Professional Documents
Culture Documents
Memperparah Katarak
Memperparah Katarak
)
Pharmacy Author:
Omudhome Ogbru, PharmD
Medical and Pharmacy Editor:
Jay W. Marks, MD
WARNING: Quetiapine can cause orthostatic hypotension (a drop in blood
pressure upon standing that can lead to dizziness or fainting) especially during the
first 3-5 day period of treatment, when it is restarted after temporary
discontinuation, and after an increase in the dose. The risk of orthostatic
hypotension is about 1 in 100 (one of every hundred patients who take
quetiapine). Quetiapine frequently causes tiredness (1 in 5 patients), especially
during the first 3-5 days of treatment. Because of this tiredness, care should be
exercised in any activity requiring mental alertness such as operating a motor
vehicle or hazardous machinery. Less common side effects include seizures (1 in
125 patients) and hypothyroidism (1 in 250 patients).
As with other antipsychotics, long-term use of quetiapine may lead to irreversible
tardive dyskinesia, a neurologic disease which consists of involuntary movements
of the jaw, lips, and tongue.
In animals, quetiapine has been associated with the development of cataracts, and
cataracts have been reported in patients using quetiapine for prolonged periods.
Although it is not clear if quetiapine was responsible for the cataracts seen in
humans, eye examinations by slit-lamp (to identify cataracts before they impair
vision) are recommended at the beginning of treatment and every six months
during treatment. If cataracts form, treatment should be discontinued. Quetiapine
may increase blood concentrations of cholesterol and triglycerides by 11% and
17%, respectively.
http://www.medicinenet.com/quetiapine/page2.htm
You are not alone: join a mobile support group for people who take Ezetimibe and
have Cataract >>>
Ezetimibe
Ezetimibe has active ingredients of ezetimibe. It is often used in high blood cholesterol.
(latest outcomes from Ezetimibe 3,478 users)
Cataract
Cataract (clouding of the lens inside the eye) has been reported by people with
osteoporosis, high blood pressure, rheumatoid arthritis, osteopenia, diabetes.(latest
reports from Cataract 17,647 patients)
On Jan, 21, 2015: 3,414 people reported to have side effects when
taking Ezetimibe. Among them, 3 people (0.09%) have Cataract.
http://www.ehealthme.com/ds/ezetimibe/cataract
BAB
I
PENDAHULUAN
Banyak orang yang terkena alergi pada mata mengobati sakit mereka
dan sangat efektif dengan menggunakan produk-produk yang beredar
di pasaran. Jika obat-obatan tersebut tidak bekerja atau jika terdapat
nyeri pada mata mereka, mata merah yang sangat hebat, terdapat lebih
banyak lagi kotoran pada mata, kita harus memberikan saran-saran
yang
berhubungan
dengan
kesehatan
mata
yang
benar.
Kortikosteroid sering digunakan dalam beberapa bentuk, untuk
menyembuhkan beberapa kondisi yang berbeda. Karena kortikosteroid
mengurangi rasa gatal, bengkak, merah, dan reaksi alergi,
kortikosteroid sering digunakan pada penyembuhan masalah kulit,
alergi yang hebat, asma, dan arthritis. Obat-obatan jenis kortikosteroid
juga menekan respon imun dalam tubuh, jadi kortikosteroid digunakan
pada pasien yang menerima transplantasi organ, untuk mengurangi
kesempatan penolakan organ yang di transplantasi. Pada beberapa
pasien yang tidak memproduksi cukup kortikosteroid alami, obat
kortikosteroid dapat meningkatkan level dari hormon-hormon tersebut.
Kortikosteroid juga digunakan untuk penyembuhan kanker (bersama
dengan obat-obatan yang lain), dan untuk mengurangi inflamasi pada
obat-obatan
yang
lain.
BAB
TINJAUAN
A.KORTIKOSTEROID
1.Definisi
II
PUSTAKA
Kortikosteroid3,4
kortikosteroid
pada
kadar
suprafarmakologik.
4.Indikasi3
Dari pengalaman klinis dapat diajukan minimal 6 prinsip terapi yang
perlu
diperhatikan
sebelum
obat
ini
digunakan
:
a.Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan
dengan trial and error, dan harus dievaluasi dari waktu ke waktu sesuai
dengan
perubahan
penyakit.
b.Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya.
c.Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya
kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis
sangat
besar.
d.Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih hingga
dosis melebihi dosis substitusi, insiden efek samping dan efek letal
potensial akan bertambah; dosis ekivalen hidrokortisol 100 mg/hari
lebih dari 2 minggu hampir selalu menimbulkan iatrogenic chusing
syndrome. Bila terpaksa pasien harus juga diberi diet tinggi protein dan
kalium.
e.Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan
merupakan terapi kasual ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif
karena
efek
anti-inflamasinya.
f.Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan
dosis yang besar, mempunyai resiko insufisiensi adrenal yang hebat dan
dapat
mengancam
jiwa
pasien.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa bila kortikosteroid akan
digunakan untuk jangaka panjang, harus diberikan dalam dosis
minimal yang masih efektif. Dosis ini ditentukan secara trial and error.
Untuk keadaan yang tidak mengancam jiwa pasien, kortikosteroid dosis
besar dapat diberikan untuk waktu yang singkat selama tidak ada
kontraindikasi
spesifik.
5.Penggunaan
Klinis
Kortikosteroid merupakan obat yang sangat banyak dan luas dipakai
dalam dunia kedokteran terutama golongan glukokortikoid.
Glukokortikoid sintetik digunakan pada pengobatan nyeri sendi,
arteritis temporal, dermatitis, reaksi alergi, asma, hepatitis, SLE,
inflammatory bowel disease, serta sarcoidosis. Selain sediaan oral.
Terdapat pula sediaan dalam bentuk obat luar untuk pengobatan kulit,
mata, dan juga inflammatory bowel disease. Kortikosteroid juga
digunakan sebagai terapi penunjang untuk mengobati mual,
dikombinasikan dengan antagonis 5-HT3 (misalnya ondansentron).5
Baik kortikosteroid alami maupun sintetik digunakan untuk diagnosis
dan pengobatan kelainan fungsi adrenal. Hormon ini juga sering
digunakan dalam dosis yang lebih besar untuk pengobatan berbagai
kelainan
peradangan
dan
imunologi.6
Penggunaan glukokortikoid pada pengobatan gangguan fungsi adrenal
6.Efek
Samping9,10,11
Kortikosteroid bisa menyebabkan terjadinya glaukoma. Pada glaukoma
terjadi peningkatan tekanan intra okuler (TIO) dengan kerusakan saraf
optik. Kortikosteroid juga bisa menyebabkan terjadi kehilangan tajam
penglihatan (visus) dan tajam penglihatan, katarak subkapsular
posterior, termasuk herpes simpleks dari jaringan mata, adanya
perforasi dari bola mata, eksaserbasi infeksi mata akibat virus dan
jamur, rasa nyeri yang sementara akibat dari trauma, penglihatan yang
kabur, rasa tidak nyaman dan perih pada mata, adanya benda asing
pada
mata,
hiperemia,
dan
pruritus.
Reaksi merugikan lain yang bisa terjadi pada mata akibat pemberian
kortikosteroid yakni pada <1% pasien mengalami rasa lengket pada
mata, peningkatan fibrin, mata kering, edema konjungtiva, kornea
menjadi kotor, keratitis, fotofobia, iritasi, ulserasi kornea, edema kornea,
infiltrat,
erosi
kornea.
Macam-macam reaksi yang lain yakni nyeri kepala, hipertensi yang
sangat mengganggu atau bisa menjadi lebih buruk, rhinitis, faringitis,
dan
gangguan
rasa.
Secara garis besar, kortikosteroid (glukokortikoid) dapat menyebabkan
efek yang merugikan pada mata. Efek samping dan komplikasi yang
bisa
terjadi
antara
lain
:
a.Glaukoma
b.Katarak
posterior
sub
kapsular
c.Eksaserbasi bakteri dan virus (khususnya herpes) melalui mekanisme
penekanan
atau
perlindungan
sistem
imun
d.Ptosis
e.Midriasis
f.Atrofi
kulit
pada
kelopak
mata
Steroid menginduksi peningkatan tekanan intra okular dapat terjadi
pada pemberian topikal, periokular, nasal dan terapi sistemik
glukokortikoid. Perbedaan respons tiap individu : pada beberapa
individu bisa terdapat peningkatan TIO hingga 4% - diatas 31 mmHg
setelah 6 minggu terapi dengan topical kortikosteroid (dexamethasone).
Mekanisme dari steroid yang menurunkan fasilitas akuos humor melalui
trabecular meshwork belum bisa dipastikan dengan jelas.
Respons individual dari steroid sangat tinggi tergantung dari durasi,
kekuatan, dan frekuensi dari terapi dan potensi dari agen yang
digunakan. Steroid menginduksi peningkatan TIO hampir tidak
pernah terjadi pada kurang dari 5 hari dan bahkan kurang dari 2
minggu.
BAB
III
PENUTUP
Kortikosteriod adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan
dibagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon
adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis atau
atas
angiotensin
II.
Kortikosteroid dibagi menjadi 2 kelompok besar berdasarkan atas
aktivitas biologis yang menonjol darinya, yakni glukokortikoid
(mengendalikan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, juga
bersifat anti inflamasi). Kelompok lain yaitu mineralokortikoid
(mengatur
kadar
elektrolit
dan
air).
Efek kortikosteroid secara umum yaitu kortisol dan analog sintetiknya
dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat
radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik, atau alergen. Penggunaan klinik
kortikosteroid sebagai anti inflamasi merupakan terapi paliatif, yaitu
hanya gejalanya yang dihambat sedangkan penyebab penyakit tetap
ada.
Pengaruh kortikosteroid yang terpenting pada manusia adalah
penghambatan akumulasi makrofag dan netrofil di tempat radang juga
menyebabkan berkurangnya aktivitas makrofag. Akibatnya terjadi
penghambatan kerja faktor-faktor limfokin yang dilepaskan oleh sel-T
sensitif
pada
makrofag.
Pada mata, kortikosteroid biasanya digunakan untuk mengobati
bengkak dan gatal pada mata yang disebabkan karena alergi, trauma,
atau
infeksi.
Kontraindikasi penggunaan kortikosteroid pada mata, yaitu pada
pasien dengan keratitis herpes simpleks superfisial akut, penyakit yang
disebabkan oleh jamur pada struktur bola mata, vaksinasi, varisela dan
banyak lagi penyakit yang disebabkan oleh virus pada kornea dan
konjungtiva, infeksi mikobakterium pada mata, penyakit yang
disebabkan oleh mikroorganisme, hipersensitivitas, setelah pemindahan
yang
tidak utuh
pada
badan asing
superficial kornea.
Secara khusus, efek samping penggunaan kortikosteroid pada mata
paling sering terjadi pada pemberian dalam jangka waktu lama yaitu
glaukoma dan katarak. Pada glaukoma, terjadi peningkatan tekanan
intra okuler yang disertai dengan kerusakan saraf optik. Jenis glaukoma
yang biasa terjadi yaitu glaukoma sudut terbuka. Secara teori,
kortikosteroid menginduksi protein (miosilin) yang berada di daerah
trabekulum sehingga menyebabkan terjadinya edema di daerah
tersebut. Edema tersebut yang menginduksi terjadinya glaukoma sudut
terbuka.
Efek samping yang lain yaitu kortikosteroid bisa menyebabkan
terjadinya katarak. Jenis katarak yang bisa terjadi yaitu katarak
posterior sub kapsular. Biasanya pada penggunaan kortikosteroid
dalam jangka waktu yang lama bisa menyebabkan katarak posterior
sub kapsular. Patofisiologi terjadinya katarak akibat pemberian
kortikosteroid dalam jangka waktu lama belum bisa dipastikan dengan
jelas. Namun yang pasti jenis kortikosteroid yang bisa menyebabkan
terjadinya katarak yaitu jenis glukokortikoid. Ini semua berhubungan
dengan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, dan berhubungan
dengan anti inflamasi dengan cara menghambat pelepasan fosfolipid.