Professional Documents
Culture Documents
1) Fraktur komplit
Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga tulang terbagi menjadi dua
bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh kerteks.
2) Fraktur inkomplit
Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak menyeberang,
sehingga tidak mengenai korteks (masih ada korteks yang utuh).
Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia luar,
meliputi:
1) Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak
menonjol malalui kulit.
2) Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan
lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3
grade yaitu:
a) Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit otot
b) Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot
c) Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf otot dan kulit.
Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:
1) Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang, sering terjadi pada anak-anak dengan tulang
lembek
2) Transverse yaitu patah melintang
3) Longitudinal yaitu patah memanjang
4) Oblique yaitu garis patah miring
5) Spiral yaitu patah melingkar
Black dan Matassarin (1993) mengklasifikasi lagi fraktur berdasarkan kedudukan fragmen yaitu:
1) Tidak ada dislokasi
2) Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi:
a) Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut
Usia penderita
Kelenturan tulang
Jenis tulang.
Dengan tenaga yang sangat ringan, tulang yang rapuh karena osteo Porosis atau tumor bisa
mengalami patah tulang
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup
kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal
yaitu:
1. Fraktur akibat peristiwa trauma. Sebagisan fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tibatiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau
penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena
dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan
fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
2. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan. Retak dapat terjadi pada tulang seperti
halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling
sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau
calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
3. Fraktur petologik karena kelemahan pada tulang. Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang
normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut
sangat rapuh.
Gejala
Nyeri biasanya merupakan gejala yang sangat nyata. Nyeri bisa sangat hebat dan biasanya
makin lama makin memburuk, apalagi jika tulang yang terkena digerakkan. Menyentuh daerah di
sekitar patah tulang juga bisa menimbulkan nyeri. Alat gerak tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya, sehingga penderita tidak dapat menggerakkan lengannya, berdiri diatas satu tungkai
atau menggenggam dengan tangannya. Darah bisa merembes dari tulang yang patah (kadang
dalam jumlah yang cukup banyak) dan masuk kedalam jaringan di sekitarnya atau keluar dari
luka akibat cedera.
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi kunik fraktur adalah sebagai berikut:
1. Nyeri. Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
2. Bengkak/edama. Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir
pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
3. Memar/ekimosis. Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah
di jaringan sekitarnya.
4. Spame otot. Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadu disekitar fraktur.
5. Penurunan sensasi. Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
6. Gangguan fungsi. Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme
otot. paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
7. Mobilitas abnormal. Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada
kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
8. Krepitasi. Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
9. Defirmitas. Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan
tulang kehilangan bentuk normalnya.
10. Shock hipouolemik. Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
11. Gambaran X-ray menentukan fraktur. Gambara ini akan menentukan lokasi dan tipe
fraktur
KOMPLIKASI
Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi menurut Doenges (2000) antara lain:
a. Shock
b. Infeksi
c. Nekrosis divaskuler
d. Cidera vaskuler dan saraf
e. Mal union
f. Borok akibat tekanan
Diagnosa
Foto rontgen biasanya bisa menunjukkan adanya patah tulang.Kadang perlu dilakukan CT scan
atau MRI untuk bisa melihat dengan lebih jelas daerah yang mengalami kerusakan.Jika tulang
mulai membaik, foto rontgen juga digunakan untuk memantau penyembuhan.
Pengobatan
Tujuan dari pengobatan adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang supaya satu
sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempel sebagaimana
mestinya. Proses penyembuhan memerlukan waktu minimal 4 minggu, tetapi pada usia lanjut
biasanya memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah sembuh, tulang biasanya kuat dan kembali
berfungsi.Pada beberapa patah tulang, dilakukan pembidaian untuk membatasi pergerakan.
Dengan pengobatan ini biasanya patah tulang selangka (terutama pada anak-anak), tulang bahu,
tulang iga, jari kaki dan jari tangan, akan sembuh sempurna.Patah tulang lainnya harus benarbenar tidak boleh digerakkan (imobilisasi).
Imobilisasi bisa dilakukan melalui,
Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada
tempatnya. Sekarang sudah jarang digunakan, tetapi dulu pernah menjadi pengobatan
utama untuk patah tulang pinggul.
Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam
pada pecahan-pecahan tulang. Merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul
dan patah tulang disertai komplikasi.Imobilisasi lengan atau tungkai menyebabkan otot
menjadi lemah dan menciut. Karena itu sebagian besar penderita perlu menjalani
Fisioterapi. Terapi dimulai pada saat imobilisasi dilakukan dan dilanjutkan sampai
pembidaian, gips atau traksi telah dilepaskan.
Pada patah tulang tertentu (terutama patah tulang pinggul), untuk mencapai
penyembuhan total, penderita perlu menjalani physioytherapy selama 6-8 minggu atau
kadang lebih lama lagi.
PATOFISIOLOGI 6
A. ZONA KERUSAKAN JARINGAN
1. Zona Koagulasi
Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat pengaruh panas.
2. Zona Statis
Daerah yang berada langsung di luar zona koagulasi, terjadi kerusakan endotel pembuluh darah
disertai kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguan perfusi (no flow
phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respons inflamasi lokal. Proses ini
berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona Hiperemi
Daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak melibatkan
reaksi seluler.
B. FASE LUKA BAKAR6
Dalam perjalanan penyakit dibedakan 3 fase pada luka bakar, yaitu :
1. Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini problem yang berkisar pada gangguan saluran nafas karena adanya cedera
inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini juga terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi
cairan dan elektrolit, akibat cedera termis yang bersifat sistemik.
2. Fase setelah syok berakhir / diatasi / fase subakut
Fase ini berlangsung setelah syok berakhir / dapat di atasi. Luka terbuka akibat kerusakan
jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya) dapat menimbulkan masalah, yaitu :
a.
Proses inflamasi
Proses inflamasi yang terjadi pada luka bakar berbeda dengan luka sayat elektif; proses inflamasi
di sini terjadi lebih hebat disertai eksudasi dan kebocoran protein.
Pada saat ini terjadi reaksi inflamasi lokal yang kemudian berkembang menjadi reaksi sistemik
dengan dilepaskannya zat-zat yang berhubungan dengan proses immunologik, yaitu kompleks
lipoprotein (lipid protein complex, burn-toxin) yang menginduksi respon inflamasi sistemik
(SIRS = Systemic Inflammation Response syndrome).
Proses penguapan cairan tubuh disertai panas / energi (evaporative heat loss) yang
menyebabkan perubahan dan gangguan proses metabolisme.
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah
pada fase ini adalah timbul penyulit dari luka bakar berupa parut hipertrofik, kontraktur dan
deformitas lain yang terjadi karena kerapuhan jaringan atau organ-organ stuktural, misalnya
bouttonirre deformity.
C. PATOFISIOLOGI 1,6
1.
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang
terkena suhu tinggi rusak sel darah yang di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
2. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan membawa serta
elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Tubuh kehilangan
cairan antara % - 1 %, Blood Volume setiap 1 % luka bakar. Kerusakan kulit akibat luka
bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebih (insensible
water loss meningkat).
3. Bila luka bakar lebih dari 20 % akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas yaitu :
gelisah, pucat dingin berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi
urine menurun (kegagalan fungsi ginjal).
4. Pada luka bakar daerah wajah dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap atau
uap panas yang terhisap. Gejala yang timbul adalah sesak nafas, takipneu, stridor, suara serak
dan berdahak berwarna gelap karena jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas
beracun lain. CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga tak mampu mengikat oksigen
lagi. Tanda keracunan yang ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada
keracunan berat terjadi koma. Bila lebih 60 % hemoglobin terikat CO, penderita akan meninggal.
4. KLASIFIKASI LUKA BAKAR 2,3
Klasifikasi luka bakar dibagi atas berdasarkan penyebab/ etiologi (seperti dijelaskan
diatas) dan kedalaman luka bakar.
A. Klasifikasi berdasarkan penyebab
B.
Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan
jaringan. Semakin lama waktu kontak, maka semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang
terjadi.
1. Luka bakar derajat satu
Ditandai dengan luka bakar superfisial dengan kerusakan pada lapisan epidermis.
Tampak eritema. Penyebab tersering adalah sengatan sinar matahari. Pada proses penyembuhan
terjadi lapisan luar epidermis yang mati akan terkelupas dan terjadi regenerasi lapisan epitel yang
sempurna dari epidermis yang utuh dibawahnya. Tidak terdapat bula, nyeri karena ujung-ujung
saraf sensorik teriritasi. Dapat sembuh spontan selama 5-10 hari.
2. Luka bakar derajat dua
Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis dan sebagian dermis dibawahnya, berupa reaksi
inflamasi akut disertai proses eksudasi. Pada luka bakar derajat dua ini ditandai dengan nyeri,
bercak-bercak berwarna merah muda dan basah serta pembentukan blister atau lepuh.biasanya
disebabkan oleh tersambar petir, tersiram air panas. Dalam waktu 3-4 hari, permukaan luka
bakar mengering sehingga terbentuklah krusta tipis berwarna kuning kecoklatan seperti kertas
perkamen. Beberapa minggu kemudian, krusta itu akan mengelupas karena timbul regenerasi
epitel yang baru tetapi lebih tipis dari organ epitel kulit yang tidak terbakar didalamnya. Oleh
karena itu biasanya dapat terdapat penyembuhan spontan pada luka bakar superfisial atau partial
thickness burn.
Gambar. 1 bula pada telapak tangan karena memegang dandang panas, luka in i digolongkan ke dalam luka bakar derajat dua, karena
epidermis berada diatas luka
apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjer keringat, kelenjer sebasea masih utuh
apendises kulit sperti folikel rambut, kelenjer keringat, kelenjer sebasea sebagian masih utuh.
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya terjadi dalam
waktu lebih dari satu bulan.
Gambar.2 ;luka bakar derajat dua dalam, pada anak yang tersiram kopi panas, luka berwarna merah muda, lunak pada penekanan, dan tampak
basah, sensasi nyeri sulit ditentukan pada anak.
Gambar.3 ;lula bakar derajat tiga, pada anak yang memegang pengeriting rambut luka kering tidak kemerahan dan berwarna putih
Selama periode pasca luka bakar dini sampai 5 hari, akan sulit untuk membedakan luka
bakar derajat dua atau tiga, tetapi pada minggu kedua sampai minggu ketiga pasca luka bakar di
mana tampak drainase dan eschar yang terpisah dari luka bakar derajat tiga. Setelah eschar
diangkat, sisa jaringan dibawahnya (biasanya lapisan subkutan) akan membentuk jaringan
granulasi, suatu massa yang terdiri dari sel-sel fibroblas dan jaringan penyambung yang kaya
pembuluh darah kapiler. Permukaan jaringan granulasi yang berwarna merah tua itu terbentuk
setelah 21 hari, dan dalam waktu 1 sampai 2 minggu kemudian sebaiknya dilakukan skin graft.
Klasifikasi
Luka bakar
dangkal
(superficial
burn)
Luka bakar
sebagian
dangkal
(superficial
partialthickness
burn)
Luka bakar
sebagian
dalam (deep
partialthickness
burn)
Luka bakar
seluruh
lapisan (full
thickness
burn)
Penyebab
Sinar UV,
paparan nyala
api
Penampakan luar
Kering dan merah;
memucat dengan
penekanan
Sensasi
Nyeri
Waktu
Jaringan parut
penyembuhan
3 6 hari
Tidak terjadi
jaringan parut
Umumnya tidak
terjadi jaringan
parut; potensial
untuk perubahan
pigmen
Hipertrofi,
berisiko untuk
kontraktur
(kekakuan akibat
jaringan parut
yang berlebih)
Risiko sangat
tinggi untuk
terjadi kontraktur
Gambar 5. Perhitungan luas luka bakar berdasarkan Rule of Nine oleh Wallace
Untuk area luka bakar yang tersebar kita dapat memperkirakan persentasenya dengan
menggunakan tangan dengan jari-jari pasien, dimana jari-jari dalam keadaan abduksi, dimana
sama dengan kurang lebih 1 persen dari total luas permukaan tubuh pasien.
Pada anak-anak terdapat perbedaan dalam luas permukaaan tubuh, yang umumnya
mempunyai pertimbangan lebih besar antara luas permukaan kepala dengan luas ekstrimitas
bawah dibandingkan pada orang dewasa. Area kepala luasnya adalah 19 persen pada waktu lahir
(10 persen lebih besar daripada orang dewasa). Hal ini terjadi akibat pengurangan pada luas
ekstrimitas bawah, yang masing-masing sebesar 13 persen. Dengan bertambahnya umur setiap
tahun, sampai usia 10 tahun, area kepala dikurangi 1 persen dan jumlah yang sama ditambah
pada setiap ekstrimitas bawah. Setelah usia 10 tahun, digunakan persentase orang dewasa.
Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas relatif
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena
itu, digunakan rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 dari Lund dan Browder untuk anak.
Area
Kepala
Leher
Badan bagian depan
Badan bagian belakang
Pantat kanan
Pantat kiri
Genitalia (kemaluan)
Lengan kanan atas
lengan kiri atas
Lengan bawah kanan
Lengan bawah kiri
Tangan kanan (telapak tangan
depan dan punggung tangan)
Tangan kiri (telapak tangan
dan punggung tangan)
Paha kanan
Paha kiri
Betis kanan
Betis kiri
Kaki kanan (bagian tumit
sampai telapak kaki)
Kaki kiri
Lahir-1
tahun
19
2
13
13
2.5
2.5
1
4
4
3
3
2.5
14
tahun
17
2
13
13
2.5
2.5
1
4
4
3
3
2.5
59
tahun
13
2
13
13
2.5
2.5
1
4
4
3
3
2.5
10 14
tahun
11
2
13
13
2.5
2.5
1
4
4
3
3
2.5
15
tahun
9
2
13
13
2.5
2.5
1
4
4
3
3
2.5
2.5
2.5
2.5
2.5
2.5
2.5
5.5
5.5
5
5
3.5
6.5
6.5
5
5
3.5
8
8
5.5
5.5
3.5
8.5
8.5
6
6
3.5
9
9
6.5
6.5
3.5
9.5
9.5
7
7
3.5
3.5
3.5
3.5
3.5
3.5
3.5
Total:
*derajat dua saat ini merupakan luka bakar sebagian baik dangkal maupun dalam; derajat 3
sebagai luka bakar seluruh lapisan (full-thickness)
Tabel 3. Penilaian luas area tubuh menurut Lund and Browder
6. DERAJAT KEPARAHAN LUKA BAKAR 1
Luka inhalasi
Luka elektrikal
Luka bakar dengan komplikasi trauma
1.
2.
3.
4.
7.
PENATALAKSANAAN 10
Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaxis,
covering and comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk pertolongan pertama dapat dilakukan
langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan. 7
Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan
tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.
Cooling :
o Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air dingin yang mengalir selama
20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang
tua). Cara ini efektif sampai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar
o Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai
analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi
o Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi)
sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia
o Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang
banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan
terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.
Cleaning : pembersihan luka tergantung dari derajat berat luka bakar, kriteria minor cukup
dilakukan dengan zat anastesi lokal, sedangkan untuk kriteria moderate sampai major dilakukan
dengan anastesi umum di ruang operasi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan membuang
jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.
Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari
superficial partial thickness (dapat dilihat pada tabel II.3 jadwal pemberian antitetanus).
Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka
bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi
baru lahir, ibu menyusui dengan bayi kurang dari 2 bulan.
Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka
bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang
dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi
akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau
larutan lainnya, akan menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.
Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri.
Dapat diberikan penghilang nyeri berupa :
trakea/batang tenggorok) untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi
dilakukan di fasilitas kesehatan yang lengkap.
Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka bakar untuk
perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena (melalui infus) diberikan bila luas
luka bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat diberikan cairan melalui mulut. Cairan merupakan
komponen penting karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan
karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme dimana terjadi
perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar pembuluh darah yang mengakibatkan
timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak
tergantikan maka volume cairan dalam pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan
kekurangan cairan yang berat dan mengganggu fungsi organ-organ tubuh.
Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl 0,9%/normal
Saline). Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di dalamnya dipertimbangkan untuk diberikan pada
bayi dengan luka bakar. Jumlah cairan yang diberikan berdasarkan formula dari Parkland : [3-4
cc x berat badan (kg) x %TBSA] + cairan rumatan (maintenance per 24 jam). Cairan rumatan
adalah 4cc/kgBB dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB
untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan formula parkland (3-4ccx kgBB x %TBSA) diberikan
setengahnya dalam 8 jam pertama dan setengah sisanya dalam 16 jam berikutnya. Pengawasan
kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari produksi urin yaitu 0,5-1cc/kgBB/jam.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1
Pemeriksaan Laboratorium
1. pemeriksaan Hb, Ht tiap 8 jam pada 2 hari pertama, dan tiap 2 hari pada 10 hari
selanjutnya
2. Fungsi hati dan ginjal tiap minggu
3. Pemeriksaan elektrolit tiap hari pada minggu pertama
4. Pemeriksaan AGD bila nafas lebih dari 32x/menit
Pastikan termostat pemanas air pada suhu 120F (48,8C) atau lebih rendah. Umumnya air
panas untuk anak sebaiknya suhunya tidak lebih dari 100F (37,7C). Jangan biarkan anak
bermain dengan keran atau shower.
3. Di setiap ruangan
Tutup setiap tempat yang dapat dipakai untuk menusukkan kabel listrik
1.
kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di
dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan
udem dan menimbulkan bula dengan membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan
kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebihan, cairan yang masuk ke bula pada
luka bakar derajat II dan pengeluaran cairan dari kropeng pada luka bakar derajat III .
Bila luas luka bakar < 20% biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasi
tetapi bila > 20 % terjadi Syok hipovolemik dengan gejala yang khas seperti gelisah, pucat,
dingin , berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin berkurang.
Pembengkakan terjadi perlahan lahan dan maksimal pada delapan jam.
2.
kerusakan mukosa jalan napas karena gas , asap, uap panas yang terhisap, udem yang terjadi
dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan napas karena udem laring. Gejala yang
timbul adalah sesak napas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap karena
jelaga.
Setelah 12 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi dan penyerapan
cairan edema kembali ke pembuluh darah . ini ditandai dengan meningkatnya diuresis.
3.
mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen.
Tanda-tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan
yang berat terjadi koma. Bila > 60 % hemoglobin terikat dengan CO, penderita dapat meninggal.
4.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium yang
baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit untuk mengalami
penyembuhan karena tidak terjangkau oleh pembuluh darah kapiler yang mengalami trombosis.
Kuman penyebab infeksi berasal dari kulitnya sendiri, juga dari kontaminasi kuman dari saluran
nafas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya
berbahaya karena banyak yang sudah resisten terhadap antibiotik.
Prosesnya dimulai oleh aktivasi makrofag, netrofil, dan pelepasan mediator mediator,
yang kemudian diikuti oleh :
1.
2.
perubahan mikrovaskuler karena endotel dan edema jaringan, mikroemboli, dan maldigesti
aliran.
3.
Adanya perubahan permeabilitas kapiler pada luka bakar menyebabkan gangguan sirkulasi.
Di tingkat seluler, gangguan perfusi menyebabkan perubahan metabolisme. Pada tahap awal
terjadi proses perubahan metabolisme anaerob yang diikuti peningkatan produksi dan
penimbunan asam laktat menimbulkan asidosis. Dengan adanya gangguan sirkulasi dan perfusi,
sulit untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel, iskemi jaringan akan berakhir dengan
nekrosis.
Gangguan sirkulasi makro menyebabkan gangguan perfusi ke jaringan jaringan organ
penting terutama otak, hepar, paru, jantung, ginjal, yang selanjutnya mengalami kegagalan
menjalankan fungsinya. Dalam mekanisme pertahanan tubuh, terjadi gangguan pada sistem
keseimbangan tubuh (homeostasis), maka organ yang dimaksud dalam hal ini adalah ginjal.
Dengan adanya penurunan atau disfungsi ginjal ini, beban tubuh semakin berat.
Resusitasi cairan yang inadekuat pada fase ini menyebabkan berjalannya proses
sebagaimana diuraikan diatas. Sebaliknya bila terjadi kelebihan pemberian cairan (overload)
sementara sirkulasi dan perifer tidak atau belum berjalan normal, atau pada kondisi syok; cairan
akan ditahan dalam jaringan paru yang manifestasi klinisnya tampak sebagai edema paru yang
menyebabkan kegagalan fungsi paru sebagai alat pernafasan, khususnya pertukaran oksigen
dengan karbondioksida, kadar oksigen dalam darah sangat rendah, dan jaringan hipoksik
mengalami degenerasi yang bersifat irreversible. Sel sel otak adalah organ yang paling
sensitive; bila dalam waktu 4 menit terjadi kondisi hipoksik, maka sel sel otak mengalami
kerusakan dan kematian; yang menyebabkan kegagalan fungsi pengaturan di tingkat sentral.
Sementara edema paru juga merupakan beban bagi jantung sebagai suatu pompa. Pada
mulanya jantung menjalankan mekanisme kompensasi, namun akhirnya terjadi dekompensasi.
6.
Kontraktur 12,13
Kontraktur merupakan salah satu komplikasi dari penyembuhan luka, terutama luka
bakar. Kontraktur adalah jenis scar yang terbentuk dari sisa kulit yang sehat di sekitar luka, yang
tertarik ke sisi kulit yang terluka. Kontraktur yang terkena hingga lapisan otot dan jaringan
tendon dapat menyebabkan terbatasnya pergerakan.
Pada tahap penyembuhan luka, kontraksi akan terjadi pada hari ke-4 dimana proses ini
bersamaan dengan epitelisasi dan proses biokimia dan seluler dari penyembuhan luka.
Kontraktur fleksi dapat terjadi hanya karena kehilangan lapisan superfisial dari kulit. Biasanya
dengan dilakukan eksisi dari jaringan parut yang tidak elastik ini akan menyebabkan sendi dapat
ekstensi penuh kembali. Pada luka bakar yang lebih dalam, jaringan yang banyak mengandung
kolagen akan meliputi neurovascular bundles dan ensheathed flexor tendons, juga permukaan volar
dari sendi akan mengalami kontraksi atau perlekatan sehingga akan membatasi range of motion.
Kontraktur yang disebabkan oleh hilangnya kulit atau luka bakar derajat III pada daerah
persendian harus segera dilakukan skin grafting.
11. PROGNOSIS 1
Prognosis pada kasus luka bakar ditentukan oleh beberapa faktor, dan menyangkut
mortalitas dan morbiditas atau burn illness severity and prediction of outcome ; yang mana
bersifat bersifat kompleks.
Beberapa faktor yang berperan antara lain faktor penderita ( usia, gizi, jenis kelamin, dan
kelainan sistemik), faktor trauma ( jenis, luas, kedalaman luka bakar, dan trauma penyerta), dan
faktor penatalaksanaan (prehospital and inhospital treatment).
Prognosis luka bakar umumnya jelek pada usia yang sangat muda dan usia lanjut. Pada
usia yang sangat muda (terutama bayi) beberapa hal mendasar menjadi perhatian, antara lain
sistem regulasi tubuh yang belum berkembang sempurna ; komposisi cairan intravaskuler
dibandingkan dengan cairan ekstravaskuler, interstitial, dan intraselular yang berbeda dengan
komposisi pada manusia dewasa, sangat rentan terhadap suatu bentuk trauma. Sistem imunologik
yang belum berkembang sempurna merupakan salah satu faktor yang patut diperhitungkan,
karena luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang bersifat imunosupresi.