You are on page 1of 16

TIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI 2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa.Karena berkat rahmat
dan karunia Nyalah makalah ini dapat selesai pada waktunya. Tugas ini dibuat sebagai bahan
penunjang perkuliahan yang sedang berlangsung dan sebagai bekal Mahasiswa. Makalah tentang
Trend dan Issue Penyakit Respirasi (Rinosinusitis) memperoleh pengetahuan yang lebih
banyak, karena mengingat kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang diterapkan menuntut
keaktifan mahasiswa dalam proses pembelajaran yang nantinya akan memberikan mahasiswa
bekal life skill sesuai tujuan zaman. Tantangan pendidikan ke depan tidak hanya dalam
peningkatan mutu semata, namun juga untuk menghadapi perubahan dinamika kehidupan yang
cepat,sehingga membutuhkan antisipasi sikap, prilaku yang dinamis dan tanggap atas segala
perubahan. Untuk melatih keaktifan mahasiswa dalam proses pembelajaran salah satunya adalah
dengan pembuatan tugas tugas seperti ini.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini maupun laporan laporan selanjutnya. Dan semoga laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi yang membutuhkan.

Denpasar, 16 September 2013

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.. i
DAFTAR ISI. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.

Latar Belakang1
Tujuan penulisan ....1
Rumusan Masalah1

BAB II PEMBAHASAN
A. Rinosinusitis 2
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan.......................7
DAFTAR PUSTAKA....8

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Respirasi merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas di dalam jaringan
(penafasan dalam) dan yang terjadi di dalam paru-paru (pernafasan luar). Dengan bernafas setiap
sel dalam tubuh menerima persediaan oksigennya dan pada saat yang sama melepaskan produk
oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari jaringan,
memungkinkan setiap sel sendiri-sendiri melangsungkan proses metabolismenya, yang berarti
pekerjaan selesai dan hasil buangan dalam bentuk karbon dioksida dan air dihilangkan (Pearce,
2008).
System respirasi pada manusia terdiri dari jaringan dan organ tubuh yang merupakan
parameter kesehatan manusia. Jika salah satu system respirasi terganggu maka secara system lain
yang bekerja dalam tubuh akan terganggu. Hal ini dapat menimbulkan terganggunya proses
homeostasis tubuh dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas terstruktur dari dosen pembimbing mata kuliah system respirasi
2. Untuk mengetahui trend dan issue tentang penyakit respirasi
C. Rumusan Masalah
1. Mengkaji dan memaparkan trend dan issue rinosinusitis.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Rinosinusitis
Sinusitis merupakan masalah kesehatan yang cukup sering dijumpai pada praktik seharihari dokter umum maupun dokter spesialis THT. Menurut American Acadenny of
Otolaryngology - Head & Neck Surger 1996, istilah sinusitis lebih tepat diganti dengan
rinosinusitis karena dianggap lebih akurat dengan alasan :
1. secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung,
2. sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis, dan
3. gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia dijumpai pada rinitis ataupun sinusitis.
Faktor etiologi yang terpenting adalah obstruksi ostium sinus.Berbagai faktor lokal maupun
sistemik dapat menyebabkan inflamasi atau kondisi yang mengarah pada obstruksi ostium
sinus.Patofisiologi rinosinusitis digambarkan sebagai lingkaran tertutup, dimulai dengan
inflamasi mukosa hidung khususnya kompleks osteo meatal (KOM).Beberapa faktor terutama
alergi dan interaksi imun-mikroba berperan penting dalam kronisitas rinosinusitis.
Rinosinusitis didefinisikan sebagai paradigma lapisan mukoperiosteum hidung maupun
sinus.Rinosinusitis pada umumnya didahului dari infeksi saluran nafas atas akut yang disebabkan
virus (biasanya infeksi bakteri merupakan lanjutan infeksi virus).Infeksi saluran napas atas akut
itu menyebabkan inflamasi mukosa termasuk mukosa kompleks osteo sinus yang menyebabkan
gangguan aerasi dan drainase sinus.
Ostruksi sinus karena odem mukosa juga dapat terjadi setelah menghirup alergen
(misalnya: asap rokok, polusi udara). Keadaan ini menyebabkan perubahan tekanan O2 di
dalamnya, terjadi tekanan negatif, permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat
dan terjadi transudasi yang menyebabkan fungsi silia terganggu.Retensi sekret yang terjadi
merupakan medianya yang baik untuk pertumbuhan kuman.
Faktor predisposisi yang harus dicermati adalah
1. adanya septum deviasi (sekat hidung yang bengkok),
2. hipertrofi konka media,
3. massa (tumor) maupun benda asing di hidung
4. adanya gangguan fungsi silia (yang berhubungan dengan kistik fibrosis dan defisiensi imun), dan

5. pemasangan tampon yang lama.


6. Sejumlah Gejala
7. American Academy of Otolaryngology (AAOA) dan American Rhinologic Society (ARS)
membuat klasifikasi rinosinusitis pada dewasa berdasar kronologi penyakit:
a. Rinosinusitis akut (RSA) bila gejala berlangsung sampai dengan 4 minggu. Resolusi gejala
biasanya terjadi dalam 5-7 hari dan kebanyakan pasien sembuh tanpa intervensi
medis.Kebanyakan kasus disebabkan oleh infeksi virus sedangkan sebagian kecil diantaranya
diikuti dengan pertumbuhan bakteri sekunder sehingga menjadi rinosinusitis akut bakterial yang
ditandai adanya drainase purulen yang memberat setelah 5 hari atau menetap dalam 10
hari.Rinosinusitis bakterial akut lebih sering berkembang menjadi penyakit kronis atau menyebar
keluar sinus menuju area orbita atau meningen.
b. Rinosinusitis akut berulang (rekuren) gejala sama dengan yang akut tetapi akan memburuk pada
hari ke 5 atau kambuh setelah mereda. Kekambuhan terjadi 4 episode atau lebih per tahunnya
(tiap episode minimal berlangsung selama 7 hari).
c. Rinosinusitis subakut gejala berlangsung lebih dari 4 minggu tetapi kurang dari 12 minggu,
merupakan kelanjutan RSA yang tidak menyembuh tetapi gejala yang tampak lebih ringan.
d. Rinosinusitis kronik bila gejala telah berlangsung lebih dari 12 minggu. Rinositusitis ini terjadi
pada rinosinusitis akut yang tidak mendapat terapi.
Gejala rinosinusitis dibagi dua, yaitu :
1. gejala mayor: nyeri/rasa berat di daerah wajah, hidung buntu, adanya post nasal drip atau ingus
yang purulen (anamnesis atau pemeriksaan fisik), hiposmia/anosmia (gangguan penciuman),
demam (hanya pada rinosinusitis akut), dan
2. gejala minor: sakit kepala, halitosis (bau mulut), badan terasa lemah, sakit gigi, batuk, nyeri/rasa
penuh pada telinga. RSA dicurigai bila didapatkan 2 gejala mayor atau lebih, atau 1 gejala mayor
dan 2 minor atau adanya ingus purulen pada pemeriksaan.
Berdasarkan penyebabnya, rinosinusitis dapat dibagi menjadi :
1. Rinosinusitis infeksiosa. Sebagian besar disebabkan oleh infeksi virus (virus influenza, corona
virus dan rinovirus) yang menyerang saluran nafas atas mengakibatkan odem jaringan
nasal.Infeksi oleh bakteri (Streptococcus pneumoniae dan Haemaphilus influenzae pada dewasa
dan Moraxella catarrhalis pada anak) biasanya terjadi setelah terjadi infeksi virus dimana bakteri
berkembang diluar inus.Penyempitan tuba eustachius akibat adanya inflamasi menghalangi

drainase telinga bagian tengah dan hal ini menjadi media yang baik untuk berkembangnya
bakteri.Infeksi oleh jamur biasanya terjadi pada pasien yang mengalami defisiensi sistem imun,
alergi atau dengan riwayat trauma pada sinus.
2. Rinosinusitis non infeksiosa, misalnya disebabkan karena: alergi terhadap bahan-bahan tertentu
(polen, bulu binatang, dll), sensitivitas terhadap aspirin (pada pasien yang mengalami asma
setelah mendapat pengobatan aspirin atau obat sejenisnya), udara dingin (gejala muncul setelah
terpapar oleh udara dingin).
Berdasarkan kualitas gejala RSA dapat dibagi : ringan, sedang dan berat.
Gejala RSA ringan: adanya rinore, hidung buntu, batuk-batuk, sakit kepala/wajah tergantung
lokasi sinus yang terkena. Sakit kepala daerah dahi menunjukkan adanya infeksi daerah sinus
frontal, rasa sakit daerah rahang atas, gigi dan pipi menunjukkan sinusitis maksila, sedangkan
etmoiditis menyebabkan odem di sekitar mata dan nyeri diantara dua mata dengan atau tanpa
disentuh, pada sfenoid lokasi nyeri di puncak kepala dan sering disertai sakit telinga, sakit leher,
demam. Pada keadaan yang berat gejala seperti tersebut di atas tetapi lebih berat (rinore purulen,
hidung buntu, sakit kepala/wajah berat tergantung lokasi, odem periorbita dan demam tinggi).
Diagnosis Klinik
Penting untuk melakukan anamnesis yang cermat agar dapat menentukan kriteria dengan
benar.Diagnosis awal memang agak sulit oleh karena sering kali merupakan suatu common cold
biasa. Pada penderita perlu diketahui dengan baik, adanya ''underlying diseases'' : alergi, kelainan
anatomi, lingkungan (polusi), asma, dll.
Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior pada RSA tampak adanya ingus yang purulen
atau post nasal drip pada pemeriksaan faring. Pemeriksaan penunjang: transiluminasi, radiologi,
endoskopi, kultur bakteri. Pungsi/aspirasi sebaiknya dilakukan setelah tanda akut mereda.
Endoskopi nasal diindikasikan pada kasus rinosinusitis yang tidak berespon dengan terapi, pada
kelainan anatomi (sehingga rinoskopi anterior tidak dapat dilakukan), pada anak-anak dengan
perjalanan penyakit yang tidak jelas, sebagai monitoring pada pasien yang mengalami
penyebaran infeksi keluar sinus dan saat perioperatif nasal.
Meskipun komplikasi rinosinusitis sudah jarang dijumpai pada era antibiotik sekarang ini,
komplikasi serius masih dapat terjadi. Yang harus diingat komplikasi rinosinusitis akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila tidak mendapatkan penanganan yang baik dan

adekuat. Letak sinus paranasal yang berdekatan dengan mata dan kranial sangat berperan pada
infeksi rinosinusitis akut ataupun kronik.
Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya komplikasi antara lain karena:
terapi yang tidak adekuat, daya tahan tubuh yang rendah, virulensi kuman dan tindakan operatif
(yang seharusnya) terlambat dilakukan.

Pelaksanaan Terapi
Tujuan utama terapi pasien dengan rinosinusitis bakterial adalah untuk mengontrol infeksi,
mengurangi odem jaringan dan memperbaiki obstruksi ostium sinus sehingga dapat terjadi
drainase mukopus. Pemeliharaan dilakukan dengan hidrasi yang adekuat berupa intake cairan
oral atau penggunaan spray nasal saline sesuai kebutuhan.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa mukolitik (guaifenesin) dan oral dekonegstan
(pseudoefedrin) dapat digunakan pada pasien dengan obstruksi sinus atau nasal yang berat.
Begitu pula dengan penggunaan dekongestan topikal (misalnya: phenylephrine, oxymetazoline)
selama 3-5 hari. Antibiotik oral direkomendasikan untuk digunakan selama 7-14 hari pada pasien
dengan rinosinusitis akut, rekuren akut atau subakut bakteri.Antibiotik yang berlabel U.S. Food
and Drug Administration (FDA) untuk terapi pasien dengan rinosinusitis akut meliputi
amoksisilin-clavulanate potassium (Augmentin) dan generasi baru cephalosporin, macrolide dan
fluoroquinolone.
The Agency for Health Care Policy and Research menyimpulkan bahwa amoxicillin atau
inhibitor folat (umumnya trimethiprim-sulfamethoxazole) merupakan pilihan tepat sebagai terapi
inisial pada kelompok dewasa dengan rinosinusitis bakterial akut yang tidak terkomplikasi.
Dalam pemilihan antibiotik yang sesuai bagi pasien dengan rinosinusitis, dokter dapat
mempertimbangkan adanya resistensi bakteri terhadap obat-obat tertentu serta memperhatikan
status kesehatan pasien secara menyeluruh. Perhatian khusus diberikan pada penyakit yang dapat
memperlama penyembuhan infeksi dan atau dapat menjadi predisposisi terjadinya komplikasi
(misalnya: diabetes melitus, asma, penyakit paru kronis, defisiensi imun, kistik fibrosis).
Beberapa ahli menyarankan penggunaan terapi steroid jangka pendek pada pasien dengan
rinosinusitis akut (viral maupun bakterial) untuk mengurangi odem disekitar ostium sinus dan
untuk menunjang perbaikan gejala. Namun hal ini masih menjadi kontroversi, karena pemberian
imunosupresi dapat memperlama proses underlying dissease. Steroid topikal dapat digunakan
pada pasien dengan rinosinusitis subakut atau kronik dan pada pasien yang mempunyai

sensitivitas terhadap inhalan, tetapi preparat ini kurang efektif pada akut rinosinusitis karena
kurang diserap dengan baik oleh adanya rinore.
Penggunaan Antihistamin oral belum ditemukan memberikan efek positif pada pasien dengan
rinosinusitis dan biasanya dihindari karena efeknya terhadap penebalan mukus.
Di US sekitar 175.000 orang yang menjalani bedah sinus tiap tahunnya.Indikasi absolut
untuk bedah ini jika ada penyebaran infeksi ekstrasinus, mucocele atau pyocele, sinusistis fungal
atau polip nasal yang masif yang merusak sinus.
Indikasi relatif bedah sinus:
1. rinosinusitis rekuren akut bakterial dengan area obstruksi aerasi sinus yang menetap atau
penyakit rekuren yang telah terindentifikasi dengan endoskopi nasal dan atau CT scan.
2. rinosinusitis kronik yang gagal mengalami penyembuhan setelah menjalani pengobatan.
Keberhasilan jangka panjang bedah sinus tergantung pada penyakit dasarnya.

BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN
Rinosinusitis pada umumnya didahului dari infeksi saluran nafas atas akut yang disebabkan
virus (biasanya infeksi bakteri merupakan lanjutan infeksi virus).Infeksi saluran napas atas akut
itu menyebabkan inflamasi mukosa termasuk mukosa kompleks osteo sinus yang menyebabkan
gangguan aerasi dan drainase sinus.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?
module=detailberitaminggu&kid=24&id=39927
www.webmed.com, An Overview of Sinusitis. Diakses pada 20 Agustus 2012.
www.nhs.uk, Sinusitis. Diakses pada 20 Agustus 2012.
www.harrisonspractice.com, Sinusitis. Diakses pada 20 Agustus 2012.

Virus tersebut merupakan virus yang berbahaya karena virus ini sebelumnya
menyebabkan SARS pada tahun 2002-2003.Tak hanya itu saja, penyakit yang
disebabkan oleh virus MERS juga dapat membahayakan nyawa penderitanya.Di
mana pada tahun 2002-2003 yang lalu SARS menyebabkan 775 orang meninggal
dunia.
Penyakit Middle East Respiratory Syndrom (MERS) gejalanya mirip dengan influenza,
khususnya flu burung, tidak aneh jika disebut flu Arab. Virus MERS telah
menginfeksi 396 orang, 111 orang meninggal dunia dan virus ini menyebar ke 15
negara termasuk Asi Tenggara dan Amerika Serikat. Karena sudah masuk Malaysia,
maka timbul kekhawatiran juga nanti bisa masuk ke Indonesia.Virus MERS dan SARS
berasal dari golongan Coronaviridae yang memiliki 4 kelas yaitu Alfa, Beta, Gram
dan Delta.
Virus MERS dan SARS masuk ke dalam kelas Beta bersama virus korona lain dari
kelelawar, tikus, babi dan sapi. Seperti virus korona lain, MERS memiliki struktur
RNA beruntai positif tunggal. Berbeda dengan virus flu burung yang beruntai negatif
dan berfragmen jadi pola mutasi MERS lebih lambat dan sederhana, virus korona
hanya bermutasi dengan tujuan adaptasi.Dengan struktur seperti ini, virus korona
tidak berpotensi untuk saling bertukar genom, tidak seperti virus flu yang
berpotensi bertukar fragmen di antara mereka sehingga dapat membentuk sub type
baru dengan tingkat keganasan yang tidak terduga.

isaat orang-orang di Amerika Latin, pada pertengahan tahun 2015 ini, sedang asik berpesta bola
dengan tajuk "Copa America 2015". Di Korea sibuk dengan "MERS".Orang "Amerika Latin"
berjuang membela negaranya, "Orang Korea" berjuang membela warganya agar terbebas dari
penyakit. "Serupa tapi tak sama" itulah pepatah yang cocok bagi kedua keadaan ini.
Penyakit MERS katanya berasal dari Timur Tengah sesuai dengan nama penyakitnya yaitu
"midle east respiratory syndrome yang kemudian dikenal dengan MERS. Tapi benarkah penyakit
MERS ini berawal dari timur tengah? Dan diduga disebarkan oleh Unta, mari kita cari tahu
faktanya!

Berikut ini fakta tentang penyakit MERS


1. MERS hanya menyerang orang dewasa, kecuali seorang anak remaja usia 16 tahun
2. MERS adalah penyakit saluran nafas akibat replika terbaru virus corona (MERSCoV)
yang pertamakali ditemukan tahun 2012 di Arab Saudi.

3. Virus korona berasal dari golongan famili virus yang besar yang biasa menyebabkan
influenza, bahkan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome ).
4. Unta adalah salah satu inang (host) dari MERS, namun rute penyebarannya ke manusia
belum dapat dipastikan.
5. Penyakit MERS tidak mudah menular dari satu individu kepada yang lainnya, kecuali ada
kontak langsung.
6. Corona Virus adalah virus yang umumnya menyerang binatang.

Setelah kita tahu fakta yang sebenarnya mengenai penyakit MERS, saatnya kita tahu lebih
banyak tentang penyakit MERS.
Defenisi penyakit MERS
Sejarah dan Epidemologi MERS
Etiology MERS
Tanda dan Gejala MERS
Diagnosis MERS
Pencegahan dan Pengobatan MERS
Defenisi penyakit MERS
Penyakit MERS adalah penyakit saluran nafas yang diakibatkan oleh virus.
MERS juga dikenal dengan sebutan flu unta. Virus MERS adalah golongan betacoronavirus
yang berasal dari kelelawar.

Sejarah dan Epidemologi MERS


Tahun 2012 MERS pertama kali diidentifikasi, lalu tak lama berselang ditemukan di London,
dimana virus yang ditemukan di London mirip sekali dengan virus yang terdapat pada kelelawar
gua pemakaman di Yunani.
Tahun 2014, warga Amerika tersangka berpenyakit MERS sepulang menjalankan misi kesehatan
di Arab Saudi.Korea Selatan, pada bulan Juni awal 2015 telah mengkarantina sebanyak 1,179
terduga MERS.Sebanyak 36% tersangka MERS meninggal dunia.
Dewasa usia lanjut dengan gangguan immun atau immun yang lemah mudah terserang virus
MERS, terlebih mereka yang terserang penyakit kanker paru, gagal ginjal, dan diabetes.
Pria lebih mudah terserang dibandingkan wanita dimana perbandingannya adalah 3: 1.
Etiology MERS
Sebelum Unta menjadi tempat berkembangbiaknya virus MERS, kelelawar adalah awal muasal
virus MERS.Penyebaran penyakit MERS adalah dari manusia ke manusia, penyebaran melalui
binatang ke manusia belum dapat dipastikan.
MERS disebabkan oleh MERS coronavirus (MERS-CoV), suatu virus baru spesies RNA tunggal
genus betacoronavirus.
Tanda dan Gejala MERS
Tanda dan gejala penyakit MERS sama seperti tanda gejala penyakit SARS, umunya adalah
demam, gangguan saluran nafas selama seminggu seperti batuk berdahak dan sesak, nyeri otot,
gangguan saluran pencernaan seperti mual, diare, nyeri perut.

Diagnosis MERS
X-ray dan CT scan : ada bercak infiltrate pada kedua lobus kiri dan kanan paru, terutama pada
lobus basalis.
CBC: kadar sel darah putih dan limfosit yang rendah
Pencegahan dan Pengobatan MERS
Belum ada obat yang pasti untuk membunuh virus MERS, pengobatan saat ini hanyalah sebatas
mengatasi gejala yang tampak.
Pengobatan yang terbaik adalah dengan melakukan pencegahan, seperti mencuci tangan setelah

bersentuhan dengan kandang binatang peliharaan, terlebih binatang piaraan itu sendiri, apalagi
menyentuh binatang yang sakit haruslah dihindari. Selain itu memasak makanan produk binatang
(daging, susu) dengan matang.
Hindari bepergian ke tempat penyebaran penyakit MERS.

Penelitian terkait sumber penularan Sindrom Pernafasan Timur Tengah Midle East Respiratory
Syndrome Corona Virus/MERS CoV) masih terus dilakukan Emergency Committee yang
dibentuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Termasuk penelitian untuk mengetahui
kemungkinan bahaya pada susu mentah.
Ini mengacu pada hasil penelitian yang dipublikasi di jurnal kedokteran "Emerging Infectious
Diseases", yang melihat stabilitas virus MERS CoV pada susu unta, domba, dan sapi, sebelum
maupun sesudah dipasteurisasi. Meskipun memang virus ini bisa hidup lama di susu, tapi
sesudah di pasteurisasi maka virus tidak ditemukan lagi. Saat ini sedang dilakukan penelitian
lanjutan tentang kemungkinan bahaya susu mentah.
"Ada juga anjuran lain dari WHO yang menyebutkan tentang jangan konsumsi susu mentah dan
jangan mengkonsumsi makanan yang mungkin tercemar oleh kotoran binatang," kata Prof
Tjandra Yoga Aditama, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan di Jakarta, Senin (19/5).
Ini merupakan satu dari tiga penelitian terbaru di 2014 tentang hubungan unta dengan MERS
CoV. Peneliti dari Amerika Serikat dan King Saud University berhasil mengisolasi virus MERS
CoV pada usap (swab) hidung pada unta berpunuk satu, dan membuktikan bahwa sekuen genom
di unta dan manusia adalah tidak berbeda.
Penelitian lain yang dipublikasi pada jurnal kedokteran yang sama menunjukkan bahwa virus
MERS CoV bersirkulasi pada unta di Saudi Arabia, Mesir, Tunisia, Nigeria, Sudan, Etiopia,
Jordan, Oman, Qatar dan Uni Arab Emirat. Sementara itu, sebuah penelitian pada Desember
2013 menemukan asam nukleat MERS CoV pada 5 dari 76 sample unta yang mereka periksa.
Peneliti ini juga menemukan bahwa virus MERS CoV di unta ternyata "closely related" dengan
virus yg ada di pasien MERS CoV.
Data-data di atas mendukung adanya kecurigaan bahwa unta merupakan sumber penularan dari
MERS-COV.Namun, masih dibutuhkan penelitian lebih mendalam untuk memastikan hal ini,

termasuk penelitian untuk mengetahui jalur penularan, penelitian kemungkinan pajanan dari
binatang dan/atau lingkungan dan kemungkinan rantai / jalur penularannya.
Namun, kata Tjandra, jelasnya data-data ini belum dapat membuktikan bahwa ada penulaan dari
unta ke manusia secara jelas, karena hubungan langsung kausal belum ditemukan.Tapi
setidaknya data ini bisa membuat kita lebih ber-hati2 dan waspada dalam kaitannya dengan
unta.Untuk sementara ini, Tjandra menganjurkan agar warga Indonesia yang bepergian ke jazirah
Arab untuk tidak kontak langsung dengan unta.Jangan ada paket kunjungan ke peternakan unta
dalam paket perjalanan umroh jamaah.
Sementara, data yang baru dirilis Organisasi Pangan Dunia menunjukkan ada sekitar 260.000
unta Saudi Arabia. Selain itu, ada hampir sejuta ekor unta di Ethiopia, 4,8 juta di Sudan, dan
lebih dari 7 juta ekor di Somalia.
Meskipun tingkat keparahan virus MERS di Timur Tengah meningkat, menurut WHO belum
menjadi ancaman kesehatan global atau Public Health Emergency of International Concern
(PHEIC).Juga belum dinyatakan sebagai pandemi.
Untuk memutuskan ada tidaknya pandemi, Dirjen WHO sudah membentuk Emergency
Committe yang terdiri dari 15 pakar di dunia, termasuk Prof Tjandra salah satu anggotanya.
Komite ini akan terus menganalisa keadaan untuk kemudian memberi rekomendasi yang akan
dikeluarkan oleh Direktur Jenderal WHO.
Beberapa pertimbangan untuk menetapkan adanya pandemi, yaitu penyebab penyakit (virus,
kuman dan lainnya) adalah jenis baru.Penyakitnya berat dengan angka kematian tinggi, dan
sudah menular lintas benua serta terjadinya penularan terus menerus antarmanusia.Jika terjadi
pandemi, penanganannya bersifat internasional dan merupakan kegiatan luar biasa besar dunia
kesehatan.
Dampak yang ditimbulkan juga amat luas, bukan hanya aspek kesehatan tapi juga ekonomi,
pariwisata, keamanan, sosial dan bahkan politik.
WHO IHR Emergency Committee sudah bersidang lima kali , yaitu pada 9 Juli, 17 Juli, 25
September, dan 4 December 2013 serta 13 Mei 2014.
Tjandra menambahkan, berdasarkan data WHO peningkatan kasus MERS CoV konfirmasi di
dunia terjadi sejak pertengahan Maret 2014.Dari 536 kasus sejak April 2012 sampai Mei 2014,
330 orang di antaranya terinfeksi sejak 27 Maret 2012.Sebanyak 290 dari 330 kasus itu terjadi di
Saudi Arabia.

Wakil Menteri Kesehatan, Prof Ali Ghufron Mukti, kembali menegaskan sampai saat ini belum
ada kasus MERS CoV positif di Indonesia. Semua kasus yang terjadi selama ini hanya dugaan
dengan keluhan yang mirip dengan MERS dan semua pasien pulang bepergian dari Arab Saudi.
Dugaan MERS ini terus meningkat dan mencapai lebih dari 100 kasus yang terjadi di 18
provinsi. Sebanyak 77 di antaranya sudah diperiksa dan hasilnya negatif, sedangkan sisanya
masih dalam proses pemeriksaan.
"MERS adalah virus berbahaya, sehingga kami minta masyarakat waspada, tetapi jangan panik,"
kata Ghufron, kepada SP, di Jakarta, Senin.
Menurut Ghufron, sampai sekarang tidak ada larangan bepergian ke negara-negara tertular,
termasuk Arab Saudi. Para jamaah haji maupun umroh hanya dianjurkan melakukan imunisasi
vaksin influensa dan mewajibkan vaksin meningitis.Vaksinasi ini paling tidak dapat
meningkatkan kekebalan tubuh, sehingga diharapkan tidak mudah terserang virus MERS CoV.
Kemkes sendiri terus melakukan kewaspadaan dan komunikasi dengan WHO, KBRI, serta
pihak-pihak terkait.

Vkasin MERS.

Prototipe vaksin melawan virus corona infeksi paru-paru MERS menunjukkan hasil menjanjikan,
para kata ilmuwan.
Hasil penelitian yang diterbitkan di jurnal Science Translational Medicine menunjukkan vaksin
tersebut bisa melawan penyakit MERS (infeksi pernapasan Timur Tengah) pada monyet dan
unta.
Para peneliti berharap vaksin tersebut, dengan proses lebih lanjut, bisa bekerja juga pada
manusia.
MERS sudah menulari 1.400 orang dan memakan 500 korban tewas sejak 2012, namun belum
ada penanganan spesifik atau obat pencegah khusus untuk penyakit ini.
Dalam sebagian besar kasus, mereka yang terkena MERS diduga tertular akibat kontak dari
pasien yang terinfeksi di rumah sakit.
Namun pakar juga menduga bahwa unta memiliki peran besar sebagai inang penyakit tersebut.
Para peneliti yang dipimpin oleh ilmuwan University of Pennsylvania mengatakan vaksin
eksperimental ini bisa menjadi "alat bernilai" dengan dua cara berbeda.

Pertama, untuk memberi imunisasi pada unta agar tidak menyebarkan penyakit tersebut ke
manusia, dan kedua, sebagai bagian dari upaya melindungi manusia dengan mengurangi risiko
terkena MERS.
Dalam uji coba, vaksin diuji pada sampel darah yang diambil dari unta. Tampaknya proses ini
mengawali produksi protein antibodi yang bisa membantu membangun ketahanan tubuh
melawan virus.
Dan saat monyet rhesus dikenai virus Mers, primata tersebut tak jatuh sakit.
Profesor Andrew Easton dari Warwick University menggambarkan penelitian ini sebagai
"langkah maju yang signifikan dalam beberapa generasi vaksin untuk mencegah penyakit Mers".
Dia menambahkan, "Data ini menunjukkan bahwa vaksin mampu menghasilkan antibodi yang
melindungi dalam pengujian di laboratorium dan juga pada unta.
"Hasil ini sangat menjanjikan sebagai kemungkinan mengurangi sebaran virus pada unta dan
untuk mengurangi risiko infeksi pada manusia."
Namun para pakar lain mengingatkan, virus cenderung berdampak lebih lemah pada monyet
rhesus daripada pada manusia, sehingga belum jelas apakah vaksin ini benar-benar bisa
digunakan pada populasi manusia.
Riset ini dibiayai sebagian oleh Institut Alergi dan Penyakit Menular Nasional di Amerika
Serikat dan Inovio Pharmaceuticals.

You might also like