You are on page 1of 8

Midriatik Miotik

I.
II.

TUJUAN
Memahami kerja obat kolonergik dan antikolergik pada hewan percobaan
Mengamati efek midratik dan miosis pada pupil mata

LANDASAN TEORI
Midriatik adalah golongan obat yang mempengaruhi dilatasi atau ukuran pupil bola
mata, da pat membesar (midrasis) atau mengecil (miosis).
Obat parasimpatis itu sendiri dibagi dalam 2 kelompok besar yakni:
A. Kolinergik
B. Antikolinergik
Obat-obat kolinergik dan antikolinesterase
Obat otonom yang merangsang sel efektor yang dipersarafi serat dapat dibagi menjadi 3
yaitu:
1. Ester kolin dalam golongan ini termasuk asetilkolin, metakolin, karbakol, beta
karbakol. Indikasi obat kolinergik adalah iskemik perifer (penyakit Reynauld,
trombofleibitis), meteorismus, retensi urin, feokromositoma
2. antikolinesterase, dalam golongan ini termasuk fsostigmin (eserin), prostigmin
(neostigmin) dan diisopropilfluorofosfat (DFP). Obat antikolinesterase bekerja dengan
menghambat kerja kolinesterase dan mengakibatkan suatu keadaan yang mirip dengan
perangsangan saraf kolinergik secara terus menerus. Fisostigmin, prostigmin,
piridostigmin menghambat secara reversibel, sebaliknya DFP, gas perang (tabun, sarin)
dan
insektisida
organofosfat
(paration,
malation,
tetraetilpirofosfat
dan
oktametilpirofosfortetramid
(OMPA)
menghambat
secara
irreversibel.
Indikasi
penggunaan obat ini adalah penyakit mata (glaukoma) biasanya digunakan
fisostigmin,penyakit saluran cerna (meningkatkanperistalsis usus) basanya digunakan
prostigmin, penyakit miastenia gravis biasanya digunakan prostigmin.
3. Alkaloid termasuk didalamnya muskarin, pilokarpin dan arekolin. Golongan obat ini
yang dipakai hanyalah pilokarpin sebagai obat tetes mata untuk menimbulkan efek
miosis.
Kolinergik/ Parasimpatikomimetika adalah sekelompok zat yang dapat
menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis(SP), karena
melepaskan Asetilkolin( Ach ) di ujung-ujung neuron. dimana tugas utama SP adalah
mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya
asimilasi.
Efek kolinergis yang terpenting adalah:
- stimulasi pencernaan, dengan cara memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah
dan
getah
lambung(HCl),
juga
sekresi
air
mata.
- memperlambat sirkulasi, dengan cara mnegurangi kegiatan jantung,
vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.
- memperlambat pernafasan, dengan cara mengecilkan bronchi sedangkan sekresi
dahak diperbesar.
- kontraksi otot mata, dengan cara miosis( penyempitan pupil) dan menurunnya
tekanan
intraokuler
akibat
lancarnya
pengeluaran
air
mata.
- kontraksi kandung kemih dan ureter, dengan cara memperlancar pengeluaran urin
dilatasi pembuluh dan kontraksi otot kerangka.
- menekan SSP (Sistem Saraf Pusat), setelah stimulasi pada permulaan.

Setelah mengetahui efek obat kolinergis, kita akan beralih ke reseptor-reseptor


kolinergis yang merupakan tempat substrat obat menempel supaya "obat" dapat
menghasilkan
efek
yang
kita
inginkan.
Reseptor kolinergis dibagi 2 yakni:
Reseptor Muskarin (M)
Berada pada neuron post-ganglion dan dibagi 3 subtipe, yaitu Reseptor M1, M2,
dan M3 dimana masing-masing reseptor ini memberikan efek berbeda ketika dirangsang.
Muskarin (M) merupakan derivat furan yang bersifat toksik dan terdapat pada jamur
Amanita
muscaria
sebagai
alkaloid.
Reseptor akan memberikan efek-efek seperti diatas setelah mengalami aktivasi oleh
neurotransmitter asetilkolin(Ach).
Reseptor Nikotin (N)
Berada pada pelat ujung-ujung myoneural dan pada ganglia otonom.
Stimulasi reseptor ini oleh kolinergik (neostigmin dan piridostigmin) yang akan
menimbulkan efek menyerupai adrenergik, berlawanan sama sekali. Misalnya
vasokonstriksi dengan naiknya tensi, penguatan kegiatan jantung, stimulasi SSP ringan.
Efek Nikotin dari ACh juga terjadi pada perokok, yang disebabkan oleh jumlah kecil
nikotin
yang
diserap
ke
dalam
darah
melalui
mukosa
mulut.
Penggolongan
Kolinergika dapat pula dibagi menurut cara kerjanya, dibagi menjadi zat-zat bekerja
langsung
dan
zat-zat
bekerja
tak
langsung.
1. Bekerja langsung: karbachol, pilokarpin, muskarin dan arekolin. Zat-zat ini bekerja
langsung terhadap organ ujung dengan kerja utama seperti efek muskarin dari ACh.
2. Bekerja tak-langsung: zat-zat antikolinesterase seperti fisostigmin, neostigmin,
piridostigmin. Obat-obat ini menghambat penguraian ACh secara reversibel, yakni hanya
untuk sementara. Setelah habis teruraikan oleh kolinesterase, ACh akan segera
dirombak kembali.
Ada pula zat-zat yang mengikat enzim secara ireversibel, misalnya parathion dan
organofosfat lain. Kerjanya cukup panjang dengan cara membuat enzim baru lagi dan
membuat
enzim
baru
lagi.
Penggunaan
Obat-Obat kolinergik digunakan pada penyakit glaukoma, myasthenia gravis, demensia
Alzheimer dan atonia.
1. Glaukoma
merupakan penyakit yang bercirikan peningkatan tekanan cairan mata intraokuler(TIO)
diatas 21 mmHg, yang menjepit saraf mata. Saraf ini berangsur-angsur dirusak secara
progresif sehingga penglihatan memburuk dan menyebabkan kebutaan.

Obat Antikolinergik
Obat antikolinergik (dikenal juga sebagai obat antimuskatrinik, parasimpatolitik,
penghambat parasimpatis). Saat ini terdapat antikolinergik yang digunakan untuk
(1). mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya antispasmodik
(2). Penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum
(3). Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit parkinson.

Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak beladona,


oksifenonium bromida dan sebagainya. Indikasi penggunaan obat ini untuk merangsang
susunan saraf pusat (merangsang nafas, pusat vasomotor dan sebagainya,
antiparkinson), mata (midriasis dan sikloplegia), saluran nafas (mengurangi sekret
hidung, mulut, faring dan bronkus, sistem kardiovaskular (meningkatkan frekuensi detak
jantung, tak berpengaruh terhadap tekanan darah), saluran cerna (menghambat
peristaltik usus/antispasmodik, menghambat sekresi liur dan menghambat sekresi asam
lambung)
Obat antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar bekerja lebih selektif dan
mengurangi efek sistemik yang tidak menyenangkan. Beberapa jenis obat antikolinergik
misalnya homatropin metilbromida dipakai sebagai antispasmodik, propantelin bromida
dipakai untuk menghambat ulkus peptikum, karamifen digunakan untuk penyakit
parkinson.
Obat-obat Golongan Midriatik-Miatik
ATROPINI SULFAS
GOLONGAN : K
KANDUNGAN : Atropine sulfat
INDIKASI :
Spasme/kejang pada kandung empedu, kandung kemih dan usus, keracunan fosfor
organik.

KONTRA INDIKASI :
Glaukoma sudut tertutup, obstruksi/sumbatan saluran pencernaan dan saluran kemih,
atoni (tidak adanya ketegangan atau kekuatan otot) saluran pencernaan, ileus
paralitikum, asma, miastenia gravis, kolitis ulserativa, hernia hiatal, penyakit hati dan
ginjal yang serius.
PERHATIAN :
Beresiko menyebabkan panas tinggi, gunakan dengan hati-hati pada pasien terutama
anak-anak,
saat
temperatur
sekitarnya
tinggi.
Usia lanjut dan pada kondisi pasien dengan penyakit sumbatan paru kronis yang
terkarakterisa oleh takhikardia.
INTERAKSI OBAT :
Aktifitas
antikolinergik
bisa
meningkat
oleh
parasimpatolitikum
lain.
- Guanetidin, histamin, dan Reserpin dapat mengantagonis efek penghambatan
antikolinergik pada sekresi asam lambung.
- antasida bisa mengganggu penyerapan Atropin.
EFEK SAMPING :
Peningkatan tekanan intraokular, sikloplegia (kelumpuhan iris mata), midriasis, mulut
kering, pandangan kabur, kemerahan pada wajah dan leher, hesitensi dan retensi urin,
takikardi, dada berdebar, konstipasi/sukar buang air besar, peningkatan suhu tubuh,
peningkatan rangsang susunan saraf pusat, ruam kulit, muntah, fotofobia (kepekaan
abnormal terhadap cahaya).

INDEKS KEAMANAN PADA WANITA HAMIL :


Penelitian pada hewan menunjukkan efek samping pada janin ( teratogenik atau
embriosidal atau lainnya) dan belum ada penelitian yang terkendali pada wanita atau
penelitian pada wanita dan hewan belum tersedia. Obat seharusnya diberikan bila hanya
keuntungan potensial memberikan alasan terhadap bahaya potensial pada janin.
Atropin sulfat menyebabkan midrasis dan termasuk kedalam golongan obat
antikolinergik
yang
bekerja
pada
reseptor
muskarinik.
Antimuskarinik
ini
memperlihatkan efek sentral terhadap susunan syaraf pusat yaitu merangsang pada
dosis kecil dan mendepresi pada dosis toksik.
PILOKARPIN HIDROKLORIDA
Digunakan secara topikal pada kantung konjungtiva sebagai larutan tetes mata.
Kelebihan larutan di sekitar mata harus dibuang dengan tissue dan obat yang terkena
tangan harus segera dicuci.
Farmakokinetik
- Penurunan tekanan intraokular maksimum terjadi dalam 1,5 2 jam setelah
pemberian ke sistem okular dan biasanya bertahan selama 7 hari. (AHFS, p. 2719).

III.

IV.

Pilocarpini hydrochloridum
pilokarpin monohidroklorida, C11H16N2O2.HCl, BM 244.72.
Pemerian: hablur tidak berwarna, agak transparan, tidak berbau; rasa agak
pahit; higroskopis dan dipengaruhi oleh cahaya, bereaksi asam terhadap kertas lakmus.
Jarak lebur: antara 199 dan 205
Kelarutan: sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol; sukar
larut dalam kloroform; tidak larut dalam eter. Larut 1 dalam 0,3 air; 1 dalam
alkohol; dan 1 dalam 360 kloroform.
Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.
pH larutan 5 % dalam air antara 3,5 dan 4,5. (Martindale, p. 1396).
pH larutan tetes mata 3,5 5,5. (TPC, p. 1005).
Stabilitas: mengalami hidrolisis yang dikatalisis oleh ion hidrogen dan
hidroksida, terjadi epimerisasi pada pH basa. Peningkatan temperatur akan
meningkatkan kecepatan hidrolisis bila pH larutan 10,4. pH stabilitas maksimum 5,12.
Inkompatibilitas: inkompatibel dengan klorheksidin asetat dan garam
fenilmerkuri, juga dengan alkali, iodin, garam perak dan klorida merkuri.
Ekivalensi NaCl untuk Pilokarpin HCl 2 % = 0,23 dan Tf-nya = 0,26 .

ALAT dan BAHAN


ALAT
Tikus 1 Ekor
Penggaris
Senter

PROSEDUR KERJA

BAHAN
AtropinSulfat 2 %
PilokarpinHCl

V.

HASIL PENGAMATAN
Diket :
Antropin
Pilokarpin

normal
atropin
Pilokarpin

VI.

:1%
:2%

Kel 1
0,3
0,4
0,3

Kel 2
0,1
0,5
0,1

Kel 3
0,1
0,8
0,1

Kel 4
0,2
0,3
0,1

Kel 5
0,1
0,3
0,1

Kel 6
0,1
0,3
0,1

PEMBAHASAN
Pada praktikm kali ini di lakukan percobaan Midriatik dan Miotik. Midriatik adalah
golongan obat yang mempengaruhi dilatasi atau ukuran pupil bola mata dapat
membesar (midriasis). Sedangakan miotik adalah golongan obat yang mempengaruhi
kontraksi atau ukuran pupil bola mata dapat mengecil (miosis).

Pada percobaan ini menggunakan dua macam obat yaitu Atropin Sulfat dan
Pilokarpin HCl. Hewan yang digunakan untuk percobaan ini adalah tikus. Pada percobaan
ini langkah pertama yang di lakukan adalah menentukan letak pupil bola mata tikus
terlebih dahulu. Kemudian di ukur dengan menggunakan penggaris diameter
pupil terhadap cahaya gelap (tidak menggunakan senter), kemudian di lakukan uji
reflex pupil terhadap cahaya terang (dengan menggunakan senter). Kemudian di
bandingkan ukuran pupil pada saat sebelum di beri cahahaya dan setelah di beri cahaya.
Setelah di amati keadaan pupil awal, kemudian larutan obat di teteskan ke cairan
konjungtival, dengan cara di pegang matanya supaya terbuka dan tahan kira-kira 1
menit supaya obat nya masuk. Setelah itu diamati reaksi yang terjadi pada pupil mata
tikus tadi, dengan cara dibandingkan keadaan pupil awal sebelum ditetesi dengan cairan
obat dengan setelah di tetesi dengan cairan obat.
Pada pemberian cairan obat dengan Atropin sulfat, terlihat pupil mata dari tikus
membesar setelah setelah di beri cairan obat (Atropin Sulfat). Setelah di ukur, pada
kelompok kami di dapatkan hasil pengamatan pupil mata tikus membesar dari ukuran
pupil normalnya dari 0,1 cm menjadi 0,8 cm hampir mendeketati ukuran kornea bola
mata dari tikus.
Atropin sulfat atau Alkaloid Belladona ini, kerjanya menghambat M.constrictor
pupillae dan M.ciliaris lensa mata, sehingga menyebabkan midriasis dan sikloplegia
(paralisis mekanisme akomodasi). Midriasis mengakibatkan fotofobia, sedangkan
sikloplegia menyebabkan hilangnya kemampuan melihat jarak dekat. Pada umumnya
sesudah pemberian 0,6 mg atropin SK pada mulanya terlihat efek pada kelenjar
eksokrin, terutama hambatan salivasi, serta bradikardia akibat perangsangan Nervus
vagus. Midriasis baru terlihat dengan dosis yang lebih tinggi ( >1 mg). Mula timbulnya
midriasis tergantung dari besarnya dosis, dan hilangnya lebih lambat dari pada hilangnya
efek terhadap kelenjar liur. Pemberian lokal pada mata menyebabkan perubahan yang
lebih cepat dan berlangsung lama sekali (7-12 hari), karena atropin sukar dieliminasi
dari cairan bola mata. Midriasis oleh alkaloid belladonna dapat diatasi dengan
pilokakarpin, eserin, atau DFP. Tekanan intraocular pada mata yang normal tidak banyak
mengalami perubahan. Tetapi, pada pasien glaucoma, terutama pada glaucoma sudut
sempit, penyaliran cairan intraocular melaui saluran Schlemm akan terhambat karena
muaranya terjepit dalam keadaan midriasis. Atropine sulfat ini juga termasuk kedalam
golongan obat antikolinergik yang bekerja pada reseptor muskarinik.
Obat midriatikum adalah obat yang digunakan untuk membesarkan pupil mata. Juga
digunakan untuk siklopegia dengan melemahkan otot siliari sehingga memungkinkan
mata untuk fokus pada obyek yang dekat. Obat midriatikum menggunakan tekanan
pada efeknya dengan memblokade inervasi dari pupil spingter dan otot siliari.
Obat untuk midriatikum bisa dari golongan obat simpatomimetik dan antimuskarinik,
sedangkan obat untuk Siklopegia hanya obat dari golongan antimuskarinik. Obat
midriatikum-siklopegia yang tersedia di pasaran adalah Atropine, Homatropine dan
Tropicamide dengan potensi dan waktu kerja yang berbeda begitu juga kegunaan secara
klinisnya.
Tabel. Sediaan obat midriatikum-siklopegia

Obat

Atropine

Bentuk Waktu Kerja &


sediaan Lama Kerja (lk)
obat
dan
Indikasi
kandung Mydria Cyclople
an
sis
gia
Multidosis
tetes

30-40 1
hari Anterior
uveitis
menit LK : 2 Cycloplegic refraction
LK : 7- minggu Suppression

mata
%
Multidosis
Homatrop
tetes
ine
mata
2%

10 hari
30-60
menit
Lk:1-2
hari

amblyopia
30-60
menit
Lk:1-2
hari

Anterior uveitis

Multidosis
15-30
25 menit
Tropicami tetes
menit
Ophthalmoscopydan f
Lk:6
de
mata
Lk:4-6
undus photography
jam
0,5% & jam
1%
Atropin
Atropine, adalah alkaloid derivat solanasid dari Atropa belladonna yaitu suatu
ester organik asam tropik dan tropin. Atropin merupakan antimuskarinik pertama yang
digunakan sebagai obat, Atropin sangat potensial sebagai obat midriatikum-siklopegia
dengan panjang waktu kerja lebih dari dua minggu.
Homatropin
Homatropine adalah alkaloid semisintetik yang dibuat dari kombinasi asam mandelat
dengan tropine. Durasi kerja Homatropin lebih pendek dibanding dengan Atropin.
Tropikamid
Tropicamide, adalah derivat sintetik dari asam tropik, tersedia sebagai obat mata
pada akhir tahun 1950-an. Tropikamid mempunyai waktu kerja dan lama kerja lebih
pendek dibandingkan dengan antimuskarinik lainnya, sehingga mempunyai daya
serapnya (difusi) terbesar dan proporsi obat yang tersedia untuk penetrasi ke kornea
lebih tinggi.
Kemudian setelah atropin sulfat bereaksi, yang dapat terlihat dari perubahan
yang terjadi pada pupil mata tikus yaitu ukuran pupilnya membesar. Maka selanjutnya
dapat diberikan larutan obat pilokarpin dengan cara di teteskan pada cairan konjungtival
tempat yang sama pada mata tikus ketika di teteskan dengan atropine sulfat tadi,
dengan cara di pegang matanya supaya terbuka dan ditahan kira-kira 1 menit. Kemudian
diamati perubahan yang terjadi pada pupil mata tikus. Ternyata pada percobaan ini
dihasilkan pupil mata tikus mengecil dan kembali ke ukuran normalnya tetapi dlm jangka
waktu yang agak lebih lama. Masalahnya pada pemberian atropine sulfat reaksi yang
terjadi itu cukup lama sehingga pada saat pemberian pilokarpin reaksi untuk
mengecilkan pupil terjadi cukup lama. Sehingga di butuhkan dosis yang lebih besar
untuk mengembalikan pupil mata tikus kekeadaan normal.
Pada dasarnya pilokarpin adalah golongan obat kolinergik yang bekerja pada
reseptor antimuskarinik. Antimuskarinik adalah suatu keadaan dimana obat ini
memperlihatkan efek sentral terhadap susunan saraf pusat yaitu merangsang pada dosis
kecil dan mendepresi pada dosis toksik. Pada saat ini terdapat antimuskarinik yang
digunakan untuk : (1) mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya
antispasmodic, (2) penggunaan local pada mata midriatikum, (3) memperoleh efek
sentral misalnya obat Parkinson, (4) efek bronkodilatasi dan (5) memperoleh efek
hambatan pada sekresi lambung dan gerakan saluran cerna.
Obat miotikum adalah obat yang menyebabkan miosis (konstriksi dari pupil mata).
Pengobatan glaukoma bertujuan untuk mengurangi tekanan di dalam mata dan
mencegah kerusakan lebih lanjut pada penglihatan. Obat Miotikum bekerja dengan cara

membuka sistem saluran di dalam mata, dimana sistem saluran tidak efektif karena
kontraksi atau kejang pada otot di dalam mata yang dikenal dengan otot siliari. Betaxolol
dan Pilokarpin adalah contoh obat Miotikum yang sering digunakan. Betaxolol adalah
senyawa penghambat beta adregenik. Pilocarpine adalah alkaloid muskarinik yang
diperoleh dari daun belukar tropis Amerika dari genus Pilocarpus. Pilokarpin bekerja
sebagai reseptor agonis muskarinik pada sistem saraf
parasimpatik.
Pilocarpine digunakan untuk glaukoma untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
akibat tekanan yang dapat berisiko kebutaan, Pilokarpin mengatasi gejalanya dengan
menurunkan tekanan pada mata penderita glaukoma. Pilokarpin bekerja pada reseptor
muskarinik (M3) yang terdapat pada otot spingter iris, yang menyebabkan otot
berkontraksi dan menyebabkan pupil mata mengalami miosis. Pembukaan terhadap jala
mata trabekular secara langsung meningkatkan tekanan pada cabang skleral. Aksi ini
memfasilitasi pengeluaran cairan pada kelopak mata sehingga menurunkan tekanan
intraokular (dalam mata).
VII. KESIMPULAN
1. Midriatik adalah golongan obat yang mempengaruhi dilatasi atau ukuran pupil bola mata
dapat membesar (midriasis).
2. miotik adalah golongan obat yang mempengaruhi kontraksi atau ukuran pupil bola mata
dapat mengecil (miosis).
3. pilokarpin adalah golongan obat kolinergik yang bekerja pada reseptor antimuskarinik.
4. Atropine adalah alkaloid derivat solanasid dari Atropa belladonna yaitu suatu ester
organik asam tropik dan tropin.

VIII.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 1979, FI ed III, Jakarta, hal 10, 86, 403, 498, 499, 983.
Depkes RI, 1995, FI ed IV, Jakarta, hal 675 676, 1144
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI, 2000, Farmakologi dan Terapi, ed. 4,
Gaya Baru, Jakarta, hal 155.
Wade, A and P. J. Weller, 1994, Handbook of Pharmaceutical Exipients, 2nd ed.,
America Pharmaceutical Association, London, p. 27, 177, 392.
Lachman, L., H. Lieberman, and J. L. Kanig, 1986, The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy, 3rd ed., Lea and Febiger, Philadelphia, p. 779.

You might also like