Professional Documents
Culture Documents
The Goal
Help the patient and family
understand the condition
Support the patient and family
Minimize the risk of overwhelming
distress or prolonged denial
1. Getting started
2. Finding out how much the patient
knows.
3. Finding out how much the patient
wants to know.
4. Sharing the information.
5. Responding to the patients feelings.
6. Planning and follow-through.
S etting
up the
interview
P erception
of the
patient re their
illness
nvitation
from
patient to share info
K nowledge
and
Information conveyed
E motions
responded to
empathically
S ummary
and
Strategy for follow-up
1. Setting
up the interview
Avoid telephone
Private setting, sitting down
Turn off beeper, no interruptions
Ensure adequate time
1. Setting
up the interview
2. Perception
ASK then TELL
Important if the patient is not well known
to you OR if visits to consultants have
occurred
Assess the Gap between what the
patient knows and the diagnosis
What have you already been told about
might be going on?
What is your understanding of why the
CT scan was ordered?
3. Invitation
Giving
4. Knowledge
and Information
Giving
4. Knowledge
and Information
Respond to
5. Emotions
empathically
upsetting
I know this is
U nderstanding
It would be for anyone
R especting
Youre asking all the right
questions
S upporting
for
follow-up
Summarize discussion
Clear follow-up plan re: referral,
tests, next contact (in <48 hrs)
Provide written summary or
brochures
Refer to community resources
Invite support person for next visit if
not present
for
follow-up
Breaking Bad
Discrepancies in Ratings
Patients rated the following much higher
than doctor and nurses:
receiving bad news in a quiet, private place
arranging a follow-up visit soon to review
with patient and family
inform patient about support services
Girgis, Behavioural Medicine 1999
Follow-up
Please take a handout outlining the
SPIKES steps in sharing bad news
Try out one or two of the suggestions
next time you have bad news to
share
DEFINISI
Malpraktek praktek kedokteran
yang salah atau tidak sesuai dengan
standar profesi atau standar
prosedur operasional.
Hubert W. Smith
4D
(a)Duty
(b) adanya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas
(dereliction)
(c) penyimpangan akan mengakibatkan kerusakan
(direct caution)
(d) sang dokter akan menyebabkan kerusakan
(damage).
a. Duty (kewajiban)
Tidak ada kelalaian jika tidak ada kewajiban
untuk mengobati.
Hal ini berarti bahwa harus ada hubungan
hukum antara pasien dan dokter/rumah sakit.
Dengan adanya hubungan hukum, maka
implikasinya adalah bahwa sikap tindak
dokter/perawat rumah sakit itu harus sesuai
dengan standar pelayanan medik agar pasien
jangan sampai menderita cedera karenanya.
a. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian dokter
dengan pasien, dokter haruslah
bertindak berdasarkan:
1) Adanya indikasi medis
2) Bertindak secara hati-hati dan
teliti
3) Bekerja sesuai standar profesi
4) Sudah ada informed consent.
a. Duty (kewajiban)
Standar Profesi Kedokteran adalah batasan
kemampuan (knowledge, skill and professional
attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang
dokter atau dokter gigi untuk dapat melakukan
kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara
mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.
KODEKI Pasal 2
Setiap dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan
profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi,
dimana tolak ukuran tertinggi adalah yang sesuai dengan
perkembangan IPTEK Kedokteran, etika umum, etika
kedokteran, hukum dan agama, sesuai tingkat/ jenjang
pelayanan kesehatan dan situasi setempat.
a. Duty (kewajiban)
Undang-Undang Praktek Kedokteran Pasal 45 ayat
(1)
Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien
harus mendapat persetujuan. Sebelum memberikan
persetujuan pasien harus diberi penjelasan yang lengkap
akan tindakan yang akan dilakukan oleh dokter.
Di mana penjelasan itu mencakup sekurang-kurangnya :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
a. Duty (kewajiban)
Praktik kedokteran wajib untuk
membuat rekam medis, yang sudah
diatur dalam Undang-Undang
Praktek Kedokteran pasal 46.
Rekam medis harus segera
dilengkapi setelah pasien selesai
menerima pelayanan kesehatan dan
harus dibubuhi nama, waktu, dan
tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau
b. Dereliction of Duty
(penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang dokter melakukan
penyimpangan dari apa yang seharusnya
atau tidak melakukan apa yang seharusnya
dilakukan menurut standard profesinya,
maka dokter tersebut dapat dipersalahkan.
Bukti adanya suatu penyimpangan dapat
diberikan melalui saksi ahli, catatancatatan pada rekam medik, kesaksian
perawat dan bukti-bukti lainnya.
b. Dereliction of Duty
(penyimpangan dari kewajiban)
Apabila kesalahan atau kelalaian itu
sedemikian jelasnya, sehingga tidak
diperlukan kesaksian ahli lagi, maka
hakim dapat menerapkan doktrin
Res ipsa Loquitur.
Tolak ukur yang dipakai secara umum
adalah sikap-tindak seorang dokter
yang wajar dan setingkat didalam
situasi dan keadaan yang sama.
d. Damage (kerugian)
Damage yang dimaksud adalah cedera atau
kerugian yang diakibatkan kepada pasien.
Walaupun seorang dokter atau rumah sakit dituduh
telah berlaku lalai, tetapi jika tidak sampai
menimbulkan luka/cedera/kerugian (damage,
injury, harm) kepada pasien, maka ia tidak dapat
dituntut ganti-kerugian.
Istilah luka (injury) tidak saja dalam bentuk fisik,
namun kadangkala juga termasuk dalam arti ini
gangguan mental yang hebat (mental anguish).
Juga apabila tejadi pelanggaran terhadap hak
privasi orang lain.
Pasien/keluarga menaruh
kepercayaan kepada dokter, karena:
- Dokter mempunyai ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk menyembuhkan
penyakit atau setidak-tidaknya meringankan penderitaan.
- Dokter akan bertindak dengan hati-hati dan teliti
- Dokter akan bertindak berdasarkan standar profesinya.
- Dokter dikatakan melakukan malpraktek jika:
- Dokter kurang menguasai iptek kedokteran yang sudah berlaku umum dikalangan
profesi kedokteran
- Memberikan pelayanan kedokteran dibawah standar profesi (tidak lege artis)
- Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan tidak hatihati
- Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum
Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran,
maka ia hanya telah melakukan malpraktek etik. Untuk dapat menuntut
penggantian kerugian kerena kelalaian, maka penggugatan harus dapat
membuktikan adanya 4 unsur berikut:
- Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien
- Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan
- Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya
- Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar
Pencegahan Malpraktik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Aspek Hukum
1.Penyimpangan dari Standar Profesi
Medis
2.Kesalahan yang dilakukan
dokter,baik berupa kesengajaan
ataupun kelalaian
3.Akibat yang terjadi disebabkan oleh
tindakan medis yang menimbulkan
kerugian materiil atau non materiil
maupun fisik atau mental
Sanksi hukum
PIDANA
Pasal 267 KUHP (surat keteranganpalsu)
1.Seorang dokter yang dengan sengaja
memberikan surat keterangan palsu tentang
ada atau tidaknya penyakit , kelemahan atau
cacat, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.
2.Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk
memasukkan seorang kedalam rumah sakit gila
atau menahannya disitu dijatuhkan pidana
paling lama delapan tahun enam bulan.
3.Di ancam dengan pidana yang sama
,barangsiapa dengan sengaja memakai surat
keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai
dengan kebenaran.
PERDATA
Pasal 1338 KUH Perdata
Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undangbagi
mereka yang membuatnya.
Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali
selain dengan sepakat kedua belah pihak,
atau karena alas an-alasan yang oleh
undang-undang dinyatakancukup untuk itu.
Suatu perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikadbaik
ASPEK MEDIKOLEGAL
UU Pradok
Sesudah
diterbitkannya
Undang-Undang
Praktik kedokteran (UU Pradok) tahun 2004,
norma disiplin menjadi hal baru yang perlu
diperhatikan dan dikaji, karena didalam Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI) ada lembaga
yang disebut sebagai Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)
dengan tujuan menegakkan disiplin dokter
dan dokter gigi dalam penyelenggaraan
praktik kedokteran
Disiplin kedokteran
adalah
norma
kepatuhan
aturanaturan/ketentuan penerapan keilmuan dalam
pelaksanaan pelayanan atau lebih khusus
kepatuhan
menerapkan
kaidah-kaidah
penatalakasanaan klinis (asuhan medis) yang
mencakup:
penegakan
diagnosis,
tindakan
pengobatan, menetapkan prognosis
hubungan dokter
(termasuk spesialisasi) dengan pasien
1.
2.
3.
4.
Hubungan
Hubungan
Hubungan
Hubungan
Kebutuhan
Kepercayaan
Keprofesian
Hukum
Aspek medikolegal
Aspek medikolegal hubungan antara dokterpasien ada dua hal yang perlu mendapat
perhatian yaitu:
1. Komunikasi antara dokter dengan pasien
2. Persetujuan tindakan kedokteran. yang sering
mengundang timbulnya masalah antara dokter
dan pasien.
MEDIKOLEGAL
KRITERIA PIDANA
Seorang dokter dapat dikenakan sanksi
pidana, bilamana berbuat kriminal
seperti:
KRITERIA PERDATA
Pasal 1365 KUHPer : penimbul ganti rugi
atas diri orang lain pelakunya harus ganti
rugi
Pasal 1366 KUHPer : selain penimbul /
kesenjangan, juga akibat kelalaian atau
kurang berhati-hati
Pasal 1367 KUHPer : majikan ikut
bertanggung jawab atas perbuatan orang
dibawah penguasaanya
Pasal 1338 KUHPer : wanprestasi ganti
rugi
Pasal 36 UU No. 36 tahun 2009 tentang
kesehatan : ganti rugi
Pasal 66 UU No. 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran : ganti rugi
Doktrin perbuatan melawan hukum seperti
PROSEDUR
MEDIKOLEGAL
Prosedur mediko-legal yaitu tata-cara
atau prosedur penatalaksanaan &
berbagai aspek yg berkaitan dengan
pelayanan kedokteran untuk
kepentingan hukum mengacu
pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia, sumpah
dokter dan etika kedokteran.
LINGKUP PROSEDUR
MEDIKOLEGAL
Pengadaan visum et repertum
Tentang pemeriksaan kedokteran terhadap
tersangka.
Pemberian keterangan ahli pada masa
sebelum persidangan & pemberian
keterangan ahli di dalam persidangan .
Kaitan Visum et Repertum dengan rahasia
kedokteran
Tentang penerbitan Surat Keterangan
Kematian dan Surat Keterangan Medik.
Tentang fitness / kompetensi pasien untuk
menghadapi pemeriksaan penyidik.
KRITERIA PIDANA
TINDAKAN PELANGGARAN
PASAL KUHP
Euthanasia
Penyerangan seksual
Pelanggaran kesopanan
INFORMED CONSENT
DEFINISI
Keadaan normal
Keadaan darurat
Dinyatakan (expressed
consent)
BENTUK INFORMED
Lisan
CONSENT
Tulisan
Expressed consent
Persetujuan yg dinyatakan
secara lisan atau tulisan,
bila yg akan dilakukan lebih
dari prosedur pemeriksaan
dan tindakan yg biasa.
Implied consent
persetujuan yg diberikan pasien secara
tersirat,pasien
tanpa
Sebaiknya
pernyataan tegas ditangkap dokterdisampaikan
dari sikap danterlebih
tindakan
pasien.
dahulu, agar tidak salah
Implied consent bentuk lain presumed
consent
mengerti.
Bila mengandung risiko
PTM tertulis
1. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak diobati
2. Ketidakpastian tentang diagnosis
3. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi kesehatannya, termasuk pilihan untuk
tidak diobati
4. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan
5. Untuk setiap tindakan, diperlukan keterangan tentang kelebihan / keuntungan dan tingkat
kemungkinan keberhasilannya, dan diskusi tentang kemungkinan risiko yang serius atau sering
terjadi, dan perubahan gaya hidup sebagai akibat dari tindakan tersebut.
6. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih eksperimental
7. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan dimonitor atau dinilai kembali
8. Nama dokter yang bertanggung jawab secara keseluruhan untuk pengobatan tersebut
9. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti
pelatihan atau pendidikan, maka sebaiknya
dijelaskan peranannya didalam rangkaian tindakan yang akan dilakukan
10. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap waktu
11. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari dokter lain
12. Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian biaya
Adalah tanggung jawab dokter pemberi perawatan atau pelaku pemeriksaan/ tindakan untuk
memastikan bahwa persetujuan tersebut diperoleh secara benar dan layak. Dokter memang dapat
mendelegasikan proses pemberian informasi dan penerimaan persetujuan, namun tanggung jawab
tetap berada pada dokter pemberi delegasi untuk memastikan bahwa persetujuan diperoleh secara
benar dan layak.
Jika seseorang dokter akan memberikan informasi dan menerima persetujuan pasien atas nama
dokter lain, maka dokter tersebut harus yakin bahwa dirinya mampu menjawab secara penuh
pertanyaan apapun yang diajukan pasien berkenaan dengan tindakan yang akan dilakukan
terhadapnyauntuk memastikan bahwa persetujuan tersebut dibuat secara benar dan layak.
UUD 1945 pasal 28G ayat 1 disebutkan setiap org berhak atas perlindungan pribadi, ...
Pasal 53 UU no 23 th 1992 ttg kesehatan jg memberi hak kpd pasien atas informasi & hak memberikan
persetujuan tindakan medik
Pasal 45 ayat 1 UU no 29 th 2004 ttg praktek kedokteran yg menyatakan setiap tindakan kedokteran
atau kedokteran gigi yg akan dilakukan o/ dokter atau dokter gigi thdp pasiennya hrs
mendapat persetujuan
PASAL 7C KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
SETIAP DOKTER HARUS MENGHORMATI HAK-HAK PASIEN, DST
S.K.I.D.I NO. 319/PB/A.4/88 TENTANG INFORMED CONSENT.
DASAR HUKUM
TUJUAN INFORMED
CONSENT
FORMULIR
TINDAKAN
PERSETUJUAN
MEDIK
PERSETUJUAN
Dlm keadaan gawat darurat, utk menyelamatkan jiwa pasien, dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan
kedokteran (pasal 4 bab II Permenkes No.290)
5 syarat sah nya PTM :
diberikan scr bebas
Diberikan oleh orang yg sanggup membuat perjanjian
Telah dijelaskan btk tindakan yg akan dilakukan shg psien dpt memahami tindakan itu perlu dilakukan
Mengenai sesuatu hal yg khas
Pada situasi yg sama
PENOLAKAN TINDAKAN
KEDOKTERAN
TANGGUNG JAWAB
Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai
tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.
Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan tindakan
kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan,
sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan tindakan
kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan ( Ayat
2 ).
Sanksi administratif : dokter yg melakukan tindakan medik tanpa persetujuan pasien atau
keluarganya bs dicabut SIPnya (pasal 13 permenkes 585 th 1989)
Sanksi perdata : tindakan medik tanpa persetujuan pasien a/ melanggar hukum. Bl menimbulkan
kerugian, mk dokter yg melakukan & institusi penyelenggara pelayanan kedokteran yg
bersangkutan dpt dikenai sanksi perdata dgn acuan pasal 1365 KUH Perdata
Sanksi pidana : kelalaian menjalankan persetujuan tindakan medik dpt dikenai delik
penganiayaan dlm KUHP. Kesengajaan penyimpangan dlm praktek kedokteran yg mengakibatkan
kerugian bg pasien dgn delik yg sesuai
SANKSI
Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent
Persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan
penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2
Menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik
lainnya sebagai saksi adalah penting.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh
pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap
mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
terhadap pasien.
2. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak
kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya.
3. Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya disebut tindakan
kedokteran adalah suatu tindakan medis berupa preventif, diagnostik,
terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi
terhadap pasien.
4. Tindakan Invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat
mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien.
5. Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah tindakan medis
yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian
atau kecacatan.
6. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter
gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam
maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
7. Pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau bukan anak menurut
peraturan perundang-undangan atau telah/pernah menikah, tidak terganggu
Pasal 5
(1) Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik
kembali oleh yang memberi persetujuan sebelum dimulainya tindakan.
(2) Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi
persetujuan.
(3) Segala akibat yang timbul dari pembatalan persetujuan tindakan
kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) menjadi
tanggung jawab yang membatalkan persetujuan.
Bagian Kedua: Penjelasan
Pasal 7
(1) Penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diberikan langsung
kepada pasien dan/atau keluarga terdekat, baik diminta maupun tidak
diminta.
(2) Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar,
penjelasan diberikan kepada keluarganya atau yang mengantar.
(3) Penjelasan tentang tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sekurang-kurangnya mencakup:
a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;
b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
c. Altematif tindakan lain, dan risikonya;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
f. Perkiraan pembiayaan.
Pasal 3
(1) Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus
memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak
memberikan persetujuan.
(2) Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan persetujuan lisan.
(3) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam
bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat untuk
itu.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan dalam
bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan menganggukkan kepala yang
dapat diartikan sebagai ucapan setuju.
(5) Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis.
Pasal 4
(1) Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien
dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan
kedokteran.
(2) Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan
dicatat di dalam rekam medik.
(3) Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan
Pasal 9
(1) Penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 harus diberikan secara
lengkap dengan bahasa yang mudah dimengerti atau cara lain yang bertujuan
untuk mempermudah pemahaman.
(2) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dan
didokumentasikan dalam berkas rekam medis oleh dokter atau dokter gigi yang
memberikan penjelasan dengan mencantumkan tanggal, waktu, nama, dan
tanda tangan pemberi penjelasan dan penerima penjelasan.
(3) Dalam hal dokter atau dokter gigi menilai bahwa penjelasan tersebut dapat
merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan
penjelasan, maka dokter atau dokter gigi dapat memberikan penjelasan tersebut
kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain
sebagai saksi.
Pasal 10
(1) Penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diberikan oleh dokter atau
dokter gigi yang merawat pasien atau salah satu dokter atau dokter gigi dari tim
dokter yang merawatnya.
(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi yang merawatnya berhalangan untuk
memberikan penjelasan secara langsung, maka pemberian penjelasan harus
didelegasikan kepada dokter atau dokter gigi lain yang kompeten.
(3) Tenaga kesehatan tertentu dapat membantu memberikan penjelasan sesuai
dengan kewenangannya.
(4) Tenaga kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah
tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara langsung
kepada pasien.
RAHASIA KEDOKTERAN
Definisi
Rahasia Medik adalah adalah segala sesuatu
yang dianggap rahasia oleh pasien yang
terungkap dalam hubungan medis dokterpasien baik yang diungkapkan secara
langsung oleh pasien (subjektif) maupun yang
diketahui oleh dokter ketika melakukan
pemeriksaan fisik dan penunjang (objektif)
Rahasia medis ini juga sering disebut sebagai
rahasia jabatan dokter yang timbul karena
menjalankan tugas profesionalnya sebagai
dokter.
Hak
Pasal 4
Setiap orang berhak atas kesehatan
Pasal 5
Setiap orang punya hak yg sama dalam memperoleh akses atas sumber
daya di bidang kesehatan
Setiap orang punya hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yg
aman,bermutu dan terjangkau
Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yg diperlukan bagi dirinya
Pasal 6
Setiap orang berhak untuk mendapatkan lingkungan yg sehat bagi
pencapaian derajat kesehatan
Pasal 7
Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang
kesehatan yg seimbang dan bertanggung jawab
Pasal 8
Setiap orang berhak untuk memperoleh informasi tentang data
kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yg telah maupun
yg akan diterimanya dari tenaga kesehatan
kewajiban
Pasal 9
Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan,mempertahankan,dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yg setinggi tingginya
Kewajiban sebagaimana dimaksud ayat 1,pelaksanaaannya meliputi upaya
kesehatan perseorangan,upaya kesehatan masyarakat,dan pembangunan
berwawasan kesehatan
Pasal 10
Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya
memperoleh lingkungan yg sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial
Pasal 11
Setiap orang berkewajiban berprilaku hidup sehat untuk
mewujudkan,mempertahankan,dan memajukan kesehatan yg setinggi tingginya
Pasal 12
Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi
orang lain yg menjadi tanggung jawabnya
Pasal 13
Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial
Program jaminan yg diatur ayat 1 diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan
Tenaga kesehatan
Pasal 21-29
1)
2)
3)
4)
5)
Pasal 21
Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan,
pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu
tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan
pelayanan kesehatan.
Ketentuan mengenai perencanaan, pengadaan,
pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu
tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai tenaga kesehatan diatur
dengan Undang-Undang.
Pasal 22
Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum.
Ketentuan mengenai kualifikasi minimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri.
1)
2)
3)
4)
5)
Pasal 23
Tenaga kesehatan berwenang untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang
dimiliki.
Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga
kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah.
Selama memberikan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang
mengutamakan kepentingan yang bernilai materi.
Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Pasal 24
Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus
memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak
pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan
standar prosedur operasional.
Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.
Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar
pelayanan, dan standar prosedur operasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 25
Pengadaan dan peningkatan mutu tenaga kesehatan
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat melalui pendidikan dan/atau pelatihan.
Penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah
dan pemerintah daerah.
Ketentuan mengenai penyelengaraan pendidikan dan/atau pelatihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
1)
2)
3)
4)
5)
Pasal 26
Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan untuk
pemerataan pelayanan kesehatan.
Pemerintah daerah dapat mengadakan dan mendayagunakan
tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan daerahnya.
Pengadaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat dilakukan dengan
memperhatikan:
a) jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat;
b) umlah sarana pelayanan kesehatan; dan
c) jumlah tenaga kesehatan sesuai dengan beban kerja
pelayanan kesehatan yang ada.
Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan tetap memperhatikan hak tenaga
kesehatan dan hak masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang merata.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan tenaga
kesehatan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan
pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan profesinya.
2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya
berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
4) Untuk kepentingan hukum, tenaga kesehatan wajib
melakukan pemeriksaan kesehatan atas permintaan
penegak hukum dengan biaya ditanggung oleh negara.
5) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada kompetensi dan kewenangan sesuai
dengan bidang keilmuan yang dimiliki.
Pasal 29
Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian
Bagian Kedua
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pasal 30
(1) Fasilitas pelayanan kesehatan, menurut jenis
pelayanannya terdiri atas :
a. Pelayanan kesehatan perseorangan; dan
b. Pelayanan kesehatan masyarakat.
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama;
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
Pasal 31
Fasilitas pelayanan kesehatan wajib:
a. Memberikan akses yg luas bagi kebutuhan
penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan;
dan
b. Mengirimkan laporan hasil penelitian dan
pengembangan kepada pemerintah daerah atau
Menteri
Pasal 32
1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan
kesehatan, baik pemerintah maupun swasta,
wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi
penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan
kecacatan terlebih dahulu
2) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan
kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang
menolak pasien dan /atau meminta uang muka
Pasal 33
1) Setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas pelayanan
kesehatan masyarakat harus memiliki kompetensi
manajemen kesehatan masyarakat yg dibutuhkan
2) Kompetensi manajemen kesehatan masyarakat
sebagaimana dimaksud pd auat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri
Pasal 34
3) Setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas pelayanan
kesehatan perseorangan harus memiliki kompetensi
manajemen kesehatan perseorangan yg dibutuhkan
4) Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dilarang
mempekerjakan tenaga kesehatan yg tidak
memiliki kualifikasi dan izin melakukan pekerjaan
profesi
5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pd ayat (1) dan ayat
(2) dilaksanakan sesuai dng ketentuan peraturan
perundang-undangan
Pasal 35
1) Pemerintah daerah dapat menentukan
jumlah dan jenis fasilitas pelayanan
kesehatan serta pemberian izin
beroperasi di daerahnya
2) Penentuan jumlah dan jenis fasilitas
pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pd ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah daerah
dengan mempertimbangkan:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Luas wilayah;
Kebutuhan kesehatan;
Jumlah dan persebaran penduduk;
Pola penyakit
Pemanfaatannya;
Fungsi sosial; dan
Kemampuan dalam memenfaatkan teknologi
Upaya kesehatan
pasal 46-49
BAB VI
UPAYA KESEHATAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 46
Untuk mewujudkan derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya bagi masyarakat,
diselenggarakan upaya kesehatan yang
terpadu dan menyeluruh dalam bentuk
upaya kesehatan perseorangan dan upaya
kesehatan masyarakat.
Pasal 47
Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk
kegiatan dengan pendekatan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif yang
dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan
berkesinambungan.
Pasal 48
(1) Penyelenggaraan upaya kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 47
dilaksanakan melalui kegiatan :
a. Pelayanan kesehatan;
b. Pelayanan kesehatan tradisional;
c. Peningkatan kesehatan dan pencegahan
penyakit
Pasal 49
3) Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
masyarakat bertanggung jawab
atas penyelenggaraan upaya
kesehatan.
4) Penyelenggaraan upaya kesehatan
harus memperhatikan fungsi
sosial, nilai, dan norma agama,
sosial budaya, moral, dan etika
Pasal 50
1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung
jawab meningkatkan dan mengembangkan
upaya kesehatan.
2) Upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sekurang-kurang nya memenuhi
kebutuhan kesehatan dasar masyarakat
3) Peningkatan dan pengembangan upaya
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan pengkajian dan penelitian
4) Ketentuan mengenai peningkatan dan
pengembangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakn melalui kerja sama antarPemerintah dan antarlintas sektor
Pasal 51
1) Upaya kesehatan diselenggarakan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yg
setinggi-tingginya bagi individu atau
masyarakat
2) Upaya kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) didasarkan pada
standard pelayanan minimal
kesehatan
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
standard pelayanan minimal kesehatna
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pemberian pelayanan
kesehatan
pasal 52-54
Pasal 52
1.Pelayanan kesehatan terdiri atas:
pelayanan kesehatan perseorangan; dan
pelayanan kesehatan masyarakat.
2.Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi kegiatan dengan
pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.
Pasal 53
1.Pelayanan kesehatan perseorangan
ditujukan untuk menyembuhkan penyakit
dan memulihkan kesehatan perseorangan
dan keluarga.
2.Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan
untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah penyakit suatu
kelompok dan masyarakat.
3.Pelaksanaan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus mendahulukan pertolongan
keselamatan nyawa pasien dibanding
kepentingan lainnya.
Pasal 54
1.Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dilaksanakan secara bertanggung jawab,
aman, bermutu, serta merata dan
nondiskriminatif.
2.Pemerintah dan pemerintah daerah
bertanggung jawab atas penyelenggaraan
pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
3.Pengawasan terhadap penyelenggaraan
pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat.
Perlindungan kesehatan
pasal 56-58
Pasal 56
1. Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian
atau seluruh tinfakan pertolongan yang akan di berikan
kepadanya setelah menerima dan memahami informasi
mengenai tindakan tersebut secara lengkap
2. Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 tidak berlaku pada:
a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara
menular ke dalam masyarakat yang lebih luas
b. keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri
c. gangguan mental berat
3. Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak
sebagaimana pada ayat 1 di atur dengan ketentuan
perundang-undangan
Pasal 57
1. Setiap orang berhak atas rahasia kondisi
kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan
kepada penyelenggara pelayanan kesehatan
Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi
kesehatan pribadi sebagaimana di maksud pada
ayat 1 tidak berlaku dalam hal:
a. perintah undang-undang
b. perintah peradilan
c. izin yang bersangkutan
d. kepentingan masyarakat
e. kepentingan orang tersebut
Pasal 58
1. Setiap orang berhak menuntut ganti rugi
terhadap seseorang, tenaga kesehatan dan atau
penyelenggara kesehatan menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang di terimanya
2. Tuntutan ganti rugi sebagaimana di maksud
ayat 1 tidak berlaku bagi tenaga kesehatan
yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa
atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat
3. Ketentuan mengenai tata cara pengajuan
tuntutan sebagaimana di maksud pada ayat 1 di
atur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang - undangan
Ketentuan Pidana
Pasal 189-200
Pasal 189
1)
2)
3)
Pasal 190
1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga
kesehatan yg melakukan praktik atau pekerjaan pd
fasilitas pelayanan kesehatan yg dgn sengaja tidak
memberikan pertolongan pertama thdp pasien yg dlm
keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dlm Pasal
32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dgn pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling
banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pd ayat (1)
mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian,
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga
kesehatan tersebut dipidana dgn pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 191
Setiap orang yg tanpa izin melakukan praktik pelayanan
kesehatan tradisional yg menggunakan alat & teknologi
sebagaimana dimaksud dlm Pasal 60 ayat (1) sehingga
mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau
kematian dipidana dgn pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
Pasal 192
Setiap orang yg dgn sengaja memperjualbelikan organ atau
jaringan tubuh dgn dalih apa pun sebagaimana dimaksud dlm
Pasal 64 ayat (3) sehingga mengakibatkan kerugian harta
benda, luka berat atau kematian dipidana dgn pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 193
Setiap orang yg dgn sengaja melakukan bedah plastik & rekonstruksi
utk tujuan mengubah identitas seseorang sebagaimana dimaksud
dlm Pasal 69 diancam dgn pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Pasal 194
Setiap orang yg dgn sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dgn
ketentuan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 75 ayat (2) dipidana dgn
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 195
Setiap orang yg dgn sengaja memperjualbelikan darah dgn dalih
apapun sebagaimana dimaksud dlm Pasal 90 ayat (3) dipidana dgn
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 196
Setiap orang yg dgn sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yg tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan
keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dlm Pasal
98 ayat (2) dan ayat (3) diancam dgn pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 197
Setiap orang yg dgn sengaja memproduksi atau mengedarkan
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yg tidak memiliki izin edar
sebagaimana dimaksud dlm Pasal 106 ayat (1) dipidana dgn pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 198
Setiap orang yg tidak memiliki keahlian & kewenangan utk melakukan
praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dlm Pasal 108 dipidana
dgn pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 199
1) Setiap orang yg dgn sengaja memproduksi atau
memasukkan rokok ke dlm wilayah Kesatuan Republik
Indonesia dgn tidak mencantumkan peringatan kesehatan
berbentuk gambar sebagaimana dimaksud dlm Pasal 114
dipidana dgn pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
2) Setiap orang yg dgn sengaja melanggar kawasan tanpa
rokok sebagaimana dimaksud dlm Pasal 115 dipidana
denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
Pasal 200