You are on page 1of 13

Status Pasien

IdentitasPasien
Nama

: Tn. D. I.

Umur

: 37 tahun

JenisKelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Tanggallahir

: 30 Desember 1979

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: TNI-AD

Alamat

: Asrama Zeni Kostrad, Serengseng Sawah, Jakarta Selatan

No. RekamMedis

: 14 71 26

Tanggalpemeriksaam : 30 Januari 2012


Anamnesis (autoanamnesis)
Keluhan Utama
Rasa tidak nyaman pada mata kanan.
Keluhan Tambahan
Sakit kepala sebelah pada sebelah kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Mata Rumah Sakit Moh. Ridwan Meuraksa dengan keluhan rasa tidak
nyaman pada mata kanan sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu. Pasien mengaku pandangan
ganda dan sering tersandung saat berjalan. Pasien merasa tidak nyaman bila berada di ruangan

terbuka karena silau. Pasien menyangkal adanya gangguan saat membaca maupun menulis.
Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya gangguan pendengaran pada telinga kanan,
kesemutan pada sisi sebelah kanan dan sering merasa berat saat mengangkat tangan dan kaki
kanan. Dari pengakuan pasien tidak didapatkan adanya riwayat trauma kepala. Sebelumnya
pasien mengeluh sakit kepala sebelah yang lamban laun timbul keluhan pada mata kanan pasien.
Migren diakui pasien sudah diderita sejak lama, yang timbul bila aktifitas berlebihan atau tibatiba, namun dapat mengilang bila pasien mengkonsumsi obat sakit kepala yang tersedia di
warung. Pasien mengaku terkadang timbul mual saat sakit kepala sebelah namun tidak muntah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku pada tahun 2011 pernah mengeluhkan hal yang sama dan dirawat di Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Pasien juga menyangkal adanya hipertensi, diabetes
mellitus dan asma, namun mengaku memiliki alergi pada makanan-makanan laut.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tekanan darah ayah pasien tinggi.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda vital
Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 82 x/menit

Suhu

: 36,50 C

Frekuensi

: 18 x/menit

Kepala

: Normocephal

Mata

: (lihat status oftalmologi)

Telinga, Hidung, Tenggorok : Dalam batas normal


Gigi gegili

: Jumlah lengkap

Leher

: Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Thoraks dan abdomen

: Dalam batas normal

Ekstremitas

: Akral hangat, edema (-), Sianosis (-)

Status Oftalmologi
OD

OS

Gerakan

Posisi Hirschberg

Gerakan

UCVA | BCVA

UCVA | BCVA

6/6

Visus

6/6

Normal/palpasi

TIO

Normal/palpasi

Edema (-) silia lengkap dan Palpebra

Edema (-) silia lengkap dan

tumbuh teratur, trikiasis (-) mada

tumbuh teratur, trikiasis (-) mada

rosis (-)

rosis (-)

Papil (-) folikel (-) hordeolum (-) Konjungtiva

Papil (-) folikel (-) hordeolum (-)

kalazion (-) hiperemis (-) sekret

kalazion (-) hiperemis (-) sekret

(-)

(-)

Jernih,

ukuran

dalam

batas Kornea

Jernih,

ukuran

dalam

batas

normal, edema (-) sikatrik (-)

normal, edema (-) sikatrik (-)

ulkus (-) erosi (-) xerosis (-)

ulkus (-) erosi (-) xerosis (-)

Kedalaman

Kedalaman

normal,

jernih, BMD

normal,

jernih,

hipopion (-) hifema (-)

hipopion (-) hifema (-)

Kripti (-) sinekia anterior (-) Iris

Kripti (-) sinekia anterior (-)

sinekia posterior (-)

sinekia posterior (-)

Bulat, isokor, refleks cahaya Pupil

Bulat, isokor, refleks cahaya

langsung/tidak langsung

langsung/tidak langsung (+)

Jernih

Lensa

Jernih

Jernih

Vitreous

Jernih

Tidak dilakukan

Fundus

Tidak dilakukan

Resume
Pasien datang ke Poli Mata Rumah Sakit Moh. Ridwan Meuraksa dengan keluhan rasa tidak
nyaman pada mata kanan sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu. Pasien mengaku pandangan
ganda dan sering tersandung saat berjalan. Pasien merasa tidak nyaman bila berada di ruangan
terbuka karena silau. Pasien menyangkal adanya gangguan saat membaca maupun menulis.
Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya gangguan pendengaran pada telinga kanan,
kesemutan pada sisi sebelah kanan dan sering merasa berat saat mengangkat tangan dan kaki
kanan. Dari pengakuan pasien tidak didapatkan adanya riwayat trauma kepala. Sebelumnya
pasien mengeluh sakit kepala sebelah yang lamban laun timbul keluhan pada mata kanan pasien.
Pasien mengaku terkadang timbul mual saat sakit kepala sebelah namun tidak muntah.
Pasien mengaku pada tahun 2011 pernah mengeluhkan hal yang sama dan dirawat di Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.
Dari status oftalmologi didapatkan kelainan pada gerakan bola mata, mata kanan pasien tidak
dapat melirik ke arah kanan.

Diagnosis Kerja
Abducen palcy (Kelumpuhan nervus VI)
Diagnosis Banding
PemeriksaanPenunjang

Pemeriksaan tonometri
CT Scan kepala
Foto Schedel AP dan lateral
Penatalaksanaan
Menutup mata yang sakit
Neurobiad

3x1

Saran : Konsul bagian saraf

Prognosis
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad malam

Ad cosmeticam

: dubia ad bonam

Pembahasan
Definisi paralisis nervus VI adalah kelumpuhan nervus VI yang mensarafi m. rektus lateralis,
yang berfungsi untuk mengerakan bola mata kearah lateral.

Diagnosa pasien ini adalah paralisis nervus VI, diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan opthalmologis. Pada pemeriksaan didapatkan mata kanan tidak dapat
mengikuti pen light kearah lateral, hal ini disebabkan adanya kelumpuhan dari nervus VI. Selain
itu Pasien mengaku pandangan ganda dan sering tersandung saat berjalan. Pasien merasa tidak
nyaman bila berada di ruangan terbuka karena silau, hal tersebut merupakan gelaja-gejala yang
timbul akibat adanya kelumpuhan nervus VI.
Dari status oftalmologi didapatkan kelainan pada gerakan bola mata, mata kanan pasien tidak
dapat melirik ke arah kanan.

SARAF OTAK VI (NERVUS ABDUSEN)


Anatomi

Serabut-serabut nervus abdusen terdiri dari serabut yang berasal dari inti di pons dekat
kawasan fasikulus longitudinalis medialis. Akar nervus abdusen melintasi tegmentum pontis
disebelah luar fasikulus. Longitudinalis meadialis, fasikulus predorsalis dan lemniskus medialis
untuk kemudian pada bagian ventral dan tegmentum pontis membelok sedikit ke lateral dan
muncul pada permukaan lateral pons di atas relief dari piramis. Dari sini ia melanjutkan
perjalanan yang jauh ke ruang orbita untuk berakhir pada muskulus rektus lateralis. Ia
menempuh itu melalui permukaan lateral pons, mensenfalon, dinding lateral sinus kavernosus
dan fisura orbita superior.1 Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di
bawah foramen optik.2

Gambar 1: Nervus Abdusen (Amal, 2010)3


Fisiologi
Nervus abdsusen mensarafi muskulus rektus lateralis, yang merupakan salah satu otot
yang berperan dalam menggerakan bola mata. Pergerakan bola mata dilakukan oleh 6 pasang
otot bola mata luar yaitu:

1. otot rektus lateral, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya bola mata
kearah temporal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke VI (sarapf abdusen).
2. otot rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya mata
kearah nasal.
3. otot rektur superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi, aduksi dan intorsi daripada
bola mata dan otot ini persyarafi saraf ke III (saraf okulomotor).
4. otot rektus inferior, kontraksinya akan mnghasilkan depresi, adduksi dan

intorsi,yang

dipersyarafi oleh syaraf ke III (saraf okulomotor).


5. otot oblik superior, kontraksinya akan menghasilkan depresi, intorsi, dan abduksi yang
dIpersyarafi syaraf ke IV (syaraf troklear)
6. otot oblik inferior, kontraksinya akan mengakibatkan elevasi, ekstorsi dan abduksi.
Keenam pasang otot ekstraokular bekerja sama sedemikian rupa sehingga gambar benda
yang dilihat jelas dan tunggal. Sebagai contoh kerjasama otot adalah gerakan mata melirik ke
kanan horizontal berarti gabungan kerja M.rectus lateralis kanan dan M.rectus medialis kiri.2

Gambar 2: Otot-Otot Penggerak Bola Mata (Dony, 2008)4


Paralisis Nervus Abdusen
N.VI yang mempersarafi M.rectus lateralis bila mengalami paralisis akan menyebabkan diplopia
dengan posisi bola mata melirik ke arah luar (temporolateral). Bila penderita melihat lurus ke
depan, posisi mata yang terkena akan sedikit adduksi karena kerja M.rectus medialis belebihan.1,5
Lesi N VI melumpuhkan otot rektus lateralis, jadi melirik kearah luar ( lateral, temporal)
terganggu pada mata yang terlibat, yang mengakibatkan diplopia horisontal. Bila pasien melihat

lurus kedepan, posisi mata yang telibat sedikit mengalami aduksi, disebabkan oleh aksi yang
berlebihan dari otot rektus medialis yang tidak terganggu.
Esotropia Paralitikus = Abdusen Palcy = noncomitant esotropia6
Sering terjadi pada orang dewasa yang mendapat trauma dikepala, tumor atau peradangan dari
susunan saraf serebral. Jarang ditemukan pada anak-anak, yang biasanya disebabkan trauma
pada waktu lahir, kelainan congenital dari m. rektus lateralis atau persarafannya

Gambar 3. Paralisis Nervus Abdusen (Admin, 2010)7

Etiologi
Banyak gangguan bisa menyebabkan kelumpuhan ini seperti:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Trauma kepala
Tumor
Multiple sclerosis
Aneurysms (a.basilaris)
Infeksi otak, seperti meningitis, bisul otak atau infeksi parasit
Komplikasi pada telinga atau infeksi mata
Penyumbatan pada arteri yang mensuplai syaraf, bisa disebabkan dari
diabetes,stroke, serangan ischemic transient, arteritis atau vasculitis.

8. Wernickles encephalopathy (umumnya disebabkan oleh alkohol kronik)


9. Benign intracranial hypertension (pseudotumor cerebri)
10. Glioma di pons
11. Infeksi pernafasan (pada anak)8,9
Beberapa gangguan ini memberi tekanan pada syaraf yang menyebabkan pembengkakan
disekitarnya

atau

peningkatan

tekanan

di

dalam

tengkorak.

Yang

lainnya

berhubungan dengan aliran darah menuju syaraf. Jika kelumpuhan ini terjadi sendirian (tanpa
kelumpuhan syaraf cranial lain), penyebabnya seringkali tidak pernah dikenali.9,10
N.VI merupakan saraf otak terpanjang intra kranial,

sehingga

rawan

terhadap

gangguan,

Kelumpuhan abdusen dapat terjadi pada tekanan intrakranial yang tinggi, dan dengan demikian
tidak mempunyai nilai lokalisasi.5

Tanda-tandanya1,6,9
1. Bola mata yang terkena bersikap konvergensi, yaitu ke arah nasal.
2. Bola mata yang terkena tidak dapat digerakkan ke samping atau kearah luar.
3. Bayangan terletak di sebelah lateral dari gambar sebenarnya; bayangan itu akan lebih
menjauhi ke samping apabila pasien diminta melirik ke arah lesi.
4. Diplopic homonym, yang menjadi lebih hebat, bila mata digerakkan kearah luar
5. Kepala dimiringkan kearah otot yang lumpuh
6. Deviasinya menghilang, bila mata digerakan kearah yang berlawanan dengan otot yg
lumpuh
7. Pada anak dibawah umur 6 tahun, dimana pola sensorisnya belum tetap timbul supresi,
sehingga tidak timbul diplopia
8. Pada orang dewasa, dimana esotropianya terjadi sekonyong-konyong, penderita
mengeluh ada diplopia, karena pola sensorisnya sudah tetap dan bayangan dari objek
yang dilihatnya jatuh pada daerah-daerah retina dikedua mata yang tidak bersesuaian
(corresponderend)
9. Gejala-gejala lain tergantung pada penyebab, antara lain: sakit kepala berat, penumpukan
cairan (edema) pada conjunctiva, mati rasa pada wajah dan mulut, kehilangan
penglihatan, dan ketidakmampuan untuk menggerakkan mata pada perintah yang lain.

Cara pemeriksaan :
Selagi wawancara dengan pasien perhatikan celah matanya, apakah ada ptosis, eksoftalmus,
enoftalmus dan apakah ada strasbismus (jereng). Selain itu , apakah cenderung memejamkan
matanya yang kemungkinan disebabkan oleh diplopia.
Setelah itu lakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai ptosis, besar pupil, reaksi cahaya
pupil, reaksi akomodasi, kedudukan bola mata, gerakan bola mata dan nistagmus.
Kerusakan nervus VI saja biasanya tidak mempunyai nilai lokalisasi; ia mudah terganggu karena
jalan sarafnya yang panjang. Ia dapat lumpuh pada tekanan intrakranial yang tinggi. Dibatang
otak, letak inti-inti serta serabut-serabut sangat berdekatan, karenanya jarang dijumpai lesi yang
tersendiri. Kita mengenal beberapa macam sindrom. Sindrom Millard Gubler adalah salah satu
sindrom yang ditandai oleh kelumpuhan nervus VI dan VII ipsilateral jenis lower motor neuron
dan hemiplegi kontralateral jenis upper motor neuron, yang disebabkan oleh lesi didaerah pons.
DIAGNOSA9
Biasanya, dokter bisa dengan mudah mengenali kelumpuhan syaraf ke-6, tetapi penyebabnya
kurang nyata. Ophthalmoscope digunakan untuk melihat ke dalam mata dan memeriksa adanya
tumor, peningkatan tekanan, dan kelainan di dalam pembuluh darah. CT atau, dianjurkan, MRI
dilakukan untuk meniadakan kemungkinan tumor dan kelainan lain. Jika hasilnya tidak jelas,
suntikan spinal (lumbar puncture) dilakukan untuk memastikan apakah tekanan di dalam
tengkorak meningkat dan apakah tumor atau pembengkakan disebabkan sebuah infeksi atau
terkena pada syaraf. Jika gejala-gejala diduga vasculitis, darah dikeluarkan untuk memeriksa
tanda peradangan, seperti kelainan antibodi tertentu (antinuclear antibody dan faktor rheumatoid)
di dalam darah dan kelainan kadar pengendapan eritrosit (ESR-seberapa cepatnya sel darah
merah turun ke bagian bawah pipa tes yang mengandung darah). Setelah seluruh tes dilakukan,
penyebab bisa tetap tidak diketahui.

Pengobatan

Pengobatan tergantung pada penyebab. Ketika penyebab diobati, kelumpuhan biasanya


terpecahkan. Kelumpuhan dengan penyebab yang tidak dapat diidentifikasikan biasanya
terpecahkan tanpa pengobatan dalam 2 bulan, sebagaimana yang terjadi pada mereka yang
disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah.9
Penderita diobati dahulu secara nonoperatif selama 6 bulan, menurut kausanya, kalau dapat
dengan kerjasama beserta seorang ahli saraf. Bila terdapat diplopia, mata yang sakit ditutup
untuk menghilangkan diplopia dan segala akibatnya. Adapula yang menutup mata yang sehat
untuk menghilangkan diplopianya.
Baik pada anak ataupun dewasa, bila setelah 6 bulan pengobatan belum ada perbaikan, baru
dilakukan operasi, yaitu reseksi dari m. rektus lateralis atau resesi dari m. rektus medialis, sebab
bila dibiarkan terlalu lama dapat terjadi atrofi dari otot.

You might also like