Professional Documents
Culture Documents
Sebagai orang yang tidak terlalu suka teenlit, saya bisa bilang novel ini
mudah dibaca. Gaya penulisannya mengalir, memberi ruang bagi pembaca
untuk turut mendalami menjadi tokoh utama dan menjadikan pikiran tokoh
utama sebagai pikiran pembaca. Ditambah bahasa yang dialektis melayu
menunjukkan ciri khas kedaerahan sumateranya. Tapi, karakterisasi Ryan
terkesan tidak masuk akal dan paradoks. Banyak hal yang seolah
menunjukkan dia tidak menderita autis karena keterbukaannya, seolah-olah
dia cukup cakap berdialog tanpa keterbatasan kosakata (ditambah lagi Ryan
suka membaca sastra), dan kecenderungannya untuk aktif dalam interaksi
dan tanya jawab, itu pun belum termasuk pembahasan posturnya yang
digambarkan proporsional, yang sepertinya agak janggal (kecuali mungkin
Ryan rutin berenang). Ini perlu direvisi, lebih sedikit interaksi verbal dan lebih
banyak cara penyampaian nonverbal akan lebih menunjukkan bahwa Ryan
penderita autis akut (terbawa hingga dewasa) bukan penderita autis yang
sudah mendekati sembuh karena kedewasaannya (lagi pula, menurut
penelitian kebanyakan kasus autis yang terbawa hingga dewasa hanya
terbatas pada usia 16-18 tahun, setelah itu mengalami perubahan yang
signifikan bertahap, berbeda halnya jika epilepsi). Di luar itu, penggambaran
tampan Ryan yang klise harus dibiarkan, atau ini akan berubah dari teenlit
menjadi buku sosial.
Ada beberapa hal yang terkesan aneh dan janggal, misalnya
keterkaitan hubungan darah antara Ryan dan Baim terkesan klise dan
murahan. Mengejutkan, tapi gampangan. Lalu, pembayaran awal 10 juta
yang mengejutkan itu seperti tak ada artinya. Seolah penulis ingin menyuplai
kebutuhan tokoh utama agar mempermudah penceritaan selanjutnya, tapi
terkesan janggal dan lagi-lagi, klise dan murahan, terutama saat Brenda tidak
mempertanyakan pada Maryati soal jumlah yang dia (dan Ela) rasa terlalu
besar. Pun, tak ada pembahasan lanjutan pada Maryati di bab selanjutnya.
Sekaya apa pun Maryati, ini tetap janggal. Pertemuan dengan Franky di
bioskop tidak ada gunanya. Hanya membuat penceritaan menjadi berteletele. Lagi pula, cara menutupnya pun terkesan terlalu terburu-buru. Firasat
Ela membuat Brenda selamat dari serangan Baim? Klise dan dibuat-buat.
Sebaiknya Ela memang sedang mampir atau mereka berdua sedang di
tempat umum. Masalah keterangan waktu agak rancu dan saling berlawanan.
(lihat soal saksofon, Maryati bilang belum pernah dengar, tapi selanjutnya dia
bilang dulu dia pernah dengar, sebelum Ryan patah hati). Konflik terlalu
lemah dan diceritakan terburu-buru disbanding bagian pembuka yang lebih
panjang. Terlebih lagi, menurut saya, konflik batin Brenda antara Yuda-DedyBaim-Ryan di usianya yang masih dini (22 tahun), agak kurang kuat.
Pertemuan dengan istri Dedy terlalu singkat dan tidak cepat disudahi, dan