang dibutuhkan HMI saat ini adalah sekaliber Lafran Pane, A. Dahlan Ranuwihardjo,
Deliar Noer, Amir Rajab Batubara, Ismail Hasan Metarium, Bintoro Cokroamijoyo, Nursal,
Oman Komaruddin, Syarifuddin Harahap, Sulastomo, Marie Muhammad, Nurcholish
Madjid, Akbar Tanjung.
26
VII.
Seperti disebutkan dalam 44 indikator kemunduran HMI suatu kritik dan koreksi untuk
kebangkitan kembali HMI, bahwa melihat kondisi riil HMI saat ini, serta tantangan internal
maupun eksternal yang dihadapinya sangat kompleks sekali, maka keberadaan HMI di masa
depan ada 3 kemungkinan :
Pertama, HMI akan tetap eksis dan bangkit kembali dari kemunduran dan keterpurukan yang
melandanya selama 29 tahun. Hal itu dapat dicapai apabila HMI mampu melakukan
perubahan, dengan agenda-agenda perubahan.
Kedua, HMI Status Quo. Keadaan HMI akan tetap seperti yang sekarang dengan segala
kekurangan dan kelebihannya. Hal itu terjadi karena HMI enggan melakukan perubahan, dan
tantangan yang dihadapinya pun tidak kunjung terselesaikan. Bahkan kondisi saat ini akan
lebih parah lagi untuk di masa-masa mendatang, apabila HMI tetap merasa dirinya sebagai
organisasi mahasiswa terbesar dan tertua, sebagai kesombongan historis yang kini
menghinggapinya. Lebih dari itu, HMI tidak mau mendengar dan memperhatikan kritik yang
konstruktif baik dari luar maupun dari intern HMI yang banyak dialamatkan pada HMI.
Kritikan dan saran perbaikan itu oleh PB HMI dan cabang-cabang HMI seluruh Indonesia
dianggap angin lalu saja.
Ketiga, HMI akan hilang dari peredaran untuk tidak dikatakan bubar. Hal itu terlihat,
terdapatnya 44 indikator kemunduran HMI, yang hingga kini belum ada tanda-tanda
perubahan ke arah perbaikan yang semestinya sesuai dengan tuntutan kontemporer. Hal ini
lebih diperparah lagi karena saat ini HMI sedang mengalami krisis kepemimpinan, yang
antara lain ditandai dengan pecahnya HMI menjadi dua kubu, pada dua periode terakhir PB
HMI yang masing-masing kelompok mengklaim dirinya yang paling benar. Tentu hal ini tidak
diinginkan oleh HMI sendiri. Akan tetapi mengapa para pemegang kendali pimpinan HMI
saat ini, tidak kunjung mampu melakukan langkah-langkah strategis, sehingga dalam waktu
singkat mampu mencegah HMI dari ancaman bubar.
27
VIII.
KHATIMAH
Dari persoalan-persoalan yang dikemukakan di atas serta analisis komparatif yang telah
dilakukan dapatlah diambil kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
Agenda-agenda
perubahan
yang
perlu
dilakukan
untuk
membangkitkan kembali HMI dalam makalah ini ditawarkan 14 langkah dan agendaagenda lain yang sangat strategis.
5.
6.
Masa depan HMI ada 3 kemungkinan, 1). Akan tetap eksis, 2).
Status quo, dan 3). Bubar.
Demikianlah pokok-pokok pikiran yang disampaikan untuk dikaji dan dikembangkan
Penulis
RT 01 RW 08 Sukoharjo, Sanggrahan,
Condongcatur, Depok, Sleman,
Yogyakarta 55283
Rumah
HP
: 0274- 44 63 404
: 0815 793 6625
Sitompul
28