You are on page 1of 21

Case Report Session (CRS)

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

Oleh :
Aulia Silkapianis
0810313207

Preseptor :
dr. Didik Hariyanto Sp. A (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2012
0

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1. LATAR BELAKANG
Infeksi virus dengue merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Infeksi virus dengue pada manusia
mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan
(mild undiffrentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai
demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock syndrome). Patofisiologi utama penyakit
DBD adalah terjadinya kebocoran plasma yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas
pembuluh darah (vasculer).1
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome)/DSS adalah demam berdarah
dengue yang ditandai oleh renjatan/syok Terdapat 4 gambaran klinis utama dari
penyakit DBD pada anak, yaitu demam tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan
terjadinya renjatan (syok). Diagnosis klinis Demam Dengue dan Demam Berdarah
Dengue didasarkan pada kriteria klinis dan laboratorium, trombositopenia dan peningkatan
hematokrit . Diagnosis pasti adalah dengan ditemukannya virus dengue sebagai
penyebab infeksi virus dengue pada penderita. Menemukan virus dengue pada penderita
hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan cara isolasi virus, deteksi antigen virus dengue
dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi antibodi spesifik dalam serum penderita.
Tatalaksana terhadap penyakit Demam Dengue meliputi pemberian antipretik untuk
menurunkan suhu tubuh, pemberian cairan untuk mencegah renjatan (syok), dan mengatasi
perdarahan.1
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan
oleh David Bylon, dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan
penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang juga
1

disebut sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi
menghilang dalam 5 hari disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala.1
Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan kemudian
disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan
meningkat dari tahun ke tahun, dan penyakit ini banyak terjadi di kota-kota yang padat
penduduknya. Akan tetapi dalam tahun-tahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di
daerah pedesaan. 2
Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur yang paling
sering terkena ialah 5 14 tahun walaupun saat ini makin banyak kelompok umur lebih tua
menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25/100.000 penduduk,
namun angka kematian telah menurun bermakna < 2%.3 Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) merupakan penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak. Penyakit ini disebabkan
oleh virus dengue. DBD dapat ditularkan dari satu orang kepada orang lainnya. Virus dengue
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Setelah virus berada
dalam tubuh penderita akan menimbulkan berbagai efek klinis, mulai dengan demam tinggi,
perdarahan, sampai terjadinya syok. Tatalaksana yang cepat dan tepat dapat menyelamatkan
penderita. 1
2. ETIOLOGI
Virus dengue merupakan bagian dari famili Flaviviridae. Keempat serotipe virus
dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4) dapat dibedakan dengan metode serologik.
Infeksi pada manusia oleh salah satu serotipe menghasilkan imunitas sepanjang hidup
terhadap infeksi ulang oleh serotipe yang sama, tetapi hanya menjadi perlindungan sementara
dan partial terhadap serotipe yang lain. Virus dengue menunjukkan banyak karakteristik yang
sama dengan flavivirus lain, mempunyai genom RNA (Ribo Nucleic Acid) rantai tunggal
yang dikelilingi oleh nukleokapsid ikohedral dan terbungkus oleh selaput lipid. Virionnya
mempunyai diameter kira-kira 50 nrn. Genom avivirus mempunyai panjang 11 kb
(kilobases), dan mempunyai urutan genom lengkap untuk mengisolasi keempat serotipe. Virus
terdiri dari 3 struktur dan 7 protein tidak terstruktur yaitu: nukleokapsid atau protein inti,
protein yang berkaitan dengan .membran (M) dan protein pembungkus (E) dan tujuh gen
protein nonstruktural (NS). Domain bertanggung jawab untuk netralisasi, fusi, dan interaksi
reseptor virus dengan protein pembungkus.4

3. VEKTOR
A. aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan subtropis yang ditemukan antara garis
lintang 35 U dan 35 S. Distribusi A. Aegypti juga dibatasi oleh ketinggian sehingga nyamuk
ini tidak ditemukan di atas ketinggian 1.000 m. A. aegypti adalah salah satu vektor nyamuk
yang paling utama untuk arbovirus karena nyamuk ini sangat antropofilik, hidup dekat
manusia, dan sering hidup di dalam rumah sekitar kamar tidur, pakaian, dan air bersih
sehingga sulit untuk mengontrolnya dari lingkungan luar. Nyamuk dewasa lebih sering
menggigit pagi hari dan sore hari.1
4. PENULARAN
Setelah menggigit manusia .yang terinfeksi, virus dengue memasuki nyamuk betina
dewasa. Virus pertama kali bereplikasi dalam midgut kemudian bereplikasi dalam kelenjar
saliva nyamuk yang lamanya kurang lebih 8-12 hari, periode ini disebut periode ekstrinsik.
Nyamuk yang mengandung virus tersebut kemudian menggigit manusia lain dan bereplikasi
dalam tubuh manusia dengan masa inkubasi 4-7 hari (3-14 hari) yang disebut periode
intrinsik. Viremia terjadi 1 hari sebelum dan 5 hari setelah onset penyakit.2
5. PATOFISIOLOGIS
Penelitian patogenesis infeksi virus dengue sampai sekarang merupakan penelitian
yang paling menantang. Hal tersebut disebabkan sejauh ini belum ada suatu teori yang dapat
menerangkan secara tuntas patogenesis infeksi virus dengue. Dua teori yang kini digunakan
untuk menjelaskan perubahan patogenesis infeksi virus dengue yaitu hipotesis infeksi
sekunder (secondary heterologous infection) dan hipotesis antibody dependent enhancement
(ADE). Beberapa hipotesis telah dibuktikan untuk menjelaskan peningkatan insidens kasus
yang berat setelah terjadi infeksivirus dengan serotipe yang berbeda. Penelitian secara in vitro
telah memperlihatkan bahwa ada cross reactive non neutralizing dari antibodi dengue
berbentuk kompleks virus yang heterologous.4
a. Berdasarkan Teori Infeksi Sekunder
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus, akan terjadi kekebalan terhadap infeksi jenis virus tersebut
untuk jangka waktu yang lama. Jadi seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus
dengue akan mempunyai antibodi yang dapat menetralisasi virus yang sama (homologous).
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain
maka terjadi infeksi berat karena pada infeksi selanjutnya antibodi heterologous yang
3

terbentuk pada infeksi primer tidak dapat menetralisasi virus dengue serotipe lain (non
neutralizing antibody). Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi
tersebut bersifat opsonisasi, internalisasi dan mempermudah makrofag/monosit terinfeksi
serta virus bebas bereplikasi di dalam makrofag bahkan membentuk kompleks yang lebih
infeksius sehingga penyakit cenderung menjadi berat serta berperan dalam patogenesis
terjadinya DBD/DSS. 4
b. Berdasarkan Hipotesis antibody dependent enhancement
Hipotesis antibody dependent enhancement (ADE) prinsipnya adalah suatu proses
yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.2
Kompleks antibodi dan virus dengue yang heterologous akan memfasilitasi masuknya
virus ke dalam monosit melalui reseptor Fc, proses ini dikenal sebagai ADE. Monosit yang
mengandung virus menyebar ke berbagai organ dan terjadi viremia. Dasar teori infection
enhancing antibody ialah peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non
netralisasi. Sebagai respons terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang
kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan manifestasi
perdarahan sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. Disamping kedua
hipotesis di atas masih ada teori lain tentang patogesis DBD yaitu teori mediator, teori
virulensi virus, teori antigen antibodi, teori apoptosis, dan teori trombosit endotel. Teori
virulensi menurut Russel, 1990, mengatakan bahwa DBD berat terjadi pada infeksi primer
dan bayi usia < 1 tahun, serotipe DEN-3 akan menimbulkan manifestasi klinis yang berat dan
fatal, dan serotipe DEN-2 dapat menyebabkan syok. Hal-hal diatas menyimpulkan bahwa
virulensi virus turut berperan dalam menimbulkan manifestasi klinis yang berat.2
c. Berdasarkan Teori Mediator
Teori mediator sekarang ini dipikirkan oleh para ahli karena melanjutkan teori
antibody enhancing. Pasien DBD mempunyai kadar TNF-a, lL-6, IL-i3, lL-18, dan faktor
sitotoksik lebih tinggi dibandingkan pasien DD sedangkan pada pasien DSS mempunyai
kadar IL-4, IL-o, lL-8, dan IL-10 yang tinggi. Sitokin tersebut sangat berperan meningkatkan
permeabilitas vaskular dan syok selama terinfeksi dengue.
Kompleks virus antibodi yang meliputi sel makrofag akan memproduksi sitokin TNFa, lFN-y, lL-Z, lL-6, PAF (platelet activating factor), dan lain-lain yang selanjutnya
menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, kerusakan endotel pembuluh darah
sehingga terjadi kebocoran cairan plasma ke dalam jaringan tubuh dan mengakibatkan syok.
Kompleks virus-antibodi juga akan merangsang komplemen yang bersifat vasoaktif dan
4

prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) Serta perdarahan.


Tingginya kadar pelepasan PAF oleh monosit dengan infeksi sekunder dapat pula menjelaskan
perdarahan pada DBD dan DSS. Jadi perdarahan pada DBD dapat disebabkan oleh tiga
kelainan hemostasis utama yaitu vaskulopati, kelainan trombosit, dan penurunan kadar faktor
pembekuan. Pada fase awal demam, perdarahan disebabkan oleh vaskulopati dan
trombositopenia, sedangkan pada fase syok dan syok yang lama, perdarahan disebabkan oleh
trombositopeni diikuti oleh koagulopati terutama sebagai akibat koagulasi intravaskular
rnenyuluruh dan peningkatan fibrinolisis. Faktor sitotoksis memproduksi sel CD4+T yang
akan merangsang makrofag memproduksi TNF-alpha dan IL-18. Kadar faktor sitotoksik
berhubungan dengan beratnya penyakit. Selama infeksi dengue berat beberapa penelitian
menunjukkan bahwa terjadi supresi respons Th1 dan didapatkan respons Th2 yang lebih
dominan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa respons Th2 predominan terjadi pada
kasus DBD/SSD.2
6. GAMBARAN KLINIS
Infeksi virus dengue
Asimtomatik

Simtomatik

Undiffrentiated

Demam Dengue

Febrile illness

(DD)

Demam Berdarah Dengue


(DBD) Perembesan plasma

(Viral syndrome)
Dengan perdarahan Tanpa perdarahan

Dengan syok Tanpa syok

Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue (WHO, 1977)

Demam Berdarah Dengue


Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini di
bawah ini dipenuhi :
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji bendung positif.
- Petekie, ekimosis, atau purpura.
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat
lain.
- Hematemesis atau melena.
5

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).


Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD
adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.3
Pemeriksaan Penunjang
Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah atau
komponen darah.
Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90
hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG
mulai terdeteksi hari ke-2.
Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan,
uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun

deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase Polymerase
Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang
mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun
IgG.

Dua kriteria klinis pertama yaitu demam dan manifestasi perdarahan disertai
trombositopenia dan hernokonsentrasi merupakan definisi kasus DBD. Sedangkan definisi
kasus DBD confirmed adalah bila terdapat paling sedikit 1 pemeriksaan di ini positif: Titer HI
2 1280, serokonversi naik 4x, adanya IgM dan peningkatan titer IgG pada fase akut dan
6

konvalesens, dan isolasi virus positif. Diagnosis pasti DBD adalah dengan ditemukannya
virus dengue sebagai penyebab DBD pada penderita. Menemukan virus dengue pada
penderita hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan cara isolasi virus, deteksi antigen
virus atau RNA dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi antibodi spesifik dalam serum
penderita. Hingga kini, dikenal 5 jenis uji serologik yang biasa dipakai untuk menentukan
adanya infeksi virus dengue, yaitu:
1. Uji hemaglutinasi inhibisi (Hemaglutination inhibition test = HI test)
2. Uji kornpleman fiksasi (Complemen fixation test = CF test)
3. Uji neutralisasi (Neutralization test =NT test)
4. IgM Elisa (Mac Elisa)
5 IgG Elisa
Pada dasamya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase
konvalesen terhadap titer antibodi fase akut (naik 4 kali lipat atau lebih).
Pada Demam Dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
Nyeri kepala.
Nyeri retro-oebital.
Mialgia / artralgia.
Ruam kulit.
Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif).
Leukopenia.
dan pemeriksaan serologi dengue positif, ayau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.2

7. KLASIFIKASI DERAJAT PENYAKIT


/DBD
DD

Derajat

Gejala
Demam disertai 2 atau lebih tanda:
sakit kepala, nyeri retro-orbital,
mialgia, artralgia.

DBD

Gejala di atas ditambah uji bendung


positif

DBD

II

Gejala di atas ditambah perdarahan


spontan

Laboratorium
Leucopenia
Trombositopenia,
Serologi
tidak ditemukan
Dengue
bukti kebocoran
Positif
plasma
Trombositopenia,
(<100.000/L), bukti
ada kebocoran
plasma
Trombositopenia,
(<100.000/L), bukti
ada kebocoran
7

DBD
(DSS)

III

DBD
(DSS)

IV

Gejala di atas ditambah kegagalan


sirkulasi (kulit dingin dan lembab
serta gelisah)
Syok berat disertai dengan tekanan
darah dan nadi tidak terukur.

plasma
Trombositopenia,
(<100.000/ L),
bukti ada kebocoran
plasma
Trombositopenia,
(<100.000/ L),
bukti ada kebocoran
plasma1

8.PENATALAKSANAAN
1.

Pemberian cairan.
Tujuan pemberian cairan adalah untuk mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai

akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan. Jika masih bisa minum (intake baik)
dan tidak ada muntah diberikan minum banyak 1-2 liter/hari, Jenis minuman yang diberikan
berupa: air" putih, teh manis, sirup, jus buah, susu, oralit. Pemberian cairan intra-vena (infus)
jika : (1) anak terus-menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi,dehidrasi; (2) nilai
hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.1

Cairan Cairan yang diberikan bisa berupa :


1. Kristaloid :
-

Ringer Laktat

5 % Dextrose di dalam larutan Ringer Laktat

5 % Dextrose di dalam larutan Ringer asetat

5 % Dextrose di dalam larutan setengah normal garam faali, dan

5 % Dextrose di dalam larutan normal garam faali.

2. Koloidal :

1.

Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dextran 40)

Plasma.
RL / D 5 % dalam RL / D 5 % dalam Ringer Asetat / larutan normal garam faali ---->

diberikan 10 20 ml/kg BB/ 1 jam.


2.

Pada kasus yang berat (grade IV) dapat diberikan bolus 10 ml/kg BB (1 x atau 2 x).

3.

Jika renjatan berlangsung terus (Hematokrit tinggi) diberikan larutan koloidal

(Dextran atau Plasma) sejumlah 10 20 ml/kg BB/ 1 jam.3

2.

Tranfusi darah

Diberikan pada :

Kasus dengan renjatan yang sangat berat atau syok yang berkelanjutan.

Gejala perdarahan yang nyata, misal : hematemesis dan melena.

Pemberian darah dapat diulang sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan.


Jika jumlah thrombocyte menunjukkan kecenderungan menurun.3
3.

Antipiretika
Diberikan Parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali (mencegah timbulnya Efek samping

pedarahan dan asidosis). Hindari asetosal


4.

Terapi Oksigen

5.

Profilaksis Antibiotik
Diberikan Amoxicillin atau antibiotik yang sesuai dengan pola kuman di rumah sakit

seperti golongan sefalosforin generasi ke-3


6.

Koreksi kelainan-kelainan yang terjadi


Koreksi asidosis Natrium bicarbonat dapat diberikan 1 2 mEq/kgBB, diberikan

dengan kecepatan 1 mEq/menit, atau jumlah Nabic dapat dihitung dengan rumus : Kebutuhan
Nabic : 0,5 x BB x Defisit HCO3- atau 0,3 x BB x Base deficit.5
7.

Kortikosteroid
Penggunaannya masih controversial pada pengobatan DSS Bisa diberikan dengan

dosis :

Hidrokortison 6 8 mg/kgBB/ 6 8 jam i.v.

Methyl prednisolon 30 mg/kgBB/hari i.v.

Dexamethazon 1 2 mg/kgBB sebagai dosis awal, kemudian 1 mg/kgBB/hari i.v.5

10

9.PROGNOSIS
Pada Demam Dengue prognosisnya apabila suhu turun maka akan terjadi perbaikan
dan penyembuhan sempurna. Sedagkan pada Demam Berdarah Dengue angka kematian yang
disebabkan oleh DBD adalah kurang dari 1%, tetapi bila timbul Dengue Shock Syndrome
maka angka kematian bisa mencapai 40-50%. Sehingga prognosis Dengue Shock Syndrome
sangat tergantung dari pengenalan dini dengan cara pemantauan cermat dan tindakan cepat
dan tepat terutama ketika terjadi renjatan (syok).4
10. PENCEGAHAN
Pencegahan/pemberantasan DBD dengan membasmi nyamuk dan sarangnya dengan
melakukan tindakan 3 M, yaitu
1. Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur seminggu sekali atau menaburkan
bubuk larvasida (abate).
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
3. Mangubur/menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air
Adultsida (fogging) dengan menggunakan DDT (Dicloro-Diphenyl-Tricloroethane)

11

BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama

: Rafif

No. MR

:80.51.75

Umur

: 7 3/12 Tahun

Jenis Kelamin

: laki-laki

Suku bangsa

: Indonesia

Nama Ibu

: Emi Rosmalina

Alamat

: Sarolangun
Seorang pasien perempuan berumur 7 3/12 tahun dirawat di bangsal anak RS M

Djamil Padang sejak tanggal 5 Desember 2012 , rujukan dari RS Muaro Bungo dengan
Keluhan utama : Tangan dan kaki teraba dingin sejak 12 jam yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tinggi, tidak berkeringat,
tidak menggigil, tidak terus menerus dan tidak disertai kejang.
Nyeri perut terutama di ulu hati sejak 4 hari yang lalu, hilang timbul.
Muntah sejak 4 hari yang lalu, frekuensi 2-3 kali/ hari, jumlah 2-3 sendok makan/kali,
berisi sisa makanan dan minuman, tidak menyemprot.
Berak-berak encer sejak dua hari yang lalu, frekuensi 4-5 kali/ hari, jumlah 1-2 sendok

makan/ kali, tidak berlendir, tidak berdarah


Batuk sejak 1 hari yang lalu, berdahak, pilek tidak ada, tidak disertai sesak nafas.
Riwayat perdarahan dari hidung, mulut, gusi, saluran cerna dan tempat lain tidak ada
Buang air kecil jumlah sedikit, warna pekat, terakhir 4 jam yang lalu
Anak telah dirawat di RS Muaro Bungo selama 2 hari, saat tangan dan kaki teraba
dingin, anak mendapat RL kolf dilanjutkan dengan 1 kantong, kemudian anak
dirujuk ke RSUP Dr. M. Jamil atas permintaan keluarga. Saat di RS Muaro Bungo
telah dilakukan pemeriksaan darah dengan hasil Hb 15,5 gr/dL, leukosit 2400/mm 3,
hematocrit 46% dan trombosit 46000/mm3. Anak telah mendapatkan terapi di RS
Muaro Bungo IVFD RL 20 cc/kgbb/jam, IVFD RL 10 cc/kgbb/jam selama 2 jam,
IVFD RL 7 cc/kgbb/ jam selama 2 jam dan dilanjutkan dengan 5 cc/kgbb/jam,
Ceftriaxon 2 x 500 mg dan Ranitidin 2 x 15 mg IV

Riwayat Penyakit Dahulu :


Anak pernah menderita demam berdarah 10 bulan yang lalu dan dirawat selama 7 hari
Riwayat keluarga :
12

Ada teman sekolah yang menderita penyakit demam berdarah dan dirawat di rumah
sakit dari seminggu yang lalu sampai saat ini
Riwayat kehamilan :
Pemeriksaan kehamilan ke bidan, teratur. Persalinan dibantu oleh bidan, lahir spontan ,
langsung menangis kuat, berat badan lahir : 3100 gr.
Riwayat Makanan dan Minuman :
-

Bayi

: Asi : 0-24 bulan

Buah biskuit : 5 bulan


Nasi tim

: 7-12 bulan

Susu formula : Bubur susu


-

: 3-7 bulan

Anak : Makanan utama : 2x/hari/ menghabiskan 1 porsi makanan


Daging

: 1x/minggu

Ikan

: 3x/minggu

Telur

: 4x/minggu

Sayur

: 2x/minggu

Buah

: 1 x/minggu

Kesan

: Gizi kurang

Riwayat Imunisasi :
BCG

: 1 bulan scar (+)

DPT

: 2,4,6 bulan

Polio

: 2,4,6 bulan

Hepatitis

: 2,4,6 bulan

Campak

: 9 bulan

Kesan :imunisasi dasar lengkap


Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum

: tampak sakit berat

Kesadaran

: sadar

Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 100 x/ menit

Nafas

: 30x/ menit

Suhu

: 36,8 oC

Tinggi Badan

: 118 cm

BB/U

: 76,59 %

TB/ U

: 95,93 %

Berat Badan : 18 kg

13

BB/TB

: 83,72 %

Gizi

: kurang

Kulit

: Akral hangat, rumple leed test positif pada volar lengan bawah

Kepala

: bentuk simetris, ukuran normocephal

Rambut

: hitam lebat

Mata

: konjungtiva tidak anemis , sklera tidak ikterik

Telinga & Hidung

: tidak ada kelainan, epistaksis tidak ada.

Mulut

: mukosa bibir dan mulut basah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring
tidak hiperemis

Leher

: tidak ada pembesaran KGB,tidak ada pembesaran tiroid.

Dada
Paru-paru
Inspeksi

Jantung

:
: normochest, retraksi tidak ada
Palpasi

: fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

:
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: teraba ictus cordis di 1 jari medial dari linea mid


clavicula sinistra RIC V

Perkusi

: batas jantung atas RIC II, kanan Linea Sternalis


Dextra, kiri 1 jari medial LMCS RIC V

Auskultasi

: irama teratur, bising tidak ada

Abdomen
Inspeksi

: distensi tidak ada

Palpasi

: supel, hepar teraba 1/3 -1/3, permukaan rata, pinggir tajam,

konsistensi kenyal, lien tidak teraba


Perkusi

:timpani

Auskultasi

: bising usus positif normal

Alat kelamin

: tidak ditemukan kelainan

Ekstremitas

Atas

: akral hangat, perfusi baik, refleks fisiologis ada +/+ normal,


refleks patologis -/-

Bawah

: akral hangat, perfusi baik, refleks fisiologis ada +/+ normal,


14

refleks patologis -/Punggung

: tidak ditemukan kelainan

Alat kelamin

: tidak ditemukan kelainan, status pubertas A1P1G1

Anus

: colok dubur tidak dilakukan

Rumple Leede

: (+)

Pemeriksaan Laboratorium :

Darah :
Hb
Leukosit
Trombosit
Ht

:14 gr%
:3,1 x 103 /mm3
:18.000 /mm3
:40 %

Diagnosa kerja : DHF grade III dengan syok berulang (syok telah teratasi)
Diare akut tanpa dehidrasi
Gizi kurang
Diagnosis Banding :
Tatalaksana :
-

O2 2L/menit nasal

IVFD RL 10 cc/kgbb/jam 180 cc/jam 60 tetes/menit makro (2 line)

Oralit 180 cc/ BAB encer

Paracetamol 200 mg ( T >= 38,5oC )

Makanan Lunak 1.500 kkal

Banyak minum

Rencana Pemeriksaan :

Hb / Ht per 4 jam
Trombosit / 24 jam
Kontrol Vital sign
Balance setiap 24 jam

Follow up pagi tanggal 5 Desember 2012 (06.30)


S:

Demam tidak ada


Batuk ada, berdahak
Perdarahan dari gusi, hidung dan saluran cerna tidak ada
Mual muntah tidak ada
anak kurang mau minum
BAK ada, jumlah cukup , warna biasa
BAB ada 1 kali, berwarna kecoklatan, konsistensi biasa

O:
15

Keadaan umum

: berat

Kesadaran

: sadar

Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 96 x/ menit

Nafas

: 30 x/ menit

Suhu

: 37oC

Mata

: udem palpebral +/+, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Thorak

: retraksi (-), cor irama teratur, bising tidak ada


Pulmo suara nafas vesikuler, melemah di paru kanan setinggi RIC V

ke bawah, wheezing tidak ada


Abdomen

: supel, distensi (-) , BU ( + ) normal

Ekstremitas

: akral hangat, perfusi baik

Kesan: suspek efusi pleura ec. Plasma leakage dan Overload cairan
Balance cairan 6 jam:
PO: 100 cc

IWL: 90 cc

PE: 1500 cc

Urin: 400 cc

Balance cairan: + 1110 cc


Diuresis: 3,7/kgbb/jam
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah :
Hb
Trombosit
Ht

:11,7 gr%
:12.000 /mm3
:34%

Kesan : Penurunan nilai hematokrit dan trombosit dari sebelumnya


Tatalaksana :
-

O2 2L/menit nasal

IVFD RL 10 cc/kgbb//jam 60 tetes/ menit makro (2 line)

Ceftriaxon 2x450 mg IV

Oralit 180 cc/ BAB encer

Paracetamol 200 mg ( T > 38,5 0C )

Banyak minum

ML 1400 kkal

Rencana :
Hb / Ht per 4 jam
Trombosit / 24 jam
Balance cairan
16

Kontrol vital sign


Visite Besar (09.30)
Anjuran: Apakah tanda vital baik dan diuresis baik, beri furosemid (lasix) dan kontrol tandatanda vital
S:

Demam tidak ada

Sesak nafas tidak ada

Perdarahan gusi, hidung, dan saluran cerna tidak ada

Muntah tidak ada

BAK ada

Sakit berat

Tekanan Darah: 90/60 mmHg

Nadi: 98 x/ menit

Suhu: 37o C

Mata: Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, udem palpebra +/+

Thorak: Cor: irama teratur, bising tidak ada. Pulmo: Vesikuler, melemah di hemithorax

O:

kanan RIC V ke bawah, ronkhi -/-, wheezing -/

Abdomen: distensi (-), bising usus (+) normal

Ekstrimitas: Akral hangat, perfusi baik

Tatalaksana:

Lasix 1 x 18 mg IV

IVFD RL 7 cc/kgbb/jam 32 tetes/menit makro

O2 2L/menit nasal
Ceftriaxon 2x450 mg IV
Oralit 180 cc/ BAB encer
Paracetamol 200 mg ( T > 38,5 0C )
Banyak minum
ML 1400 kkal
Pemeriksaan laboratorium siang (13.00)
Darah :
17

Hb
Trombosit
Ht

:11,8 gr%
:6.000 /mm3
:37%

Kesan : Penurunan nilai trombosit dari sebelumnya dan peningkatan hematocrit

BAB III
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien laki-laki berumur 7 3/12 tahun di HCU Anak RS M
Djamil Padang sejak tanggal 5 Desember 2012 dengan diagnosa DHF Grade III
dengan syok berulang
Kriteria diagnosis DHF grade III berdasarkan :
18

Kriteria klinis adalah sebagai berikut:


1. Uji tourniquet / rumple leede / hess positif
2.

Ptekie, ekimosis, atau purpura

3. Perdarahan mukosa (gusi, epistaksis, lokasi injeksi, dll)


4. Hematemesis dan melena
5. Trombositopenia (kurang dari 100.000/mm3)
6. Kebocoran plasma:
-

Peningkatan hematocrit >20%

Penurunan hematocrit setelah terapi cairan jika dibandingkan dengan baseline

Tanda-tanda kebocoran plasma (efusi pleura, ascites, hypoproteinemia)

7. Nadi lemah namun masih terdeteksi, hipotensi


Dari anamnesis didapatkan pasien demam tinggi sejak 4 hari sebelum masuk rumah
sakit, tangan dan kaki teraba dingin sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Didapatkan
riwayat pernah menderita demam berdarah 10 bulan yang lalu dan ada teman sekolah yang
menderita demam berdarah. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tidak demam, rumple leed
positif. Berdasarkan grafik BB dan TB didapatkan kesan gizi kurang karena BB/TB 83,72 %.
Hasil laboratorium menunjukkan penurunan jumlah trombosit dan peningkatan hematokrit.
Dari data anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium didapatkan diagnosa DHF grade III
dengan syok yang telah teratasi, diare akut, serta gizi kurang
Sewaktu masuk pasien diberikan O2 2L/menit nasal, IVFD RL 10 cc/kgbb/jam
180 cc/jam 60 tetes/menit makro (2 line), Oralit 180 cc/ BAB encer, dan Paracetamol 200
mg ( T >= 38,5oC ), dan ML 1400 kkal
Setelah 6 jam terapi cairan, ditemukan udem palpebra kiri dan kanan serta tandatanda efusi pleura paru kanan. Cairan diturunkan menjadi 7 cc/kgbb/jam dan diberikan lasik 1
x 18 mg/hari, serta kontrol tanda-tanda vital.
.
DAFTAR PUSTAKA
1.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. : DHF. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak.
Percetakan Infomedika. Jakarta. 1985. P. 1228 31.

2.

Poerwo Soedarmo, Sumarsono S. Carna, Herry dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis. Edisi Kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008

3.

Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia Jilid 1. Penerbit IDAI. Jakarta. 2010.
19

4.

John D Synder, Larry K Pickering. : Demam Dengue. Nelson Ilmu Kesehatan Anak 15th
eds. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2000. P. 1484 5.

5.

Guidelines for Treatment of Dengue Fever/ Dengue Hemorrhagic Fever in Small


Hospitals. WHO. New Delhi. 1999

20

You might also like