Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
MUSTIKA ALIFA
SURABAYA JAWA TIMUR
Artikel Ilmiah Praktek Kerja Lapang sebagai Salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Oleh :
MUSTIKA ALIFA
NIM. 141211133013
Mengetahui,
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Key words: Industry of Fishery processing, Solid fish waste, Waste Processing,
Fish meal
PENDAHULUAN
Produk olahan ikan merupakan produk yang diperoleh melalui proses
pengolahan yang tentunya menghasilkan sisa hasil pengolahan ikan atau yang
disebut limbah. Umumnya, bahan sisa yang ditimbulkan dalam bentuk cair berupa
air buangan dari proses produksi, sedangkan apabila dalam bentuk padat berupa
kepala ikan, sirip, sisik dan isi perut (Ariani, 2011). Sisa-sisa olahan tersebut
sebenarnya bisa menjadi komuniti yang bisa dimanfaatkan, salah satunya yaitu
menjadi tepung ikan.
Menurut Sukarman dkk. (2011) saat ini produksi perikanan budidaya
semakin meningkat dan jumlah tepung ikan didunia semakin menurun, sehingga
menyebabkan harga tepung ikan menjadi mahal. Indonesia mempunyai potensi
yang besar dalam memproduksi tepung ikan karena mempunyai banyak sumber
ikan murah, produksi ikan pada musim-musim tertentu berlimpah dan sebagian
besar sisa hasil pengolahan ikan belum dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya
(Purnamasari dkk., 2013). Potensi lain yang juga terdapat pada tepung ikan yaitu
pembuatan pakan ikan selama ini lebih banyak mengandalkan tepung ikan sebagai
sumber protein, sedangkan pemenuhan kebutuhan tepung ikan di dalam negeri
masih harus diimpor (Irianto dan Soesilo, 2007). Berdasarkan uraian tersebut,
untuk mengetahui secara langsung proses pengolahan tepung ikan dari limbah
padat hasil olahan ikan, maka dilakukan praktek kerja lapang di salah satu industri
pengolahan hasil perikanan, salah satunya di PT Starfood International,
Lamongan, Jawa Timur.
Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mempelajari
secara langsung tentang proses pengolahan tepung, mengetahui analisis pengujian
mutu dan mengetahui permasalahan yang timbul dalam proses pengolahan tepung
ikan dari limbah padat hasil olahan ikan di PT. Starfood International, Lamongan,
Jawa Timur. Manfaat dari hasil Praktek Kerja Lapang (PKL) ini yaitu diharapkan
mahasiswa dapat mengimplementasikan ilmu yang telah didapat secara langsung
di lapangan serta menambah pengetahuan dan wawasan tentang proses
pengolahan limbah padat di PT. Starfood International khususnya yang diolah
menjadi produk tepung ikan.
Pemansan Boiler
Penerimaan Bahan Baku
Pemasakan
Pengeringan Pertama
Pengeringan Kedua
Pendinginan
Penyaringan
Pengemasan
Pemasaran
Gambar 1. Diagram alir proses pengolahan tepung ikan di PT. Starfood
International
Pemanasan Boiler
Boiler merupakan mesin yang berfungsi mengubah air menjadi uap panas.
Proses perubahan air menjadi uap terjadi dengan memanaskan air dalam boiler
melalui proses pembakaran bahan bakar. Bahan bakar utama yang digunakan
yaitu batu bara dan bahan bakar pendukung lainnya yaitu batok kelapa yang hanya
digunakan sebagai pemantik awal untuk membakar batu bara. Perbandingan batu
bara yang dibutuhkan untuk pemanasan boiler dengan bahan baku limbah padat
pada proses produksi tepung ikan yaitu 1 : 7, sedangkan perbandingan batu bara
dengan hasil akhir tepung ikan yaitu 1 : 2.
Air yang diubah menjadi uap di mesin boiler adalah air Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) yang melalui tiga kali proses penyaringan terlebih dahulu
sehingga memiliki kadar kesadahan (water hardness) <150 mg/l. Menurut Suharto
(2011) kesadahan air dapat membentuk endapan pada dinding alat sehingga akan
menghambat perpindahan panas, sedangkan endapan pada dinding boiler akan
menyebabkan kelebihan pemanasan (overheating) yang sangat berbahaya bagi
keselamatan kerja karyawan.
Kadar kesadahan air juga dapat menyebabkan pengapuran dan
pengkaratan pada mesin boiler sehingga pipa-pipa uap cepat keropos dan perlu
diganti sebelum waktunya. Jika hal tersebut terjadi secara terus menerus, maka
dengan pemanasan pada suhu berkisar 100oC dengan durasi waktu pada umumnya
mendekati 30 menit. Mikroorganisme akan mati dengan pemanasan yang lama
pada temperatur diatas 80oC (Berkel et al., 2004). Ketika bahan baku ikan
dipanaskan, protein yang terkandung dalam bahan terkoagulasi dan lapisan lemak
terpecah, sehingga dapat membebaskan minyak dan air (Ghaly et al., 2013).
Protein yang terkoagulasi menyebabkan bahan baku ikan menjadi lunak, sehingga
akan lebih mudah hancur apabila melewati conveyor ulir (Nygaard, 2010),
sehingga pada proses pemasakan ini hasil yang keluar dari mesin cooker yaitu
berupa ikan matang yang masih basah dengan tekstur lunak dan mudah hancur.
Pengeringan Pertama
Proses pengeringan juga menggunakan uap panas yang berasal dari boiler.
Mesin pengering berbentuk tabung horizontal, di dalamnya terdapat pipa besi
spiral dan pipa panjang pada bagian tengah mesin yang berfungsi sebagai tempat
mengalirnya uap panas. Proses pengeringan pertama membutuhkan waktu
berkisar 15 menit untuk mengurangi kandungan air yang terdapat pada bahan
baku ikan. Hasil yang keluar berupa bahan baku ikan setengah kering.
Pada bagian luar mesin pengering pertama terdapat blower yang berfungsi
untuk menarik uap melewati pipa menuju tangki pembuangan uap. Sisa uap yang
keluar bukan berasal dari uap pemanasan boiler untuk proses pengeringan,
melainkan sisa uap yang keluar berasal dari bahan baku ikan yang masih dalam
kondisi panas akibat proses pemasakan. Uap tersebut merupakan limbah proses
produksi tepung ikan yang menimbulkan bau.
Pengeringan Kedua
Mesin pengering kedua memiliki sistem kerja yang sama dengan mesin
pengering pertama. Perbedaannya terletak pada waktu yang dibutuhkan lebih
singkat yaitu 10 menit dan hasil yang keluar setelah melalui proses pengeringan
sudah dalam bentuk tepung ikan kasar kering. Proses pengeringan pertama lebih
lama dikarenakan bahan baku ikan yang basah, sedangkan pada pengeringan
kedua bahan baku yang diproses dalam mesin berbentuk setengah kering. Menurut
proses penggilingan tepung ikan akan hancur akibat dari perputaran pisau besi
yang sangat cepat didalam mesin. Tepung ikan yang telah hancur selanjutnya
disaring dengan saringan besi mesh size 4 mm dan 6 mm. Penyaringan bertujuan
untuk mendapatkan tepung ikan dengan ukuran partikel yang lebih halus.
Pengemasan
Tahapan terakhir
Bumindo dan PT. Hasan. Pemasaran tepung ikan dilakukan dengan sistem
purchase order (PO). Awalnya, perusahaan memberikan penawaran produk.
Pembeli yang berminat terhadap produk yang telah ditawarkan akan mengirimkan
surat permintaan penawaran harga. Perusahaan menyetujui penawaran harga
tersebut dengan mengirimkan penawaran penjualan kepada pembeli. Selanjutnya,
pembeli akan mengajukan pemesanan yang disebut dengan purchase order yang
didalamnya terdapat produk yang dipesan, jumlah, harga, waktu pengiriman
produk, cara pembayaran, tujuan pengiriman produk dan persyaratan dalam
penerimaan produk saat dikirim oleh perusahaan. Apabila perusahaan
menyetujuinya, maka perusahaan akan mengirimkan lembar invoice sebagai
tanggapan bahwa perusahaan dapat memenuhi pemesanan sesuai PO dari pembeli.
Proses pemasaran mengunakan truk yang memiliki kapastitas 30 35 ton
dalam sekali pengangkutan. Harga penjualan tepung ikan produksi PT. Starfood
International bergantung pada kadar protein yang terkandung. Tepung ikan
dengan kadar protein 45%-50% dijual dengan harga Rp10.000,00 per kg dan
tepung ikan dengan kadar protein >50% dijual dengan harga Rp 13.500,00 per kg.
Rendemen Tepung Ikan
Rendemen merupakan perbandingan antara produk akhir tepung ikan yang
dihasilkan dengan bahan baku limbah padat ikan yang berasal dari olahan ikan
surimi dan ikan beku. Umumnya, tepung ikan yang diproduksi oleh PT. Starfood
International memiliki rendemen sebesar 30%.
Proses pengolahan tepung ikan di PT. Starfood International menghasilkan
limbah padat, cair dan gas. Limbah padat dihasilkan dari sisa pembakaran batu
bara dalam boiler yang merupakan limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3),
sehingga perusahaan harus membayar kepada perusahaan lain untuk pengolahan
lebih lanjut limbah B3 tersebut. Limbah cair yang dihasilkan berasal dari limbah
padat ikan basah yang memiliki kadar air tinggi. Proses pemasakan, pengeringan
pertama dan kedua serta pendinginan dapat mengurangi kadar air yang terdapat
dalam bahan baku tersebut. Selain itu, limbah gas proses pengolahan tepung ikan
berasal dari dua sumber yaitu sisa pembakaran batu bara dan sisa proses produksi
tepung ikan. Limbag gas yang berupa uap hasil proses produksi memiliki bau
yang tidak sedap, oleh sebab itu dilakukan treatment terlebih dahulu sebelum uap
tersebut dibuang ke udara. Treatment limbah gas yang dilakukan PT. Starfood
International menurut Zulkifli (2014) merupakan cara penanganan limbah gas
filter basah, yaitu membersihkan gas yang kotor dengan cara menyalurkan limbah
gas ke dalam filter kemudian menyemprotkan air kedalamnya, sehingga saat
limbah gas kontak dengan air, materi partikulat padat dan senyawa lain yang larut
air akan ikut terbawa air turun kebagian bawah.
Analisis Pengujian Tepung Ikan
Mutu tepung ikan PT. Starfood International ditentukan dengan pengujian
analisis proksimat yang meliputi uji kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar
abu, kadar keasaman dan Total Volatile Base Nitrogen (TVBN) yang dilakukan di
laboratorium kimia yang berada di perusahaan. Standar persyaratan mutu produk
tepung ikan PT. Starfood International mengacu pada standar pengujian tepung
ikan yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (1996). Hasil pengujian
mutu tepung ikan oleh PT. Starfood International dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil pengujian mutu tepung ikan PT. Starfood International
Komposisi
Kadar protein (%) min
Kadar lemak (%) mak
Kadar air (%)
Kadar abu (%)
Keasaman (mg/g)
TVBN (mg/100g)
Kadar
45
14
< 11
25 30
12
40 60
baku,
pemasakan,
pengeringan
pertama,
pengeringan
kedua,