You are on page 1of 21

STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RSU ANUTAPURA PALU
I.

IDENTITAS PASIEN
1) Nama pasien
: Tn. F
2) Umur
: 32 tahun
3) Jenis Kelamin
: Laki - laki
4) Alamat
: LAPAS Dewi Sartika
5) Agama
: Islam
6) Pekerjaan
: Mantan sopir rental
7) Tanggal Pemeriksaan: 30 Mei 2015

II.

ANAMNESIS
1) Keluhan utama
:
Benjolan merah muncul di lengan, tangan, kaki dan wajah
2) Riwayat penyakit sekarang :
Pasien laki - laki berusia 32 tahun datang ke poli kulit dan kelamin
RSU Anutapura dengan keluhan benjolan merah muncul di lengan, tangan,
kaki dan wajah sejak 3 hari yang lalu. Benjolan pertama kali muncul di
daerah lengan atas berukuran sebesar bola pingpong, berwarna merah, terasa
panas dan sangat nyeri, kemudian benjolan merah lainnya bermunculan di
area lengan bawah, punggung tangan, telapak tangan, area wajah, kemudian
di tungkai bawah dengan ukuran yang bervariasi. Pasien juga mengeluh
sering merasa kram pada kedua tangan dan kakinya. Pasien mengalami
demam sejak dari munculnya benjolan benjolan merah tersebut.

3) Riwayat penyakit dahulu :


Pasien mempunyai riwayat diagnosis penyakit kusta pada tahun 2013
yang lalu dan telah menjalani pengobatan kusta selama 1 tahun sampai
tuntas.
Pasien pernah mengalami hal yang sama dengan keluhan saat ini
sebanyak 3 kali, pertama kali pada bulan Desember dengan kondisi yang lebih

berat dimana benjolan merah yang panas dan nyeri tersebut muncul di seluruh
badan dan wajah sehingga pasien harus dirawat inap di RSU Anutapura
selama 1 minggu dan pulang dengan keadaan yang sembuh. Namun 1 minggu
kemudian pasien kembali masuk RS dengan kondisi yang sama namun lebih
ringan, pasien menjalani perawatan beberapa hari dan dipulangkan dengan
status sembuh . Pada awal bulan Maret 2015 pasien kembali masuk RS
dengan keluhan yang sama. Hal tersebut terjadi karena pasien tidak patuh
meminum obat yang diberikan. Saat pasien datang di Poli Penyakit Kulit dan
Kelamin pasien juga mengaku sebelumnya tidak mengkonsumsi obat yang
diberikan dokter sehingga benjolan benjolan tersebut kembali bermunculan.
4) Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami penyakit serupa dengan
pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
1. Keadaan Umum
: Sakit sedang
2. Status Gizi
: Baik
3. Kesadaran
: Compos mentis
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 120/90mmHg
Nadi

: 84 kali/menit

Respirasi

: 20 kali/menit

Suhu

: 37,6o C

Status Dermatologis
Lokalisasi

: Regio brachii, antebrachi, manus, cruris, dan fasialis

Ujud Kelainan Kulit

: Nodul, plak, papul, eritema, sirkumkripta,

1. Kepala

2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pre auricularis dextra : Nodul eritema


Vestibulum nasi sinistra : Papul eritema
Leher
: tidak ada ujud kelainan kulit
Dada
: tidak ada ujud kelainan kulit
Punggung
: tidak ada ujud kelainan kulit
Perut
: tidak ada ujud kelainan kulit
Selangkangan
: tidak ada ujud kelainan kulit
Ekstremitas Atas
:
- Bracii medial sinistra : Nodul eritema, sirkumkrip, dome - shaped
-

dengan area central yang mengkilat


Bracii lateral dextra : Nodul eritema
Fleksor antebrachii dextra : Nodul eritema sirkumkrip,ukuran

lentikular
- Dorsal manus : Nodul dan plak eritema,
- Palmar : Nodul eritema, sirkumkrip.
8. Ekstremitas bawah :
- Medial Genu dan cruris : Nodul eritema, sirkumkrip, ukuran
lentikular.

GAMBAR

Gambar 1. Regio fasialis : Papul eritema pada vestibulum nasi sinistra


Gambar 2. Regio bracii medial : Nodul eritema, sirkumkrip, dome - shaped
dengan area central yang mengkilat

Gambar 3. Regio lateral brachii : Nodul eritema

Gambar 4. Regio antebrachii dextra : Nodul eritema sirkumkrip, ukuran


lentikular

Gambar 5. (A) Regio palmar : Nodul eritema, sirkumkrip , (B) Regio Dorsal
manus : Nodul dan plak eritema

Gambar 6. Regio Medial Genu dan cruris : Nodul eritema, sirkumkrip, ukuran
lentikular.

IV.

RESUME
Pasien laki - laki berusia 32 tahun datang ke poli kulit dan kelamin
RSU Anutapura dengan keluhan nodul eritema muncul di lengan, tangan, kaki
dan wajah sejak 3 hari yang lalu. Nodul pertama kali muncul di daerah
brachialis medial sebesar bola pingpong, eritema, terasa panas dan sangat
nyeri, kemudian nodul eritema lainnya bermunculan di area antebrachii,
dorsal manus, palmar, fasialis, kemudian di area cruris dengan ukurn yang
bervariasi. Pasien juga mengalami hipostesi pada ekstremitas superior dan
ekstremitas inferior. Pasien mengalami febris sejak dari munculnya nodul
eritema tersebut. Riwayat MH (+) pengobatan 1 tahun tuntas. Keluhan yang
sama sudah dialami sebanyak 3 kali setelah pengobatan MH.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sakit
ringan, kesadaran compos mentis, dan status gizi baik. Tanda-tanda vitalnya
yaitu tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 84x/menit, respirasi 20x/menit, dan
suhu 37,6 oC. Hasil pemeriksaan kulit tampak adanya nodul eritema pada pre
auricularis dextra, papul eritema pada vestibulum nasi sinistra, nodul eritema,
sirkumkrip, dome - shaped dengan area sentral yang mengkilat pada bracii
medial sinistra, nodul eritema pada bracii lateral dextra, nodul eritema
sirkumkrip,ukuran lentikular pada fleksor antebrachii, nodul dan plak eritema
pada dorsal manus, nodul eritema, sirkumkrip pada palmar dan nodul eritema,
sirkumkrip, ukuran lentikular pada medial genu dan cruris bilateral.

V.

DIAGNOSIS BANDING
1. Eritema Nodosum Leprosum (ENL)
2. Eritema Nodosum
3. Sarkoidosis

VI.

ANJURAN PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Histopatologik
2. Pemeriksaan Hematologi
3. Pemeriksaan bakteriologik
4. Pemeriksaan Serologik

VII. DIAGNOSA KERJA


Eritema Nodosum Leprosum (ENL)
VIII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
- Istirahat yang cukup / immobilisasi
- Menghindari faktor pencetus seperti kondisi tubuh yang lemah serta stress
fisik dan mental
Menjaga asupan gizi yang cukup
.
Medika mentosa
- Prednisone 5 mg 3 3 0
- Vitamin B1, B6, B12 2 X 1
- Paracetamol 500 mg 3x1 (bila demam)
-

IX.

PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad fungtionam
Quo ad sanationam
Quo ad cosmeticam

: ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam

PEMBAHASAN
Pasien laki - laki berusia 32 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RSU
Anutapura dengan keluhan nodul eritema muncul di lengan, tangan, kaki dan wajah
sejak 3 hari yang lalu. Nodul pertama kali muncul di daerah brachialis medial sebesar
bola pingpong, eritema, terasa panas dan sangat nyeri, kemudian nodul eritema
lainnya bermunculan di area antebrachii, dorsal manus, palmar, fasialis, kemudian di
area cruris dengan ukurn yang bervariasi. Pasien juga mengalami hipostesi pada
ekstremitas superior dan ekstremitas inferior. Pasien mengalami febris sejak dari

munculnya nodul eritema tersebut. Riwayat MH (+) pengobatan 1 tahun tuntas.


Keluhan yang sama sudah dialami sebanyak 3 kali setelah pengobatan MH.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sakit ringan,
kesadaran compos mentis, dan status gizi baik. Tanda-tanda vitalnya yaitu tekanan
darah 120/90 mmHg, nadi 84x/menit, respirasi 20x/menit, dan suhu 37,6 oC. Hasil
pemeriksaan kulit tampak adanya nodul eritema pada pre auricularis dextra, papul
eritema pada vestibulum nasi sinistra, nodul eritema, sirkumkrip, dome - shaped
dengan area sentral yang mengkilat pada bracii medial sinistra, nodul eritema pada
bracii lateral dextra, nodul eritema sirkumkrip,ukuran lentikular pada fleksor
antebrachii, nodul dan plak eritema pada dorsal manus, nodul eritema, sirkumkrip
pada palmar dan nodul eritema, sirkumkrip, ukuran lentikular pada medial genu dan
cruris bilateral.
Eritema nodosum leprosum (ENL) merupakan reaksi tipe 2 pada penyakit lepra
dengan manifestasi klinis di kulit berupa nodul kutaneus yang nyeri, umumnya
terdapat di wajah dan ekstremitas. ENL dapat terjadi pre, intra dan post kemoterapi,
namun paling sering terjadi selama tahun pertama pengobatan. Sepertiga penderita
ENL didiagnosis menderita lepra bersamaan dengan munculnya reaksi tersebut.
Serangan dapat bersifat akut, namun dapat juga memanjang atau berulang dalam
beberapa tahun. Sekitar 50% dari pasien LL (Lepromatous Leprosy) dan 15% dari
pasien BL (Borderline Lepromatous) akan menderita ENL. Faktor-faktor pencetus
lainnya antara lain infeksi, stress fisik atau mental,tes tuberculin kulit, uji bacterial
4+, kehamilan, pembedahan dan vaksinasi. ENL lebih berat pada orang Asia
dibandingkan orang Afrika. (1,2,3,4)
Secara umum reaksi lepra mempunyai sifat yang khas, menyebabkan kerusakan
jaringan, peradangan, dan mengganggu sistem imun tubuh, dimana hal ini yang
semakin meningkatkan angka kesakitan. Dalam praktek sehari hari reaksi lepra ini
sering disalah artikan sebagai komplikasi dari pengobatan, sementara reaksi ini
kadang muncul sebelum dimulai terapi atau setelah pengobatan telah tuntas (1)

Sarita dkk ( 2013) mengklasifikasikan ENL menjadi ENL derajat ringan,


sedang, dan berat. Derajat ringan bila pasien ENL mempunyai suhu di bawah 100 oF
dengan lesi yang minimal pada kulit 1 atau 2 ekstremitas. Derajat sedang bila pasien
mempunyai suhu diantara 100oF dan 102oF dengan lesi kulit pada keempat
ektremitas, beberapa lesi pada badan, dan wajah dengan atau tanpa gejala
ekstrakutaneus seperti limfadenopati,arthritis, dan kerapuhan tulang. Derajat berat
bila temperature diatas 102oF disertai dengan kutaneus vesikulasi/pustulasi/tanda
visceral proteinuria, peningkatan enzim hati, heatomegali atau splenomegali.(5)
Karakteristik reaksi ini adalah gambaran kulit berupa nodul merah/pink terang
yang nyeri, bisa terletak pada dermis atau lapisan subkutan. Berbentuk kubah dengan
batas tidak tegas, mengkilap dan nyeri tekan yang disertai dengan demam, hilang
nafsu makan, dan kelemahan. Nodulnya bisa mengalami ulserasi, targetoid,vesicular,
pustular, dan nekrotik . Lesi paling sering pada wajah dan permukaan ekstensor
tungkai tetapi juga bisa terlihat dimana saja. Setengah dari pasien ENL menampakkan
lesi pada wajah. ENL kronik memperlihatkan indurasi kecoklatan yang kebanyakan
terdapat pada paha, betis dan lengan bawah. Perjalanan reaksi dapat berlangsung
sampai 3 minggu. Kadang-kadang timbul berulang-ulang dan berlangsung lama.
Apabila kompleks imun berdeposit di pembuluh darah dapat menyebabkan vaskulitis
sistemik pada kulit. akan menimbulkan manifestasi klinis lainnya apabila berdeposit
pada

organ

tertentu

seperti:

neuritis,

lymphadenopathy,

iritis,

orchitis,

glomerulonefritis, daktilitis, dan arthritis, mata (iridosiklitis), testis (orchitis), ginjal


(glomerulonefritis).(1,6,7)
Secara umum ENL dikenal sebagai penyakit yang diperantai oleh kompleks
imun. Terdapat beberapa bukti akan keterlibatan komplemen dalam reaksi ini,
diantaranya ditemukannya komplemen dalam serum bersamaan dengan aktivasi
komplemen dalam jaringan, bukti lain seperti adanya infiltrasi neutrofil yang

menunjukkan adanya fenomena Arthus, tingginya angka glomerulonephritis pada


pasien ENL, dan profil sitokin. Bagaimanapun kompleks imun dan imunitas seluler
berperan penting dalam pathogenesis ENL.(1)
Peran sitokin TH2 diketahui berperan penting pada pathogenesis ENL dengan
peningkatan ekspresi IL-6, IL-8, IL-10. ENL merupakan respon sistemik terhadap
adanya kondisi inflamasi ditandai dengan infiltrasi neutrofil, aktivasi komplemen, dan
tingginya level tumor necrosis factor . Aspek utama pada jaras ini meliputi (i) ENL
menginduksi pelepasan IL-1b; (ii) aktivasi endothelial berkaitan dengan peningkatan
pengikatan E-selektin dan neutrofil, dan (iii) peningkatan mediator antiinflamasi
dikaitkan dengan aktivitas neutrofil dan makrofag (5)
Diagnosis ENL ditegakkan berdasarkan atas gambaran klinik, pemeriksaan
fisis, dan pemeriksaan penunjang. Gambaran klinis yang khas untuk pasien dengan
ENL adalah nodul kutaneus yang nyeri, umumnya terdapat di wajah dan ekstremitas .
(1,6)

Nodul Erithema Nodusum Leprosum (1)

Pada pemeriksaan hematologi didapatkan leukositosis PMN, peningkatan


enzim hati,. Pada kondisi yang berat hematokrit dapat mengalami penurunan secara
tiba tiba sampai 5 g/dl yang biasanya dikelirukan dengan kondisi dapson-induced
hemolisys. Pada biopsi kulit lesi akut 72 jam pertama leukosit PMN merupakan sel
predominan, kemudian pada 72 96 jam terlihat sedikit nertrofil dan sejumlah besar
limfosit, histiosit, sel plasma, serta adanya sel mast. Pada lesi kronik terdapat sedikit
neutrofil dan eosinofil, namun terjadi peningkatan limfosit. Gambaran histologis
lainnya yang dilaporkan pada ENL adalah oedema dermis dan subkutis,panniculitis
dan adanya vaskulitis merupakan patognomonik pada reaksi tipe 2 ini disertai edema
interstitial.(1,3,8)
Temuan histologis pada ENL diklasifikasikan atas 3 kategori yakni; tipe 1 bila
yang ditemukan hanya ciri yang sama dengan gambaran khas pada lepra, tipe 2 bila
terdapat infiltrasi neutrofil pada granuloma makrofag, tipe 3 bila terdapat vaskulitis
neutrofil pada granuloma makrofag.(5)
Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari apusan kulit atau kerokan
cuping telinga kiri dan kanan yang diwarnai dengan pewarnaan basil tahan asam,
dengan metode ziehl-neelsen, pewarnaan dengan carbol fuchsin 0,3 %. Basil lepra
akan tyerlihat seperti batang batang merah [ada latar belakang biru. Bakterioskopik
negatif pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak mengandung basil
M. Leprae.(9)
Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh
seseorang yang terinfeksi oleh M.Leprae. Antibodi yang terbentuk dapat bersifat

spesifik terhadap M.Leprae, yaitu antibodi anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan
antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD. (10)
Macam-macam pemeriksaan serologik kusta ialah:

Uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay)

Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination)

ML dipstick (Mycobacterium Leprae dipstick)


Reaksi

lepra

membutuhkan

penanganan

secepatnya

karena

dapat

menyebabkan deformitas yang irreversibel. MDT harus dilanjutkan dengan dosis


penuh tanpa pengurangan. Pemberian parasetamol dan aspirin diberikan untuk
mengurangi nyeri, istirahat yang cukup juga diperlukan. Pada kasus spesifik
kortikostreoid (prednisolone) diberikan dengan dosis berikut : 40 mg/hari pada
minggu 1 dan 2, 30 mg / hari pada minggu 3 dan 4, 20 mg /hari pada minggu 5 dan
6 , 15 mg /hari pada minggu 7 dan 8 , 10 mg / hari pada minggu 9 dan 10 kemudian 5
mg per hari pada minggu ke - 11 dan 12. Penting untuk mengevaluasi keadaan pasien
setiap minggu dan menurunkan dosis kortikosteroidnya setiap 2 minggu. Dosis
maksimum dari prednisolone adalah 1 mg/kg berat badan.(11)
Eritema nodosum leprosum merupakan kondisi yang sulit untuk diobati,
kadang membutuhkan terapi dengan dosis steroid yang tinggi (80 mg dengan
penurunan

dosis)

atau

thalidomid.

Kortikosteroid

dapat

menyebabkan

ketergantungan sehingga thalidomide lebih sering digunakan untuk terapi ENL.


Clofamazine mempunyai efek anti inflamasi pada ENL dengan dosis 300 mg/hari
dalam beberapa bulan.(2)
Pemberian clofamazine dan kortikosteroid diindikasikan pada pasien dengan
ENL berat yang tidak respon terhadap pengobatan dengan kortikosteroid tunggal atau
saat resiko toksitas kortikosteroid tinggi dengan dosis 2 kali 100 mg per hari selama

12 minggu dan 100mg per hari pada minggu ke 12 24.(11)


Diagnosis ENL harus dipertimbangkan dengan diagnosis banding erythema
nodosum, sarkoidosis dan bentuk panniculitis lainnya. Lesi ENL dapat dibedakan
dengan eryhtema nodoum berdasarkan jumlah lesinya. ENL juga mirip dengan
Sweets syndrome dan septicemia. Bullous ENL didiagnosis banding dengan
immunobullous disorders. Lesi ulseratif didiagnosis banding dengan pyoderma
gangrenosum. ENL kronik juga dapat didiagnosis banding dengan connective tissue
disorder atau keganasan limphoretikuler. (3)
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien dengan reaksi kusta adalah cacat.
Infeksi pada saraf perifer adalah bagian penting dari penyakit kusta, tetapi kerusakan
permanen saraf bukan merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari yang
diakibatkan oleh infeksi tersebut. Menangani dengan cepat dan tepat pada saat reaksi
kusta dapat mencegah kerusakan saraf-saraf secara permanen. Prognosis ENL akan
baik jika didiagnosis dengan cepat dan dengan pengobatan yang tepat. Eritema
Nodosum Leprosum ringan dapat menghilang segera tetapi ENL berat dapat menetap
selama bertahun-tahun , lesi pada wajah juga dapat berakibat pada mata dengan
komplikasi kebutaan(2,3,10)
Reaksi lepra terdiri atas reaksi reaksi tipe 1 dan reaksi tipe 2 perbedaan
masing masing tipe tersebut beserta perbedaan berdasarkan derajat ringan beratnya
adalah sebagai berikut : (1,7,13)
Tabel 1. Perbedaan Reaksi Tipe 1 dan Reaksi Tipe 2

NO

Tanda /
Gejala

Reaksi Tipe 1

Reaksi Tipe 2

Keadaan
Umum

Umumnya baik, demam


ringan (sub febris) atau
tanpa demam

Peradangan
di kulit

Bercak kulit lama menjadi


lebih meradang (merah),
dapat timbul bercak baru

Ringan sampai berat disertai


kelemahan umum dan demam
tinggi
Timbul nodul kemerahan,
lunak dan nyeri tekan.
Biasanya pada lengan dan
tungkai. Nodul dapat
pecah(ulserasi)

Saraf

Sering terjadi, umumnya


berupa nyeri tekan saraf
dan atau gangguan fungsi
saraf

Peradangan
pada organ
lain

Hampir tidak ada

Terjadi pada mata, kelenjar


getah bening, sendi, ginjal,
testis, dll

Waktu
timbul

Segera setelah pengobatan

Sebelum, saat, dan sesudah


pengobatan

Tipe lepra

Dapat terjadi pada lepra


tipe PB maupun MB

Hanya pada tipe MB

Dapat terjadi

Tabel 2. Perbedaan reaksi tipe 1 dan reaksi tipe 2 berdasarkan derajat


ringan dan beratnya

NO Gejala/tanda
1

Kulit

Reaksi tipe 1
Ringan

Berat

Reaksi Tipe 2
Ringan

Bercak:
Bercak:
Nodul
merah,tebal, merah, tebal merah,
panas, nyeri panas, nyeri panas,

Berat
: Nodul : merah,
panas, nyeri yang
bertambah parah

bertambah
parah
(sampai
pecah

nyeri

(sampai pecah)

Saraf Tepi

Nyeri
perabaan (-)
Gangguan
fungsi (-)

Nyeri
perabaan (+)
Gangguan
fungsi (+)

Nyeri
perabaan
(-)
Gangguan
fungsi (-)

Nyeri perabaan
(+)
Gangguan
fungsi (+)

Keadaan
umum

Demam (-)

Demam (+/-)

Demam
(+/-)

Demam (+/-)

Gangguan
pada organ
lain

Terjadi
peradangan pada:
Mata:
Iridocyclitis
Testis:
epididimoorchitis
Ginjal: nephritis
Kelenjar limfe:
limfadenitis
.
Gangguan
pada
tulang,
hidung dan
tenggorokan

Mekanisme terjadinya ENL sebelum, saat, dan sesudah pengobatan.(12,14,15)


Reaksi kusta tipe 2 terutama terjadi pada kusta tipe lepromatous (BL, LL).
Diperkirakan 50% pasien kusta tipe LL Dan 25% pasien kusta tipe BL mengalami
episode ENL. Umumnya terjadi pada 1-2 tahun setelah pengobatan tetapi dapat
juga timbul pada pasien kusta yang belum mendapat pengobatan Multi Drug
Therapy (MDT). Reaksi ENL terjadi sebagian besar selama satu tahun
pengobatan dengan Multi Drug Therapy (MDT), tetapi dapat juga terjadi pada

kusta yang tidak diobati. Sepertiga penderita ENL didiagnosis dengan kusta
bersamaan dengan terjadinya ENL.
ENL yang terjadi sebelum pengobatan diduga merupakan manifestasi
pengendapan kompleks antigen antibodi pada pembuluh darah yang berlangsung
lama. Eritema Nodosum Leprosum merupakan reaksi humoral, dimana basil kusta
yang utuh maupun tidak utuh menjadi antigen. Tubuh akan membentuk antibodi
sebagai respon adanya antigen. Reaksi kompleks imun terjadi antara antigen dan
antibodi sehingga memicu pembentukan komplemen. Reaksi antigen-antibodi
atau yang biasa disebut kompleks imun ini terjadi antara lain di kulit berbentuk
nodul yang dikenal sebagai eritema nodosum leprosum, mata (iridosiklitis), sendi
(artritis) dan saraf (neuritis) dengan disertai gejala konstitusi seperti demam dan
malaise serta komplikasi pada organ tubuh lainnya. Termasuk reaksi
hipersensitivitas tipe III menurut Coomb & Gel.
Pada saat sementara pengobatan dan setelah pengobatan , banyak basil kusta
yang mati dan hancur (apoptosis), sehingga banyak antigen yang dilepaskan dan
bereaksi dengan antibodi IgG, IgM dan komplemen C3 membentuk kompleks
imun yang terus beredar dalam sirkulasi darah dan akhirnya akan di endapkan
dalam berbagai organ sehingga mengaktifkan sistem komplemen . Berbagai
macam enzim dan bahan toksik yang menimbulkan destruksi jaringan akan
dilepaskan oleh netrofil akibat dari aktivasi komplemen
Status imunologi pasien eritema nodosum leprosum (ENL).(3,8,14)
Respon imun terhadap kuman M.leprae terjadi pada dua kutub, dimana pada
satu sisi akan terlihat aktifitas Th-1 yang menghasilkan imunitas seluler dan sisi yang
lain terlihat aktifitas Th-2 yang menghasilkan imunitas humoral. Respon imunitas
seluler terjadi pada lepra tipe tuberkuloid sementara reaksi imunitas humoral terjadi
pada lepra tipe lepromatosa.
Reaksi kusta tipe 2 terutama terjadi pada kusta tipe lepromatous (BL, LL).
Diperkirakan 50% pasien kusta tipe LL Dan 25% pasien kusta tipe BL mengalami

episode ENL. Hal ini menunjukkan bahwa penderita kusta tipe BL/LL subpolar tidak
memiliki kemampuan untuk meningkatkan sistem imunitas selulernya, sehingga yang
berperan adalah sistem imunitas humoral. Pada ENL, dijumpai peningkatan ekspresi
sitokin IL -4, IL-5, IL 13 dan IL-10 (respon tipeTh-2) serta peningkatan, IFN- dan
TNF-. IL-4, IL-5, IFN-,TNF- bertanggung jawab terhadap kenaikan suhu dan
kerusakan jaringan selama terjadi reaksi ENL.
Secara imunopatologis, reaksi kusta termasuk respons imun humoral, berupa
fenomena kompleks imun akibat reaksi antara antigen M.leprae dengan antibodi
(IgM, IgG) dan komplemen membentuk kompleks imun. Konsentrasi relatif dari
antigen dan antibodi akan cukup untuk membentuk kompleks imun yang kemudian
berdeposit di jaringan. Komplemen terikat pada deposit kompleks dan faktor
kemotaktik PMN dilepaskan. Akumulasi polimorf memfagositosis kompleks dan
melepaskan enzim proteolitik yang menyebabkan inflamasi dan nekrosis.
Pembentukan kompleks dapat berada di jaringan, dimana terdapat gradien konsentrasi
dari antigen yang berdifusi jauh dari kumpulan basil yang berdegenerasi atau dalam
sirkulasi. Selama episode ENL berlangsung, kompleks imun dalam sirkulasi yang
mengandung komplemen (C1q), IgG dan IgM dapat terlihat. Aktivasi polyklonal dari
semua isotipe (IgM, IgG dan IgA) diperlihatkan pada pasien dengan penyakit
multibasiler stabil. Jika kompleks imun berdeposit di dinding pembuluh darah akan
menyebabkan vaskulitis. Kompleks imun yang beredar di sirkulasi akan terbentuk
dan berdeposit pada tempat yang jauh dari lesi bacilliferous.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Rea TH,Modlin RL. Leprosy. In: Freedberg M, Eisen AZ, Wolff K, Austen
KF,Goldsmith LA, Katz SI, et al, editors. Fitzpatrick's dermatology in
General Medicine. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2008.p.1791-96
[2] D.N.J Lockwood. Leprosy. In: Burns T,Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook's
Textbook of Dermatology. 7th ed. Australia : Blackwell Publishing
Company;2004.pp.29
[3] Kahawita IP, Walker SL, Lockwood DNJ. Leprosy Type 1 Reactions and
Erythema Nodosum Leprosum. An Bras Dermatol.2008;83(1).pp 75-82

[4] James WD,Berger TG, Elston DM. Hansens Disease in: James WD,Berger TG,
Elston DM. Andrews' Disease of the skin clinical dermatology. 10 th ed.
Philadelpia: W.B.Sounders Company;2003.pp.349-52
[5] Sarita S, Muhammed K, Najeeba R, Rajan GN, Anza K, Binitha MP, Aparna G. a
Study on Histological Features of Lepra Reactions in Patients Attending the
Dermatology Department of the Government Medical College, Calicut,
Kerala, India. 2013;84.pp 51-64
[6] Chauhan S, Dcruz S, Mohan H, Singh R, Ram J, Sachdev A. Type II Lepra
Reaction : An Unusual Presentation. Dermatology Online Journal.2006 ;
12(1):18
[7] Jacob, Jesse T, Phyllis Kozarsky, Roberta Dismukes, Vicky Bynoe, Lindsay
Margoles, Michael Leonard, Ildefonso Tellez, Carlos Franco-Paredes.
Short Report: Five-year Experiece with Type 1 and Type 2 Reactions in
Hansen Disease at US Travel Clinic. The American Society of tropical
Medicine and Hygiene;2008.pp.452-454
[8] Degang Y, Nakamura K, Akama T, Ishido Y, Luo Y, Ishii N, Suzuki K. Type II
Lepra Reaction ( Eryhthema Nodosum Leprosum); Sign of a M. Lepra
Spesific Celluler Immune Reponse?.Future Microbiol.2014;9(1):43-54
[9] Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit
Kusta.Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.2012
[10] Utami IT, amiruddin MD, Muchtar SV. Serologic Test (Elisa) And Ml Flow Test
In Lepromatous Leprosy With ENL. Department of Dermatovenereology
Medical Faculty of Hasanuddin University / Wahidin Sudirohusodo
Hospital Makassar.2013;1(4)
[11] World Health Organization (WHO). Management of Reactions in Leprosy. Cited
on
June
3rd
2015.
Available
from
:
http://www.who.int/lep/research/Reactions.pdf
[12] Pandhi D, Chabra N. New Insights in the Pathogenesis of Type 1 and 2 Lepra
Reaction. Indian J Dermatol Venereol Leprol 2013;79:739-49
[13] Lubis RD.Profil Pasien Kusta dengan Ulkus Plantaris di Rumah Sakit Kusta
Pulau Sicanang. Universitas Sumatera Utara. 2012

[14] Prameswari R,Listiawan MY, The Role of TNF- in Immunopathogenesis of


ENL and the Contribution in Management of ENL. Departemen/Staf Medik
Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo
Surabaya:2012.Vol 24.pp43-48
[15]Yudihart S, Puspadewi T, Caroline.Laporan
Kusta.Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Kasus

Bangsal

Reaksi

You might also like