You are on page 1of 8

Infeksi bakteri dan virus pada saluran udara mengaktifkan sel-sel kekebalan tubuh

dan struktural, mempromosikan peradangan dan mempengaruhi tanggapan


terhadap patogen lainnya, alergen dan polusi. Skema menggambarkan potensi
pemicu dan respon bawaan kekebalan eosinofilik (Th2 tergantung) dan neutrophlic
(non-Th2 tergantung) asma. Panel kiri: alergen lingkungan seperti serbuk sari dan
spora jamur dapat memicu asma Th2. Proses kekebalan Th2 dimulai dengan
perkembangan sel Th2 dan produksi mereka dari sitokin IL-4, IL-5, dan IL-13. Sitokin
ini merangsang inflamasi alergi dan eosinophilic serta epitel dan otot polos
perubahan yang berkontribusi terhadap asma Pathobiology. Panel kanan: Asap
rokok, polusi dan PAMPs dari mikroba saluran napas termasuk LPS dari bakteri atau
ssRNA dari virus pernapasan yang berpotensi dapat memicu non-Th2 asma. Ada
berbagai faktor yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan asma non-Th2.
Faktor-faktor ini mencakup unsur-unsur terkait infeksi, Th1 dan Th17 kekebalan,
perubahan otot polos non-Th2 terkait dan pengembangan peradangan neutrophlic.
Singkatan: APC, sel antigen; CRTH2, molekul reseptor-homolog chemoattractant
diekspresikan pada sel Th2; dsRNA, untai ganda RNA; PGD2, prostaglandin D2. IFN,
interferon; GRO, onkogen pertumbuhan diatur; IL, interleukin; LPS, lipopolisakarida;
PAMP, patogen terkait pola molekul; ssRNA, untai tunggal RNA; Th, T helper; TLR,
reseptor Toll-like.

Patofisiologi asma dan akut eksaserbasi asma: Ikhtisar singkat


Asma adalah penyakit pernapasan kronis yang lazim di seluruh dunia. Hal ini
dianggap sebagai
penyebab utama morbiditas dan kontributor utama untuk belanja perawatan
kesehatan yang tinggi
terutama di negara-negara maju (Subbarao et al, 2009). Ada dua patologis utama
fitur pada penderita asma 'saluran udara, peradangan dan hiperresponsif. Fitur-fitur
ini
saling terkait tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada satu sama lain. Airway
perubahan inflamasi termasuk
peningkatan sekresi saluran napas lendir, napas dinding edema, infiltrat seluler
inflamasi,
kerusakan epitel sel, hipertrofi otot polos, dan submukosa fibrosis (Bergeron et al,
2009). Infiltrat seluler terutama terdiri dari eosinofil, neutrofil, sel mast,
limfosit, basofil dan makrofag. Rasio sel-sel ini dapat secara luas bervariasi antara
pasien menunjuk ke asma heterogenitas (Holgate, 2008). Secara keseluruhan, asma
dapat dibagi
ke eosinophilic, neutrophilic, dan fenotipe paucigranulocytic. Eosinophilic yang
fenotipe ditandai dengan infiltrasi eosinofilik dominan dari saluran udara. Pasien
cenderung alergi, asma dipicu oleh paparan alergen dan cenderung merespon
dengan baik
untuk glukokortikoid. Fenotip neutrophilic ditandai dengan neutrofil dominan
infiltrasi saluran udara. Pasien cenderung memiliki berat, lebih agresif, tidak
terkontrol
asma, atau asma akut dipicu oleh infeksi virus. Mereka biasanya tidak menanggapi
glukokortikoid sebagus jenis eosinophilic. Dalam fenotip pauci-granulocytic
neutrofil dan eosinofil hampir tidak ada (Holgate, 2008).
Pemicu eksaserbasi asma akut termasuk alergen seperti serbuk sari, bulu binatang,
debu
tungau dan jamur; infeksi saluran pernapasan virus; iritasi seperti asap dan debu;
udara dingin dan
olahraga. Ketika serbuk sari, misalnya, yang terhirup oleh individu alergi, alergi
protein diambil oleh antigen presenting cells (sel dendritik) di jalan napas. Hal ini
kemudian
disajikan kepada naif T-helper (Th) sel yang berkembang menjadi sel fenotipe Th2.
Sel-sel ini
merespon dengan mengeluarkan sitokin Th2 seperti IL-4 dan IL-13 yang
menyebabkan sel-B alergen tertentu untuk beralih dari IgM memproduksi untuk IgE
memproduksi sel. Sitokin ini juga dapat berkontribusi
kerusakan sel epitel, peningkatan sekresi lendir dan saluran napas
hyperresponsiveness. Th2
Sel-sel juga mensekresi IL-5 yang merangsang perkembangan eosinofil, rilis dari

sumsum tulang
dan perekrutan mereka ke situs peradangan. Antibodi IgE berikatan dengan
reseptor mereka pada
permukaan sel mast. Menghubungkan lintas molekul IgE yang berdekatan
menyebabkan degranulasi dan
pelepasan mediator seperti histamin dan tryptase yang merupakan kunci untuk fitur
langsung
reaksi hipersensitivitas. Aktivasi sel mast dan eosinofil juga akan merangsang
sintesis dan pelepasan mediator lipid yang berasal seperti prostaglandin dan
cysteinyl
leukotrien yang bronchoconstrictors sangat ampuh. Selain itu, aktivasi eosinofil
menyebabkan pelepasan mediator seperti eosinofil protein cataionic dan protein
dasar utama,
yang dapat menyebabkan kerusakan sel saluran napas epitel dan submukosa
fibrosis. Bukti baru
menunjukkan bahwa sel-sel Th1 berkontribusi terhadap perubahan kronis pada
saluran udara termasuk sel epitel
kerusakan dan sel otot polos aktivasi. Sel T regulator (Treg) menghambat sel Th2
oleh
mensekresi IL-10 dan tansforming faktor pertumbuhan (TGF). Juga, antigen
spesifik sel Th17
ditemukan untuk memainkan peran penting dalam peradangan saluran napas
neutrophilic dan proses
napas renovasi (perubahan tetap ke jalan napas) melalui sekresi IL-17A dan IL17F (gambar 1). Ini adalah gambaran yang san
gat cepat, tetapi banyak perubahan lain terjadi selama ini
Proses yang berada di luar lingkup bab ini.

Asma Bronkhial adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon
dari saluran napas, terhadap bermacam-macam rangsangan yang ditandai dengan
penyempitan saluran napas disertai keluarnya lendir yang berlebihan dari kelenjarkelenjar di dinding saluran napas, sehingga menimbulkan gejala batuk, mengi dan
sesak. Penyempitan saluran napas dapat sembuh dan kembali seperti semula
secara spontan dengan atau tanpa obat.

Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan
maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society )

1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik,
seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur.
asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.

Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka
akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi
saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.
3. asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan
non-alergik.

Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas menyebabkan


peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa mengi (nafas berbunyi ngik-ngik), sesak nafas, dada terasa berat dan batukbatuk terutama malam menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan
dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversible
dengan atau tanpa pengobatan

G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan
yang didapat adalah sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat
bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.

3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan
disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right bundle branch
block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya
depresi segmen ST negative.
4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan
spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk
menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik
pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan
penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik:
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pemberian cairan
Fisiotherapy
Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)

Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan
semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk
bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
b. Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda.
Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian :
Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahanlahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau
sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit
lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria
yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita
karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).

Jenis alergi yang dapat menyebabkan sinus adalah rhinitis alergika (alergi hidung). Alergi ini
diakibatkan oleh debu, makanan, udara/cuaca dingin, bau-bauan seperti aroma wewangian pada
parfum dan tumbuhan. Bila hidung Anda terkontaminasi oleh faktor allergen (penimbul alergi)
tersebut, maka Anda akan bersin-bersin dan mengeluarkan lendir hidung. Sayangnya, bersin dan
lendir itu juga disertai dengan sembabnya lapisan mukosa hidung yang membuat rongga hidung
tersumbat. Karena muara sinus tertutup, maka cairan sinus (ingus) itu tidak dapat dibuang.
Tertahannya cairan ingus inilah yang menyebabkan sinusitis. Terkadang ditemui pula gejala
sesak napas. Gejala ini dikarenakan cairan atau lendir yang bersarang di daerah rongga hidung
telah menyebar ke daerah saluran pernapasan dan bisa menyebabkan penyakit asma
Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu

Golongan NSAID (Non steroid anti inflammatory drug)


Well kalo obat yang satu ini pasti sering liat. Cara kerjanya juga beda ama yang golongan
steroid. Obat golongan AINS menghambat COX sehingga tidak terbentuk prostaglandin dan
tromboksan. Potensinya sih lebih kecil daripada yang golongan steroid namun ada juga efek
sampingnya:

Meningkatkan resiko kekambuhan asma

Karena jalur siklooksigenasi dihambat, metabolisme jalur lipooksigenase menjadi meningkat dan
produksi leukotrine meningkat. Leukotriene sendiri seperti yang sudah dijelaskan tadi, bisa bikin
bronkokonstriksi. Jadi ati2 buat para penderita asma!

olongan kortikosteroid.
Obat ini merupakan antiinflamasi yang poten (yang super duper kuat). Karena apa? Obat2 ini
menghambat enzim phospholipase A2 sehingga tidak terbentuk asam arakidonat. Nah asam
arakidonat g terbentuk brarti prostaglandin jg g terbantuk kan?

You might also like