Professional Documents
Culture Documents
FISIOLOGI:
Berdasarkan teori struktural, teori revolusioner dan teori fungsional,
maka fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah :
1) fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning),
penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran
tekanan dan mekanisme imunologik lokal
2) fungsi penghidu, karena terdapanya mukosa olfaktorius
(penciuman) dan reservoir udara untuk menampung stimulus
penghidu
3) fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu
proses berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui
konduksi tulang
4) fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala,
proteksi terhadap trauma dan pelindung panas
5) refleks nasal. (Soetjipto D & Wardani RS,2007)
FISIOLOGI HIDUNG
Secara fisiologis, hidung merupakan bagian dari traktus respiratorius,
alat penghidu dan rongga-suara untuk berbicara.
Dalam sistem pernapasan
o Inspirasi :
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).
Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar
minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera).
Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat
saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal
Mekanisme penciuman
Di dalam rongga hidung terdapat selaput lendir yang mengandung sel-
Etiologi
Patofisiologi
Terdapat dua sumber perdarahan yaitu bagian anterior dan posterior. Pada
epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach (yang
paling sering terjadi dan biasanya pada anak-anak) yang merupakan
anastomosis cabang arteri ethmoidakis anterior, arteri sfeno-palatina,
arteri palatine ascendens dan arteri labialis superior.
Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan
arteri ethmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien
usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosclerosis, atau penyakit
kardiovaskuler. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menilai keadaan umum
penderita, sehingga pengobatan dapat cepat dan untuk mencari etiologi.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah tepi
lengkap, fungsi hemostatis, uji faal hati dan faal ginjal.
Jika diperlukan pemeriksaan radiologik hidung, sinus paranasal dan
nasofaring dapat dilakukan setelah keadaan akut dapat diatasi.
Penatalaksanaan
Pertama-tama keadaan umum dan tanda vital harus diperiksa. Anamnesis
singkat sambil mempersiapkan alat, kemudian yang lengkap setelah
perdarahan berhenti untuk membantu menentukan sebab perdarahan.
Penanganan epistaksis yang tepat akan bergantung pada suatu
anamnesis yang cermat. Hal-hal penting adalah sebagai berikut :
1. riwayat perdarahan sebelumnya
2. lokasi perdarahan
3. apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorokan (ke
posterior) ataukah keluar dari hidung depan (anterior) bila pasien
duduk tegak
4. lama perdarahan dan frekuensinya
5. kecenderungan perdarahan
6. riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
7. hipertensi
8. diabetes mellitus
9. penyakit hati
10.
11.
12.
obat-obatan misalnya aspirin, fenilbutazon (butazolidin).
Tiga
prinsip
utama
dalam menanggulangi epistaksis, yaitu
menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah
berulangnya epistaksis. Kalau ada syok, perbaiki dulu keadaan umum
pasien.
Dampak hilangnya darah harus ditentukan terlebih dahulu sebelum
melakukan usaha mencari sumber perdarahan dan menghentikannya.
Walaupun sudah dihentikan, kemungkinan fatal untuk beberapa jam
kemudian untuk seorang pasien tua yang mengalami perdarahan banyak
akibat efek kehilangan darahnya adalah lebih besar jika dibanding dengan
ditarik kembali melalui hidung. Kedua ujung benang yang sudah keluar
melalui nares anterior kemudian ditarik dan dengan bantuan jari telunjuk,
tampon ini didorong ke nasofaring. Jika dianggap perlu, jika masih tampak
perdarahan keluar dari rongga hidung, maka dapat pula dimasukkan
tampon anterior ke dalam cavum nasi. Kedua benang yang keluar dari
anres anterior itu kemudian diikat pada sebuah gulungan kain kasa di
depan lubang hidung, supaya tampon yang terletak di nasofaring tidak
bergerak. Benang yang terdapat di rongga mulut terikat pada sisi lain dari
tampon Bellocq, dilakatkan pada pipi pasien. Gunanya adalah untuk
menarik tampon ke luar melalui mulut setelah 2-3 hari. Obat hemostatik
diberikan juga di samping tindakan penghentian perdarahan itu.
Pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan
pemasangan tampon anterior maupun posterior, dilakukan ligasi arteri.
Arteri tersebut antara lain arteri karotis interna, arteri maksilaris interna,
arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior dan anterior.
Mencegah komplikasi
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat langsung dari epistaksis
sendiri atau sebagai akibat usaha penanggulangan epistaksis.
Sebagai akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi syok dan
anemia. Turunnya tekanan darah mendadak dapat menimbulkan iskemia
serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard, sehingga dapat
menyebabkan kematian. Dalam hal ini pemberian infusi atau transfusi
darah harus dilakukan secepatnya.
Pemasangan tampon dapat menyebabkan sinusitis, otitis media dan
bahkan septikemia. Oleh karena itu antibiotik haruslah selalu diberikan
pada setiap pemasangan tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon
harus dicabut, meskipun akan dipasang tampon baru, bila masih ada
perdarahan.
Selain itu dapat juga terjadi hemotimpanum, sebagai akibat
mengalirnya darah melalui tuba Eustachius, dan air mata yang berdarah
(bloody tears), sebagai akbat mengalirnya darah secara retrograde
melalui duktus nasolakrimalis.
Laserasi palatum mole dan sudut bibir terjadi pada pemasangan
tampon posterior, disebabkan oleh benang yang keluar melalui mulut
terlalu ketat dilakatkan di pipi.
Mencegah epistaksis minor berulang
Saat pertama kali datang, pasien mungkin tidak dalam keadaan
perdarahan aktif, namun mempunyai riwayat epistaksis berulang dalam
beberapa minggu terakhir. Biasanya berupa serangan epistaksis ringan
yang berulang beberapa kali.
Pemeriksaan hidung dalam keadaan ini dapat mengungkap adanya
pembuluh-pembuluh yang menonjol melewati septum anterior, dengan
sedikit bekuan darah. Pembuluh tersebut dapat dikauterisasi secara kimia
atau listrik. Penggunaan anestetik topical dan agen vasokonstriktor,
misalnya larutan kokain 4% atau Xilokain dengan epinefrin, selanjutkan
lakukan kauterisasi, misalnya dengan larutan asam trikloroasetat 50%
pada pembuluh tersebut.
3. Mengapa hidung anak keluar ingus dan berbau pada sisi kiri sejak 5 hari
yll?
4. bagaimana sistem pertahanan dari hidung untuk melawan benda asing?
5. apa saja yang dinilai rhinoscopy anterior? pemeriksaan hidung lainnya?
6. mengapa dokter memberikan obat pilek tapi setelah habis berbau lagi?
(patofisiologi hidung berbau) jawaban di DD
7. bagaimana pentalaksanaan pada pasien tersebut? (perdarahan dan benda
asing)
jawaban di no 2 & 8
8. DD!
HIDUNG BERBAU (foetor ex nasi)
Definisi
Berarti bau busuk dari dalam hidung, merupakan suatu gejala
(simptom), bukan diagnosis, sering disertai gejala hidung lainnya :
3) Difteri hidung
o Ada 2 tipe :
1. Primer :
- terbatas pd hidung
- bersifat benigna
2. Sekunder :
- berasal/bersama2 dg difteri faring
- bersifat maligna (krn biasanya disertai gejala
konstitusional)
o Discharge biasanya bilateral, sanguionus, srg disertai
ekskoriasi vestibulum nasi
4) Sinusitis
o Dpt terjadi pd
Anak-anak (unilateral/bilateral):
- Discharge banyak & bilateral
- Srg disertai infeksi pd adenoid & alergi hidung
- Gejala : nasal obstuksi, persisten mukopurulen
discharge, frequent colds
- Pd anak2 diragukan apakah penderita sendiri
membau/tdk, namun org lain membau
Dewasa (unilateral/bilateral)
srg menyadari adanya bau yg tdk enak dlm
hidungnya tp kadang2 hiposmia bila ada obstruksi
& bersifat temporer
(Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, 2001)
DD hidung berbau :polip hidung, sinusitis
POLIP HIDUNG
Karena polip bisa terjadi akibat peradangan kronis pada mukosa hidung
yang berturbulensi, terutama didaerah sempit terutama didaerah
osteomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan
pembentukan kelenjar baru.juga terjadi penyerapan natrium oleh
permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.
Cara mendiagnosis :
Anamnesis : keluhan utama hidung tersumbat, rinore mulai jernih
sampai purulen, disertai bersin-bersin, nyeri kepala, bila ada infeksi
disertai post nasal drip dan rinore purulen.
Pemeriksaan fisik : menyebakan deformitas hidung luar sehingga
hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada rinoskopi
anterior tampak masa yang pucat yang berasal dari meatus medius dan
mudah digerakan.
Stadium polip mackay dan lund (1997) : stadium 1 polip terbatas di
meatus medius; stadium 2 keluar dari meatus medius, tampak di rongga
hidung tapi belum memenuhi rongga hidung; stadium 3 polip yang massif.
Etiologi
Adanya peradangan kronik dan berulang pada mukosa hidung dan sinus
Adanya gangguan keseimbangan vasomotor
Adanya peningkatan cairan intersitial dan edema mukosa hidung
Fenomema bernoulli menjelaskan bahwa udara yang mengalir melalui
tempat yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah
sekitarnya. Jaringan yang lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini
sehingga mengakibatkan edema mukosa danpembentukan polip.
Antibiotika diberikan bila ada tanda infeksi dan sebagai profilaksis pasca
operasi. Perlu juga diperhatikan pengobatan alergi bila merupakan faktor
penyebab timbulnya polip.
DD perdarahan
DD benda asing
9. Komplikasi dari penanganan ekstraksi benda asing?