You are on page 1of 44

I.

Judul Percobaan

Pembuatan

Biodiesel

dari

Minyak

Jelantah
II.

III.

Waktu Percobaan : 28 30 Desember 2015


Tujuan Percobaan :
a. Membuat biodiesel dari minyak jelantah
b. Melakukan uji mutu biodiesel meliputi densitas, viskositas,
angka

setana

(melibatkan

penyabunan)

yang

bilangan

dibandingkan

iod,

bilangan

dengan

biodiesel

menurut SNI 04-7182-2006.


IV.

Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Biodiesel
Bahan
memenuhi

bakar

alternatif

kriteria

untuk

ketersediaan

masa

(sumber

depan
yang

harus
banyak

dan/atau terbarukan), rendah/tidak menghasilkan emisi gas


buang

yang

berbahaya,

murah

dan

mudah

didapat

dimanapun. Alasan lebih praktis dan menguntungkan yang


mendorong pengembangan terobosan bahan bakar alternatif
saat ini lebih diarahkan ke bahan bakar bentuk cair (Herwin
Saputra, 2001). Bahan bakar cair yang sedang pesat diteliti
dan dikembangkan sekarang ini adalah bahan bakar cair
pengganti

solar

yang

dikenal

dengan

istilah

Biodiesel.

Biodiesel merupakan bahan bakar cair yang diproses dari


lemak hewan atau minyak nabati. Biodiesel adalah bahan
bakar cair dari hasil proses transesterifikasi minyak atau
lemak (Ananta, 2002: 5).
Proses

transesterifikasi

tersebut

pada

prinsipnya

dilakukan dengan maksud mengeluarkan gliserin dari minyak


dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol
menjadi alkohol ester (Fatty Acid Methyl Ester/FAME). Dalam

prakteknya, transesterifikasi dilakukan dengan mencampur


minyak nabati/hewani dengan alkohol (metanol, etanol)
dengan menggunakan katalisator KOH atau NaOH. Proses
transesterifikasi dilakukan selama sampai 1 jam pada suhu
kamar atau pada suhu yang lebih tinggi, campuran yang
terjadi didiamkan sehingga terbentuk dua lapisan, yaitu
lapisan bawah (gliserin) dan lapisan atas adalah metil ester
(Ananta, 2002: 5). Meskipun nilai kalori minyak biodiesel lebih
rendah dari solar, namun karena proses pembakarannya lebih
sempurna, maka kekuatannya sama besar dengan bahan
bakar berbasis mineral.
Pembuatan

biodiesel

dari

minyak

nabati

dilakukan

dengan mengkonversi trigliserida (komponen utama minyak


nabati)

menjadi

metil

ester

asam

lemak,

dengan

memanfaatkan katalis pada proses metanolisis/esterifikasi.


Beberapa katalis telah digunakan secara komersial dalam
memproduksi biodiesel. Selain itu, juga diupayakan kataliskatalis dari sisa produksi alam seperti, janjang sawit, abu
sekam padi dan sebagainya.
Biodiesel sebagai bahan bakar alternatif harus segera
direalisasikan

untuk

menutupi

kekurangan

terhadap

kebutuhan BBM fosil yang semakin meningkat. Biodiesel


dapat dibuat dari bermacam sumber, seperti minyak nabati,
lemak hewani dan sisa dari minyak atau lemak (misalnya sisa
minyak penggorengan).
2. Minyak Jelantah
Minyak

goreng

bekas

yang

biasa

disebut

minyak

jelantah, sangat potensial untuk diolah menjadi biodiesel.


Sementara ini, pemanfaatan minyak jelantah di Indonesia
masih dinilai kontraversial. Minyak jelantah dari perusahaan

besar dijual ke pedagang kaki lima dan kemudian digunakan


untuk menggoreng makanan dagangannya dan sebagian lagi
hilang begitu saja ke saluran pembuangan (Ananta, 2002).
Selanjutnya

Ananta

(2002),

telah

melakukan

penelitian

tentang biodiesel dari minyak jelantah dengan metode


transesterifikasi dua tahap menyimpulkan bahwa sifat-sifat
ester dari minyak jelantah (AME) tidak berbeda jauh dari sifat
biodiesel dari minyak baru dan juga sifat minyak solar.
Minyak jelantah adalah minyak yang telah digunakan
lebih dari dua atau tiga kali penggorengan, dan dikategorikan
sebagai limbah karena dapat merusak lingkungan dan dapat
menimbulkan

sejumlah

menyimpulkan

bahwa

penyakit.
orang-orang

Sebuah
yang

penelitian

menggunakan

minyak jelantah, lebih mungkin mengidap tekanan darah


tinggi dibandingkan dengan mereka yang sering mengganti
minyak gorengnya untuk memasak (Anonim, 2003).
Minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang
bersifat

karsinogenik,

yang

terjadi

selama

proses

penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah


yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia dan
akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi
berikutnya (Ananta, 2002).
Selanjutnya Ananta (2002), mengatakan bahwa minyak
jelantah
sangat

jika dipakai untuk menggoreng makanan akan


berbahaya

bagi

kesehatan

karena

mengandung

senyawa-senyawa karsinogen yang terjadi selama proses


penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah
yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia.
Penggunaan minyak jelantah yang sudah berulang kali
mengandung zat

radikal bebas yang bersifat karsinogenik

seperti peroksida, epioksida, dan lain-lain. Pada percobaan


3

terhadap binatang, konsumsi makanan yang kaya akan gugus


peroksida ini menimbulkan kanker usus. (Anonim, 2005).
Perkembangan biodiesel dari minyak jelantah semakin
pesat dengan dilarangnya pemakaian minyak jelantah untuk
campuran pakan ternak, karena sifatnya yang karsinogenik.
Sekarang biodiesel dari minyak jelantah telah diproduksi baik
di negara Eropa, Amerika dan Jepang. Biodiesel dari minyak
jelantah di Austria dikenal dengan nama AME (Altfett Methyl
Ester), sedang di Jerman selain dikenal dengan AME juga
mendapat nama Frittendiesel atau Ecodiesel, sedang di
Jepang dikenal dengan e-oil (Ananta, 2002).
3. Proses Pembuatan Biodiesel
a. Tahap Transesterifikasi
Penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar diesel
menimbulkan suatu masalah karena tingginya viskositas,
dimana

dapat

menyebabkan

pembakaran

yang

kurang

sempurna pada mesin diesel. Untuk mengatasinya dapat


dilakukan dengan mereaksikan minyak dan alkohol berantai
pendek dengan bantuan katalis. Proses ini dikenal dengan
reaksi transesterifikasi atau alkoholisis (Prakoso, 2004).
Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa biasanya
menggunakan logam alkali alkoksida, NaOH, KOH, dan
NaHCO3

sebagai

katalis.

Katalis

basa

ini

lebih

efektif

dibandingkan katalis asam, konversi hasil yang diperoleh


lebih banyak, waktu yang dibutuhkan juga lebih singkat serta
dapat dilakukan pada temperatur kamar (Anonim, 2005).
Agar

reaksi

berjalan

cepat

tahap

transesterifikasi

memerlukan pengadukkan dan pemanasan (50-55 oC) atau di


bawah titik didih methanol (64,7
gliserin

dan

metil

ester

C) untuk memisahkan

(biodiesel).

Pada

reaksi
4

transeseterifikasi ini, dapat digunakan

metanol atau etanol

sebagai reaktan. Metanol sebagai reaktan digunakan karena


merupakan alkohol yang paling reaktif. Alkohol dengan atom
C lebih sedikit mempunyai kereaktifan yang lebih tinggi
daripada alkohol dengan atom C lebih banyak. Reaksi
transesterifikasi merupakan reaksi yang bersifat irreversible
(Pelly,

2000).

Karena

sifatnya

yang

irreversible,

maka

pergeseran reaksi ke kanan (ke arah produk) biasanya


dilakukan dengan menggunakan alkohol secara berlebih dari
kesetimbangan stoikhiometri (Anonim, 2005).
Dalam reaksi alkoholis, alkohol bereaksi dengan ester
dan menghasilkan ester baru. Pada pembuatan biodiesel
melalui reaksi transesterifikasi dapat dilakukan secara batch
dan bisa juga secara kontinyu.
Persamaan reaksi antara trigliserida dan metanol pada
proses transesterifikasi ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Reaksi transesterifikasi (Nur, 2014).


b. Bahan Baku Pembuatan Biodiesel
1. Minyak Nabati
Minyak nabati adalah limbah yang berasal dari jenis
minyak goreng. Minyak ini adalah minyak bekas pemakaian
rumah tangga atau industri. Minyak jelantah mengandung
senyawa-senyawa yang bersifat karsinogen. Jadi, sangat
jelas dikatakan bahwa pemakaian minyak jelantah yang

berulang-ulang dapat merusak dan menimbulkan penyakit


(Chairani, 2013).
2. Metanol (CH3OH)
Metanol merupakan bentuk alkohol paling sederhana
pada keadaan atmosfer, metanol berebentuk cairan yang
ringan, mudah menguap tidak berwarna, mudah terbakar
dan beracun dengan bau khas. Methanol dapat dibantu
dengan

mereaksikan

Hidrogen

dan

karbon

dioksida.

Metanol banyak dipakai pada industri sebagai starting


(Taufik, 2012). Sifat fisika kimia Metanol dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Sifat fisika dan kimia metanol
Sifat Kimia
Massa molar : 32,04
g/mol
Densitas : 0.7918 g/ml
o

Sifat Fisika
cairan
mudah menguap

Titik lebur : -97 C

tidak berwarna

Titik didih : 64,7 oC

Beracun

Viskositas : 0,59 mPa

Mudah terbakar

Sumber: SNI 06-2568-1992

3. Katalis
Katalis adalah zat yang mempercepat laju reaksi kimia
pada suhu tertentu tanpa mengalami perubahan. Katalis
basa yaitu natrium hidroksida. Katalis NaOH bersifat
lembab cair dan secara spontan menyerap kerbon dioksida
dari udara bebas. NaOH dapat larut dalam etanol dan
metanol (Ayuk, 2012).
Sifat fisik kimia NaOH dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sifat fisika dan kimia NaOH

Sifat fisika/Sifat

NaOH

kimia
Sifat rumus molekul

NaOH

Massa molar

39,9971 gr/mol (zat


2,19
padat))putih)
g/cm3, padat

Densitas
Titik lebur

318oC (519 K)

Titik didih

1390oC (1663 K)
1119/100 ml (20oC)

Kelarutan dalam air


Kebasaan

(pKb) -2,43

Sumber: SNI 06-2568-1992

4. Kualitas Biodiesel menurut SNI-04-7182-2006


Rendemen
diperoleh

dari

biodiesel
proses

yang

tinggi

pengolahan

(96-98%)

bahan

baku

dapat
minyak

jelantah yang sesuai (Setiawati dan Edwar, 2012). Proses


transesterifikasi

satu

tahap

menghasilkan

presentase

rendemen metil ester yang lebih baik dibandingkan dua


tahap.

Hal

ini

menebabkan

bahan

baku

menghasilkan

karakteristik yang baik, yaitu mempunyai nilai bilangan asam


yang rendah (Sumangat dan Hidayat, 2008).
Secara umum, biodiesel mempunyai kadar gliserol bebas
yang tinggi dan tidak memenuhi SNI 04-7182-2006 (maksimal
0,02%-massa) yang dikarenakan

adanya proses pencucian

dan konversi minyak nabati yang kurang sempurna selama


proses transesterifikasi. Gliserol bebas yang terdapat di
dalam biodiesel adalah sisa-sisa pencucian pada tahap
pemurnian atau hasil samping hidrolisis ester karena terdapat
air (Setiawati dan Edwar, 2012).
Secara umum, biodiesel mempunyai kadar ester yang
memenuhi SNI 04-7182-2006 (minimal 96,5%). Kadar ester
menunjukkan besarnya perubahan reaktan menjadi kompleks
teraktifkan. Peningkatan kadar ester terjadi karena semakin
lamanya reaksi sehingga tumbukan antar molekul reaktan
7

semakin sering terjadi (Setiawati dan Edwar, 2012). Sifat fisik


kimia Biodiesel dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sifat kimia fisika Biodiesel


Parameter dan Satuannya

Batas Nilai

Massa jenis (40 0C), g/ml


Viskositas kinematik (40 0C),
Angka
mm2/s setana
(cSt)
Titik nyala 0C
Titik kabut, 0C
Residu karbon (%-b)
Air dan sedimen, %-vol.
Temperatur distilasi 90 %, 0C
Abu tersulfatkan, %-b
Belerang, ppm-b (mg/kg)
Fosfor, ppm-b (mg/kg)
Angka asam, mg-KOH/g
Gliserol bebas, %-b
Gliserol total, %-b
Kadar ester alkil, %-b
Angka iodium, %-b (g-I2/100g)

0,85 0,89
2,3 -6,0
Minimum 51
Minimum 100
Maksimum 18
Maksimum 0,05
Maksimum 0,05
Maksimum 360
Maksimum 0,02
Maksimum 100
Maksimum 10
Maksimum 0,8
Maksimum 0,02
Maksimum 0,24
Minimum 96,5
Maksimum 115

Sumber: SNI 7182: 2006, Persyaratan Mutu Biodiesel di


Indonesia

a. Angka Setana
Bahan bakar diesel dikehendaki relatif mudah terbakar
sendiri (tanpa harus dipicu dengan letikan api busi) jika
disemprotkan ke dalam udara panas bertekanan. Tolok ukur
dari sifat ini adalah bilangan setana, yang didefinisikan
sebagai % volume n-setana di dalam bahan bakar yang
berupa campuran n-setana (n-C16H34) dan -metil naftalena
(-CH3-C10H7) serta kualitas pembakaran di dalam mesin
diesel standar. n-setana (suatu hidrokarbon berantai lurus)
sangat mudah terbakar sendiri dan diberi nilai bilangan
setana 100, sedangkan -metil naftalena (suatu hidrokarbon
aromatik bercincin ganda) sangat sukar terbakar dan diberi
nilai bilangan setana nol.
Bilangan setana yang baik dari minyak diesel adalah
lebih besar dari 30 atau maksimal 51, dengan volatilitas yang
9

tidak terlalu tinggi, supaya pembakaran yang terjadi di


dalamnya lebih sempurna. Pada proses esterifikasi selama 10
menit, dihasilkan angka setana yang tinggi. Minyak kelapa
dan sawit mengandung asam lemak jenuh tinggi sehingga
dapat diperkirakan memiliki angka setana yang lebih tinggi.
Metil ester asam lemak tak jenuh (r>0) memiliki bilangan
setana yang lebih kecil dibanding metil ester asam lemak
jenuh (r=0). Meningkatnya jumlah ikatan rangkap (tak jenuh)
suatu metil ester asam lemak akan menyebabkan penurunan
bilangan setana.
b. Massa Jenis (Densitas) pada 40 C
Massa jenis biodiesel maksimal adalah 850 890 kg/m 3.
Nilai ini merupakan indikator banyaknya zat-zat pengotor,
seperti sabun dan gliserol hasil reaksi penyabunan, asamasam lemak yang tidak terkonversi menjadi metil ester
(biodiesel),

air,

sodium

hidroksida

sisa,

ataupun

sisa

methanol yang terdapat dalam biodiesel. Jika massa jenis


biodiesel melebihi ketentuan, sebaiknya tidak digunakan
karena akan meningkatkan keausan mesin dan menyebabkan
kerusakan mesin.
c. Viskositas Kinematik pada 40 C
Viskositas kinematik maksimal adalah 2,3 6,0 mm 2/s.
Jika bahan bakar terlalu kental, maka dapat menyulitkan
aliran, pemompaan, dan penyalaan. Jika bahan bakar terlalu
encer, maka menyulitkan penyebaran bahan bakar sehingga
sulit terbakar dan akan menyebabkan kebocoran pipa injeksi.
Minyak diesel dikehendaki memiliki kekentalan yang relatif
rendah agar mudah mengalir melalui pompa injeksi.
d. Titik Nyala
Untuk keselamatan selama penanganan, penyimpanan,
dan transportasi, titik nyala harus cukup tinggi agar terhindar
10

dari bahaya kebakaran pada suhu kamar. Nilai titik nyala


adalah minimal 100 C. Titik nyala berhubungan dengan
keamanan dan keselamatan, terutama dalam handling and
storage.

Titik

nyala

mengindikasikan

tinggi

rendahnya

volatilitas dan kemampuan untuk terbakar dari suatu bahan


bakar.
e. Titik Kabut
Titik kabut biodiesel standar adalah minimal 180 C. Titik
kabut suatu bahan bakar yang sudah terdestilasi adalah
temperatur dimana bahan bakar menjadi berkabut karena
kehadiran dari kristal-kristal lilin.
f. Korosi Lempeng Tembaga
Metode

korosi

lempeng

tembaga

digunakan

untuk

memprediksi derajat korosifitas relatif lempeng tembaga


yang diujikan pada biodiesel.
g. Angka Iodium
Angka iodium menunjukkan banyaknya ikatan rangkap
dua di dalam asam lemak penyusun biodiesel. Biodiesel
dengan kandungan angka iodium yang tinggi (>115%) akan
mengakibatkan kecenderungan untuk terpolimerisasi dan
pembentukan deposit di lubang saluran injector noozle dan
cincin piston pada saat mulai pembakaran.
h. Angka Asam
Angka

asam

adalah

jumlah

milligram

KOH

yang

diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang


terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Angka asam
dari biodiesel standar adalah maksimal 0,8 mg-KOH/g.
Rendahnya asam lemak yang dihasilkan menandakan bahwa
kandungan asam lemak bebas pada bahan baku minyak
jelantah telah digunakan untuk mesin diesel menurun.

11

5. Kelebihan Penggunaan Biodiesel


Biodiesel memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan
bakar diesel petroleum. Kelebihan tersebut antara lain
merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan dapat
dibiodegradasi, mempunyai bilangan setana yang tinggi,
mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx,
dan terdapat dalam fase cair.
Penggunaan biodiesel dapat dicampur dengan petroleum
diesel (solar). Biodiesel bisa digunakan dengan mudah karena
dapat bercampur dengan segala komposisi dengan minyak
solar, mempunyai sifat-sifat fisik yang mirip dengan solar
biasa sehingga dapat diaplikasikan langsung untuk mesinmesin diesel yang ada hampir tanpa modifikasi (Prakoso,
2003). Selain itu biodiesel mempunyai nilai flash point (titik
nyala) yang lebih tinggi dari petroleum diesel sehingga lebih
aman jika disimpan dan digunakan (Anonim, 2003).
Penerapan

peraturan

emisi

kendaraan

mendorong

diturunkannya kadar belerang dalam minyak solar. Penurunan


kadar

belerang

dapat

menurunkan

emisi

gas

buang

kendaraan berupa SOx dan SPM (Solid Particulate Matters)


yang mengotori udara. Akan tetapi, solar yang berkadar
belerang

rendah

memiliki

daya

pelumasan

rendah.

Sementara itu, produksi solar di Indonesia masih tinggi kadar


belerangnya (1500-4100 ppm). Dengan demikian, biodiesel
sebagai campuran minyak solar mempunyai dua keuntungan
sekaligus. Pertama, biodiesel mempunyai kadar belerang
yang jauh lebih rendah. Dengan kata lain, biodiesel sangat
ramah lingkungan karena kadar belerangnya kurang dari 15
ppm. Kedua, biodiesel dapat meningkatkan daya pelumasan.
Viskositas biodiesel lebih tinggi dibandingkan viskositas solar,
sehingga biodiesel mempunyai daya pelumasan yang lebih
12

baik. Oleh karena itu mampu melumasi mesin dan sistem


bahan

bakar.

Penggunaan

biodiesel

dapat

menurunkan

keausan piston. Dengan demikian, mesin menjadi lebih awet.


Keuntungan

lainnya,

biodiesel

sudah

mengandung

oksigen dalam senyawanya. Jadi, pembakaran di dalam mesin


nyaris

sempurna

dan

hanya

membutuhkan

nisbah

udara/bahan bakar rendah. Dengan demikian, emisi senyawa


karbon non-CO2 dalam gas buang kendaraan sangat kecil dan
penggunaan bahan bakar lebih efisien.
V.

Alat dan Bahan


a. Alat
Alat-alat yang digunakan pada pembuatan biodiesel dari
minyak jelantah disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Alat pembuatan Biodiesel
No

Nama Alat

Spesifikasi

Jumlah

Satuan

1.

Spatula

Kaca

Buah

2.

Corong

Kaca

Buah

3.

Corong Pisah

250 ml

Buah

4.

Gelas Kimia

250 ml; 100 ml

Buah

5.

Gelas Ukur

10 ml; 50 ml

Buah

Box heating

Buah

Set

Buah

Analitik

Buah

25 ml

Buah

Magnetik

Buah

Raksa 1000C

Buah

6.

Hot Plate/
pemanas

7.

Klem & Statif

8.

Neraca

9.

Piknometer

10.

Stirer

11.

Thermometer

12.

Viscometer

Ostwald

Buah

13.

Stopwatch

Elektronik (Hp)

Buah

14.

Buret

Set

Buah

15.

Erlenmeyer

250 ml

Buah

13

b. Bahan

Bahan yang digunakan pada pembuatan biodiesel dari

minyak jelantah disajikan pada Tabel 5.


Tabel 5. Bahan pembuatan biodiesel
No

Nama Bahan

Spesifikasi

1.

Minyak Nabati

2.

Metanol

P.a

3.

NaOH

P.a

4.

Aquades

P.a

5.

KOH

6.

Alkohol/Etanol

7.

Indikator

pp

8.

Kloroform

9.

Pereaksi Hanus

Minyak Jelantah

0.1 N; 0,5 N
96%

10. Na2S2O3

0,1 N

11. Indikator

Amilum

12. KI

15%

13. HCl

0,5 N

14

VI.

Prosedur Kerja
Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah
Pada pembuatan biodesel dari minyak jelantah, padatan
NaOH p.a 0.5 gram di campurkan dengan methanol p.a 110
ml kemudian diaduk sampai homogen yang akan
menghasilkan natrium metoksida. Larutan natrium metoksida
tersebut dicampurkan dengan 50 ml minyak jelantah di aduk
dengan magnetik stirrer ada kecepatan 7650-1500 rpm
sambil dipanaskan pada suhu 55 oC selama 45 menit, hasil
yang didapatkan adalah metil ester dipindahkan ke dalam
corong pisah dan didiamkan selama 10 menit, lapisan bawah
dikeluarkan dan larutan dimurnikan dengan penambahan 25
ml aquades sambil dipanaskan hingga suhu 60 oC. Larutan
tersebut dipindahkan ke dalam corong pisah dan didiamkan
sampai terbentuk 2 lapisan, lapisan bawah dikeluarkan dan
dihasilkan metil ester yang lebih murni (Aisyah, 2012).
Uji Mutu
Densitas
Pada uji mutu densitas digunakan neraca analitik yang
diatur hingga menunjukkan berat nol kemudian dimasukkan
piknometer 25 ml kosong, dicatat massa piknometer
tersebut. Neraca analitik diatur kembali hingga menunjukkan
berat nol, di masukkan piknometer yang telah diisi biodesel
dan dicatat massanya, dari percobaan tersebut dapat
dihitung densitas dengan rumus sebagai berikut (Aisyah,
2012).

( pikno kosong + sampel ) pikno kosong


volume pikno

Bilangan Asam
Pada uji mutu bilangan asam, 2 gram biodesel
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml kemudian
ditambahkan alkohol netral dan dipanaskan sampai mendidih,
di kocok dan didinginkan, setelah perlakuan tersebut
ditambahkan indikator pp 2-3 tetes dan dititrasi dengan KOH

15

0.1 N, didapatkan volume KOH untuk menghitung bilangan


asam dengan rumus sebagai berikut (Setyawati dan Edwar,
2012).

ml KOH x N x BM KOH
x 100
biodiesel x gram sampel x 1000

Angka Setana
a. Bilangan Iod
Pada uji mutu angka setana bilangan iod, ditimbang 0.5
gram
biodesel
dimasukkan
kedalam
erlenmeyer,
ditambahkan 10 ml kloroform dan 25 pereaksi hanus,
ditempatkan di ruang gelap selama 30 menit sambil
dikocok, kemudian dititrasi dengan Na 2S2O3 0,1 N sampai
kuning pucat, setelah itu ditambahkan 1 ml larutan amilum
dan dititrasi kembali hingga warna biru hilang, dari titrasi
tersenut dapat digunakan untuk menghitung bilangan iod
dengan rumus sebagai berikut (Setyawati dan Edwar,
2012).
12.69 N Na 2 S 2 O 3 (V 0 V 1)
Bilangan Iod=
m
b. Bilangan Penyabunan
Pada uji mutu angka setana bilangan penyabunan 2.5 gram
biodesel ditambahkan dengan 10 KOH 0.5 N, dipanaskan
dalam penangas air selama 15 menit, setelah itu
ditambahkan indikator pp 1 tetes dan dititrasi dengan HCl
0.5 N sampai berwarna ungu, dari hasil titrasi tersebut
dapat digunakan untuk menentukan bilangan penyabunan
dengan rumus sebagai berikut (Setyawati dan Edwar,
2012).
Bilangan Penyabunan=

56,1 N HCl (V 0V 1 )
m

16

VII.

Alur Kerja
Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah
Padatan NaOH p.a 0,5 g

Methanol p.a 110 ml

50 ml
Minyak Jelantah
Natrium
metoksida
ditambahkan Natrium metoksida
diaduk dan dipanaskan di atas magnetik stirer dengan kecepatan 750 1500 rpm
suhu dipertahankan 55 C selama 45 menit
Metil ester
dipindahkan ke dalam corong pisah
didiamkan selama 10 menit
lapisan bawah dikeluarkan
dimurnikan dengan ditambahkan 25 ml Aquades dan dipanaskan hingga suhu 60 C
Metil ester dan Aquades
Uji Mutu ke dalam corong pisah
dipindahkan
didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan, lapisan bawah dikeluarkan
Densitas
Neraca
analitik
Volume
Metil ester
Diatur hingga menunjukkan berat nol
Dimasukkan piknometer 25 ml kosong, dicatat massa-nya
Diatur hingga menunjukkan berat nol
Dimasukkan piknometer yang telah diisi biodiesel
Dihitung densitas biodiesel dengan rumus (terlampir)
Densitas biodiesel

Viskositas

Waktu alir
17

Bilangan Asam
2 g Biodiesel
Dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml
Ditambahkan dengan Alkohol netral
Dipanaskan sampai mendidih, dikocok dan didinginkan
Ditambahkan indikator pp 2-3 tetes
Dititrasi dengan KOH 0.1 N
Volume KOH

Angka Setana
c. Bilangan Iod
0,5 g Biodiesel
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Ditambahkan 10 mL kloroform
Ditambahkan 25 mL pereaksi hanus
Ditempatkan di ruang gelap selama 30 menit sambil dikocok sesekali
Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai kuning pucat
Ditambahkan 1 mL larutan amilum
d. Bilangan
Penyabunan
Dititrasi
lagi hingga
warna biru hilang
2,5 g Biodiesel
Hasil

Ditambah 10 mL KOH 0,5 N


Dipanaskan dalam penangas air selama 15 menit
Ditambah indikator pp 1 tetes
Dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai berwarna ungu
Hasil

18

VIII.

Hasil Pengamatan
Alur Kerja

Padatan NaOH p.a 0,5 g


Methanol p.a 25 mL

Hasil Pengamatan
- Padatan NaOH = putih (mudah
meleleh pada suhu kamar)
- Methanol = tak berwarna
- NaOH + Methanol = sulit larut,

menghasilkan larutan Natrium


- keduanya dicampurkan
- diaduk sampai homogen- keduanya dicampurkan
metoksida = tak berwarna
- diaduk sampai homogen
- Minyak
jelantah
=
kuning
Natrium metoksida
kehitaman pekat dan kental
100 ml Minyak Jelantah
- ditambahkan Natrium
- Metoksida + Jelantah =
metoksida
(bawah) larutan kuning (++)
- diaduk dan dipanaskan di
(atas) tak berwarna/bening
atas magnetik stirer dengan - Setelah dimagnetik stirer dan
kecepatan 750 1500 rpm
dipanaskan = larutan homogen
- suhu dipertahankan 55 C
Metil ester
selama 45 menit
kuning keruh
Metil ester
- dipindahkan ke dalam
corong pisah
- didiamkan selama 10 menit
- Metil ester = kuning bening
- lapisan bawah dikeluarkan
- Setelah didiamkan:
- dimurnikan dengan
(atas) Biodiesel = kuning bening
ditambahkan 16 mL
(+)
Aquades
dan Aquades
dipanaskan
Metil
ester dan
(bawah) Gliserol = cokelat
hingga
suhu
60
C
- dipindahkan ke dalam corong
pisah
- didiamkan sampai terbentuk 2
lapisan, lapisan bawah
dikeluarkan

Dugaan/Reaksi
Kesimpulan
Minyak
jelantah
dapat Dihasilkan biodiesel
dijadikan

sebagai

bahan (metil

untuk membuat biodiesel.


Pemanasan dilakukan pada
suhu 50 55 C terjadi
reaksi transesterifikasi, dan
terjadi perubahan warna.

ester)

dari

minyak

jelantah

dengan

rendemen

sebesar
mana

80%
tidak

yang
sesuai

dengan literatur dan


SNI.

Rendemen biodiesel yang


dihasilkan

berdasarkan

literatur umumnya sebesar


98%

(Nur,

2014)

atau

berdasarkan SNI 04-71822006 minimal 96,5 %.


Lapisan
atas
adalah
biodiesel

dan

lapisan

bawah adalah gliserol.

19

- Aquades = tak berwarna


- Setelah
dimurnikan

Volume Metil ester

Neraca analitik

dengan

Aquades dan didiamkan :


atas = kuning bening (++)
bawah = lapisan air putih keruh
- Volume Metil ester = 80 ml

- Massa

piknometer

kosong

Berdasarkan SNI 04-7182- Nilai

23.4240
2006 densitas biodiesel
Diatur hingga menunjukkan berat nol
- Massa pikno + biodiesel =
Dimasukkan piknometer 25 ml kosong, dicatat massa-nya
adalah 0,85-0,89 g/mL.
45.6686
Diatur hingga menunjukkan berat nol
- Densitas biodiesel = 0.89 g/ml
Dimasukkan piknometer yangSampel
telah diisi
biodiesel
Biodiesel
Dihitung densitas biodiesel dengan rumus (terlampir)
Dimasukkan viscometer ostwald
Larutan dinaikkan diatas
tanda batas atas
Dihidupkan stopwatch saat
melewati tanda batas tersebut
Stopwatch dimatikan saat larutan melewati tanda batas bawah Dimasukkan dalam viscometer ostwald

Larutan dinaikkan lebih tinggi dari tanda batas atas


Densitas biodiesel
Dihidupkan stopwatch
saat melewati tanda batas tersebut
Stopwatch dimatikan saat larutan
sudah
Waktu
alirmelewati tanda batas bawah

densitas

biodiesel
dihasilkan

dari
yang

sebesar

0,89 g/mL. Jadi nilai


densitas

biodiesel

tersebut

telah

memenuhi SNI.

20

Berdasarkan SNI 04-71822006 viskositas biodiesel


- t1 = 78,71 detik
- t2 = 77,53 detik
- t3 = 77,74 detik

adalah 2,3 6,0 cSt.


Viskositas
yang

bahan

pengaliran nilai

bahan

bakar

ke

bakar

sehingga

viskositas

ruang biodiesel

yang

dapat dihasilkan

telah

kualitas memenuhi SNI.


dan

daya

mesin.
- Pemanasan dilakukan

Bilangan

asam

agar mempercepat

biodiesel

sebesar

reaksi alkohol dengan

0,472

mg

minyak biodiesel.
Alkohol panas

yang

mana

tak

Dimasukkan erlenmeyer 250 ml


bercampur
Ditambahkan Alkohol netral
- Setelah dipanaskan = kuning
Dipanaskan sampai mendidih, dikocok dan didinginkan
pucat
Ditambahkan indikator pp 2-3 tetes
Indikator
pp
=
tak
berwarna
Dititrasi dengan KOH 0.1 N
- Setelah ditambah pp = kuning
pucat
- Setelah dititrasi = merah muda

yakni

akan sebesar 4,1 cSt. Jadi

menyulitkan

pembakaran

2 g Biodiesel

bakar biodiesel

tinggi

menurunkan

- Biodiesel = kuning jernih


- Alkohol 95% = tak berwarna
- Biodiesel
+
alkohol
=

Nilai viskositas dari

KOH/g
telah

memenuhi SNI.

digunakan untuk
melarutkan asam lemak
yang bersifat asam.

Volume KOH

21

yang stabil 15 menit


- Volume KOH = 1,2 ml; 1,5 ml; 1,1
ml.

berwarna
- Setelah ditambah

2,5 g Biodiesel

menurut SNI 06-25681992 maksimal 0.80 mg

- kloroform = tidak berwarna


0,5 g Biodiesel
- pereaksi hanus = kuning
- larutan KI = kuning bening
Dimasukkan ke erlenmeyer
- Na2S2O3 = tidak berwarna
Ditambahkan 10 mL kloroform
- Setelah dititrasi = kuning pudar
Ditambahkan 25 mL pereaksi hanus
- Larutan
amilum
=
tidak
Ditempatkan di ruang gelap selama 30 menit sambil dikocok sesekali

- Ditambah 15 mL KI 15 %
- Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1
N sampai kuning pucat
- Ditambahkan 1 mL larutan
amilum
- Dititrasi lagi hingga warna
Volume
Na2S2O3
biru hilang

Angka asam biodiesel

amilum

KOH/g.
Berdasarkan SNI 04-7182-

Nilai

bilangan

2006 bilangan Iod biodiesel biodiesel

sebesar

adalah maksimal 115 %-b

82,31 %-b g-I2/100g

(g-I2/100g).

yang

mana

telah

memenuhi SNI

larutan kuning pudar (tetap,


tidak timbul warna biru sesuai
teori)
- Setelah dititrasi lagi = warna
kuning

hilang

(berdasarkan

teori warna biru hilang)


- V Na2S2O3 = 4,9 ml; 4,7 ml; 5,0

Dimasukkan erlenmeyer
ml
Volume
Ditambah 10 mL
KOH 0,5 N
- V Blanko = 10,3 ml
Ditutup erlenmeyer
- Biodiesel= kuning jernih
Dipanaskan dalam penangas air selama 15
- KOH
menit
0,5 N tak berwarna
Ditambah indikator pp 1 tetes
Dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai berwarna ungu

Pemanasan dilakukan agar

Bilangan

larutan biodiesel

penyabunan
22

Volume HCl

iod

- Biodiesel + KOH + pemanasan =


keruh

- Indikator pp = tak berwarna


- Setelah ditambah pp = merah
muda (+) lalu berubah kuning
keruh
- Setelah dititrasi = ungu / merah
muda (++)
- VHCl = 14 mL ; 13,7 mL ; 13,9 mL
- Vblanko = 28,6 mL

tersabunkan atau bebas

biodiesel

sebesar

dari butir-butir minyak.

165,863 mg KOH/g.

Standar Jerman DIN 51606


untuk bilangan
penyabunan sebesar < 5
mg KOH/kg.

23

IX.

Analisis dan Pembahasan


Pada
jelantah

percobaan
ini

akan

pembuatan

dilakukan

biodiesel

beberapa

uji

dari

minyak

berdasarkan

parameter yang terdapat pada SNI 04-7182-2006 yang


meliputi densitas, viskositas, angka asam, angka setana,
bilangan iod, bilangan penyabunan.
Bahan bakar diesel dikehendaki relatif mudah terbakar
sendiri (tanpa harus dipicu dengan letikan api busi).

Tolok

ukur dari sifat ini adalah angka setana, yang didefinisikan


sebagai % volume n-setana di dalam bahan bakar yang
berupa campuran n-setana (n-C16H34) dan -metil naftalena
(-CH3-C10H7).

Angka

setana

menunjukkan

kualitas

pembakaran di dalam mesin diesel standar. Pengujian angka


setana melibatkan bilangan iod dan bilangan penyabunan,
karena pada percobaan ini digunakan rumus:
Angka setana = 46,3 + (5458/bil. Penyabunan) (0.225 x
bil. Iod)
Angka iodium menunjukkan banyaknya ikatan rangkap
dua di dalam asam lemak penyusun biodiesel. Biodiesel
dengan kandungan angka iodium yang melebihi standar
mengakibatkan kecenderungan untuk terpolimerisasi dan
pembentukan deposit di lubang saluran injector noozle dan
cincin piston pada saat mulai pembakaran. Angka iodium
digunakan sebagai parameter ketidakjenuhan minyak atau
dengan kata lain adanya ikatan rangkap pada biodiesel.
Selain itu juga angka iodium menunjukkan kecenderungan
molekul tak jenuh bereaksi dengan oksigen di atmosfir dan
berubah menjadi peroksida (Lapuerta, 2009).
Angka penyabunan menunjukkan berat molekul lemak
dan minyak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam
lemak berantai karbon yang pendek berarti mempunyai berat

24

molekul

yang

relatif

kecil,

penyabunan

yang

besar

mempunyai

berat

molekul

akan

dan

mempunyai

sebaliknya

yang

besar,

angka

bila

minyak

maka

angka

penyabunan relatif kecil. Angka penyabunan ini dinyatakan


sebagai banyaknya (mg) NaOH yang dibutuhkan untuk
menyabunkan satu gram lemak atau minyak (Herina, 2002).
Parameter massa jenis atau densitas pada percobaan ini
dipilih

karena

merupakan

indikator

banyaknya

zat-zat

pengotor, seperti sabun dan gliserol hasil reaksi penyabunan,


asam-asam lemak yang tidak terkonversi menjadi metil ester,
air, sodium hidroksida sisa, ataupun sisa methanol yang
terdapat dalam biodiesel. Jika massa jenis biodiesel melebihi
ketentuan,

sebaiknya

tidak

digunakan

karena

akan

meningkatkan keausan mesin dan menyebabkan kerusakan


mesin.
Kualitas kekentalan atau viskositas suatu bahan bakar
diesel dalam percobaan ini dipilih karena pada umumnya
sering digunakan dalam penelitian yang terkait bahan bakar
diesel.

Bahan

bakar

yang

terlalu

kental,

maka

dapat

menyulitkan aliran, pemompaan, dan penyalaan. Bahan


bakar yang terlalu encer, maka menyulitkan penyebaran
bahan bakar sehingga sulit terbakar (titik nyala sangat tinggi)
dan akan menyebabkan kebocoran pipa injeksi. Minyak diesel
dikehendaki memiliki kekentalan yang relatif rendah agar
mudah mengalir melalui pompa injeksi.
Pengujian angka asam pada biodiesel hasil percobaan ini
dipilih untuk mengetahui tinggi rendahnya asam lemak bebas
pada bahan baku minyak jelantah yang telah digunakan
untuk mesin diesel. Tingginya asam lemak bebas dapat
menyebabkan

korosif

pada

sistem

pembakaran

dan

menimbulkan jelaga atau kerak di injektor mesin.


1. Pembuatan biodiesel

25

Pada prinsipnya, biodiesel dapat disintesis melalui


esterifikasi

asam

lemak

bebas

atau

transesterifikasi

trigliserida dari minyak nabati dengan methanol sehingga


dihasilkan metil ester. Dalam percobaan ini dilakukan
pembuatan biodiesel dari sampel minyak jelantah yang
berwarna kuning kehitaman (+) dan berbau sangat tengik
(+) yang didapat dari salah satu stand di Food Court
Baseball UNESA yang menjual menu makanan seperti
ayam goreng, tahu dan tempe goreng.
Dalam penggunaannya, minyak goreng mengalami
perubahan kimia akibat oksidasi dan hidrolisis, sehingga
dapat menyebabkan kerusakan pada minyak goreng
tersebut.

Melalui

proses-proses

tersebut

beberapa

trigliserida akan terurai menjadi senyawa-senyawa lain,


salah satunya Free Fatty Acid (FFA) atau asam lemak
bebas (Ketaren, 1996). Kandungan asam lemak bebas
inilah yang kemudian akan diesterifikasi dengan metanol
menghasilkan

biodiesel.

Sedangkan

kandungan

trigliseridanya ditransesterifikasi dengan metanol, yang


juga menghasilkan biodiesel dan gliserol. Dengan kedua
proses tersebut maka minyak jelantah dapat bernilai tinggi
(Suirta, 2009).
Pembuatan biodiesel dari minyak jelantah diawali
dengan reaksi esterifikasi, dimana kandungan asam lemak
bebas

pada

minyak

jelantah

akan

bereaksi

dengan

metanol. Hal ini dipercepat dengan penambahan katalis


NaOH

p.a.

Hasil

esterifikasi

ini

menghasilkan

suatu

campuran yang keruh.


Dalam percobaan ini digunakan 0,5 gram padatan
putih NaOH yang dilarutkan dalam 25 mL methanol tak
berwarna
dihasilkan

kemudian
larutan

diaduk
Natrium

hingga

homogen

metoksida

yang

dan
tidak

berwarna. NaOH dalam hal ini akan berperan sebagai


26

katalis. Katalis basa lebih efektif dibandingkan katalis


asam karena konversi hasil yang diperoleh lebih banyak,
waktu yang dibutuhkan juga lebih singkat serta dapat
dilakukan

pada

temperatur

kamar

(Anonim,

2005).

Sementara methanol berperan sebagai reaktan pada


proses transesterifikasi. Pada proses ini dipilih methanol
sebagai reaktan karena memiliki atom C lebih sedikit
sehingga kereaktifannya lebih tinggi daripada alkohol
dengan atom C lebih banyak. NaOH dan metanol akan
membentuk natrium metoksida yang mempunyai sifat
basa sangat tinggi.
Tahap selanjutnya
Reaksi

yaitu

transesterifikasi

reaksi

transesterifikasi.

merupakan

reaksi

antara

trigliserida dengan alkohol membentuk metil ester asam


lemak atau Fatty Acid Methyl Eter (FAME) dan gliserol
sebagai

produk

samping.

Persamaan

umum

reaksi

transesterifikasi ditunjukkan seperti di bawah ini:

Sebanyak 100 mL minyak jelantah yang berwarna


kuning

kehitaman

natrium metoksida

(+)

ditambahkan

dengan

larutan

kemudian diaduk dan dipanaskan di

atas magnetic stirer selama 45 menit dengan kecepatan


750-1500 rpm dan dipertahankan pada suhu 55 C agar
reaksi dapat berjalan dengan cepat. Pemanasan dilakukan
pada suhu 50 55 C atau di bawah titik didih metanol
(64,7

C) untuk memisahkan gliserol dan metil ester

(biodiesel).
Dalam tahapan ini terbentuk dua lapisan. Lapisan
bawah

berwarna

coklat

kehitaman

yang

merupakan

27

lapisan gliserol, sedangkan lapisan atas berwarna kuning


keruh yang merupakan lapisan biodiesel. Kedua lapisan
tersebut kemudian dipisahkan ke dalam corong pisah dan
didiamkan selama 10 30 menit. Setelah didiamkan,
terlihat dua lapisan yang terbentuk yakni pada lapisan
atas yang merupakan biodiesel berupa larutan kuning
bening dan lapisan bawah adalah gliserol berupa larutan
berwarna kecoklatan.
Biodiesel di lapisan

atas

tersebut

kemudian

dimurnikan dengan ditambahkan aquades 5 : 1 lalu


dipanaskan menggunakan hot plate. Setelah itu didiamkan
sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas berwarna kuning
jernih dan lapisan bawah yang merupakan lapisan air.
Lapisan

atas

yang

merupakan

biodiesel

yang

telah

dimurnikan selanjutnya diuji kualitasnya. Dari 100 mL


minyak jelantah yang diolah, diperoleh biodiesel sebanyak
80 mL sehingga nilai rendemen yang dihasilkan sebesar
80%.
Dari literatur yang ada, kadar rendemen biodiesel
dalam minyak jelantah sekitar 98% (Nur, 2014). Atau
secara umum, biodiesel mempunyai kadar ester yang
memenuhi SNI 04-7182-2006 (minimal 96,5%). Hasil yang
diperoleh dari percobaan ini mengacu kepada literatur
yang ada namun masih berada dibawah literatur. Hal ini
mungkin disebabkan karena waktu pengadukan yang
kurang

lama,

atau

kondisi

lainnya

seperti

pH

dan

temperatur yang kurang optimum.


2. Uji Mutu Biodiesel
a. Densitas
Berat jenis dari suatu cairan seperti minyak diesel
adalah perbandingan berat minyak diesel terhadap berat

28

air pada volume yang sama. Pengukuran densitas (massa


jenis) biodiesel menggunakan piknometer. Piknometer
kosong

dan

piknometer

yang

berisi

biodiesel

hasil

percobaan ditimbang beratnya masing-masing dengan


neraca analitik. Selanjutnya densitas biodiesel dihitung
menggunakan rumus (terlampir). Densitas menunjukkan
perbandingan berat jenis per satuan volume. Berat jenis
dari minyak bahan bakar diesel mempengaruhi penetrasi
semprotan ketika bahan bakar diinjeksikan ke dalam ruang
bakar atau ruang silinder motor. Hal ini berpengaruh pula
pada nilai kandungan panas dari minyak bahan bakar.
Minyak dengan berat jenis yang besar memiliki nilai panas
yang lebih tinggi dengan kemampuan bakar yang rendah.
Hasil pengukuran densitas biodiesel minyak jelantah hasil
percobaan adalah 0,89 g/mL. Berdasarkan SNI 04-71822006 densitas biodiesel adalah 0,85-0,89 g/mL. Jadi nilai
densitas biodiesel yang dihasilkan termasuk ke dalam
rentang tersebut datau telah memenuhi SNI.
b. Viskositas
Analisis viskositas menggunakan alat viscometer
ostwald. Proses pengerjaannya adalah viscometer diisi
dengan

minyak

biodiesel

hasil

percobaan.

Larutan

dinaikkan lebih tinggi dari tanda paling atas. Stopwatch


dihidupkan saat melewati tanda paling atas dan biarkan
larutan tersebut mengalir sampai tanda paling bawah.
Pada saat larutan sampai tanda batas ini, stopwatch
dimatikan dan waktu alir dapat ditentukan. Waktu alir
yang didapatkan berdasarkan tiga kali percobaan adalah
78,71 detik; 77,53 detik; 77,74 detik. Sedangkan waktu
alir untuk aquades adalah 16.55 detik

29

Viskositas bahan bakar yang tinggi akan menyulitkan


pengaliran bahan bakar ke ruang bakar sehingga dapat
menurunkan kualitas pembakaran dan daya mesin. Selain
itu viskositas juga mempengaruhi bentuk pengabutan.
Minyak

diesel

dengan

viskositas

rendah

akan

menghasilkan pengabutan yang halus sedangkan minyak


diesel dengan viskositas yang besar akan menghasilkan
pengabutan yang kasar.
Nilai

viskositas

rata-rata

yang

diperoleh

pada

percobaan ini berdasarkan perhitungan (terlampir) sebesar


4,1 cSt. Berdasarkan SNI 06-2568-1992 viskositas biodiesel
adalah 1,9 6,0 cSt. Jadi nilai viskositas biodiesel yang
dihasilkan telah memenuhi SNI.

c. Bilangan Asam
Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang
diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang
terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Sebanyak 1
gram sampel biodiesel hasil percobaan dimasukkan ke
dalam erlenmeyer 250 ml kemudian ditambahkan 25 ml
alkohol netral. Alkohol netral digunakan untuk melarutkan
lemak atau minyak dalam sampel agar dapat bereaksi
dengan basa alkali, sehingga konsentrasi alkohol (etanol)
yang digunakan berada di kisaran 95-96%. Etanol 95%
merupakan

pelarut

lemak

yang

baik.

Selanjutnya

dipanaskan sampai mendidih dan dikocok lalu didinginkan.


Fungsi pemanasan (refluks) saat percobaan adalah agar
reaksi antara alkohol dan minyak tersebut bereaksi
dengan cepat, sehingga pada saat titrasi diharapkan

30

alkohol (etanol) larut seutuhnya (Himka, 2011). Alkohol


panas digunakan untuk melarutkan asam lemak yang
bersifat asam agar nantinya dapat bereaksi dengan
larutan KOH yang bersifat basa sehingga terjadi reaksi
sesuai dengan prinsip titrasi asam-basa. Setelah itu
ditambahkan 2 tetes indikator PP.
Kemudian dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N sampai
warna merah muda konstan selama 15 detik. Volume KOH
yang didapatkan berdasarkan tiga kali percobaan adalah
1.2 mL; 1.5 mL; 1.1 mL. Bilangan asam yang dihasilkan
dari biodiesel hasil percobaan ini sebesar 0.472 mg KOH/g.
Berdasarkan

SNI

04-7182-2006

angka

asam

biodiesel

adalah maksimal 0.8 mg KOH/g. Sehingga pada percobaan


ini biodiesel dari minyak jelantah yang dihasilkan telah
memenuhi SNI. Rendahnya asam lemak dari SNI yang
dihasilkan, menandakan bahwa kandungan asam lemak
bebas pada bahan baku minyak jelantah telah menurun.
Jika asam lemak bebas tinggi dapat menyebabkan korosif
pada sistem pembakaran dan menimbulkan jelaga atau
kerak di injektor mesin.
d. Bilangan Iod
Bilangan iodine menunjukkan derajat ketidakjenuhan
asam lemak penyusun minyak yang didefinisikan sebagai
jumlah gram iodin yang diabsorbsi oleh 100 gram minyak
atau lemak. Ketidakjenuhan suatu minyak menandai
jumlah ikatan rangkap yang terdapat di dalamnya, menjadi
acuan tingkat kemudahan suatu minyak-lemak teroksidasi,
sekaligus mengindikasikan tinggi rendah titik cairnya.
Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak yang tidak
jenuh akan bereaksi dengan iodin atau senyawa-senyawa
iodin

dalam

jumlah

yang

lebih

besar

membentuk

31

persenyawaan yang jenuh. Semakin jenuh suatu minyak


berarti semakin kecil pula jumlah ikatan rangkap dalam
molekul

trigliseridanya,

semakin

sulit

minyak

untuk

teroksidasi.
Penentuan bilangan Iod dilakukan dengan metode
Hanus. Mula-mula 0,5 gram sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer bertutup lalu ditambahkan 10 mL kloroform
untuk melarutkan minyak yang akan diuji. Selanjutnya
ditambahkan 25 mL pereaksi hanus berwarna kekuningan
yang terbuat dari 0,16 gram iod monobromida dalam 25
mL asam asetat glasial. Setelah itu ditempatkan di ruang
gelap selama 30 menit sambil dikocok sesekali. Iodine
akan berikatan dengan trigliserida dengan memecah
ikatan rangkap yang ada. Kemudian ditambahkan 15 mL
larutan KI 15%. Penambahan KI akan memecah kembali
ikatan iodine dengan trigliserida tersebut sehingga atom I
yang sudah berikatan kembali terlepas dan membentuk
senyawa I2. Senyawa I2 inilah yang dijadikan representasi
jumlah ikatan rangkap pada minyak atau lemak melalui
titrasi dengan Na2S2O3. Setelah itu dititrasi dengan Na2S2O3
0,1 N dengan pengocokan yang konstan hingga warna
kuning pudar. Lalu ditambahkan 1 mL larutan amilum
sebagai indikator. Amilum akan membuat campuran yang
mengandung iodine menjadi berwarna biru. Kemudian
dititrasi lagi hingga warna biru hilang. Berikut reaksi yang
terjadi secara keseluruhan:

Volume Na2SO3 yang dibutuhkan untuk titrasi adalah


4,9 mL; 4,7 mL; 5,0 mL. Sedangkan blanko yang dihasilkan

32

adalah 10,3 ml sehingga bilangan iod yang didapatkan


dari perhitungan (terlampir) memiliki rata-rata sebesar
82,31

%-b

g-I2/100g.

Berdasarkan

SNI

04-7182-2006

bilangan iod biodiesel maksimum 115 %-b (g-I 2/100g).


Pada penelitian Setyawati (2012), biodiesel dari minyak
jelantah

dihasilkan

bilangan

iod

sebesar

106,15%.

Perbedaan rendemen hasil percobaan yang lebih rendah


dibanding literatur mungkin disebabkan karena kurangnya
ketelitian saat melakukan titrasi, waktu pengadukan yang
kurang

lama,

atau

kondisi

lainnya

seperti

pH

dan

temperatur yang kurang optimum.


e. Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan merupakan jumlah alkali yang
dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah contoh minyak.
Bilangan penyabunan dinyatakan dalam jumlah miligram
KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram
minyak atau lemak. Mula-mula 2,5 gram sampel dilarutkan
dalam 10 mL KOH 0,1 N dalam etanol berlebih kemudian
dipanaskan dalam penangas. Dihasilkan larutan kuning
keruh. KOH akan bereaksi dengan asam lemak yang terikat
dalam molekul trigliserida. Reaksi penyabunan adalah
sebagai berikut:

Selanjutnya ditambahkan indikator PP ke dalam


larutan sebanyak 1 mL. KOH yang tersisa ditentukan
dengan titrasi menggunakan HCl 0,5 N sampai warna
merah jambu hilang sehingga KOH yang bereaksi dapat
diketahui. Volume HCl yang dibutuhkan saat titrasi yakni
14 mL; 13,7 mL; 13,9 mL sementara untuk blanko sebesar
33

28,6 mL. Sehingga dari perhitungan (terlampir) diperoleh


nilai bilangan penyabunan rata-rata sebesar 165,863 mg
KOH/g atau 0,1659 mg KOH/kg. Karena pada SNI 04-71822006 tidak tertera, maka mengacu pada standar Jerman

DIN 51606 yakni <5 mg KOH/kg.


f. Angka Setana
Angka Setana

menunjukkan

kemampuan

bahan

bakar untuk menyala sendiri (auto ignition). Semakin


tinggi angka setana, semakin cepat pembakaran semakin
baik efisiensi termodinamisnya. Angka setana berkaitan
dengan kandungan kalor dalam bahan yang diperlukan
untuk menggerakkan mesin diesel agar dapat bekerja
dengan baik (Soerawidjaja dkk. 2005). Angka setana yang
tinggi berpengaruh signifikan terhadap waktu singkat yang
diperlukan antara bahan bakar diinjeksikan dengan inisiasi
sehingga menyebabkan start yang baik dan suara yang
halus pada mesin (Mittelbach dan Remschmidt, 2004).
Angka setana yang lebih tinggi akan memastikan start
yang baik dan meminimalkan pembentukan asap putih
(Zuhdi, 2002).
Angka setana biodiesel berkaitan dengan komposisi
asam lemak yang terkandung dalam biodiesel tersebut.
Biodiesel yang mengandung asam lemak jenuh dengan
rantai karbon panjang (asam laurat, miristat, palmitat,
stearat, arakhidat dan lain-lain) yang tinggi mempunyai
angka setana yang tinggi (Zuhdi, 2002). Semakin tinggi
angka

setana,

semakin

pendek

saat

antara

waktu

pengabutan dengan saat mulai penyalaan. Biodiesel pada


umumnya memiliki rentang angka setana dari 46 70,
sedangkan bahan bakar diesel memiliki angka setana 47
55.

Pada

percobaan

ini,

berdasarkan

perhitungan

(terlampir), biodiesel yang dihasilkan memiliki angka

34

setana 60,687 yang mana telah memenuhi rentang


standar.
X.

Kesimpulan
1. Biodiesel dapat disintesis dari minyak jelantah melalui
reaksi transesterifikasi. Dari 100 mL minyak jelantah yang
digunakan diperoleh biodiesel sebanyak 80 mL atau 80 %.
Berdasarkan literatur, rendemen biodiesel dalam minyak
jelantah sekitar 98% (Nur, 2014). Dari percobaan ini
mengacu kepada literatur yang ada namun masih berada
dibawah literatur. Hal ini mungkin disebabkan karena waktu
pengadukan yang kurang lama, atau kondisi lainnya seperti
pH dan temperatur yang kurang optimum.
2. Nilai densitas dari biodiesel yang dihasilkan yakni sebesar
0,89

g/mL.

biodiesel

Berdasarkan

adalah

SNI

0,85-0,89

04-7182-2006

g/mL.

Jadi

nilai

densitas
densitas

biodiesel yang dihasilkan telah memenuhi SNI.


3. Nilai viskositas dari biodiesel yang dihasilkan yakni sebesar
4,1 cSt. Berdasarkan SNI 04-7182-2006 densitas biodiesel
adalah 1,9-6,0 cSt. Jadi nilai viskositas biodiesel yang
dihasilkan telah memenuhi SNI.
4. Nilai bilangan asam dari biodiesel yang dihasilkan yakni
sebesar 0,472 mg KOH/g. Berdasarkan SNI 04-7182-2006
bilangan asam biodiesel adalah maksimal 0,80 mg KOH/g.
Jadi nilai bilangan asam biodiesel yang dihasilkan telah
memenuhi SNI.
5. Nilai bilangan iod biodiesel yang dihasilkan yakni sebesar
82,31

%-b

g-I2/100g

yang

sesuai

SNI

04-7182-2006

bilangan Iod biodiesel adalah maksimal 115 %-b (gI2/100g).


6. Nilai bilangan penyabunan biodiesel yang dihasilkan yakni
sebesar 165,863 mg KOH/g atau 0,1658 mg KOH/kg yang
sesuai

Standar

Jerman

DIN

51606

untuk

bilangan

penyabunan < 5 mg KOH/kg.

35

7. Angka setana biodiesel yang dihasilkan yakni sebesar


60,687. Berdasarkan SNI 04-7182-2006 angka setana
biodiesel adalah minimum 51. Menurut Setyawardhani
(2008) yakni angka setana biodiesel minyak jelantah
berkisar 55,02 64,6. Biodiesel pada umumnya memiliki
rentang angka setana dari 46 70, sedangkan bahan bakar
diesel memiliki angka setana 47 55. Jadi angka setana
biodiesel yang dihasilkan masih sesuai SNI dan literatur.

XI.

Daftar Pustaka
Aby. 2014. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Gorenng
Bekas.
http://abyspacetion.blogspot.co.id/2015/06/pembuatanbiodisel-dari-minyak-goreng.html. Diakses pada tanggal 27
Desember 2015.
Aisyah, Arai. 2012. Pembuatan Biodiesel dari Minyak
Jelantah.
https://www.academia.edu/8725196/PEMBUATAN_BIODIESEL_
DARI_MINYAK_JELANTAH. Diakses pada tanggal 20 Desember
2015.
Anggraini, A. A. 2002. Biodiesel dari Minyak Jelantah.
http://www.KPC.com. Diakses pada tanggal 31 Desember
2015.
Anggraini, A. A. 2002. Biodiesel dari Minyak Jelantah.
Harian Kompas 20 Juli.
Anonim.
2003.
National
Biodiesel
Board.
http://www.biodiesel.org. Diakses pada tanggal 31 Desember
2015.
Anonim.
2005.
Biodiesel
Production.
http://en.wikipedia.org/Biodiesel. Diakses pada tanggal 31
Desember 2015.
Anonim. (Tanpa Tahun). Laporan Praktikum: Pembuatan
Biodiesel
dari
Minyak
Jelantah.
http://dokumen.tips/documents/laporan-pembuatanbiodiesel.html. Diakses pada tanggal 30 Desember 2015.

36

Handoyo, R., Ananta, A. A., Saiful Anwar. 2007. Biodiesel


dari Minyak Biji Kapok. Yogyakarta: Jurnal Enjiniring Pertanian
Vol. V, No. 1, April 2007.
Nur, Faizal Ramadhan dan Karina Zakia. 2014.
Pemanfaatan Minyak Jelantah menjadi Biodiesel dengan
Metode Transesterifikasi Menggunakan Katalis NaOH. Jakarta:
Jurnal Metode Penelitian, Teknik Kimia ITI.
Nurcholis, Muhammad dan Sri Sunarsih. 2007. Seri Budi
Daya: Budi Daya Jarak Pagar dan Pembuatan Biodiesel.
Yogyakarta: Kanisius. https://books.google.co.id/. Diakses
pada tanggal 06 Januari 2016.
Setiawati, Evy, dan Fatmir Edwar. 2012. Teknologi
Pengolahan Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas dengan
Teknik Mikrofiltrasi dan Transesterifikasi sebagai Alternatif
Bahan Bakar Mesin Diesel. Jurnal Riset Industri Vo. VI No.2,
2012, Hal. 117-127.
Setyawardhani, Dwi Ardiana, Martutik, Wahyuni. 2008.
Pengaruh
Rasio
Metano/Minyak
terhadap
Parameter
Kecepatan Reaksi Metanolisis Minyak Jelantah dan Angka
Setana Biodiesel. Ekuilibrium Vol.7 No.1 Januari 2008: 23
27.
Standar Nasional Indonesia 7182-2012.
Mutu Biodiesel.

Persyaratan

Standar Nasional Indonesia 06-2568-1992. Metanol.


Standar
Hidroksida.

Nasional

Indonesia

0074-2011.

Natrium

Suirta, I. W. 2009. Preparasi Biodiesel dari Minyak


Jelantah Kelapa Sawit. Bukit Jimbaran: Jurnal Kimia 3 (1),
Januari 2009: 1-6.

37

LAMPIRAN
Dokumentasi

Larutan
Natrium
metoksida dan
sampel minyak
jelantah

Natrium metoksida + Minyak


jelantah diaduk di atas
magnetik stirer

Dimasukkan dalam corong pisah:


(atas) = biodiesel, (bawah) =

Metil ester (Biodiesel)


80 ml

38

Pemurnian Biodiesel

Uji Viskositas

Pengukuran densitas Biodiesel

Uji mutu biodiesel Bilangan Asam

Hasil titrasi uji mutu biodiesel Bilangan Penyabunan dan


Blanko

39

Hasil titrasi uji mutu biodiesel Bilangan Iod

40

Perhitungan
Data :
Parameter

Hasil

SNI 04-7182-2006

Kadar Ester Alkil (%)-b

Percobaan
80

96,5

Densitas (g/ml)

0,89

0,85 0,89

Viskositas (cSt)

4,1

2,3 6,0

Bilangan Asam (mg

0,472

Maks. 0,8

KOH/g)
Bilangan Penyabunan

165,863

Bilangan Iod (g I2/100g)

82,31

Maks. 115

Angka Setana

60,687

Min. 51

% Kehilangan =

Bahan baku Hasil Biodiesel x 100%


Bahan baku
= 100 ml 80 ml x 100%
100 ml

= 20 %
1. Rendemen = % Bahan Baku - % Kehilangan
= 100% - 20% = 80 %

2. Densitas biodiesel
( pikno kosong + sampel ) pikno kosong
=
volume pikno
=

45.68623.4240 22.262
g
=
=0.89
25
25
ml

3. Viskositas
t1 = 78.71
2 t 2 2
=
1 t 1 1

78.71 0.89

17.76
1

4.23 cSt
t2 = 77.53
2 t 2 2
=
1 t 1 1

41

77.53 0.89

17.76
1

3.89 cSt

t3 = 77.74
2 t 2 2
=
1 t 1 1

77.74 0.89

17.76
1

4.18 cSt
Viskositas ratarata=

4.23+3.89+ 4.18
=4.1 cSt
3

4. Bilangan Asam
Volume KOH
V1 = 1.2 mL
V2 = 1.5 mL
V3 = 1.1 mL
% Bilangan Asam:
V1 = 1.2 mL

ml KOH x N x BM KOH
x 100
biodiesel x gram sampel x 1000

1.2 x 0.1 x 56,1


x 100
0.89 x 2 g x 1000

0,378 mg KOH /g

V2 = 1.5 mL

ml KOH x N x BM KOH
x 100
biodiesel x gram sampel x 1000

1.5 x 0.1 x 56,1


x 100
0.89 x 2 g x 1000

0.472 mg KOH / g

42

V3 = 1.1 mL

ml KOH x N x BM KOH
x 100
biodi esel x gram sampel x 1000

1.8 x 0.1 x 40
x 100
0.89 x 2 g x 1000

6.4
x 100 =0.567 mg KOH / g
890

Bilangan Asam ratarata=

0.378 + 0.472 +0.567


=0.472 mg KOH /g
3

5. Bilangan Iod
V1 Na2S2O3 = 4,9 mL
12.69 N Na 2 S 2 O 3 (V 0 V 1)
Bilangan Iod=
m

12.69 0,1 (10,34,9 )


=82,23
0,5 g

V1 Na2S2O3 = 4,7 mL
12.69 N Na 2 S 2 O 3 (V 0 V 1)
Bilangan Iod=
m

12.69 0,1 (10,34,7 )


=82,73
0,5 g

V1 Na2S2O3 = 5,0 mL
12.69 N Na 2 S 2 O 3 (V 0 V 1)
Bilangan Iod=
m

12.69 0,1 (10,35,0 )


=81,97
0,5 g
Bilangan Iod rata-rata =

82,23+ 82,73+81,97
=82,31
3

(SNI, maksimum 115 g I2/100g)

6. Bilangan Penyabunan
V1 HCl = 14 mL

43

Bilangan Penyabunan=

56,1 N HCl (V 0V 1 )
m

56,1 0,5 (28,614 )


2,5

164,37

V2HCl = 13,7 mL
Bilangan Penyabunan=

56,1 N HCl (V 0V 1 )
m

56,1 0,5 (28,613,7 )


2,5

167,73
V1 HCl = 13,9 mL
Bilangan Penyabunan=

56,1 N HCl (V 0V 1 )
m

56,1 0,5 (28,613,9 )


2,5
165 ,49

Bilangan penyabunan rata-rata


164,37+ 167,73+ 165,49
=165,863
=
3

mg KOH/g

7. Angka Setana (Indartono, 2006)


Angka setana = 46,3 + (5458/Bil.Penyabunan) (0.225 x
Bil.Iod)
Angka setana = 46,3 + (5458/165,863) (0.225 x 82,31)
Angka setana = 79,206 18,45
Angka setana = 60,687
(menurut SNI minimum 51)
Menurut Setyawardhani (2008) angka setana biodiesel
minyak jelantah berkisar 55,02 64,6.

44

You might also like