Professional Documents
Culture Documents
Candra orang tua Ilham yang kaki kirinya di amputasi akibat dugaan Malpraktek di Rumah
Sakit Labuang Baji, meneteskan air mata saat melakukan rapat dengar pendapat antara Ikatan
Dokter Indonesia (IDI) dan dewan kode Etik IDI, pihak RS beserta anggota DPRD Sulsel di
ruang Komisi E, Senin (8/7).
Saya bukan mau meminta ganti rugi berapa, tapi saya ingin meminta pertanggung jawaban
pihak rumah sakit, dan keseriusan untuk mempertanggung jawabkan apa yang dilakukan
Dokter Fadli, jelas Candra sambil meneteskan air mata.
Rapat dengar pendapat yang di hadiri para pakar dan ahli, prof. Abd Kadir ketua IDI,
Direktur labuang baji dr. Henrico, kepala dinas kesehatan Provinsi Sulsel, dr. Rahmat Latif,
Ketua dewan kode etik kedokteran Sulsel Prof Saripuddin Wahid.
Candra meminta kepada pihak dewan etik IDI dan pengurus IDI dan juga komisi E untuk
memperjelas masalah dugaan kasus malpraktek yang membuat anak sulungnya mengalami
cacat permanen kaki kirinya di amputasi.
Kasihan anak saya pak, kalaupun saya orang tak mampu, namun saya cuma meminta
pertanggung jawaban pihak rumah sakit dan pihak dokter yang yang melakukan kesalahan,
dan kalaupun anak saya cacat, itu sudah menjadi takdirnya, jelas Candra.
Muhammad Ilham, siswa kelas 2 SMK 5 Makassar, diduga menjadi korban malapraktik
Rumah Sakit (RS) Labuang Baji Makassar. Akibatnya Ilham harus kehilangan kaki kirinya.
Ayah Ilham, Achmad Candra menuturkan, kejadian bermula ketika Ilham mengalami
kecelakaan motor pada 27 April silam. Ilham yang saat itu tengah berkendara di jalan
Tarakan, terserempet oleh angkutan umum (pete-pete) yang membuat Ilham akhirnya terjatuh
dari motor.
Ilham kemudian dilarikan ke RS terdekat untuk mendapat pertolongan pertama yakni RS
Angkatan Laut Lantamal IV. Di RS ini bagian betis Ilham yang memar sempat dirontgen dan
tidak menunjukkan terjadinya patah tulang. Karena itu, Ilham kemudian dirujuk ke RS
Labuang baji.
Akan tetapi sesampai di RS Labuang Baji, Ilham tidak ditangani oleh dokter ahli, melainkan
hanya seorang assisten dokter bernama dr Fadli. Achmad kemudian diminta segera
menandatangani surat persetujuan untuk dilakukan operasi, karena menurut Fadly, urat syaraf
di bagian betis Ilham ada yang putus.
Saya juga heran kenapa operasi hanya ditangani oleh asisten dokternya bukan dokter ahli.
Pihak rumah sakit labuang baji melalu asisten dokter Fadli, asisten dokter Nasser memaksa
saya mengambil keputusan untuk dilakukan operasi karena anggapannya ada urat yang putus,
sehingga saya sepakat saja, jelasnya di RS Wahidin, Senin (3/6/2013).
Seminggu setelah operasi, Ilham kembali ke rumah. Akan tetapi Ilham masih menyempatkan
diri melakukan kontrol ke RS sekaligus melakukan penggantian perban.
Sayangnya 14 hari pasca operasi dilakukan, jari kaki kiri Ilham mulai menghitam seperti
arang dan tak dapat di gerakkan kembali. Selain itu, mulai mengeluarkan bau busuk dan
nanah.
Karena kondisi Ilham semakin parah, akhirnyaIlham dibawa ke RS Wahidin seminggu lalu.
Akan tetapi, ternyata kaki kirinya sudah tidak dapat diselamatkan, harus diamputasi. Ilham
kini menjalani perawatan di Lontara 1 Lantai 2 Kamar 5.
"Ini merupakan mal prkatek yang dilakukan pihak dokter fadli, mana ada asisten dokter bisa
memerintahkan dilakukannya operasi. Karena itu pihak Labuang Baji harus
bertanggungjawab," kata achmad.
Dikonfirmasi, pihak RS Labuang baji terkesan saling lempar tanggung jawab. Saat pihak
humas ditemui Koran Sindo di Rumah Sakit di Jalan Ratulangi tersebut, pihak humas hanya
mengantar sampai depan Wadir Bidang Medik dan perawatan Dr Ummu Atiah. Tapi yang
bersangkutan juga hanya mengkonfirmasi lewat telepon.
Nanti saya arahkan kedokternya, dia yang lebih tahu. Saya juga sudah konfirmasi dan beliau
sudah bersedia untuk menjawab semua pertanyaan dari SINDO, katanya.
Menanggapi ini Wakil Ketua Komisi E DPRD Sulsel Andi Bustaman mengaku akan segera
melakukan hearing dengan mengundang pihak RS Labuang Baji dan pihak korban.
Kita akan mendengarkan penjelasan keduanya kenapa kejadian seperti ini bisa terjadi,
katanya