You are on page 1of 13

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

HIPERTENSI SEBAGAI FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER


Di Ruang 5 (CVCU) RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

PKRS
RSU Dr.SAIFUL ANWAR
MALANG
2015

LEMBAR PENGESAHAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN
HIPERTENSI SEBAGAI FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER
di RUANG 5 (CVCU) RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Tanggal 24 Desember 2015

Oleh:
Asmawati Fitriana J
Dika Arini Pratiwi
Etri Nurhayati
Baiq Ririn Vihasti Setiarini

Mengetahui,

Ns. Bambang Sutikno, S.Kep., M.Kep


NIP. 19700322 1991 03 1004

SATUAN ACARA PENYULUHAN

DEPARTEMEN MEDICAL
HIPERTENSI SEBAGAI FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER
RUANG 5 (CVCU)

Oleh :
Asmawati Fitriana J
Dika Arini P
Etri Nurhayati
Baiq Ririn Vihasti Setiarini

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

SATUAN ACARA PENYULUHAN


HIPERTENSI SEBAGAI FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER
Topik
Sub Topik
Hari/Tanggal
Waktu
Sasaran
Jumlah Peserta
Tempat
I.

: Kegawatdaruratan Psikiatri
: Hipertensi Sebagai Faktor Risiko Penyakit Jantung
Koroner
: Kamis, 24 Desember 2015
: 50 menit
: Keluarga pasien ruang 5 (CVCU)
: Target 5 orang
: Ruang 5 (CVCU)

LATAR BELAKANG
Penyakit jantung-koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama di
negara maju. Di Indonesia telah terjadi pergeseran kejadian penyakit jantung dan
pembuluh darah dari urutan ke-10 pada tahun 1980 menjadi urutan ke-8 pada
tahun 1986. sedangkan sebagai penyebab kematian tetap menduduki peringkat
ke-3. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya PJK. sehingga upaya
pencegahan harus bersifat multifaktorial juga. Pencegahan harus diusahakan
sedapat mungkin dengan cara mengendalikan faktor-faktor risiko PJK dan
merupakan hal yang cukup penting pada penanganan PJK. Oleh sebab itu
mengenal faktor-faktor risiko sangat penting dalam usaha pencegahan PJK, baik
pencegahan primer maupun sekunder. Pencegahan primer lebih ditujukan pada
mereka yang sehat tetapi mempunyai risiko tinggi, sedangkan pencegahan
sekunder merupakan suatu upaya untuk mencegah memburuknya penyakit yang
secara klinis telah diderita.
Berbagai penelitian telah dilakukan selama 50 tahun lebih dimana
didapatkan variasi insidens PJK yang berbeda pada kelompok geografis dan
keadaan sosial tertentu yg makin meningkat sejak tahun 1930 dan mulai tahun
1960 merupakan penyebab kematian utama di negara industri. Mengapa
didapatkan variasi insidens yang berbeda saat itu belum diketahui dengan pasti,
akan tetapi didapatkan jelas terjadi pada keadaan-keadaan tertentu. Penelitian
epidemiologis akhirnya mendapatkan hubungan yang jelas antara kematian
dengan.pengaruh keadaan sosial, kebiasaan merokok, pola diet, exercise dsb
yang dapat dibuktikan oleh penelitian Framingham dan Goteburg.
Dari penelitian tersebut dapat dibuktikan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya PJK antara lain umur, kelamin, ras, geografis, keadaan

sosial, perubahan masa, kolesterol, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas,


exercise, diet, perilaku dan kebiasaan lainnya, stress serta keturunan.

II.
III.
IV.
V.
Penelitian Whitehall -Civil Servants pada 18.240 laki-laki antara umur 4064 tahun mendapatkan hubungan antara miokard iskemik, faktor risiko dan
kematian akibat PJK seperti terlihat pada tabel di atas (Lancet.1977). Faktor
risiko PJK yang paling utama adalah hipertensi, hiperkolesterolemi dan merokok.
Ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi dan memperkuat risiko PJK
akan tetapi dapat diperbaiki dan bersifat reversibel bila upaya pencegahan betulbetul dilaksanakan.
VI. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan tentang Hipertensi sebagai
Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner keluarga pasien mengerti bahwa
hipertensi dapat menyebabkan penyakit jantung koroner.
VII. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah dilakukan penyuluhan selama 50 menit diharapkan para peserta
dapat :
1.
2.
3.
4.
5.
VIII.

Memahami tentang pengertian penyakit jantung koroner


Memahami tentang penyebab penyakit jantung koroner
Memahami tentang faktor risiko penyakit jantung koroner
Memahami tentang tanda dan gejala penyakit jantung koroner
Memahami hubungan hipertensi dengan penyakit jantung koroner

MATERI (TERLAMPIR)
1. Pengertian penyakit jantung koroner
2. Penyebab penyakit jantung koroner
3. Faktor risiko penyakit jantung koroner
4. Tanda dan gejala penyakit jantung koroner
5. Hubungan hipertensi dan penyakit jantung koroner
I.

MEDIA
1. Laptop

2. LCD
3. Leaflet
II.

METODE
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya jawab

III.
No
1

KEGIATAN PENYULUHAN
Kegiatan
Pembukaan

Isi

Penyuluhan
-

Audience

Mengucapkan salam
Memperkenalkan diri

1. Pengertian

penyakit

jantung

koroner
2. Penyebab

penyakit

jantung

gejala

Penutup

salam
Memperhatikan

penyuluh
Menyampaikan

30 menit

ya
Mendengarkan
memperhatikan
penyampaian

dan

penyakit jantung koroner


Menyimpulkan materi
Memberikan kesempatan
peserta untuk bertanya
Menutup dan mengucapkan

materi
-

Mendengarkan
dan

salam

memperhatikan
Aktif
mengajukan

pertanyaan
Menjawab
salam

IV.

5 menit

dan

penyakit

jantung koroner
5. Hubungan
hipertensi
3

Menjawab

pengetahuannn

koroner
3. Faktor risiko penyakit jantung
koroner
4. Tanda dan

Waktu

Evaluasi
a. Evaluasi Sarana dan prasarana
1. Penyaji mempersiapkan metode, media yang akan dipakai
2. Audience dan pemateri datang tepat waktu dan pada tempat yang
telah ditentukan
3. Acara dimulai dan berakhir tepat waktu
b. Evaluasi Proses
1. Audience mengikuti penyuluhan dari awal hingga akhir

15 menit

2. Peserta mengajukan dan menjawab pertanyaan secara lengkap


dan benar
3. Peserta mengikuti acara dengan antusias.
c. Evaluasi Hasil Audience mampu memahami dan menjelaskan
kembali:
1.
2.
3.
4.
5.

Pengertian penyakit jantung koroner


Penyebab penyakit jantung koroner
Faktor risiko penyakit jantung koroner
Tanda dan gejala penyakit jantung koroner
Hubungan hipertensi dan penyakit jantung koroner

A. Penyakit Jantung Koroner


1. Pengertian
Penyakit jantung koroner dalam suatu keadaan akibat terjadinya
penyempitan, penyumbatan atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyakit
jantung koroner diakibatkan oleh penyempitan atau penyumbatan pembuluh
darah koroner. Penyempitan atau penyumbutan ini dapat menghentikan aliran
darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri (Yenrina, Krisnatuti,
1999).
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung akibat adanya kelainan
pada pembuluh koroner yakni pembuluh nadi yang mengantarkan darah ke aorta
ke jaringan yang melindungi rongga-rongga jantung (Kartohoesodo, 1982).
2. Etiologi
Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh
penyempitan atau penyumbatan arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung.
Penyakit jantung koroner adalah ketidakseimbangan antara demand dan
supplay atau kebutuhan dan penyediaan oksigen otot jantung dimana terjadi
kebutuhan yang meningkat atau penyediaan yang menurun, atau bahkan
gabungan diantara keduanya itu, penyebabnya adalah berbagai faktor.
Denyut jantung yang meningkat, kekuatan berkontraksi yang meninggi,
tegangan ventrikel yang meningkat, merupakan beberapa faktor yang dapat
meningkatkan kebutuhan dari otot-otot jantung. Sedangkan faktor yang
mengganggu penyediaan oksigen antara lain, tekanan darah koroner meningkat,
yang salah satunya disebabkan oleh artheroskerosis yang mempersempit
saluran sehingga meningkatkan tekanan, kemudian gangguan pada otot regulasi
jantung dan lain sebagainya.
Manifestasi klinis dan penyakit jantung koroner ada berbagai macam,
yaitu iskemia mycocard akut, gagal jantung disritmia atau gangguan irama
jantung dan mati mendadak (Margaton, 1996).
3. Faktor Risiko
Faktor risiko diartikan sebagai karakteristik yang berkaitan dengan
kejadian suatu penyakit di atas rata-rata. Faktor rrisiko penyakit jantung koroner
dibagi dalam dua kelompok, yaitu faktor risiko primer dan sekunder.
a) Faktor risiko primer
o Merokok (1 pak atau lebih dalam sehari)

o Hipertensi (diastolik > 90 mmHg ; siastolik > 150 mmHg)


o Peningkatan kolesterol plasma (> 240 250 mg/dl)
b) Faktor risiko sekunder
o Peningkatan trigliserida plasma
o Obesitas
o Diabetes melitus
o Stres kronik
o Pil KB
o Vasektomi
o Kurang aktifitas fisik
o Keturunan
4. Tanda dan Gejala
Penyakit jantung koroner sering ditandai dengan rasa tidak nyaman atau
sesak di dada, gejala seperti ini hanya dirasakan oleh sepertiga penderita. Rasa
nyeri terasa pada dada bagian tengah, lalu menyebar keleher, dagu dan tangan.
Rasa tersebut akan berhenti beberapa menit kemudian.
Rasa nyeri muncul karena jantung kekurangan darah dan supplay
oksigen. Gejala ini lain menyertai jantung koroner akibat penyempitan pembuluh
nadi jantung adalah rasa tercekik (angina pectoris). Kondisi ini timbul secara
tidak terduga dan hanya timbul jika jantung dipaksa bekerja keras. Misal fisik
dipaksa bekerja keras atau mengalami tekanan emosional.
Pada usia lanjut gejala serangan jantung sering tidak disrtai keluhan
apapun, sebagian hanya merasa tidak enak badan. Gejala penyakit jantung
koroner pada umumnya tidak spesifik untuk didiagnosa angina pectoris (masa
tercekik). Biasanya diperoleh riwayat penyakit orang bersangkutan, sedangkan
pemeriksaan fisik kurang menunjukkan data yang akurat. Pada keadaan tenang
eletro diagram pada orang yang menghidap angina pectoris akan terlihat normal
pada keadaan istirahat. Sebaliknya menjadi normal saat melakukan kerja fisik.
Riwayat angina pectoris tidak stabil lebih sulit dikendalikan karena terjadi secara
tidak terduga kasus ini menjadi mudah terdeteksi jika disertai dengan nyeri
sangat hebat di dada, disertai dengan gejala mual, takut dan merasa sangat
tidak sehat. Berbeda dengan kasus infak miokardia pada kelainan jantung yang
satu ini dapat diketahui melalui penyimpanan irama jantung saat pemeriksaan
melalui elektro kardiografi dan dikatikan dengan peningkatan kadar enzim
jantung dalam darah, juga dalam perkembangan penyakit jantung koroner
biasanya disertai kelainan kadar lemak dan trombosit darah penderita yang

diikuti oleh kerusakan endoterium dinding pembuluh nadi (Krisnatuti dan Yenria,
1999).
B. Hubungan Hipertensi dengan Penyakit Jantung Koroner
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan sistoliknya diatas 140
mmHg dan diastoliknya 90 mmHg. Tetapi pada lansia hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan sistoliknya diatas 160 mmHg dan diastoliknya 100 mmHg
(Brunner & Suddarth, 2002).
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya PJK
Penelitian di berbagai tempat di Indonesia (1978) mendapatkan prevalensi
hipertensi untuk Indonesia berkisar antara 6-15%, sedangkan di negara-negara
maju seperti misalnya Amerika National Health Survey menemukan frekuensi
yang lebih tinggi yaitu mencapai 15-20%. Lebih kurang 60% penderita hipertensi
tidak terdeteksi, 20% dapat diketahui tetapi tidak diobati atau tidak terkontrol
dengan baik, sedangkan hanya 20% dapat diobati dengan baik.
Penyebab kematian akibat hipertensi di Amerika adalah kegagalan
jantung 45%, infark miokard 35%, cerebrovascular accident 15% dan gagal ginjal
5%. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan
struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang tidak
diobati. Mula-mula akan terjadi hipertrofi dari tunika media diikuti dengan
hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan akhirnya akan
terjadi penyempitan pernbuluh darah. Tempat yang paling berbahaya adalah bila
mengenai miokardium, arteri dan arterial sistemik, arteri koroner dan serebral
serta pembuluh darah ginjal.
Komplikasi terhadap jantung akibat hipertensi yang paling sering terjadi
adalah kegagalan ventrikel kiri, PJK seperti angina pektoris dan infark miokard.
Dari beberapa penelitian didapatkan 50% penderita infark miokard menderita
hipertensi dan 75% kegagalan ventrikel kiri penyebabnya adalah hipertensi.
Perubahan hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena :

1. Meningkatnya tekanan darah.


Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung,
sehingga menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini
tergantung dari berat dan lamanya hipertensi.

2. Mempercepat timbulnya aterosklerosis.


Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma
langsung

terhadap

dinding

pembuluh

darah

arteri

koronaria,

sehingga

memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (faktor koroner). Hal ini


menyebabkan angina pektoris, insufisiensi koroner dan infark miokard lebih
sering didapatkan pada penderita hipertensi dibandingkan orang normal.
Kejadiannya PJK pada hipertensi sering ditemukan dan secara langsung
berhubungan dengan tingginya tekanan darah sitolik. Penelitian Framingham
selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-75 tahun mendapatkan
hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina pektoris dan
infark miokard
Penelitian lain juga menyebutkan penderita hipertensi yang mengalami
infark miokard mortalitasnya 3x lebih besar daripada penderita yang normotensi
dengan infark miokard.
Hasil penelitian Framingham juga mendapatkan hubungan antara PJK
dan tekanan darah diastolik. Kejadian infark miokard 2x 1ebih besar pada
kelompok tekanan darah diastolik 90-100 mmHg dibandingkan tekanan darah
diastolik 85 mmHg, sedangkan pada tekanan darah diastolik 105 mmHg 4x lebih
besar.
Penelitian Stewart 1979 & 1982 juga memperkuat hubungan antara
kenaikan tekanan darah diastolik dengan risiko mendapat infark miokard.
Apabila hipertensi sistolik dan diastolik terjadi bersamaan maka akan
menunjukken risiko yang lebih besar dibandingkan penderita yang tekanan
darahnya normal. Hipertensi sistolik saja ternyata menunjukkan risiko yang lebih
tinggi daripada hipertensi diastolik saja. Uchenster juga melaporkan bahwa
kematian PJK lebih berkorelasi dengan tekanan darah sistolik dibandingkan
tekanan darah diastolik.
Pemberian obat yang tepat pada hipertensi dapat mencegah terjadinya
infark miokard dan kegagalan ventrikel kiri akan tetapi perlu juga diperhatikan
efek samping dari obat-obatan dalam jangka panjang. Oleh sebab itu
pencegahan terhadap hipertensi merupakan usaha yang jauh lebih baik untuk
menurunkan risiko PJK.

Tekanan darah yang normal merupakan penunjang kesehatan yang


utama dalam kehidupan dan ada hubungannya dengan faktor keturunan,
perilaku dan cara kehidupan, kebiasaan merokok dan alkoholisme, diet serta
pemasukan Na & K yang seluruhnya adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan
pola kehidupan seseorang. Kesegaran jasmani juga berhubungan dengan
tekanan derah sistolik, seperti yang didapatkan pada penelitian Fraser dkk orangorang dengan kesegaran jasmani yang optimal tekanan darahnya cenderung
lebih rendah.
Penelitian di Amerika Serikat melaporkan pada dekade terakhir ini telah
terjadi penurunan angka kematian PJK sebanyak 25%. Keadaan ini mungkin
akibat hasil dari deteksi dini dan pengobatan hipertensi pemakaian beta-blokel
dan bedah koroner serta perubahan kebiasaan merokok.

DAFTAR PUSTAKA
Coopers K.H.: Controlling Cholesterol, Bantam Books, New York, 1988.
Cruiskshank J.M. & Prichard B.N.C. : Hypertension, Beta Blockers in Clinical
Practice, Churchill Livingstone, New York 1987.
Jackson G.: Cardiovascular UpDate, Insight in to Heart Disease, Update
Publications, England, 1984.
Kannel W.B. : The Framingham Study, Am.J.Cardiol., 1980.
Kwiterovich : Beyond Cholesterol, Johns Hopkins, London, 1989.
Sukaman : Kelainan Jantung Pada Penderita Hipertensi, Pendekatan Praktis dan
Penatalaksanaan, 1986.
Sutomo K. : Faktor Risiko Utama Penyakit Jantung Koroner, Kumpulan Makalah
Rehabilitasi dan Kualitas Hidup, Simposium Rehabilitasi Jantung
Indonesia II, Jakarta, Oktober , 1988.
US Departement of Health & Human Sevices : So You Have High Blood
Cholesterol NIH Publications, Juni 1989.

You might also like