Professional Documents
Culture Documents
ARTIKEL
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan
SUGIARTO
0401512064
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan perangkat dan proses pembelajaran ditinjau
dari aspek humanistik, konstruktivistik dan problem-solving, menelaah kemampuan literasi
matematika serta karakter demokratis pada pembelajaran limit fungsi kelas XI IPA 1 SMA N
1 Pegandon Kendal.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan strategi studi kasus. Subjek penelitian
ini adalah 35 siswa dan 1 guru matematika. Metode dokumentasi, check-list, observasi,
kuesioner dan wawancara digunakan untuk mendeskripsikan perangkat dan proses
pembelajaran, serta karakter demokratis. Metode tes berpola PISA digunakan untuk menelaah
literasi matematika pada materi limit fungsi.
Hasil penelitian ini adalah 1) deskripsi silabus yang memiliki aspek humanistik, aspek
konstruktivistik dan aspek problem-solving sangat rendah, 2) deskripsi RPP yang memiliki
aspek humanistik, aspek konstruktivistik, aspek problem-solving yang rendah, 3) deskripsi
bahan ajar yang memiliki aspek humanistik rendah, aspek konstruktivistik sedang, aspek
problem-solving sedang, 4) deskripsi LKPD yang memiliki aspek humanistik, aspek
konstruktivistik, aspek problem-solving yang sangat rendah, 5) deskripsi proses pengajaran
yang memiliki aspek humanistik sedang, aspek konstruktivistik rendah, aspek problemsolving rendah, 6).deskripsi proses belajar siswa yang memiliki aspek humanistik sedang,
aspek konstruktivistik rendah, aspek problem-solving rendah, 7) rata-rata kemampuan literasi
matematika untuk materi limit fungsi tergolong rendah, kemampuan formulasi (formulate)
sedang, kemampuan penerapan (employ) rendah, kemampuan penafsiran (interpret) rendah,
8) Karakter demokratis peserta didik masih rendah
Kata Kunci: aspek humanistik, aspek konstruktivis, aspek problem-solving, karakter
demokratis, kemampuan literasi matematika
Abstract
The purposes of this study is to describe the learning and teaching process in terms of
humanistic, constructivist and problem-solving aspect, evaluate the mathematical literacy,
describe the democratic character on the limit function learning in the grade XI IPA 1 SMAN
1 Pegandon Kendal.
This study is a qualitative research, strategy that used is the case study. The subjects are
35 students and 1 mathematics teacher. Documentation, check lists , observations,
questionnaires and interviews methods are used to describe the learning and teaching process,
and the democratic character. Written test method with PISA pattern used to measure the
mathematical literacy.
The results of this study are 1) the syllabus has a very low humanistic, constructivist
and problem-solving aspects, 2) Lesson Plan has a low humanistic, constructivist, and
problem-solving aspect, 3) learning material has a low humanistic aspects, middle
constructivist and problem-solving aspects, 4) Students Worksheet has a very low humanistic,
constructivist, and problem-solving aspect, 5) the teaching process has middle humanistic
aspects, low constructivist and problem-solving aspect, 6). the learning process have middle
humanistic aspects, low constructivist and problem-solving aspect, 7) average of
mathematical literacy for limit function is low, average ability of formulations is midle, the
average ability of the application is low, the average ability of interpretation is low,
8).democratic character of students are still low.
Keywords: humanistic aspects, constructivist aspects, problem-solving aspect, democratic
character, mathematical literacy
Pendahuluan
Berdasarkan catatan guru yang mengajar peserta didik kelas XI IPA 1 SMA N 1 Pegandon
diketahui bahwa hasil belajar peserta didik pada tiga tahun terakhir untuk materi limit fungsi
masih rendah yaitu memiliki rata-rata 56. dan diketahui pula bahwa peserta didik belum
memiliki penguasaan konsep yang baik terlihat dari ketidakmampuan peserta didik (yang
berupa miskonsepsi dan mispersepsi) dalam mengerjakan soal-soal yang mempertanyakan
mengenai konsep limit kiri, konsep limit kanan, konsep limit suatu fungsi, kontinuitas dan
sejenisnya, hal tersebut mengindikasikan rendahnya literasi matematika peserta didik
khususnya yang menyangkut domain konten. Selain itu peserta didik belum memiliki
kemampuan problem-solving yang baik, terlihat dari ketidak-mampuan siswa dalam
memecahkan
masalah-masalah
yang
belum
pernah
dicontohkan
guru,
hal
ini
for
Economic
Cooperation and
Development
(OECD)
menyelenggarakan program asesmen bagi siswa secara internasional yaitu The Programme
for International Student Assessment (PISA). Pada tahun 2012 PISA diikuti oleh 65 negara
2
termasuk Indonesia, dan disimpulkan bahwa peserta literasi matematika peserta didik di
Indonesia berada pada peringkat ke-64 dari 65 negara yang turut berpartisipasi, dengan skor
rerata 375 (www.oecd.org). Peringkat Indonesia pada PISA tahun 2009 berada pada
peringkat ke-61 dari 65 negara, jadi
peringkat Indonesia
tingkatan yang menjadikan peringkat dua dari bawah, walaupun skor rerata meningkat
empat point.. Berkaitan dengan literasi matematika kedudukan Indonesia masih tergolong
rendah.
Karakter yang tumbuh dan berkembang pada diri peserta didik belum optimal.
Belum optimalnya karakter peserta didik bisa dilihat dari hasil pengamatan guru bahwa para
peserta didik belum terbiasa bersikap demokratis, Belum terbiasanya peserta didik dalam
bersikap demokratis terlihat pada saat diskusi kelas yang diikuti oleh 35 peserta didik selama
60 menit, hanya 6% (yaitu sebanyak 2 anak) yang memaparkan ide-ide atau pemecahan
masalahnya, hanya 26% (yaitu sebanyak 9 anak) yang benar-benar mendengar dan
menghargai pendapat temannya, hanya 6% (yaitu sebanyak 2 anak) yang memberikan kritik
yang membangun. hanya 20% (yaitu sebanyak 7 anak) yang benar-benar mengerti tujuan
kelompoknya dan bekerja dengan anggota-anggota kelompoknya untuk mencapai tujuan
tersebut, hanya 6% (yaitu sebanyak 2 anak) yang selalu mempertemukan berbagai ide atau
pendapat yang berbeda-beda menjadi ide atau pendapat yang paling dapat diterima, hanya
6% (yaitu sebanyak 2 anak) yang selalu mendorong anggota-anggota kelompoknya untuk
bekerja bersama memecahkan maalah yang diberikan kepada kelompoknya.
Perilaku guru dalam pembelajaran di kelas selama ini cenderung mengajarkan
matematika sebagai serangkaian prosedur, belum merupakan serangkaian kegiatan yang
mampu membangun konsep dan menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah. Selain itu,
guru belum terbiasa dalam mengarahkan peserta didiknya untuk memahami diri-sendiri dan
lingkungannya, belajar bagaimana caranya belajar sesuai pemahaman atas diri dan
lingkungannya,
menemukan
minat
dan
potensi
diri
serta
mendorong
untuk
Kajian Pustaka
Pendidikan humanistik
Pendidikan humanistik (humanistic education) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
berkaitan erat dengan psikologi humanistik (humanistic psychology) yang dikembangkan
secara individual oleh dua psikolog Carl Rogers dan Abraham Maslow. Pendidikan
humanistik merupakan reaksi balik terhadap teori behaviorisme dan psiko-analisis yang
mekanistik. Behaviorisme menekankan pembelajaran yang dikondisikan dan psiko-analisis
menenkankan dampak dari pengalaman-pengalaman awal yang tersimpan di dalam alam
bawah sadar. Psikologi humanistik menyiratkan bahwa terdapat banyak hal dalam diri
manusia lebih dari sekedar reaksi buta terhadap penghargaan dan hukuman atau berbagai
dampak dari pengalaman hidup dalam lima tahun yang pertama. Dalam pendidikan
humanistik individu dipandang sebagai individu yang memiliki pilihan bukan sekedar korban
dari keturunan atau pengalaman masa lalu. Jadi seseorang harus memiliki banyak pilihan
tentang apa yang akan dipelajarinya, dan bagaimana cara mempelajarainya. Pengalaman
ditangani dari sudut pandang peserta didik, yang artinya guru sebaiknya menemukan cara
pembelajaran untuk setiap individu.
Moskovitz (dalam Khatib, Sarem dan Hamidi. 2013) mengemukakan tujuan utama
pendidikan adalah untuk memberikan pembelajaran dan lingkungan yang memfasilitasi
pencapaian potensi sepenuhnya dari peserta didik.
Pendidikan humanistik adalah pendidikan yang ditandai dengan pengembangan
kepribadian peserta didik secara menyeluruh dan dari berbagai aspek dalam suasana
kebebasan intelektual dan menghormati martabat peserta didik menuju kehidupan yang dapat
dicapai dengan sebaik-baiknya dan setinggi-tingginya dalam tiga wilayah kehidupan yang
mendasar, yaitu : 1) sebagai individu yang merealisasikan potensinya secara harmonis dan
autentik, 2) sebagai warga negara yang terlibat dan bertanggung jawab dalam demokrasi dan
3) sebagai manusia yang memperkaya dan menyempurnakan dirinya sendiri melalui
keterlibatan aktif terhadap pencapaian (prestasi) kolektif dari kebudayaan manusia (Aloni,
2007:77).
Menurut Drost (1998:110) hasil pengajaran dan pendidikan humanistik adalah
tumbuhnya penalaran kritis dan kemampuan untuk mengungkapkan diri demikian rupa
hingga terjalin komunikasi yang bermutu. Perhatian psikologi humanistik yang terutama
tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksudmaksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.
Rujukan mengenai aspek konstruktivistik juga diperoleh dari (Mayor dan Mangope,
2012:139) yang menyatakan bahwa proses pembentukan pengetahuan adalah proses yang
aktif, pengetahuan tidak sekedar disimpan ke dalam pikiran seseorang, melainkan harus
dibangun oleh peserta didik melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar.
Menurut
filsafat
konstruktivisme
pengetahuan
seseorang
itu
dibentuk
(dikonstruksikan) oleh siswa sendiri. Perolehan pengetahuan harus melalui tindakan secara
aktif dari siswa (Suparno,1997).
Matthews (dalam Suparno, 1997) secara garis besar membagi aliran konstruktivisme
menjadi
dua,
yaitu
konstruktivisme
psikologi
dan
konstruktivisme
sosiologi.
menekankan bahwa pentingnya interaksi sosial dengan orang lain yang punya pengetahuan
lebih baik. Dengan interaksi itu siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan
pengetahuan yang dimiliki orang lain yang memiliki pengetahuan lebih baik.
Senada dengan tersebut diatas Piaget menyatakan pemerolehan pengetahuan harus
melalui tindakan dan interaksi aktif dari peserta didik terhadap lingkungan (Orton, 1991).
Jadi pembelajaran konstruktivistik adalah suatu pembelajaran yang didasarkan faham bahwa
perolehan pengetahuan berasal dari diri siswa sendiri dengan cara membangun pengetahuan
berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya melalui tindakan dan interaksi dengan
lingkungannya.
Problem-Soving
Pemecahan masalah merupakan proses menerapkan pengetahuan yang ada untuk situasi yang
baru dalam rangka untuk memperoleh pengetahuan baru. Majid (2011) mengatakan bahwa
model problem solving merupakan cara memberikan pengertian dengan menstimulasi anak
didik untuk memperhatikan, menelaah dan berpikir tentang suatu masalah untuk selanjutnya
menganalisis masalah tersebut sebagai upaya untuk memecahkan masalah.
Agar suatu pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan keinginan, maka perlu suasana
belajar yang sesuai dengan model yang digunakan. Killen (1998) mengatakan bahwa suasana
belajar yang sesuai dengan pembelajaran yang menggunakan model problem-solving adalah
sebagai berikut.
(1)
(2)
Ketika siswa memecahkan masalah, berilah dorongan untuk membuat hipotesis yang
mengarah ke generalisasi terhadap permasalahan yang ada.
(3)
Memberikan waktu siswa untuk memikirkan permasalahan yang ada dan cara
menyelesaikannya sebelum mereka mencoba untuk menggunakan salah satu cara dalam
penyelesaian masalah tersebut.
(4)
Cobalah untuk memenuhi kebutuhan belajar mereka secara individu yang mengalami
kesulitan dalam memecahkan masalah.
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Bantulah siswa agar bertanya pada diri sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan yang
mengarah pada solusi yang diinginkan.
(10) Jika siswa bekerja sama dalam pemecahan masalah, maka mereka harus saling bekerja
sama dalam pemecahan masalah.
(11) Berilah dorongan pada siswa untuk menulis tentang permasalahan, mengidentifikasi
permasalahan, mengembangkan pendekatan sistematis dalam pemecahan masalah.
(2)
(3)
(4)
dengan
Isoda dan Olfos (dalam Isoda, 2011: 16-18) mengembangkan instrument self-checklist
untuk implementasi pendekatan problem solving yang disajikan dalam Tabel 1 sebagai
berikut.
Tabel 1 Checklist Rencana Pembelajaran: Evaluasi Diri (Isoda dan Olfos, 2009)
Pemaparan Masalah (Problem Posing)
1. Guru memberikan tugas yang dapat dipecahkan dalam cara yang
berbeda-beda dengan menerapkan pengetahuan yang telah
dipelajari sebelumnya dan memberikan materi tertentu untuk
dipelajari
Evaluasi Diri
4 3 2 1
2.
4
4
3
3
2
2
1
1
10
Literasi Matematika
Kata literasi berasal dari bahasa Inggris literacy, yang artinya kemampuan untuk
membaca dan menulis. Definisi dari literasi matematika menurut Ojose (2011) adalah
pengetahuan untuk mengetahui dan menerapkan metematika dasar dalam kehidupan kita
sehari-hari. Pada masa lalu dan juga masa sekarang, kemampuan membaca atau menulis
merupakan kompetensi utama yang sangat dibutuhkan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Tanpa kemampuan membaca dan menulis, komunikasi antar manusia sulit berkembang ke
taraf yang lebih tinggi. Menurut Martin (2007), literasi lebih dari pada kemampuan membaca,
menulis, berbicara, dan penggunaan bahasa, literasi adalah kemampuan menggunakan bahasa
dan lebih ke aktivitasnya. aktivitas sangat penting dalam pembelajaran matematika karena
dapat membantu meningkatkan prestasi siswa, hal ini sesuai dengan pendapat (House, 2006)
yang menyatakan bahwa prestasi matematika siswa yang disebabkan karena faktor internal
(kerja keras atau aktivitas) lebih baik dibandingkan prestasi siswa yang disebabkan karena
faktor eksternal.
Pengertian literasi matematika menurut framework PISA 2015 adalah kemampuan
seseorang untuk merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam berbagai
konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan
konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan atau memperkirakan
fenomena/kejadian. Literasi matematika membantu seseorang untuk memahami peran atau
kegunaan matematika di dalam kehidupan sehari-hari sekaligus menggunakannya untuk
membuat keputusan-keputusan yang tepat sebagai warga negara yang membangun, peduli
dan berpikir (OECD, 2014).
Peserta didik dalam literasi matematika PISA 2015 dipandang sebagai pemecah
masalah aktif. Fokus dalam definisi literasi matematika adalah keterlibatan aktif dalam
matematika, dan dimaksudkan untuk mencakup penalaran matematis dan menggunakan
11
konsep matematika, prosedur, fakta dan alat-alat dalam menggambarkan, menjelaskan dan
memprediksi sebuah fenomena. Keterlibatan aktif peserta didik ditunjukkan dengan
merumuskan (formulate), menerapkan (employ), dan menafsirkan (interpret). Penjelasan
lebih lanjut dari kata kerja tersebut sebagai berikut.
1.
12
mengadopsi seperangkat nilai-nilai yang mencakup kontribusi bagi kebaikan kelompok mereka dan
kebaikan bersama. Ada sejumlah kesamaan penting antara menjadi warga negara yang efektif dalam
demokrasi dan
kelompok pembelajaran kooperatif adalah mikrokosmos dari demokrasi. Hal tersebut ditunjukan pada
Tabel 2 berikut ini (Nucci dan Narvaez (Ed.), 2008:224-225).
Demokrasi
13
Pembelajaran Kooperatif
Anggota menilai setiap kontribusi yang
diberikan untuk kebaikan kelompok dan
kebaikan umum
Demokrasi
Warga negara menilai setiap kontribusi
yang diberikan untuk kebaikan kelompok
dan kebaikan umum
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan strategi yang digunakan adalah studi
kasus. Subjek penelitian ini adalah 35 peserta didik dan 1 guru matematika di SMA N 1
Pegandon Kendal.. Metode dokumentasi, check-list, observasi, kuesioner dan wawancara
digunakan untuk mendeskripsikan perangkat dan proses pembelajaran ditinjau dari aspek
humanistik, konstruktivis dan problem-solving, serta untuk mendeskripsikan karakter
demokratis peserta didik. Metode tes tertulis dengan kisi-kisi berpola PISA digunakan untuk
menelaah kemampuan literasi matematika pada materi limit fungsi.
Pada penelitian ini data yang digunakan berupa data perangkat pembelajaran (yang
meliputi silabus, RPP, Bahan Ajar, LKPD) yang diperoleh dengan teknik dokumentasi, data
pelaksanaan pembelajaran yang diperoleh dari hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran
juga dari hasil kuesioner dan wawancara, data kemampuan literasi matematika yang diperoleh
dari hasil tes kemampuan literasi matematika untuk materi limit fungsi, dan data karakter
yang dipeoleh dari hasil pengamatan dan hasil wawancara. Teknik pengumpulan data
pembelajaran dapat disajian dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 3 Teknik Pengumpulan Data Pembelajaran
Tahap Pembelajaran
Limit Fungsi Oleh Guru
Kelas XI IPA1
Perencanaan
Pelaksanaan
Subjek / Objek
Teknik
Pengumpulan
Data
Sumber Data
1. Silabus
2. RPP
3. Bahan Ajar
4. LKPD
Dokumentasi
1. Proses
Pengajaran
Guru
Observasi,
Kuesioner,
Wawancara,
Guru
Peserta Didik
Guru dan
Peserta Didik
Kuesioner
2. Proses
Belajar Siswa Wawancara,
XI IPA 1
Peserta Didik
Peserta Didik
Check-list
Wawancara
Dokumen
Perangkat
Guru Kelas XI
IPA 1
14
KARAKTER
Demokratis
Proses /
Aktivitas
Belajar Siswa
TEKNIK
PENGUMPULAN
DATA
Kuesioner
Wawancara (Mendalam)
SUMBER
DATA
Peserta Didik
Peserta Didik
15
6,00
5,00
(Sangat Tinggi)
5,00
4,00
3,00
2,00
1,11
(Sangat Rendah)
1,73
(Sangat Rendah)
1,00
(Sangat Rendah)
1,00
0,00
Aspek Kelengkapan
Komponen
Aspek Humanistik
Aspek
Konstruktivistik
Aspek Problem
Solving
4,50
4,20
(Sangat Tinggi)
4,00
3,50
3,00
2,44
(Rendah)
2,50
2,30
(Rendah)
2,17
(Rendah)
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
Aspek Kelengkapan
Komponen
Aspek Humanistik
Aspek
Konstruktivistik
Aspek Problem
Solving
16
Bahan ajar memiliki aspek kelengkapan komponen yang sangat tinggi, aspek
humanistik rendah, aspek konstruktivis sedang, aspek problem-solving sedang. Deskripsi
bahan ajar tersebut dapat dilukiskan ke dalam Gambar 3 sebagai berikut.
4,50
4,00
3,86
(Sangat Tinggi)
3,20
(Sedang)
3,50
3,00
(Sedang
3,00
2,50
1,50
(Sedang)
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
Aspek
Konstruktivistik
Aspek Problem
Solving
sebagai berikut.
3,50
3,00
2,86
(Sedang)
2,50
2,00
1,50
1,13
(Sangat Rendah)
1,20
(Sangat Rendah)
Aspek Humanistik
Aspek
Konstruktivistik
1,50
(Sangat Rendah)
1,00
0,50
0,00
Aspek Kelengkapan
Komponen
Aspek Problem
Solving
2,79
(Sedang)
2,23
(Rendah)
2,24
(Rendah)
Aspek Konstruktivistik
2,5
2
1,5
1
0,5
0
Aspek Humanistik
3,5
3
2,93
(Sedang)
2,35
(Rendah
2,5
2,15
(Rendah)
2
1,5
1
0,5
0
Aspek Humanistik
Aspek Konstruktivistik
Kemampuan literasi matematika untuk materi limit fungsi memiliki rata-rata 28.83,
rata-rata kemampuan formulasi (formulate) 41.48, rata-rata kemampuan penerapan (employ)
26.48, rata-rata kemampuan penafsiran (interpret) 27,94, 8) Karakter demokratis peserta didik
masih rendah. Kemampuan literasi matematika tersebut dapat dilukiskan dalam grafik se agai
berikut.
41,48
(Sedang)
45
40
35
27,94
(Rendah)
26,48
(Rendah)
30
25
20
15
10
5
0
Kemampuan Formulasi
(Formulate)
Kemampuan Penerapan
(Employ)
Kemampuan Penafsiran
(Interprete)
70
60
57,86
50
36,36
40
27,24
30
22,04
20
31,13
23,65
19,23
10
0
Com
munication
Mathe
matising
Represen
tation
19
Penyajian Distribusi Kemampuan Matematika Dasar dalam bentuk grafik adalah seperti pada
Gambar 9 sampai dengan Gambar 15 berikut.
Sangat
Tinggi
0%
Rendah
6%
Sangat
Rendah
0%
Sangat
Rendah
52%
Sedang
14%
Rendah
34%
Gambar 9 Communication
Gambar 10 Mathematising
Sangat
Tinggi
9%
Tinggi
14%
Sangat
Rendah
26%
Sangat
Tinggi
0%
Tinggi
0%
Sedang
11%
Sedang
11%
Rendah
37%
Rendah
63%
Sangat
Tinggi
0%
Sangat
Tinggi
0%
Tinggi
48%
Sedang
46%
Sangat
Rendah
29%
Tinggi
0%
Tinggi
0%
Sedang
6%
Rendah
34%
Sangat
Rendah
60%
Gambar 12 Representation
Sangat
Rendah
12%
Sangat
Tinggi
0%
Tinggi
0%
Sedang
14%
Rendah
74%
20
Sangat
Tinggi
9%
Tinggi
14%
Sangat
Rendah
29%
Sedang
11%
Rendah
Keterkaitan antara hal-hal yang diteliti pada penelitian ini adalah 1) tingkat
implementasi aspek humanistik dari proses pengajaran guru berdampak terhadap tingkat
implementasi aspek humnistik dari pross belajar oleh diri peserta didik, 2) Implementasi
aspek-aspek humanistik dalam
21
lingkungan, yang relatif paling menonjol adalah arahan guru agar peserta didik
membiasakan hubungan pribadi yang positif, b) aspek konstruktivistik yang relatif paling
lemah adalah penerapan pembelajaran kooperatif, yang relatif paling menonjol adalah
arahan guru untuk menggunakan bahan ajar yang realistik, relevan dan konstruktif, c)
aspek problem-solving yang relatif paling lemah adalah arahan guru untuk membuat
ringkasan hasil diskusi, yang relatif paling menonjol adalah arahan guru agar peserta
didik menyajikan gagasannya.
22
5) Pada proses belajar oleh peserta didik ditemukan bahwa a) aspek humanistik yang relatif
paling lemah adalah pembiasaan peserta didik untuk melakukan tindakan-tindakan nonotoriter (khususnya perundingan atau diskusi kelompok, membuat komitmen, dan
tanggung jawab bersama), yang relatif paling menonjol adalah tindakan peserta didik
membiasakan komunikasi antara peserta didik dengan peserta didik dan antara peserta
didik dengan guru., b) aspek konstruktivistik yang relatif paling lemah adalah
diperolehnya pengalaman belajar yang relevan (sesuai) dengan pengalaman yang telah
dimiliki peserta didik, yang relatif paling menonjol adalah diperolehnya pengalaman
belajar yang berbeda pada kelompok yang berbeda, c) aspek problem-solving yang relatif
paling lemah adalah upaya peserta didik menggunakan tahapan-tahapan secara lengkap
dalam menyelesaikan masalah, yang relatif paling menonjol adalah tindakan menyimak
dan membandingkan dengan pemikiran peserta didik lainnya termasuk pemikirannya
sendiri saat peserta didik lain mengemukakan penyelesaian suatu masalah..
6) Kemampuan literasi matematika untuk materi limit fungsi secara umum memiliki ratarata yang masih rendah (41,48), rata-rata kemampuan formulasi (formulate) tergolong
sedang (41,28), rata-rata kemampuan penerapan (employ) tergolong rendah (21,48), ratarata kemampuan penafsiran (interpret) tergolong rendah (27,94). Jadi kemampuan
literasi yang paling lemah adalah pada kemampuan penerapan (employ) yaitu
kemampuan untuk melibatkan penerapan penalaran matematika dan menggunakan
konsep-konsep matematika, prosedur, fakta dan alat-alat untuk mendapatkan solusi
matematis. Kemampuan literasi yang paling menonjol adalah kemampuan formulasi
(formulate), yaitu kemampuan merumuskan situasi matematis melibatkan proses
identifikasi untuk menerapkan dan menggunakan matematika, antara lain merumuskan
suatu problem dunia nyata menjadi suatu model matematika tertentu.
7) Karakter demokratis peserta didik kelas XI IPA SMA N 1 Pegandon pada pembelajaran
materi limit fungsi tergolong masih rendah. Indikator karakter demokratis yang relatif
paling lemah adalah kesediaan peserta didik dalam mendengarkan peserta didik lainnya
yang sedang mengungkapkan gagasannya dengan hormat dan penuh perhatian, yang
relatif paling kuat adalah peserta didik menghargai peserta didik lainnya secara sama
tanpa mempertimbangkan jenis kelamin, budaya, dan agama.
Implikasi
Berikut ini adalah konsekuensi logis dari simpulan tersebut.
23
1)
berdampak
terhadap tingkat implementasi aspek humnistik dari proses belajar oleh diri peserta didik.
Demikian juga untuk aspek konstruktivistik dan aspek problem-solving. Pada penelitian
ini proses pengajaran guru yang memiliki tingkat implementasi aspek humanistik sedang
berdampak pada proses belajar peserta didik yang memiliki tingkat implementasi aspek
humanistik yang sedang. Proses pengajaran guru yang memiliki tingkat implementasi
aspek konstruktivistik yang rendah berdampak pada proses belajar peserta didik yang
yang memiliki tingkat implementasi aspek konstruktivistik yang rendah. Proses
pengajaran guru yang memiliki tingkat implementasi aspek problem-solving yang rendah
berdampak pada proses belajar peserta didik yang yang memiliki tingkat implementasi
aspek problem-solving yang rendah.
2) Implementasi aspek-aspek humanistik dalam pembelajaran terutama yang berkaitan
dengan membiasakan hubungan pribadi yang positif, membiasakan dialog, dan
berkomunikasi untuk menciptakan kondisi psikologis yang nyaman (saling menerima,
tidak mencemooh) dapat berdampak meningkatkan intensitas dan kualitas dari aktivitas
belajar peserta didik, terutama aktivitas bertanya, menjawab, mendengar dan menghargai
pendapat, menayangkan solusi, mengkritik, merevisi, berargumentasi dan sejenisnya.
3) Implementasi aspek-aspek konstruktivistik dalam pembelajaran terutama yang berkaitan
dengan penerapan pembelajaran kooperatif dapat memberikan dampak peningkatkan
karakter demokratis dalam pembelajaran.
4) Implementasi aspek-aspek konstruktivistik dalam pembelajaran terutama yang berkaitan
dengan pemberian pengalaman belajar yang realistik, relevan dan konstruktif serta
pemberian bimbingan (scaffolding) dapat membantu peserta didik dalam membangun
(mengkonstruksi) konsep dan objek-objek matematika lainnya
5) Implementasi aspek-aspek problem-solving dalam pembelajaran secara keseluruhan
untuk menerapkan konsep dalam memecahkan suatu problem berdampak pada
peningkatkan kemampuan literasi matematika.
Saran
Berdasarkan simpulan dan implikasi tersebut di atas, peneliti menyarankan beberapa hal
berikut.
1) Bagi guru dalam merancang perangkat dan melaksanakan proses pembelajaran
hendaknya a) memasukan aspek humanistik terutama membiasakan dialog,
mengekspresikan potensi dan berkomunikasi untuk meningkatkan aktivitas belajar, b)
24
yang
diajukan
oleh
guru,
memecahkan
masalah
secara
mandiri,
Daftar Pustaka
Aloni, N. 2007. Enhancing humanity. Dordrecht: Springer.
Bahbahani, K. 2006. Inside Look: An Interior Portrait of Constructivist Teachers. Kelowna:
British Columbia.
Budiningsih, C.A. 2004. Pembelajaran Moral. Berpijak Pada Karakteristik Siswa dan
Budayanya. Jakarta: Rineka Cipta.
Drost, J.IGM. 1998. Pendidikan Sains yang Humanistis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Universitas Sanata Dharma.
25
OECD. 2010. The Programme for International Student Assessment (PISA). Diunduh dari
http://www.oecd.org/dataoecd/61/15/46241909.pdf [diakses 17 Oktober 2013]
OECD. 2014. Draft Mathematics Framework. Diunduh dari http: // www.oecd.org / pisa /
pisaproducts / Draf PISA 2015 20 Mathematics Framework. Pdf [diakses 6 Februari
2014]
Ojose, B. 2011. Mathematics Literacy: Are We Able to Put the Mathematics We Learn Into
Everyday Use. Journal of Mathematics Education Vol. 4 No. 1 Hal. 89-100.
Orton, A. 1991. Learning Mathematics: Issue, Theory and Classrom Practice, Iowa:Cassel.
OShea, J., & Leavy, A. M. 2013. Teaching Mathematical Problem Solving from an
Emergent Constructivist Perspective : The Experiences of Irish primary Teachers. J
Math Teacher Educ Vol. 16 Hal. 29331.
Pramudya, J. R. 2006. Orientasi Baru Pendidikan: Perlunya Reorientasi Posisi Pendidik dan
Peserta Didik. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, Vol. 3 No.1, Hal. 29-38..
Rudiyanto, M. S., dan Waluya, S. B. 2008. Model Pembelajaran Matematika Volum Benda
Putar Berbasis Teknologi dengan Strategi Konstruktivisme Student Active Learning
Berbantuan CD Interaktif Kelas XII.
26
27