You are on page 1of 13

Kategori Hipertensi

Bagaimana cara mengetahui apakah seseorang terkena hipertensi?


Perhatikan hasil pengukuran tekanan darah. Angka pertama dari hasil
pengukuran adalah tekanan darah sistolik, yang berarti ukuran tekanan
dalam arteri ketika jantung Anda berdenyut. Kemudian angka yang
berikutnya adalah tekanan diastolik yang mengindikasikan tekanan di
antara detak jantung ketika jantung Anda beristirahat. Tekanan darah
normal adalah kurang dari 120/80

Klasifikasi[sunting | sunting sumber]


Tekanan sistolik

Tekanan diastolik

Klasifikasi (JNC7)[2]
mmHg

kPa

mmHg

kPa

Normal

90119

1215,9

6079

8,010,5

Prahipertensi (normal tinggi)

120139

16,018,5

8089

10,711,9

Hipertensi Derajat 1

140159

18,721,2

9099

12,013,2

Hipertensi Derajat 2

160

21,3

100

13,3

Hipertensi sistolik
tersendiri

140

18,7

<90

<12,0

Dewasa[sunting | sunting sumber]


Pada orang berusia 18 tahun ke atas, hipertensi didefinisikan sebagai pengukuran tekanan
darah sistolik dan/atau diastolik yang terus-menerus melebihi nilai normal yang dapat
diterima (saat ini sistolik 139 mmHg, diastolik 89 mmHg: lihat tabel Klasifikasi (JNC7)).
Bila pengukuran diperoleh dari pemantauan ambulatori 24 jam atau pemantauan di rumah,
digunakan batasan yang lebih rendah (sistolik 135 mmHg atau diastolik 85 mmHg).[3]
Beberapa pedoman internasional terbaru tentang hipertensi juga telah membuat kategori di
bawah kisaran hipertensi untuk menunjukkan risiko yang berkelanjutan pada tekanan darah
yang lebih tinggi dari kisaran normal. JNC7 (2003)[2] menggunakan istilah pra-hipertensi
untuk tekanan darah dalam kisaran sistolik 120139 mmHg dan/atau diastolik 8089 mmHg,

sedangkan Pedoman ESH-ESC (2007)[4] dan BHS IV (2004)[5] menggunakan kategori


optimal, normal, dan normal tinggi untuk membagi tekanan sistolik di bawah 140 mmHg dan
diastolik di bawah 90 mmHg. Hipertensi juga digolongkan lagi sebagai berikut: JNC7
membedakan hipertensi derajat I, hipertensi derajat II, dan hipertensi sistolik terisolasi.
Hipertensi sistolik terisolasi mengacu pada peningkatan tekanan sistolik dengan tekanan
diastolik normal dan umumnya terjadi pada kelompok usia lanjut.[2] Pedoman ESH-ESC
(2007)[4] dan BHS IV (2004),[5] mendefinisikan hipertensi derajat ketiga (derajat III) untuk
orang dengan tekanan darah sistolik di atas 179 mmHg atau tekanan diastolik di atas
109 mmHg. Hipertensi tergolong resisten bila obat penurun tekanan darah tertentu tidak
mengurangi tekanan darah (menjadi normal) dan perlu mencoba obat yang lain.[2]
Disamping klasifikasi di atas, terdapat juga:
Gestational hypertension atau tekanan darah tinggi yang terjadi pada saat
kehamilan di atas 20 minggu dan protein pada air seni adalah negatip dan
harus dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali dengan selang waktu
lebih dari 6 jam dan keduanya menunjukkan tekanan darah lebih besar
dari 140/90.
Orthostatic hypertension atau postural hypertension adalah kejadian
meningkatnya tekanan darah secara tiba-tiba ketika bangun berdiri, jika
tekanan sistolik meningkat lebih dari 20mmHg dinamakan systolic
orthostatic hypertension dan jika tekanan diastolik meningkat hingga 98
mmHg atau lebih dinamakan Diastolic orthostatic hypertension. Hal ini
lebih banyak terjadi, ketika kita tiba-tiba bangun dari tidur yang pulas,
oleh karenanya pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan 15 sampai
30 menit sesudah kita bangun tidur, tetapi belum melakukan aktivitas apa
pun, kecuali misalnya buang air kecil dan minum air putih saja.
Neonatus dan bayi[sunting | sunting sumber]

Hipertensi pada neonatus jarang terjadi, dan hanya terjadi pada sekitar 0,2 sampai 3%
neonatus. Tekanan darah tidak diukur secara rutin pada bayi baru lahir yang sehat.[6]
Hipertensi lebih umum terjadi pada bayi baru lahir berisiko tinggi. Berbagai faktor, seperti
usia gestasi, usia pascakonsepsi, dan berat badan lahir perlu dipertimbangkan ketika
memutuskan apakah tekanan darah termasuk normal pada neonatus.[6]
Anak dan remaja[sunting | sunting sumber]

Hipertensi cukup umum terjadi pada anak dan remaja (29% bergantung pada usia, jenis
kelamin, dan etnisitas)[7] dan dikaitkan dengan risiko jangka panjang mengalami kesehatan
yang buruk.[8] Rekomendasi saat ini adalah agar anak di atas usia tiga tahun diperiksa tekanan
darahnya kapanpun mereka melakukan kunjungan atau pemeriksaan rutin. Tekanan darah
tinggi baru dipastikan setelah kunjungan berulang sebelum menyatakan seorang anak
mengalami hipertensi.[8] Tekanan darah meningkat seiring usia pada masa kanak-kanak, dan
pada anak, hipertensi didefinisikan sebagai rerata tekanan darah sistolik dan diastolik yang
pada tiga atau lebih waktu yang berbeda, sama dengan atau lebih tinggi dari persentil ke-95
yang sesuai untuk jenis kelamin, usia, dan tinggi badan anak. Prahipertensi pada anak
didefinisikan sebagai rerata tekanan darah sistolik dan diastolik yang lebih besar atau sama
dengan persentil ke-90, tapi lebih kecil dari persentil ke-95.[8] Pada remaja, diusulkan bahwa

hipertensi dan prahipertensi didiagnosis dan digolongkan dengan menggunakan kriteria


dewasa.[8]
Tanda-tanda dan gejala[sunting | sunting sumber]

Hipertensi jarang menunjukkan gejala, dan pengenalannya biasanya melalui skrining, atau
saat mencari penanganan medis untuk masalah kesehatan yang tidak berkaitan. Beberapa
orang dengan tekanan darah tinggi melaporkan sakit kepala (terutama di bagian belakang
kepala dan pada pagi hari), serta pusing, vertigo, tinitus (dengung atau desis di dalam
telinga), gangguan penglihatan atau pingsan.[9]
Pada pemeriksaan fisik, hipertensi juga dicurigai ketika terdeteksi adanya retinopati
hipertensi pada pemeriksaan fundus optik di belakang mata dengan menggunakan
oftalmoskop.[10] Biasanya beratnya perubahan retinopati hipertensi dibagi atas tingkat I-IV,
walaupun jenis yang lebih ringan mungkin sulit dibedakan antara satu dan lainnya.[10] Hasil
oftalmoskopi juga dapat memberi petunjuk berapa lama seseorang telah mengalami
hipertensi.[9]
Hipertensi sekunder[sunting | sunting sumber]

Beberapa tanda dan gejala tambahan dapat menunjukkan hipertensi sekunder, yaitu hipertensi
akibat penyebab yang jelas seperti penyakit ginjal atau penyakit endokrin. Contohnya,
obesitas pada dada dan perut, intoleransi glukosa, wajah bulat seperti bulan (moon facies),
"punuk kerbau" (buffalo hump), dan striae ungu menandakan Sindrom Cushing.[11] Penyakit
tiroid dan akromegali juga dapat menyebabkan hipertensi dan mempunyai gejala dan tanda
yang khas.[11] Bising perut mungkin mengindikasikan stenosis arteri renalis (penyempitan
arteri yang mengedarkan darah ke ginjal). Berkurangnya tekanan darah di kaki atau
lambatnya atau hilangnya denyut arteri femoralis mungkin menandakan koarktasio aorta
(penyempitan aorta sesaat setelah meninggalkan jantung). Hipertensi yang sangat bervariasi
dengan sakit kepala, palpitasi, pucat, dan berkeringat harus segera menimbulkan kecurigaan
ke arah feokromositoma.[11]
Krisis hipertensi[sunting | sunting sumber]

Peningkatan tekanan darah yang sangat tinggi (sistolik lebih atau sama dengan 180 atau
diastolik lebih atau sama dengan 110, kadang disebut hipertensi maligna atau akselerasi)
sering disebut sebagai "krisis hipertensi." Tekanan darah di atas tingkat ini memiliki risiko
yang tinggi untuk terjadinya komplikasi. Orang dengan tekanan darah pada kisaran ini
mungkin tidak memiliki gejala, tetapi lebih cenderung melaporkan sakit kepala (22% dari
kasus)[12] dan pusing dibandingkan dengan populasi umum.[9] Gejala lain krisis hipertensi
mencakup berkurangnya penglihatan atau sesak napas karena gagal jantung atau rasa lesu
karena gagal ginjal.[11] Kebanyakan orang dengan krisis hipertensi diketahui memiliki tekanan
darah tinggi, tetapi pemicu tambahan mungkin menyebabkan peningkatan secara tiba-tiba.[13]
"Hipertensi emergensi", sebelumnya disebut sebagai "hipertensi maligna", terjadi saat
terdapat bukti kerusakan langsung pada satu organ atau lebih sebagai akibat meningkatnya
tekanan darah. Kerusakan ini bisa mencakup ensefalopati hipertensi, disebabkan oleh
pembengkakan dan gangguan fungsi otak, dan ditandai oleh sakit kepala dan gangguan
kesadaran (kebingungan atau rasa kantuk). Papiledema retina dan perdarahan fundus serta

eksudat adalah tanda lain kerusakan organ target. Nyeri dada dapat merupakan tanda
kerusakan otot jantung (yang bisa berlanjut menjadi serangan jantung) atau kadang diseksi
aorta, robeknya dinding dalam aorta. Sesak napas, batuk, dan ekspektorasi dahak bernoda
darah adalah ciri khas edema paru. Kondisi ini adalah pembengkakan jaringan paru akibat
gagal ventrikel kiri, ketidakmampuan ventrikel kiri jantung untuk memompa cukup darah
dari paru-paru ke sistem arteri.[13] Penurunan fungsi ginjal secara cepat (cedera ginjal
akut/acute kidney injury) dan anemia hemolitik mikroangiopati (penghancuran sel-sel darah)
juga mungkin terjadi.[13] Pada situasi ini, harus dilakukan penurunan tekanan darah secara
cepat untuk menghentikan kerusakan organ yang sedang terjadi.[13] Sebaliknya, tidak ada
bukti bahwa tekanan darah perlu diturunkan secara cepat dalam keadaan hipertensi emergensi
bila tidak ada bukti kerusakan organ target. Penurunan tekanan darah yang terlalu agresif
bukan berarti tidak ada risiko.[11] Penggunaan obat-obatan oral untuk menurunkan tekanan
darah secara bertahap selama 24 sampai 48 jam dianjurkan dalam kedaruratan hipertensi.[13]
Kehamilan[sunting | sunting sumber]

Hipertensi atau tekanan darah tinggi terjadi pada sekitar 8-10% kehamilan.[11] Kebanyakan
wanita hamil yang mengalami hipertensi memiliki kondisi hipertensi primer yang sudah ada
sebelumnya. Tekanan darah tinggi dalam kehamilan dapat merupakan tanda awal dari preeklampsia, suatu kondisi serius yang muncul setelah melewati pertengahan masa kehamilan,
dan dalam beberapa minggu setelah melahirkan.[11] Diagnosa preeklampsia termasuk
peningkatan tekanan darah dan adanya protein di dalam urin.[11] Preeklampsia muncul pada
sekitar 5% kehamilan dan bertanggung jawab atas sekitar 16% dari semua kematian ibu
secara global.[11] Preeklampsia juga menyebabkan risiko kematian bayi meningkat hingga dua
kali lipat.[11] Biasanya preeklampsia tidak menunjukkan gejala dan keadaan ini terdeteksi pada
pemeriksaan rutin. Bila terjadi preeklampsia, gejala yang paling umum adalah sakit kepala,
gangguan penglihatan (sering dalam bentuk kilatan cahaya), muntah, nyeri epigastrium,
dan edema (bengkak). Terkadang preeklampsia bisa berkembang menjadi kondisi yang
mengancam nyawa yang disebut eklampsia. Eklampsia adalah suatu hipertensi emergensi dan
menyebabkan beberapa komplikasi berat, seperti hilangnya penglihatan, pembengkakan otak,
kejang tonik-klonik atau konvulsi, gagal ginjal, edema paru, dan koagulasi intravaskular
diseminata (gangguan pembekuan darah).[11][14]
Bayi dan anak[sunting | sunting sumber]

Gagal tumbuh, kejang, iritabilitas, kurang energi, dan kesulitan bernafas[15] bisa dikaitkan
dengan hipertensi pada bayi baru lahir dan bayi usia muda. Pada bayi yang lebih besar dan
anak, hipertensi bisa menyebabkan sakit kepala, iritabilitas tanpa penyebab yang jelas, lesu,
gagal tumbuh, pandangan kabur, mimisan, dan kelumpuhan wajah.[6][15]
Komplikasi[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Complications of hypertension

Diagram menggambarkan komplikasi utama tekanan darah tinggi persisten.

Hipertensi adalah faktor risiko yang bisa dicegah yang terpenting bagi kematian prematur di
seluruh dunia.[16] Hipertensi meningkatkan risiko penyakit jantung iskemik[17] strokes,[11]
penyakit periferal vaskular,[18] dan penyakit kardiovaskular lain, termasuk gagal jantung,
aneurisma aorta, aterosklerosis difus, dan emboli paru.[11] Hipertensi juga merupakan faktor
risiko terjadinya gangguan kognitif, demensia, dan penyakit ginjal kronik.[11] Komplikasi lain
di antaranya:
Retinopati Hipertensi
Nefropati hipertensi[19]
Penyebab[sunting | sunting sumber]
Hipertensi primer[sunting | sunting sumber]

Hipertensi primer (esensial) adalah jenis hipertensi yang paling umum, meliputi sebanyak
9095% dari seluruh kasus hipertensi.[1] Dalam hampir semua masyarakat kontemporer,
tekanan darah meningkat seiring penuaan dan risiko untuk menjadi hipertensi di kemudian
hari cukup tinggi.[20] Hipertensi diakibatkan oleh interaksi gen yang kompleks dan faktor
lingkungan. Berbagai gen yang sering ditemukan sedikit berpengaruh pada tekanan darah,
sudah diidentifikasi [21], demikian juga beberapa gen yang jarang yang berpengaruh besar
pada tekanan darah [22] tetapi dasar genetik dari hipertensi masih belum sepenuhnya
dimengerti. Beberapa faktor lingkungan mempengaruhi tekanan darah. Faktor gaya hidup
yang menurunkan tekanan darah di antaranya mengurangi asupan garam dalam makanan,[23]
meningkatkan konsumsi buah-buahan dan produk rendah lemak (Pendekatan Diet untuk
Menghentikan Hipertensi (diet DASH)). Olah Raga,[24] penurunan berat badan[25] dan
menurunkan asupan alkohol juga membantu menurunkan tekanan darah.[26] Kemungkinan
peranan faktor lain seperti stres,[24] konsumsi kafein,[27] dan defisiensi Vitamin D[28] kurang
begitu jelas. Resistensi insulin, yang umum ditemukan pada obesitas dan merupakan
komponen dari sindrom X (atau sindrom metabolik), juga diduga ikut berperan dalam
mengakibatkan hipertensi.[29] Studi terbaru juga memasukkan kejadian-kejadian pada awal
kehidupan (contohnya, berat lahir rendah, ibu merokok, dan kurangnya air susu ibu) sebagai
faktor risiko bagi hipertensi esensial dewasa.[30] Namun, mekanisme yang menghubungkan
paparan ini dengan hipertensi dewasa tetap tidak jelas.[30]
Hipertensi sekunder[sunting | sunting sumber]

Hipertensi sekunder terjadi akibat suatu penyebab yang diketahui. Penyakit ginjal adalah
penyebab sekunder tersering dari hipertensi.[11] Hipertensi juga bisa disebabkan oleh kondisi
endokrin, seperti sindrom Cushing, hipertiroidisme, hipotiroidisme, akromegali, sindrom
Conn atau hiperaldosteronisme, hiperparatiroidisme, dan feokromositoma.[11][31] Penyebab lain
dari hipertensi sekunder di antaranya obesitas, henti nafas saat tidur, kehamilan, koarktasio
aorta, konsumsi akar manis (licorice) yang berlebihan, serta obat resep, obat herbal, dan obatobat terlarang.[11][32]
Patofisiologi[sunting | sunting sumber]

Suatu diagram yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan


arteri.

Bagi kebanyakan orang dengan hipertensi esensial (primer), peningkatan resistensi terhadap
aliran darah (resistensi perifer total) bertanggung jawab atas tekanan yang tinggi itu
sementara curah jantung tetap normal.[33] Ada bukti bahwa beberapa orang muda yang
menderita prahipertensi atau hipertensi perbatasan memiliki curah jantung yang tinggi,
denyut jantung meningkat, dan resistensi perifer yang normal. Kondisi ini disebut sebagai
hipertensi perbatasan hiperkinetik .[34] Para penderita ini mengembangkan fitur yang khas dari
hipertensi esensial tetap di kemudian hari saat curah jantung menurun dan resistensi perifer
meningkat seiring bertambahnya usia.[34] Masih diperdebatkan apakah pola ini biasa dialami
oleh semua orang yang pada akhirnya mengalami hipertensi.[35] Peningkatan resistensi perifer
pada hipertensi tetap terutama disebabkan oleh penyempitan struktur arteri dan arteriol kecil.
[36]
Penurunan jumlah atau kepadatan pembuluh kapiler juga bisa ikut berperan dalam
resistensi perifer.[37] Hipertensi juga dikaitkan dengan penurunan kelenturan vena perifer,[38]
yang bisa meningkatkan venous return (volume darah yang kembali ke jantung),
meningkatkan preload jantung, dan akhirnya menyebabkan disfungsi diastolik. Masih belum
jelas apakah peningkatan konstriksi aktif pembuluh darah memegang peranan dalam
hipertensi esensial.[39]
Tekanan nadi (perbedaan antara tekanan darah sistolik dan diastolik) sering meningkat pada
orang lanjut usia dengan hipertensi. Pada keadaan ini dapat terjadi tekanan sistolik sangat
tinggi di atas normal, tetapi tekanan diastolik mungkin normal atau rendah. Kondisi ini
disebut hipertensi sistolik terisolasi.[40] Tekanan nadi yang tinggi pada orang lanjut usia
dengan hipertensi atau hipertensi sistolik terisolasi disebabkan karena peningkatan kekakuan
arteri, yang biasanya menyertai penuaan dan dapat diperberat oleh tekanan darah tinggi.[41]
Banyak mekanisme yang sudah diajukan sebagai penyebab peningkatan resistensi yang
ditemukan dalam sistem arteri pada hipertensi. Sebagian besar bukti menunjukkan
keterlibatan salah satu atau kedua penyebab beriku:

Gangguan dalam penanganan garam dan air pada ginjal, khususnya


gangguan sistem renin-angiotensin intrarenal[42]
Abnormalitas sistem saraf simpatis[43]

Mekanisme tersebut tidak berdiri sendiri dan tampaknya keduanya ikut berperan sampai batas
tertentu dalam kebanyakan kasus hipertensi esensial. Juga diduga bahwa disfungsi endotel
(gangguan fungsi dinding pembuluh darah) dan peradangan vaskular juga ikut berperan
dalam meningkatkan resistensi perifer dan kerusakan pembuluh darah pada hipertensi.[44][45]
Diagnosis[sunting | sunting sumber]
Pemeriksaan yang dilakukan pada hipertensi

Sistem

Pemeriksaan

Renal

Urinalisis mikroskopik, proteinuria, darah BUN (ureum) dan/atau


kreatinin

Endokrin

Darah natrium, kalium, kalsium, TSH (thyroid-stimulating hormone).

Metabolik

Glukosa darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL dan LDL,


trigliserida

Lain-lain

Hematokrit, elektrokardiogram, dan foto Rntgen dada

Sources: Harrison's principles of internal medicine[46] others[47][48][49][50][51]

Diagnosis hipertensi ditegakkan saat pasien menderita tekanan darah tinggi secara persisten.
Biasanya,[3] untuk menegakkan diagnosis diperlukan tiga kali pengukuran sfigmomanometer
yang berbeda dengan interval satu bulan.[52] Pemeriksaan awal pasien dengan hipertensi
mencakup anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap. Dengan tersedianya pemantauan
tekanan darah ambulatori 24 jam dan alat pengukur tekanan darah di rumah, demi
menghindari kekeliruan diagnosis pada pasien dengan hipertensi white coat (jenis hipertensi
yang disebabkan oleh stres saat bertemu dokter atau berada dalam suasana medis) telah
dihasilkan suatu perubahan protokol. Di Inggris, praktik terbaik yang dianjurkan saat ini
adalah dengan melakukan follow-up satu kali hasil pengukuran tekanan darah yang tinggi di
klinik dengan pengukuran ambulatori. Follow-up juga dapat dilakukan, walaupun kurang
ideal, dengan memonitor tekanan darah di rumah selama kurun waktu tujuh hari.[3]
Sekali diagnosis telah ditegakkan, dokter berusaha mengindentifikasi penyebabnya
berdasarkan faktor risiko dan gejala lainnya, bila ada. Hipertensi sekunder lebih sering

ditemukan pada anak usia prapubertas dan sebagian besar kasus disebabkan oleh penyakit
ginjal. Hipertensi primer atau esensial lebih umum pada orang dewasa dan memiliki berbagai
faktor risiko, di antaranya obesitas dan riwayat hipertensi dalam keluarga.[53] Pemeriksaan
laboratorium juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab hipertensi
sekunder, dan untuk menentukan apakah hipertensi menyebabkan kerusakan pada jantung,
mata, dan ginjal. Pemeriksaan tambahan untuk diabetes dan kadar kolesterol tinggi dilakukan
karena kondisi ini merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung dan mungkin
memerlukan penanganan.[1]
Kadar kreatinin darah diukur untuk menilai adanya gangguan ginjal, yang mungkin
merupakan penyebab atau akibat dari hipertensi. Kadar kreatinin darah saja dapat
memberikan dugaan yang terlalu tinggi untuk laju filtrasi glomerulus. Panduan terkini
menganjurkan penggunaan rumus prediktif seperti formula Modification of Diet in Renal
Disease (MDRD) untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus (eGFR).[2] eGFR juga dapat
memberikan nilai awal/dasar fungsi ginjal yang dapat digunakan untuk memonitor efek
samping obat antihipertensi tertentu pada fungsi ginjal. Pemeriksaan protein pada sampel urin
digunakan juga sebagai indikator sekunder penyakit ginjal. Pemeriksaan Elektrokardiogram
(EKG/ECG) dilakukan untuk memeriksa tanda-tanda adanya beban yang berlebihan pada
jantung akibat tekanan darah tinggi. Pemeriksaan ini juga dapat menunjukkan adanya
penebalan dinding jantung (hipertrofi ventrikel kiri) atau tanda bahwa jantung pernah
mengalami gangguan ringan seperti serangan jantung tanpa gejala (silent heart attack).
Pemeriksaan foto Rntgen dada atau ekokardiogram juga dapat dilakukan untuk melihat
tanda pembesaran atau kerusakan pada jantung.[11]
Pencegahan[sunting | sunting sumber]

Cukup banyak orang yang mengalami hipertensi tetapi tidak menyadarinya.[54] Diperlukan
tindakan yang mencakup seluruh populasi untuk mengurangi akibat tekanan darah tinggi dan
meminimalkan kebutuhan terapi dengan obat antihipertensi. Dianjurkan perubahan gaya
hidup untuk menurunkan tekanan darah, sebelum memulai terapi obat. Pedoman British
Hypertension Society 2004 [54] mengajukan perubahan gaya hidup yang konsisten dengan
pedoman dari US National High BP Education Program tahun 2002[55] untuk pencegahan
utama bagi hipertensi sebagai berikut:
Menjaga berat badan normal (misalnya, indeks massa tubuh 2025 kg/m2).
Mengurangi asupan diet yang mengandung natrium sampai <100 mmol/
hari (<6 g natrium klorida atau <2,4 g natrium per hari). Banyak yang
tidak menyadari bahwa makanan ringan dan juga mie instan banyak
mengandung garam, demikian juga vetsin yang sebenarnya adalah
monosodium glutamate, karena sodium sebenarnya adalah nama lain dari
natrium.
Melakukan aktivitas fisik aerobik secara teratur, misalnya jalan cepat (30
menit per hari, pada hampir setiap hari dalam seminggu).
Batasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 3 unit/hari pada laki-laki dan tidak
lebih dari 2 unit/hari pada perempuan.

Mengonsumsi makanan yang kaya buah dan sayuran (misalnya, sedikitnya


lima porsi per hari).

Perubahan gaya hidup yang efektif dapat menurunkan tekanan darah setara dengan masingmasing obat antihipertensi. Kombinasi dari dua atau lebih perubahan gaya hidup dapat
memberikan hasil lebih baik.[54]
Penatalaksanaan hipertensi[sunting | sunting sumber]

Penatalaksanaan hipertensi dibedakan menjadi dua. Pada hipertensi ringan tanpa faktor resiko
atau kerusakan organ, penatalaksanaannya adalah dengan perubahan gaya hidup dan
memantau pasien selama 6-12 bulan. Pada hipertensi berat yang disertai dengan faktor resiko
dan kerusakan organ, penatalaksanaannya menggunakan terapi farmakologi (obat).[56]
Perubahan gaya hidup[sunting | sunting sumber]

Penanganan tipe pertama untuk hipertensi identik dengan menganjurkan perubahan gaya
hidup yang bersifat pencegahan[57] dan meliputi perubahan diet[58], olah raga, dan penurunan
berat badan. Semua perubahan ini telah terbukti menurunkan tekanan darah secara bermakna
pada orang dengan hipertensi.[59] Jika hipertensi cukup tinggi dan memerlukan pemberian
obat segera, perubahan gaya hidup tetap disarankan. Berbagai program diiklankan dapat
mengurangi hipertensi dan dirancang untuk mengurangi tekanan psikologis misalnya
biofeedback, relaksasi, atau meditasi. Namun, secara umum belum ada penelitian yang secara
ilmiah mendukung efektivitas program ini, karena penelitian yang ada masih berkualitas
rendah.[60][61][62]
Perubahan asupan diet seperti diet rendah natrium sangat bermanfaat. Diet rendah natrium
jangka panjang (lebih dari 4 minggu) pada Kaukasia efektif menurunkan tekanan darah, baik
pada penderita hipertensi maupun pada orang dengan tekanan darah normal.[63] Selain itu, diet
DASH, suatu diet kaya kacang-kacangan, biji-bijian, ikan, unggas, buah, dan sayuran, yang
dipromosikan oleh National Heart, Lung, and Blood Institute, menurunkan tekanan darah.
Keistimewaan utama dari program ini adalah membatasi asupan natrium, namun demikian
diet ini kaya kalium, magnesium, kalsium, dan protein.[64]
Pengobatan[sunting | sunting sumber]

Saat ini tersedia beberapa golongan obat yang secara keseluruhan disebut obat antihipertensi,
untuk pengobatan hipertensi. Risiko kardiovaskuler (termasuk risiko infark miokard dan
stroke) dan hasil pemeriksaan tekanan darah menjadi pertimbangan ketika meresepkan obat.
[65]
Jika pengobatan dimulai, Seventh Joint National Committee on High Blood Pressure
(JNC-7) dari National Heart, Lung, and Blood Institute [2] menyarankan agar dokter
memonitor respons pasien terhadap pengobatan serta menilai apakah terjadi efek samping
akibat obat yang digunakan. Penurunan tekanan darah sebesar 5 mmHg dapat mengurangi
risiko stroke sebesar 34% dan risiko penyakit jantung iskemik hingga 21%. Penurunan
tekanan darah juga dapat mengurangi kemungkinan demensia, gagal jantung, dan mortalitas
yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler.[66] Pengobatan harus ditujukan untuk
mengurangi tekanan darah hingga kurang dari 140/90 mmHg untuk sebagian besar orang, dan
lebih rendah lagi untuk mereka yang memiliki diabetes atau penyakit ginjal. Sejumlah
praktisi medis menyarankan agar tekanan darah dijaga pada level di bawah 120/80 mmHg.[65]

[67]

Jika tekanan darah yang diharapkan tidak tercapai, maka diperlukan pengobatan lebih
lanjut.[68]
Pedoman mengenai pilihan obat dan cara terbaik untuk menentukan pengobatan untuk
berbagai sub-kelompok pun berubah seiring berjalannya waktu dan berbeda-beda di berbagai
negara. Para ahli berbeda pendapat mengenai pengobatan terbaik untuk hipertensi.[69]
Pedoman Kolaborasi Cochrane, World Health Organization, dan Amerika Serikat mendukung
diuretik golongan tiazid dosis rendah sebagai terapi pilihan untuk lini pertama.[69][70] Pedoman
di Inggris menekankan penghambat kanal kalsium (calcium channel blocker/CCB) untuk
orang yang berusia di atas 55 tahun atau yang berdarah Afrika atau Karibia. Pedoman ini
menyarankan penghambat enzim konversi angiotensin (angiotensin-converting enzyme
inhibitor/ACEI) yang merupakan obat pilihan yang dianjurkan untuk pengobatan lini pertama
pasien berusia muda.[71] Di Jepang, pengobatan dianggap wajar apabila dimulai dengan satu
dari 6 golongan obat termasuk: CCB, ACEI/ARB, diuretik tiazid, penghambat reseptor beta,
dan penghambat reseptor alfa. Di Kanada semua obat ini, kecuali penghambat reseptor alfa,
dianjurkan sebagai lini pertama yang dapat digunakan.[69]
Kombinasi obat[sunting | sunting sumber]

Banyak orang memerlukan lebih dari satu obat untuk mengendalikan hipertensi mereka.
Pedoman JNC7[2] dan ESH-ESC [4] menyarankan untuk memulai pengobatan dengan dua
macam obat apabila tekanan darah lebih dari 20 mmHg di atas target tekanan darah sistolik
atau lebih dari 10 mmHg di atas target diastolik. Kombinasi yang lebih dipilih adalah
penghambat sistem reninangiotensin dengan antagonis kalsium, atau penghambat sistem
reninangiotensin dengan diuretik.[72] Kombinasi yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut:
Penghambat kanal kalsium dengan diuretik
Penghambat beta dengan diuretik
Penghambat kanal kalsium dihidropiridin dengan penghambat reseptor
beta
Penghambat kanal kalsium dihidropiridin dengan verapamil atau diltiazem

Kombinasi yang tidak boleh digunakan adalah sebagai berikut:


Penghambat kanal kalsium non-dihidropiridin (seperti verapamil atau
diltiazem) dengan penghambat reseptor beta
Dua jenis penghambat sistem reninangiotensin (contohnya, penghambat
enzim konversi angiotensin + penghambat reseptor angiotensin)
Penghambat sistem reninangiotensin dan penghambat reseptor beta
Penghambat reseptor beta dan obat anti-adrenergik. [72]

Hindari kombinasi penghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II, diuretik, dan
OAINS (termasuk penghambat COX-2 selektif dan obat bebas tanpa resep seperti ibuprofen)
jika tidak mendesak, karena tingginya risiko gagal ginjal akut. Istilah awam dari kombinasi
ini adalah "triple whammy" dalam literatur kesehatan Australia.[57] Tersedia tablet yang
mengandung kombinasi tetap dari dua golongan obat tersebut. Meskipun nyaman
dikonsumsi, obat-obatan tersebut sebaiknya tidak diberikan untuk pasien yang biasa
menjalani terapi dengan komponen obat tunggal.[73]
Pasien usia lanjut[sunting | sunting sumber]

Pengobatan hipertensi pada hipertensi sedang hingga berat menurunkan tingkat kematian dan
efek samping kardiovaskuler pada pasien usia 60 tahun ke atas.[74] Pada pasien yang berusia
lebih dari 80 tahun pengobatan tampaknya tidak mengurangi tingkat kematian secara
bermakna namun mengurangi risiko penyakit jantung.[74] Target tekanan darah yang
direkomendasikan adalah kurang dari 140/90 mm Hg dengan diuretik tiazid sebagai obat
pilihan di Amerika Serikat.[75] Pada versi revisi pedoman Inggris, penghambat kanal kalsium
merupakan obat pilihan dengan target hasil pemeriksaan secara klinis kurang dari
150/90 mmHg, atau kurang dari 145/85 mmHg pada pemantauan dengan tekanan darah
ambulatori atau di rumah.[71]
Hipertensi resisten[sunting | sunting sumber]

Hipertensi resisten adalah hipertensi yang terus berada di atas target tekanan darah, meskipun
telah digunakan tiga obat antihipertensi sekaligus dari golongan obat antihipertensi yang
berbeda. Pedoman pengobatan hipertensi resisten telah dipublikasikan di Inggris [76] and the
US.[77]
Kemungkinan terkena penyakit ini[sunting | sunting sumber]

Per tahun 2000, hampir satu miliar orang atau kira-kira 26% dari populasi dewasa dunia
mengalami hipertensi.[78] Ini biasa terjadi baik di negara maju (333 juta) maupun negara
berkembang (639 juta).[78] Namun, angka ini sangat bervariasi di beberapa wilayah dengan
angka terendah 3,4% (laki-laki) dan 6,8% (perempuan) di pedalaman India dan tertinggi
68,9% (laki-laki) dan 72,5% (perempuan) di Polandia.[79]
Pada 1995 diperkirakan 43 juta orang di Amerika Serikat mengalami hipertensi atau
menjalani terapi antihipertensi. Angka ini mewakili hampir 24% dari populasi dewasa di AS.
[80]
Jumlah hipertensi di Amerika Serikat meningkat dan mencapai 29% pada 2004.[81][82] Per
tahun 2006 hipertensi menyerang 76 juta orang dewasa di Amerika Serikat (34% dari
populasi) dan kasus terbanyak terjadi pada orang dewasa ras Afrika-Amerika yakni sebesar
44%.[83] Penyakit ini lebih banyak dialami oleh penduduk asli Amerika dan lebih sedikit
dialami oleh kelompok kulit putih dan ras Meksiko-Amerika. Jumlah ini meningkat seiring
bertambahnya usia, dan lebih banyak ditemukan pada Amerika Serikat bagian tenggara.
Hipertensi lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan (meskipun selisih
tersebut cenderung menurun pada perempuan menopause) dan pada kelompok dengan status
sosioekonomi rendah.[1]
Anak[sunting | sunting sumber]

Jumlah tekanan darah tinggi pada anak semakin meningkat.[84] Sebagian besar hipertensi pada
anak, terutama pada usia pra-remaja, merupakan hipertensi sekunder akibat penyakit yang
mendasarinya. Selain obesitas, penyakit ginjal menjadi penyebab hipertensi yang tersering
(6070%) pada anak. Remaja biasanya mengalami hipertensi primer atau esensial (tidak
diketahui penyebabnya), yakni mencapai 8595% dari seluruh kasus.[85]
Sejarah[sunting | sunting sumber]

Gambar pembuluh vena dari Exercitatio anatomica de motu cordis et sanguinis


in animalibus karya Harvey (Suatu Praktik Anatomi mengenai Pergerakan
Jantung dan Darah pada Makhluk Hidup)

Pemikiran modern tentang sistem kardiovaskuler dimulai dengan karya dokter William
Harvey (15781657). Harvey menjelaskan tentang sirkulasi darah di dalam bukunya yang
berjudul De otu ordis ("Pergerakan Jantung dan Darah"). Seorang pendeta Inggris Stephen
Hales membuat publikasi pertama mengenai pengukuran tekanan darah pada tahun 1733.[86]
[87]
Deskripsi hipertensi sebagai suatu penyakit datang dari, di antaranya, Thomas Young pada
tahun 1808 dan Richard Bright pada tahun 1836.[86] Laporan pertama tentang tekanan darah
yang meningkat pada seseorang tanpa bukti adanya penyakit ginjal dibuat oleh Frederick
Akbar Mahomed (18491884).[88] Namun, hipertensi sebagai sebuah entitas klinis baru
muncul pada 1896 dengan ditemukannya sfigmomanometer menggunakan manset oleh
Scipione Riva-Rocci pada 1896.[89] Dengan penemuan ini, pengukuran tekanan darah dapat
dilakukan di klinik. Pada 1905, Nikolai Korotkoff mengembangkan teknik tersebut dengan
mendeskripsikan bunyi Korotkoff yang terdengar saat arteri diauskultasi dengan stetoskop
pada saat manset sfigmomanometer dikempiskan.[87]
Menurut sejarah, pengobatan untuk apa yang disebut dengan "penyakit nadi keras (hard pulse
disease)" terdiri dari penurunan jumlah darah melalui pengeluaran darah atau penggunaan
lintah.[86] Yellow Emperor dari Cina, Cornelius Celsus, Galen, dan Hippocrates menyarankan
pengeluaran darah.[86] Pada abad ke-19 dan ke-20, sebelum adanya terapi farmakologi yang
efektif untuk hipertensi, digunakan tiga modalitas pengobatan, semuanya dengan berbagai
efek samping. Modalitas ini mencakup pembatasan ketat konsumsi natrium (contohnya, diet
nasi[86]), simpatektomi (ablasi bedah pada bagian sistem saraf simpatis), dan terapi pirogen
(penyuntikan zat yang menyebabkan demam, secara tidak langsung menurunkan tekanan
darah).[86][90] Zat kimia pertama untuk hipertensi, natrium tiosianat, digunakan pada 1900
namun memiliki banyak efek samping dan kurang disukai.[86] Beberapa jenis obat lainnya
dikembangkan setelah Perang Dunia Kedua. Yang paling disukai dan cukup efektif adalah
tetrametilamonium klorida dan turunannya heksametonium, hidralazin, dan reserpin (turunan
dari tumbuhan obat Rauwolfia serpentina). Terobosan besar dicapai dengan penemuan obat
oral pertama yang dapat ditoleransi dengan baik. Yang pertama klorotiazid, diuretik tiazid

pertama, yang dikembangkan dari antibiotik sulfanilamid dan mulai tersedia pada 1958.[86][91]
Obat ini meningkatkan ekskresi garam dan mencegah akumulasi cairan. Uji klinik acak
terkontrol yang disponsori oleh Veterans Administration membandingkan hidroklorotiazid
plus reserpin plus hidralazin versus plasebo. Penelitian ini dihentikan lebih awal karena pada
kelompok tekanan darah tinggi yang tidak mendapatkan pengobatan terjadi lebih banyak
komplikasi dibandingkan pasien yang diobati, dan dirasakan tidak etis untuk tidak
memberikan pengobatan kepada mereka. Penelitian tersebut dilanjutkan pada kelompok
pasien dengan tekanan darah yang lebih rendah dan menunjukkan bahwa bahkan pada pasien
dengan hipertensi ringan, pengobatan dapat mengurangi hampir lebih dari setengah risiko
kematian akibat penyakit kardiovaskuler.[92] Pada 1975, Lasker Special Public Health Award
diberikan kepada tim yang telah mengembangkan klorotiazid.[90] Hasil penelitian ini
mendorong kampanye kesehatan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terhadap
hipertensi dan mempromosikan pengukuran dan pengobatan tekanan darah tinggi.
Pengukuran ini tampaknya telah memegang sebagian peranan dalam penurunan angka stroke
dan penyakit jantung iskemik sebesar 50% antara 1972 dan 1994.[90]

You might also like