You are on page 1of 29

Makassar, 3 Juli 2015

LAPORAN PBL BLOK NEUROPSIKIATRI


MODUL LEMAH SEPARUH BADAN

Tutor : dr. Arina F. Arifin


KELOMPOK 1

Nadya Schelina Sunge

110 213 0001

Ramdani Witia

110 213 0021

A.Muh Fathur Rahman

110 213 0031

Syamsiah Syamsuddin

110 213 0051

Al Aliyah Luhur Asih 110 213 0061


Mutmainnah Utami
Aswin Anugrah

110 213 0071


110 213 0081

Abidatun Amanah 110 213 0091


Fadhil Asyraq

110 213 0101

Syahnaz M. Alkatiri
M. Farhan

110 213 0111

110 213 0121

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015
MODUL LEMAH SEPARUH BADAN

A. Skenario
Seorang perempuan 56 tahun mengalami lemah separuh badan kiri tiba-tiba
dan mulut mencong ke kiri sejak 2 hari yang lalu, disertai nyeri kepala dan
muntah. Beberapa saat setelah mengalami lemah separuh badan, penderita sulit
diajak komunikasi dan kelihatan mengantuk.
B. Kata Sulit
Mencong : tidak lurus, serong, tidak tepat mengenai sasaran. (KBBI)
C. Kata Kunci
- Perempuan 56 tahun
- Lemah separuh badan kiri tiba-tiba
- mulut mencong ke kiri sejak 2 hari yang lalu
- Disertai nyeri kepala dan muntah
- Sulit diajak komunikasi dan kelihatan mengantuk
D. Pertanyaan
1. Bagaimana patomekanisme mulut mencong ?
2. Bagaimana patomekanisme lemah separuh badan ?
3. Bagaimana patomekanisme nyeri kepala ?
4. Bagaimana patomekanisme muntah ?
5. Bagaimana patomekanisme mengantuk dan sulit diajak komunikasi?
6. Apa hubungan antara gejala terhadap penyakit yang dialami ?
7. Faktor apa yang mempengaruhi hemiparese?
8. Langkah-langkah diagnosis yang sesuai pada skenario ?
9. Apa Diagnosis Banding skenario tersebut ?
10. Bagaimana perspektif islam terhadap gejala pada skenario ?
E. Jawaban
1. Bagaimana patomekanisme mulut mencong ?
Jawab :
Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena
itu, terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral
dan perifer. Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat
persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh ; yang lumpuh ialah bagian bawah dari
wajah. Pada gangguan N VII jenis perifer ( gangguan berada di inti atau di
serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mugkin juga
termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang
berjalan bersama saraf fasialis.
Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat
persarafan dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus
wajah bagian atas mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik

(bilateral). Karena kerusakan sesisi pada upper motor neuron dari nervus
VII akan mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah.
Sedangkan bagian atasnya tidak.

Pada lesi lower motor neuron, semua gerakan otot ajah, baik yang
volunteer, maupun yang involunter, lumpuh. Lesi supranuklear nervus VII
sering merupakan bagian dari hemiplagia. Hal ini dapat dijumpai pada
strok dan lesi-butuh-ruang yang mengenai korteks motorik, kapsula
interna, thalamus, mesensefalon dan pons di atas inti nervus VII. Dalam
hal demikian pengecapan dan salvias tidak terganggu. Kelumpuhan nervus
VII supranuklear pada kedua sisi dapat dijumpai pada paralisis
pseudobulber
Sehingga lesi dibagi menjadi 2 :
Kelumpuhan wajah di sentral (dinamai pula kelumpuhan wajah bagian
bawah) disebabkan oleh lesi supranuklear ( lesi serabut kortikonuklear,
misalnya, akibat infark capsula interna). Berbeda dengan lesi infranuklear
dan akibat persarafan bilateral terhadap otot-otot mimic di mata dan dahi,
hanya bagian bawah dan kontralateral wajah yang memperlihatkan defek
motorik.
Lesi infranuklear (inferior nuclei facialis), misalnya disebabkan oleh
tumor paratiroid ganas, menyebabkan paralisis semua cabang motorik N
Facialis [VII] disisi yang terkena gangguan (kelumpuhan wajah perifer)
Referensi :

Paulsen, F. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 23. Jilid 3. Jakarta
: EGC. Hal 310-311
Lumbantobing, S.M. Neurologi Klinik. Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta : FK UI. Hal 56-57
2. Bagaimana patomekanisme lemah separuh badan ?
Jawab :
Area korteks motoric

Korteks motoric primer (girus presentralis) merupakan sekumpulan


jaringan kortikal yang terletak di sisi yang berlawangan dengan sulkus
sentralis dari korteks somatosensorik primer (di girus post-sentralis) dan
meluas ke atas dan melewati tepi superomedial hemisfer serebri menuju
permukaan medialnya. Area yang mempresentasikan tenggorokan dan
laring terletak pada ujung inferior korteks motoric primer; di bagian
atasnya, secara berkesinambungan, adalah area yang merepresentasikan
wajah, ekstremitas atas, badan, dan ekstremitas bawah. Struktur ini
merupakan homunculus motoric.
Traktus Kortikospinalis (Traktus Piramidalis)

Traktus ini berasal dari korteks motoric dan berjalan melalui


substantia alba serebri (korona radiate), krus posterius kapsula interna
(serabut terletak sangat berdekatan di sini), bagian sentral pedunkulus
serebri (krus serebri), pons, dan basal medulla (bagian anterior), tempat
traktus terlihat sebagai penonjolan kecil yang disebut pyramid. Pada
bagian ujung bawah medulla, 80 85% serabut pyramidal menyilang ke
sisi lain di dekusasio piramidum. Serabut yang tidak menyilang di sini
berjalan menuruni medulla spinalis di funikulus anterior ipsilateral sebagai
traktus kortikospinalis anterior; serabut ini menyilang lebih ke bawah
(biasanya setingkat segmen yang dipersarafinya) melalui komisura anterior
medulla spinalis. Pada tingkat servikal dan torakal, kemungkinan juga
terdapat beberapa serabut yang tetap tidak menyilang dan mempersarafi
neuron motoric ipsilateral di kornu anterius, sehingga otot-otot leher dan
badan mendapatkan persarafan kortikal bilateral.
Mayoritas serabut traktus piramidalis menyilang di dekusasio
piramidium, kemudia menuruni medulla spinalis di funikulus lateralis

kontralateral sebagai traktus kortikospinalis lateralis. Traktus ini mengecil


pada area potong-lintangnya ketika berjalan turun ke bawah medulla
spinalis, karena beberapa serabutnya berakhir di masing-masing segmen di
sepanjang perjalanannya. Sekitar 90% dari semua serabut traktus
piramidalis berakhir membentuk sinaps dengan interneuron, yang
kemudian menghantarkan impuls motoric ke neuron motor yang besar di
kornu anterius, serta ke neuron motoric yang lebih kecil.
UMN
Pada umumnya kelumpuhan Upper Motoric Neuron (UMN) melanda
sebelah tubuh sehingga dinamakan hemiparesis, hemiplegia, atau
hemiparalisis, karena lesinya menduduki kawasan susunan pyramidal
sesisi. Ketiga istilah yang bermakna kelumpuhan sesisi badan itu
digunakan secara bebas, walaupun hemiparesis sesungguhnya berarti
kelumpuhan sesisi badan yang ringan dan hemiplegia atau hemiparalisis
berarti kelumpuhan sesisi badan yang berat.
Kelumpuhan UMN dapat dibagi dalam:
1. Hemiplagia akibat hemilesi di korteks motoric primer
2. Hemiplagia akibat hemilesi di kapsula interna
3. Hemiplegia alternans akibat hemilesi di batang otak, yang dapat
dirinci dalam:
a. Sindrom hemiplegia alternans di mesensefalon
b. Sindrom hemiplegia alternans di pons
c. Sindrom hemiplegia alternans di medulla oblongata
4. Tetraplegia/kuadriplegia dan paraplegia akibat lesi di medulla spinalis
di atas tingkat konus
Penjelasannya:
1. Hemiplagia akibat hemilesi di korteks motoric primer
Kerusakan pada seluruh korteks piramidalis sesisi menimbulkan
kelumpuhan UMN pada belahan tubuh sisi kontralateral. Keadaan
tersebut dikenal sebagai hemiparalisis atau hemiplegia. Kerusakan
yang menyeluruh, tetapi belum meruntuhkan semua neuron korteks
piramdalis sesisi, menimbulkan kelumpuhan pada belahan tubuh

kontralateral yang ringan sampai sedang. Dalam hal ini digunakan


istilah hemiparesis.
Walaupun belahan tubuh kanan atau kiri yang lumpuh, pada
umumnya terdapat perbedaan derajat kelumpuhan antara lengan dan
tungkai yang terkena. Perbedaan lebih nyata jika hemiplegia
disebabkan oleh lesi vascular di tingkat korteks dan hamper tidak ada
perbedaan jika lesi penyebabnya bersifat vascular di kapsula interna.
2. Hemiplagia akibat hemilesi di kapsula interna
Kawasan kapsula interna dilewati oleh serabut-serabut susunan
ekstrapiramidal. Maka karena itu, kelumpuhan akibat lesi di kapsula
interna hamper selamanya disertai hypertonia yang khas. Tanda-tanda
UMN dapat timbul secara jelas. Hypertonia akibat lesi di kawasan
susunan pyramidal, yang disebut spastisitas, hanya dapat ditemukan
pada sekelompok otot tertentu yang lumpuh saja, sehingga
menimbulkan suatu gerakan abnormal.
3. Hemiplegia alternans akibat hemilesi di batang otak
a. Sindrom hemiplegia alternans di mesensefalon
Hemiplegia alternans dimana nervus okulomotorius ipsilateral
ikut

terlibat

okulomotorius

dikenal
atau

sebagai

sindrom

hemiplegia

Weber.

Adapun

alternans

n.

manifestasi

kelumpuhan n.III itu ialah (a) paralisis m. rektus internus


(medialis), m. rektus superior, m. rektus inferior m. oblikus
inferior dan m. levator palpebral superior sehingga terdapat:
strabismus divergens. Diplopia jika melihat ke seluruh jurusan
dan ptosis; (b) paralisis m. sfingter pupilae, sehingga terdapat
pupil melebar (=midriasis)
b. Sindrom hemiplegia alternans di pons
Hemiplegia alternans di pons disebabkan oleh lesi vascular
unilateral. Selaras dengan pola percabangan arteri-arteri, maka
lesi vascular di pons dapat di bagi dalam: (1) lesi peramedian
akibat penyumbatan salah satu cabang dari rami perforantes

medialis a. basilaris, (2) lesi lateral, yang sesuai dengan kawasan


perdarahan cabang sirkumferens yang pendek, (3) lesi di
tegmentum bagian rostral pons akibat penyumbatan a. serebelli
superior, dan (4) lesi tegmentum bagian kaudal pons, yang sesuai
dengan kawasan perdarahan cabang sirkumferens yang panjang.
Hemiplegia alternans akibat lesi di pons adalah selamanya
kelumpuhan

UMN

yang

melibatkan

belahan

tubuh

sisi

kontralateral, yang berada di bawah tingkat lesi, yang


berkombinasi dengan kelumpuhan LMN pada otot-otot yang
disarafi oleh nervus abdusens (n. VI) atau nervus fasialis (n.VII)
c. Sindrom hemiplegia alternans di medulla oblongata
Kawasan-kawasan vaskularisasi di medulla oblongata sesuai
dengan area lesi-lesi yang mendasari sindrom hemiplegia
alternans di medulla oblongata. Bagian paramedian medulla
oblongata dipendarahi oleh cabang a.vertebralis. bagian lateralnya
mendapat

vaskularisasi

dari

a.serebelli

inferior

posterior,

sedangkan bagian dorsalnya dipendarahi oleh a. spinalis posterior


dan

a.serebelli

inferior

posterior.

Lesi

unilateral

yang

menghasilkan hemiplegia alternans sudah jelas menduduki


kawasan piramis sesisi dan harus dilintasi oleh radiks nervus
hipoglossus, maka dari kelumpuhan itu kelumpuhan UMN yang
terjadi melanda belahan tubuh kontralateral yang berada di bawah
tingkat leher dan diiringi oleh kelumpuhan LMN pada belahan
lidah sisi ipsilateral. Itulah sindrom hemiplegia alternans nervus
hipoglossus atau sindrom medular medial.
LMN
Kelumpuhan LMN timbul akibat kerusakan pada final common path,
motor end plate dan otot. Istilah final common path dari Sherrington itu
mencukup lower motorneuron dan aksonnya. Di bawah ini kelumpuhan
LMN akan diuraikan menurut komponen-komponennya LMN
1. Kelumpuhan LMN akibat lesi di motorneuron

2.
3.
4.
5.
6.

Kelumpuhan LMN akibat lesi di radiks ventralis


Kelumpuhan akibat kerusakan pada pleksus brakhialis
Kelumpuhan akibat lesi di pleksus lumbosacral
Kelumpuhan akibat lesi di fasikulus
Kelumpuhan akibat lesi di saraf perifer

Referensi :
Duus, Peter. Diagnosis Topik Neurologi : anatomi, fisiologi, tanda, gejala,
Jakarta : EGC. 2010
Mahardjono, Mahar & Priguna Shidarta. 2003. Neurologi Klinis Dasar.
Jakarta : EGC . Hal 20-27

3. Bagaimana patomekanisme nyeri kepala ?


Jawab :
Dalam keadaan normal tekanan intracranial dipengaruhi oleh
aktivitas sehari hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai
tingkat yang jauh lebih tinggi dari normal. Beberapa aktivitas tersebut di
antaranya adalah pernapasan abdominal dalam, batuk dan mengejan.
Kenaikan sementara TIK tidak mengakibatkan rusaknya jaringan
otak. Ruangan intracranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh
sesuai dengan kapasitasnya dengan unsure yang tidak dapat ditekan: otak
(1400 g), LCS (75 ml), dan darah (75 ml). Peningkatan volume pada salah
satu dari ketiga unsure utama ini mangakibatkan desakan ruang yang
ditempati oleh unsure lainnyadan menaikan TIK. Hipotesis MonroKellie memberikan suatu contoh konsep pemahaman tentang kenaikan
TIK. Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas
sehingga bila salah satu ketiga ruangnya meluas, dua ruang lain harus
mengompensasi dengan mengurangi volumenya (bila TIK masih konstan).

Kompensasi intracranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural


ini dapat menjadi parah apabila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri
dari meningkatnya aliran CSF ke dalam canalis spinalis dan adaptasi
otak terhadap

peningkatan

tekanan

tanpa

peningkatan

TIK.

Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah


penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak ke arah bawah atau
horizontal (herniasi) bila TIK meningkat. Dua Mekanisme terakhir dapat
berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila peningkatan TIK berat dan
menetap, Mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan
dapat menyebabkan kematian neuronal.
Sedangkan untuk mekanisme nyeri kepala pada pasien ini disebabkan
oleh 2 hal utama yakni pecahnya pembuluh darah dan penekanan serebrum
pada menings. Kedua hal ini dapat menyebabkan nyeri, sebab pada
pembuluh darah dan menings terdapat reseptor reseptor nyeri. Yang
apabila terjadi pergeseran ataupun robekan dan menyebabkan rasa nyeri.
Pada pasien gejala dengan stroke, kedua mekanisme ini bekerja secara
simultan. Robekan pada pembuluh darah menyebabkan darah merembes,
dan tumpukan rembesan darah ini kemudian menekan parenkim otak ke
arah menings. Penekanan pada parenkim otak juga dapat menekan pusat
muntah pada batang otak serta pusat kesadaran pada korteks serebri.
Referensi:
Hartwig, Mary. Penyakit Serebrovaskular. Patofisiologi. Edisi Keenam.
EGC; 2006
4. Bagaimana patomekanisme muntah ?
Jawab :
Muntah adalah suatu refleks kompleks yang diperantarai oleh pusat
muntah di medula oblongata. Impuls impuls aferen berjalan ke pusat
muntah sebagai aferen vagus dan simpatis. Impuls impuls aferen berasal
dari lambung atau duodenum dan muncul sebagai respon terhadap distensi
berlebihan atau iritasi, atau kadang kadang sebagai respon terhadapa
rangsangan kimiawi oleh emetik (bahan yang menyebabkan muntah).

Hipoksia dan nyeri juga dapat merangsang muntah melalui pengaktifan


pusat muntah. Muntah juga dapat terjadi perangsangan langsung bagianbagian otak yang terletak dekat dengan pusat muntah di otak. Obat-obat
tertentu mencetuskan muntah dengan mengaktifkan pusat ini, yang disebut
chemoreceptor trigger zone, yang terletak di dasar ventrikel keempat.
Muntah yang timbul akibat perubahan gerak yang cepat diperkirakan
berlangsung melalui trigger zone ini. Pengaktifan chemoreceptor trigger
zone dapat secara langsung mencetuskan muntah, atau secara tidak
langsung melalui pengaktifan pusat muntah. Input dari pusat-pusat otak
yang lebih tinggi di korteks dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
juga dapat merangsang muntah, mungkin dengan secara langsung
merangsang pusat muntah. Muntah proyektil terjadi apabila pusat muntah
dirangsang secara langsung, dan sering oleh peningkatan TIK. Apabila
refleks muntah telah diawali di pusat muntah, maka muntah tersebut
terjadi melalui pengaktifan beberapa saraf kranialis ke wajah dan
kerongkongan serta neuron-neuron motorik spinalis ke otot abdomen dan
diafragma.
Pada saat terjadi peningkatan tekanan intrakranial karena adanya
edema, selanjutnya akan merangsang reseptor tekanan intrakranial. Ketika
reseptor tekanan intrakranial terangsang akan mengakibatkan pusat
muntah di dorsolateral formatio reticularis terangsang. Selanjutnya
formatio reticularis akan menyalurkan rangsang motorik melalui nervus
vagus. Selanjutnya nervus vagus akan menyebabkan kontraksi duodenum
dan antrum lambung dan terjadi peningkatan tekanan intrabdomen, selain
itu nervus vagus juga membuat spinchter oesofagus membuka. Oleh
karena itu terjadi muntah proyektil.
Referensi:
Corwin, E.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
5. Bagaimana patomekanisme mengantuk dan sulit diajak komunikasi?
Jawab :

Pecahnya pembuluh darah dan penekanan serebrum pada


menings, kedua hal ini dapat menyebabkan nyeri, sebab pada pembuluh
darah dan meanings terdapat reseptor nyeri, yang apabila terjadi
pergeseran ataupun robekan dan menyebabkan nyeri. Pada pasien dengan
gejala stroke, kedua mekanisme ini bekerja secara simultan. Robekan pada
pembuluh darah menyebabkan darah merembes dan tumpukan rembesan
darah ini kemudian menekan parenkim otak kearah menings. Karena
gejala inilah maka pasien menunjukkan gejala-gejala hemiparesis yang
menunujukkan kesadaran menurun sehingga sulit diajak komunikasi dan
selalu kelihatan mengantuk .
Referensi :
Sidharta dan Marjono. Neurologi Dasar.Dian Rakyat; 2006

6. Apa hubungan antara gejala terhadap penyakit yang dialami ?


Jawab :
Penyebab tersering peningkatan tekanan intracranial adalah karena
perdarahan intracranial. Sedangkan penyebab tersering perdarahan
intracranial adalah hipertensi arterial. Peningkatan tekanan darah patologis
merusak dinding pembuluh darah arteri yang kecil, menyebabkan
mikroaneurisme (aneurisme charcot) yang dapat rupture spontan. Lokasi
predileksi untuk perdarahan intraserebral hipertensif adalah ganglia
basalis, thalamus, nucleus serebeli dan pons.
Manifestasi perdarahan intraserebral bergantung pada lokasinya.
Perdarahan ganglia basalia dengan kerusakan kapsula interna biasanya
menyebabkan hemiparesis kontralateral berat, sedangkan perdarahan pons
menimbulkan tanda-tanda batang otak tergantung lokasi yang terkena pada
daerah tersebut. Ancaman utama perdarahan intraserebral adalah hipertensi
intracranial akibat efek massa hematoma.

1. Massa Hematom tersebut dapat menyebabkan terbentuknya lesi yang


melibatkan

korteks

serebri

atapun

kapsula

interna

yang

mengakibatkan kelemahan sebagian tubuh sisi kontra-lateral hingga


terjadinya hemiplegia spastik kontralateral. Lesi pada tingkat kapsula
interna mengenai serabut pyramidal dan serabut non-piramidal. Selain
itu traktus kortikonuklearis juga terkena, sehingga terjadi paresis
nervus fascialis kontralateral, dan mungkin disertai oleh paresis
nervus hipoglosus tipe sentral. Namun, tidak terlihat deficit nervus
kranialis lainnya karena nervus kranialis motoric lainnya mendapat
persarafan bilateral. Paresis pada sisi kontralateral awalnya berbentuk
flaksid (pada fase syok) tetapi menjadi spastik dalam beberapa jam
atau hari akibat kerusakan pada serabut-serabut non-piramidal yang
terjadi bersamaan.
2. Peningkatan intracranial yang terjadi disebabkan karena pecahnya
pembuluh darah, selanjutnya terjadi penekanan serebrum pada
menings. Kedua hal ini dapat menyebabkan timbulnya nyeri kepala,
sebab pada pembuluh darah dan menings terdapat reseptor-reseptor
nyeri. Yang apabila terjadi pergeseran ataupun robekan akan
menyebabkan rasa nyeri.
3. Robekan pada pembuluh darah menyebabkan darah merembes, dan
tumpukan rembesan ini kemudian menekan parenkim otak ke arah
menings. Penekanan pada parenkim otak dapat merangsang pusat
muntah yang ada di dorsolateral formatio reticularis . Selanjutnya
formatio reticularis akan menyalurkan rangsang motoric melalui
nervus vagus. Selanjutnya nervus vagus akan menyebabkan kontraksi
duodenum dan antrum lambung dan terjadi peningkatan tekanan
intraabdomen, selain itu nervus vagus juga membuat spinchter
oesofagus membuka, oleh karena itu terjadi muntah proyektil.
4. Selain itu, penekan pada parenkim otak dapat mempengaruhi RAS
(Reticular Activating System) yang ada di truncus serebri. RAS
merupakan pusat yang mengatur proses kesadaran manusia sehingga
apabila terjadi gangguan maka akan membuat kesadaran menurun, hal

inilah yang menyebabkan pasien tampak mengantuk dan sulit diajak


berkomunikasi.
Referensi:
Baehri, Mathias , Frotshcher, Michael. 2012. Diagnosis Topik Neurologi
DUUS. ED. 4. EGC. Jakarta. Hal: 55-56, 424-426.
7. Faktor apa yang mempengaruhi hemiparese?
Jawab :
1. Veskuler (stroke)
Stroke, seringkali di sebut sebut sebagai cerebro vascular accident
(CVA), cerebrovescular insult (CVI), atau dalam bahasa awam disebut
serangan pada otak yang disebabkan hilangnya fungsi otak akibat
terganggunya suplai darah ke otak. Gangguan ini dapat disebabkan oleh
iskemia (kurangnya aliran darah) atau perdarahan. Akibatnya, bagian
otak yang terkena tidak bias berfungsi secara normal, yang mungkin
mengakibatkan ketidak mampuan untuk bergerak satu atau lebih
anggota badan pada satu sisi tubuh, kegagalan untuk memahami atau
merumuskan kalimat, atau gangguan penglihatan dari satu sisi lapangan
pandang
2. Infeksi: abses otak
Abses otak (atau abses serebri) adalah abses yang disebabkan oleh
peradangan dan pengumpulan bahan yang terinfeksi, yang berasal dari
sumber infeksi, baik lokal (infeksi telinga, abses gigi) atau remote
(paru-paru, jantung, ginjal dll) yang terjadi pada jaringan otak. Infeksi
juga dapat terjadi akibat patah tulang tengkorak setelah trauma kepala
atau prosedur bedah
3. Neoplastic: Meningioma
Meningioma adalah tumor yang timbul dari meninges, yaitu lapisan
membrane yang mengelilingi system dari sel arachnoid pada vili
arachnoid dalam meninges. Merupakan tumor jinak, namun terdapat
sebagian kecil yang ganas.
Sebagian besar meningioma tidak memberikan gejala, dan tidak
memerlukan pengobatan selain pengamat periodic. Meningioma

simtomatik biasanya diterapi menggunakan radio surgery atau operasi


konvensional
4. Demyelination: multiple sclerosis
Multiple sclerosis (MS), yang juga disebut sebagai disseminated
sclerosis atau ecephelomyelitis disseminate adalah sebuah penyakit
inflamasi yang menyerang lapisan pembungkus dari sel darah pada otak
dan medulla spinalis. Kerusakan ini dapat mengganggu kemampuan
bagian system saraf untuk berkomunikasi, menyebabkan berbagai tanda
dan gejala termasuk gejala fisik, mental, maupun masalah psikis
seseorang.
Multiple sclerosis memiliki beberapa bentuk menifestasi klinis dan
gejala, baik yang terjadi dalam serangan terisolasi (kambuh) atau
meningkat dari waktu ke waktu (progresif). Di antara serangan, gejala
dapat hilang sepenuhnya. Namun, masalah neurologis permanen sering
terjadi, terutama karena perkembangan penyakit.
Referensi:
Compston A, Coles A (October 2008). Multiple sclerosis. Lancet 372
(9648): 1502-17.
Donnan GA, Fisher M, Macleod M, Davis SM (may 2008). Stroke. Lancet
371 (9624): 1612-23
Ingraham FD, Matson DD (1954). Neurosurgery of infancy and
Childhood. Springfield, III: Charles C Thomas
Weiss, Thomas. 2014. Hemiparesis-Fact and Information

8. Langkah-langkah diagnosis yang sesuai pada skenario ?


Jawab :
LangkahLangkah Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis dapat memberikan gejala dan tanda yang sesuai dengan
daerah fokal. Pada anamnesis adanya deficit neurologis yang terjadi

secaratiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, kesadaran baik/tergnaggu, nyeri


kepala/tidak, muntah/tidak, riwayat hipertensi atau factor risiko stroke
lainnya, lamanya (onset), serangan pertama/berulang
2. Melakukan pemeriksaan fisik neurologic dan internis. Ada deficit
neurologis, hipertensi/ hipotensi/ normotensi, aritmia jantung
3. Pemeriksaan penunjang
a. CT Scan
b. Angiografiserebral
c. Pemeriksaan liquor serebrospinal
d. MRI
Referensi :
Idharta, Priguna.

Anamnesa

Pemeriksaan Klinis

Kasus

Kelumpuhan,

Tata

dalam Neurologi Edisi Kelima. Dian

Rakyat; 2005
9. Apa Diagnosis Banding skenario tersebut ?
Jawab :
a) Stroke hemorage
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan
parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitr otak atau kombinasi
keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak
melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang
menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan
intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan
menekan batang otak
Faktor resiko dari strok:
a. usia
b. jenis kelamin, perempuan pre menopause lebih rendah dibandingkan
pria. Setelah menopause insidennya sama dengan pria.
c. Hipertensi
d. DM, hyperlipidemia
e. Keadaan hiperviskositas berbagai kelainan jantung antara lain
gangguan irama (fibrilasi-atrial), infark akut atau kronis, yang
akibatkan hipoperfusi (dekompensasi jantung).
f. Penyebab jantung

g. Koagulopati karena gangguan berbagai komponen darah antara lain


hiperfibrinogenimia, dll.
h. genetic
i. Hypovolemia dan syok terutama pada usia lanjut, dimana reflex
sirkulasi sudah tidak baik lagi.
Etiologi dari stroke Hemoragik :
1. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus
stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan
serebelum
Gejala klinis:
a. Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan
aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodormal berupa
peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual muntah,
gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan epistaksis
b. Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiparese
dan dapat disertai kejang fokal/umum
c. Tanda-tanda penekanan batang otang, gejala pupil unilateral, reflex
pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi
d. Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intracranial (TIK),
misalnya pepil edema dan perdarahan subhialoid
2. Perdarahan ekstraserebral
Perdarahan subaraknoid adalah suatu keadaan dimana terjadi
perdarahan di ruang subaraknoid yang timbul secara primer.
Gejala klinis :
a. Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak,
dramatis, berlangsung dalam 1-2 detik sampai 2 menit
b. Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil,

mudah

terangsang, gelisah, dan kejang


c. Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam
beberapa menit sampai beberapa jam
d. Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
e. Perdarahan retina berupa perdarahan subhialolid merupakan gejala
karakteristik perdarahan subarachnoid

f. Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi


atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau
gangguan pernafasan
Komplikasi akut yang terjadi adalah :
1. Kenaikan tekanan darah
Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi upaya
mengejar kekurangan pasokan udara di tempat lesi. Oleh karena itu
jika TD tinggi tak perlu diturunkan karena akan turun dalam 48 jam.
2. Kadar gula darah
Merupakan mekanisme kompensasi akibat mekanisme stress
3. Gangguan jantung
Sebagai

penyebab

maupun

sebagai

komplikasi

keadaan

ini

memerlukan perhatian khusus.


4. Gangguan respirasi
Akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat pernapasan
5. Infeksi dan sepsis
Komplikasi strok yang serius. Ganguan ginjal dan hati
6. Ulcer stress
Sering menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena
Komplikasi kronik akibat strok yang sering terjadi dan perlu diperhatikan.
Adalah :

Akibat tirah baring lama bias

inkontinensia.
Rekurensi strok
Gangguan social-ekonomi
Gangguan psikologi

terjadi pneumonia, decubitus,

Penatalaksanaan
Diagnosis untuk mencapai keterangan antara lain:

Apakah pasien menderita strok atau bukan


Bila memang strok, letak, jenis, dan luas lesi. Gold standarnya adalah
pemeriksaan CT-scan dan MRI

Status pasien keseluruhan, termasuk TD, kadar gula, keadaan


kardiorespi, keadaan hidrasi, elektorlit, asam basa, keadaan ginjal dll.

Perawatan umum
Untuk memberikan perawatan optimal dalam alih baring untuk pasien
kesadaran menurun, pemberian hidrasi cukup ini juga perwatan yang
cukup penting. Selain itu pengkajian gangguan menelan juga harus
diperhatikan.
Perbaikan gangguan/komplikasi sistemik
Berbagai komplikasi sistemik sering lebih berbahaya daripada stroknya
sendiri. Oleh karena itu harus dipantau.
TD
Dalam penelitian awal strok akan terjadi peningkatan TD sebagai
kompensasi dan kembali normal dalam 2-3 hari. Oleh karena itu TD tinggi
diawal tidak pelu dikoreksi, kecuali mencapai nilai yang sangat tinggi
(sistolik > 220 mmHg/ diastolic >130 mmHg) atau TD yang emergency
dan ini pun penurunan TD secara perlahan. Untuk penurunan TD
dibedakan apakah pasien hipertensi kronis sebaiknya diturunkan sampai
180/100-105 mmHg, apabila tidak hipertensi sasaranya 160-180/90-100
mmHg, apabila direncanakan trombolisis TD sistolik tidak boleh melebihi
180mmHg. Agar penurunan darah bias dilaksanakan secara titrasi
dianjurkan pemakaian obat labetalol/ urapidil/ nitoprusid atau nitrogliserin
IV atau katopril oral. Nefedipin atau obat yang penurun TD terlalu drastic
perlu dihindari.
Gula Darah
Dalam penelitian peningkatan gula darah akan memperburuk kerusakan
otak, sehingga peninggian kadar gula darah pada hari-hari pertama strok
harus diturunkan senormal mungkin, kalau perlu dengan pemberian insulin
syringe.
Keadaan kardiorespi.
Dibutuhkan pemantauan yang baik dan diberikan obat jika perlu, karena
ini akan menyebabkan kematian.

Ulkus stress, infeksi


Gangguan ginjal atau hati ini juga perlu diperhatikan karena ini biasanya
akan menentukan kelangsungan hidup pasien.
Emboli paru dan atau thrombosis vena dalam
Ini sering menjadi komplikasi strok, cara menghindarinya dengan
pemberian hidrasi yang cukup dan mobilisasi dini, baik secara pasif dan
aktif.
Terhadap lesi
Perlakuan lesi tergantung pada besar, letak dan berapa lama lesi telah
terjadi. Lesi hemoragik, terutama subaraknoid dan subdural bias segera
dioperasi, tapi pada jenis intraserebral hanya yang terletak superficial bias
dioperasi, itupun kurang dari 12 jam, lebih dari itu terjadi edema sekitar,
sehingga meski dioperasi pada 72 jam hasilnya tidak sebaik diawal.
Setelah 120 jam tidak bias dilakukan operasi, karena sudah terjadi nekrosis
jaringan otak. Pemberian obat tidak akan berpengaruh. Pada beberapa
keadaan strok non hemoragik intra serebral, tindakan operatif sangat
diperlukan untuk melakukan dekompresi dan menghilangkan efek massa
pada otak.
Lesi iskemik
Memperbaiki jaringan sekitar infark (jaringan penumbra) upaya ini
bertujuan agar daerah tersebut tidak menjadi infark, daerah ini akan terjadi
suatu rantai reaksi metabolic, antara lain masuknya ion kalsium dan laktat
interseluler, menyebabkan edema dan akhirnya nekrosis, inilah beberapa
tindakan terapeutik :

Perbaiki status umum

asambasa, kardiorespi dll)


Pemberian antikoagulan (heparin,

( TD, guladarah, hidrasi, keseimbangan


warfarin),

trombolisis

hanya

dilakukan dengan activator plasminogen jaringan (rtPA), penggunaan


streptokinase heparin meski menunjukkan adanya hasil tapi akan terjadi
komplikasi hemoragik di daerah infark atau daerah lain.

Pemberian

antiagregasi

trombosit

(aspirin)

100-300mg

untuk

menurunkan mortalitas dan mencegah strok ulang yang bermakna,

aspirin tidak boleh diberi apabila akan dilakukan trombolisis


Perbaikan metabolic sekitar lesi, memberikan vasokonstriktor
diharapkan terjadi vasodilatasi pada daerah lesi

Rehabilitasi dini
Dilakukan bila pasien sudah stabil, bias dilakukan fisioterapi pasif saat di
ruang intensif dan di lanjutkan fisioterapi aktif bila memungkinkan, terapi
wicara dan gangguan menelan bias diberikan jika ada gangguan.
Tindakan pengawasan lanjutan (follow-up)
Untuk mencegah terjadi strok berulang.
ABC penatalaksanaan strok oleh spesalis penyakit dalam
Airway usahakan agar jalan napas bebas hambatan
Breathing fungsi bernapas, terjadi gangguan dipusat pernapsan atau karena
komplikasi
Cardiovascular function (fungsi kardiovaskular) fungsi jantung dan
pembuluh darah. C juga bisa digunakan dalam koagulasi menyeluruh
termasuk fibrinogen perlu diperiksa kalau mungkin dikoreksi.
Drug/medication (obat-obatan )
Electrolyte utama Na+, K+, Ca+ yang akan menggangu fungsi organ
Fluid status cairan mempengaruhi fungsi ginjal, jantung dan organ lain,
sehingga perlu diperbaiki.
Glucose level dikendalikan karena gula yang tinggi akan tambah merusak
lesi, G disini jug abisa gastric bleeding akibat stress ulcer yang butuh
penganan sendiri
Hipertensi, kompensasi akut strok, H disini juga untuk hidrasi
terganggunya hidarasi akan pengaruhi homeostasis organ-organ.
Intake (asupan) untuk mempertahankan metabolism tubuh , I juga bias
infeksi ini harus dicegah karena akan pengaruhi prognosis dari pasien
strok.
b) Stroke Non Hemoragic

Pengertian Stroke
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
akulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun.
Klasifikasi
a. TIA (Trans iskemik attack)
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam
saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defisit)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna
dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.
c. Stroke in Volution (progresif)
Perkembangan stroke terjadi perlahan-lahan sampai akut, munculnya
gejala makin memburuk, proses progresif berjalan dalam beberapa jam
atau beberapa hari.
d. Stroke Komplit
eurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent, dari sejak
awal serangan dan sedikit tidak ada perbaikan
Etiologi Stroke non Hemoragic
7. Trombosis ( bekuan cairan di dalampembuluh darah otak )
8. Embolisme cerebral ( bekuan darah ataumaterial lain )
9. Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak)
Faktor Resiko
Kelompok faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi merupakan
kelompok faktor risiko yang ditentukan secara genetik atau berhubungan
dengan fungsi tubuh yang normal sehingga tidak dapat dimodifikasi. Yang
termasuk kelompok ini antara lain usia, jenis kelamin, ras, riwayat stroke
dalam keluarga, serta riwayat serangan transient ischemic attack atau
stroke sebelumnya. 2 Kelompok faktor risiko yang dapat dimodifikasi
merupakan akibat dari gaya hidup seseorang dan dapat dimodifikasi, yang
meliputi hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, penyakit jantung,
merokok, alkohol, obesitas, dan penggunaan kontrasepsi oral.

Patomekanisme
Penyumbatan pembuluh darah otak mengakibatkan aliran darah ke otak
berkurang atau terhenti sama sekali ke daerah distal otak sehingga otak
kekurangan sumber kalori berupa glukosa dan mineral lain serta oksigen.
Akibatnya neuron tidak bisa mempertahankan metabolisme (respirasi)
aerobnya. Mitokondria berubah menjadi respirasi anaerob sehingga
menghasilkan asam laktat dan perubahan pH. Perubahan bentuk
metabolisme ini juga mengakibatkan penurunan jumlah neuron dalam
memproduksi adenosine triphospate (ATP) yang akan dijadikan sumber
energi dalam aktivitas sel neuron berupa proses depolarisasi.
Tanda dan Gejala Klinis
Gejala stroke dihubungkan dengan bagian arteri yang terkena sbagai
berikut :
1. Arteri karotis interna
a. paralisis pada wajah tangan dan kaki bagian sisi yang berlawanan
b. gangguan sensori pada wajah, tangan dan kaki bagian yang
berlawanan
c. afasia jika yang terkena adalah daerah hemisfer dominan (kiri)
khususnya area Brocas atau Werhnics atau kedua duanya
2. Arteri serebri anterior
a. Paralisis pada kaki sisi yang berlawanan
b. Ganguan keseimbangan
c. Gangguan sensori pada kaki dan jaridaerah yang berlawanan
d. Gangguan kognitif
e. Inkontinensia urin
3. Arteri serebri posterior
a. Gangguan kesadaran sampai koma
b. Kerusakan memori
c. Gangguan pengelihatan
4. Arteri serebri media
a. Hemiplegia kontralateral pada kedu ekstremitas
b. Kadang-kadag hemianopia kontralateral(kebutaan)
c. Afasia global (jika hemisfer kiri yang terkena) yaitu gangguan semua
fungsi yang ada hubungannya dengan percakapan dan komunikasi

Langkah-langkah Diagnosis
a.
b.
c.
d.

Anamnesis
Pemeriksaan tanda vital
Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan laboratorium berupa Kimia darah, Gula darah, dan Liquor

cerebro spinal.
e. Pemeriksaan diagnostic berupa CT-scan, MRI, USG, Angiografi
serebral, Elektroenchepalografi, sinar X dan Pungsi lumbal.
Penatalaksanaan
a. Umum
1) Perbaikan saluran pernapasan
2) Perbaikan sikulasi
3) Pengontrolan gula darah
4) Pengontrolan tekanan darah
5) Pengontrolan Posisi kepala saat tidur
6) Pengontrolan demam, edema dan kejang
b. Konservatif
1) Diuretika untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai
tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infarkserebral.
2) Anti koagulan : Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi
dari tempat lain dalam kardiovaskuler.
3) Anti trombosit : dapat diresepkan karena trombosit memainkan
peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
c. Pembedahan
1. Endosteroktomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA
d. Rehabilitasi
1. Koordinasi rencana terapi multidisipliner untuk meningkatkan
kemampuan fungsional penderita
2. Edukasi pada penderita dan keluarga
3. Penilaian peralatan/perlengkapan adaptasi yang tepat untuk
4.
5.
6.
7.

mobilisasi dan ADL


Konseling psikososial
Prevensi stroke ulang
Prevensi dan terapi komorbiditas
Reintegrasi vokasional dan komunitas

8. Evaluasi pilihan paling aman yang memungkinkanpasien untuk ke


mbali ke tingkat kemandirian dalamlingkungan aman.
Komplikasi
a. Hipoksia serebral Otak bergantung pada ketersedian oksigen yang
dikirimkan ke jaringan.
b. Penurunan darah serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung,
dan integritas pembuluh darah serebral.
c. Luasnya area cidera
Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibralsi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan
menurunkan aliran darah serebral. Distritmia dapat mengakibatkan
curah jantung tidak konsisten dan penghentian thrombus lokal.
Prognosis
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting
adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis.
c) Bagaimana perspektif islam terhadap gejala pada skenario ?
Jawab :
Doa ini dari Nabi Musa alaihis salam yang berisi hal meminta
kemudahan pada Allah dan agar dimudahkan dalam ucapan serta
dimudahkan untuk memahamkan orang lain ketika ingin berdakwah.


Musa berkata, Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii amrii, wahlul
uqdatam mil lisaani yafqohu qoulii [Ya Rabbku, lapangkanlah untukku
dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan
dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku (QS. Thoha: 25-28)

Musa alaihis salam sendiri mengalami rintangan sebagaimana yang


lainnya ketika ingin mendakwahi Firaun, yaitu hendak dibunuh. Musa
tetap menjalankan misi yang dititahkan untuknya dari Rabbnya. Ia tetap
menjalani misi dari Rabbnya dengan penuh lapang dada. Musa senantiasa
memohon pertolongan Allah dan meminta dimudahkan berbagai macam
sebab. Beliau pun mengucapkan doa di atas.
Referensi :
Dikutip
dari

http://rumaysho.com/amalan/doa-nabi-musa-minta-

dimudahkan-urusan-dan-ucapan-1425.html 30 Juni 2013.


F. Learning Objective
1. Jelaskan tentang penilaian tingkat kesadaran ?
Jawab :
Evaluasi dengan menggunakan metode AVPU, yaitu:
1. A : Alert, sadar
2. V : Vocal, adanya respon terhadap rangsangan vokal
3. P : Painful, adanya respon hanya pada rangsang nyeri
4. U: Unresponsive, tidak ada respon sama sekali.
Evaluasi dengan Skala Koma Glasgow (GCS)8
Membuka Mata (eye)

Nilai

Spontan

Terhadap bicara (suruh pasien membuka mata)

Dengan rangsang nyeri (tekan pada saraf


supraorbita atau kuku jari)

Tidak ada reaksi (dengan rangsang nyeri pasien


tidak membuka mata)
Respon Bicara (verbal)
Baik dan tidak disorientasi (dapat menjawab

1
5

dengan kalimat yang tidak baik dan tahu


dimana ia berada, tahu waktu, hari, bulan)
Kacau (confused) (dapat bicara dalam kalimat,
namun ada disorientasi waktu dan tempat)

Tidak tepat (dapat mengucapkan kata-kata,

namun tidak berupa kalimat dan tidak tepat)


Mengerang (tidak menggunakan kata, hanya

suara mengerang)
Tidak ada jawaban
Respon Gerakan (motoric)
Menurut perintah

1
6

(misalnya, suruh: angkat tangan!)


Mengetahui lokasi nyeri (berikan rangsang

nyeri, misalnya menekan dengan jari pada


supraorbita. Bila oleh rasa nyeri pasien
mengangkat tangannya sampai melewati dagu
untuk maksud menapis rangsangan tersebut
berarti ia dapat mengetahui lokasi nyeri)
Reaksi menghindar

Reaksi flexi (dekortikasi)

(berikan rangsang nyeri, misalkan menekan


dengan objek keras, seperti ballpoint, pada jari
kuku. Bila sebagai jawaban siku flexi terhadap
nyeri (flexi pada pergelangan tangan mungkin
ada atau tidak )
Reaksi ekstensi (deserbrasi)

(dengan rangsang nyeri tersebut di atas terjadi


ekstensi pada siku. Ini selalu disertai flexi
spastik pada pergelangan tangan)
Tidak ada reaksi

(sebelum memutuskan bahwa rangsang nyeri


memang cukup adekuat diberikan)
Interpretasi :
Nilai tertinggi

: E + M + V = 13 - 15 (responsiveness)

Nilai sedang

: E + M + V = 9 - 12

Nilai terendah

: E + M + V = 3 - 8 (coma)

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang


terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan
menjadi:19
1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi

(orang,

tempat,

waktu),

memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.


4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Referensi :
American College of Surgeons Committee On Trauma. Editor. Advanced
Trauma Life Support for Doctors.

Uniter States of America:

American College of Surgeons Committee On Trauma; 2008. p. 1-16


Satyanegara. Editor. Ilmu Bedah Saraf Edisi IV. Jakarta: PT Gramedia
PustakaUtama; 2010. h. 156-7,212,213,219

2. Faktor yang memengaruhi peningkatkan TIK ?


Jawab :
Kenaikan intrakranial atau yang biasa disebut TIK merupakan hal
yang menjadi perhatian utama bila kita mendapatkan penderita dengan
kelainan intrakranial. Sehingga untuk penatalaksanaannya sangat penting
untuk diketahui.

Tekanan intrakranial normal berkisar antara 10-15 mmHg atau setara


dengan 136-204 mmH2O. Yang paling berperan dalam hal ini adalah
pulasasi arteri yang secara langsung ditransmisikan ke dalam otak dan
melalui pleksus khoroid. Bila terjadi gangguan yang menyebabkan
ketipangan antara volume rongga kepala dengan muatan yang ada didalam
rongga kepala, maka akan menyebabkan kenaikan TIK. Penyebab umum
kenaikan TIK antara lain adalah lesi masa (hematom, neoplasma, abses
edema fokal), gangguan pada sistem LCS, obstruksi sinus vena yang besar,
edema otak difus dan ada pula yang idiopatik seperti pada pseudotumor
serebri.
Penyebab palling sering yang dijumpai adalah cedera otak yang
diakibatkan trauma kepala. Pada kasus-kasus cedera kepala berat dimana
tingkat kesadaran penderita dibawah 9 GCS, menandakan tingginya TIK.
Peninggian TIK ini mempunyai konsekusensi buruknya prognosis
penderita, atau dengan kata lain penderita-penderita cedera kepala berat
sering kali meninggal sebagai skibat dari hipertensi intrakranial.
Aneurisme intrakranial yang pecah dapat menyebabkan
peningkatan TIK secara mendadak sehingga mencapai tingkat tekanan
darah arteri untuk sesaat. Peningkatan pada fase awal ini disebabkan oleh
perubahan volume akibat ekstravasasi darah dan peningkatan volume darah
serebral akibat reaksi vasomotor. Penderita pasca operasi yang dapat pulih
umumnya mempunyai TIK yang lebih rendah dibandingkan penderita yang
prognosisnya buruk. Tingginya tekanan intrakranial pasca pecah aneurisme
sering kali dibarengi dengan meningkatnya kadar laktat CSS, dan hal ini
mengindikasikan terjadinya suatu iskhemia serebri.
Tumor otak yang makin membesar akan menyebabkan pergeseran
CSS dan darah perlahan-lahan, keadaan ini menjadikan elastans yang
meninggi. Tekanan intrakranial sering kali masih tetap dalam batas normal
sampai tahap akhir dari perkembangan tumor.
Referensi :
Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Hal. 157. Jakarta : EGC

You might also like