Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
dr. Menik Hendrawati
Disusun oleh :
Kurniawati Khusnul Khotimah
H2A009027
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2014
LEMBAR PENGESAHAN
STATUS PASIEN
I.
Identitas Penderita
Nama
: Tn. MM
Umur
: 49 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status Perkawinan
: Kawin
Pendidikan
: S1
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: 372746
II. SUBYEKTIF
Anamnesis (alloanamnesa dengan istri pasien)
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
RPS
:
Pada tangal 31/1/2015 pukul 10.00 WIB pasien dating ke IGD dengan
keluhan penurunan kesadaran sejak 1 jam yang lalu, pasien juga mengorok,
tidak dapat diajak komunikasi sejak bangun tidur tadi malam, pasien hanya
terdiam, bila ditanya tidak menjawab, batuk sejak 2 hari yang lalu, pasien
menggigil yang dikeluhkan semenjak habis cuci darah dari kamis, mual (+),
muntah (+), namun tidak nyemprot, demam (-), Pasien disarankan oleh dokter
untuk dirawat diruang ICU dan keluarga menyetujui.
2. Riwayat penyakit dahulu
-
3. Riwayat Kebiasaan
4.
5.
III. OBYEKTIF
Kondisi saat datang ke IGD RS Roemani tanggal 31 /01/ 2015
Keadaan Umum : Lemas, Somnolen
Kesadaran
Tanda Vital
:
Tekanan darah : 80/60mmHg
1.
Nadi
Pernafasan
: 26x/ menit
Suhu
: 39,50 C
SpO2
: 99% NRM
Status Internus
Kepala
: mesosefal
Mata
Leher
meningkat
Thorax
Jantung
Paru
Abdomen
Status Psikikus
Cara berpikir
Perasaan hati
Tingkah laku
Ingatan
Kecerdasan
3.
Status Neurologis
Kesadaran
Kepala
Mata
Nervi kraniales
Leher
Motorik
Superior
+/
Inferior
Gerak
+/
Kekuatan
sulit dinilai
sulit dinilai
Tonus
N/N
N/N
Trofi
E/E
E/E
R.Fisiologis
+/+
+/+
R.Patologis
-/-
-/-
Klonus
- /-
-/-
Sensibilitas
Sulit dinilai
Cara berjalan
: tidak dilakukan
Tes Romberg
: tidak dilakukan
Disdiadokokinesis
: tidak dilakukan
Ataksia
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
Gerakan-gerakan abnormal :
Tremor
: (-)
Athetose
: (-)
Mioklonik
: (-)
Khorea
: (-)
Pemeriksaan Penunjang
Hasil EKG tanggal 31/01/ 2015
Irama
: regular
: 155
6
Gelombang T
Axis
: normal
Zona Transisi
: V5
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu
Ureum
Kreatinin
Albumin
AST (SGOT)
ALT (SGPT)
Trigliserid
Kolestrol
Elektrolit :
Kalium
Natrium
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
10,3
29,5
11.600
462.000
3,50
gr%
%
Juta / mmk
ribu/mmk
juta/uL
11,7 15,5
35 47
3600 11000
150.000 440.000
4,4 5,9
1
2
77
14
6,1
-
ribu/mmk
%
%
%
%
mm/jam
2-4
0-1
50-70
25-40
2-8
0-20
86
247
10,3
2,41
159
209
347
112
mg/dl
80 - 110
5,1
7
Chloride
Calcium
Phosphor
129
94
9,6
5,1
IV. RESUME
Subyektif
Seorang wanita 85 tahun, dibawa ke RS Muhammadiyah Roemani dengan
keluhan utama dispneu, 1 jam SMRS. Pasien memiliki riwayat stroke dan
hipertensi.
Obyektif
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum : kesan sakit berat
Kesadaran
: GCS : E2M4V2
Tanda Vital
Pernafasan
: 26x/ menit
Suhu
: 36,9 C
SpO2
: 99% NRM
Status Interna
Mata
Nn.Kraniales
Motorik
Sensorik
: sulit dinilai
Vegetatif
: terpasang DC
Hasil EKG
: atrial fibrilasi
Hipertensi Stage II
II.
Sups.CHF
III.
Atrial Fibrilasi
IV.
Hipokalemia
Hipertensi Stage II
Dx
:
Tx
Amlodipin 1x10mg
Mx
: TTV
Ex
II.
selanjutnya.
Sups. CHF
Dx
: Rongen thorax
Tx
III.
Mx
: TTV
Ex
: -
Atrial Fibrilasi
Dx
: EKG
Tx
:bisoprolol
Mx
: TTV
Ex
: -
IV . Hipokalemia
Dx
: lab
Tx
Mx
: lab elektrolit
Ex
: -
CATATAN PERKEMBANGAN
10
27 Desember 2013
S
O : Keadaan Umum
Kesadaran
Thorax
Nadi
Pernafasan
: 32x/ menit
Suhu
: 36,5o C
SpO2
: 99% NRM
Abdomen
Hipertensi Stage II
II.
Sups.CHF
III.
Atrial Fibrilasi
IV.Hipokalemia
P:
Mx
Ex
:-
Tx
- Infus RL 10 tpm
- Isosorbid srynge pump 5 mg tappering tiap 30 menit,
- Heparin bolus 60 IU x BB dilanjutkan 12 IU x BB
- Fargoxin amp dalam NaCl sampai 10 cc selama 10 menit
28 Desember 2013 (hari perawatan ke-1)
11
PEMERIKSAAN
HASIL
SATUAN
NILAI
NORMAL
HEMOSTASTIS
PTTK
PTTK Control
77,3
28,1
detik
detik
24-35
23,5-31,7
139
2,3
103
10,4
mmol/l
mEq/l
mEql/l
mg/dl
135 147
3.5 5.1
95 105
8.8-10.3
54
1,1
10,3
mg/dl
mg/dl
mg/dl
10-50
0,45-0,75
2,6-6
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chlorida
Calcium
KIMIA KLINIK
Ureum
Kreatinin
Asam Urat
VIII.
:
V.
Hipertensi Stage II
VI.
Sups.CHF
VII.
Atrial Fibrilasi
Hipokalemia
P
:
Tx
O2 8 l/menit NRM
Bisoprolol 1x 5mg
Amlodipin 1x10mg
12
Heparin 500IU/jam
Mx
Ex
Thorax
PEMERIKSAAN
HASIL
SATUAN
NILAI
NORMAL
HEMOSTASTIS
PTTK
PTTK Control
36,9
27,6
detik
detik
24-35
23,5-31,7
A :
I.
Hipertensi Stage II
II.
Sups.CHF
III.
Atrial Fibrilasi
IV.Hipokalemia
P :
Mx
Tx
: terapi tetap
13
Thorax
PEMERIKSAAN
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chlorida
Calcium
PEMERIKSAAN
HEMOSTASTIS
PTTK
PTTK Control
PPT
PPT Control
INR
A
I.
HASIL
SATUAN
NILAI
NORMAL
142
2,8
108
9,3
mmol/l
mEq/l
mEql/l
mg/dl
135 147
3.5 5.1
95 105
8.8-10.3
HASIL
SATUAN
NILAI
NORMAL
77,3
28,1
15,5
11,7
1,37
detik
detik
24-35
23,5-31,7
11-15
9-14
detik
detik
Hipertensi Stage II
II.
Sups.CHF
III.
Atrial Fibrilasi
IV.Hipokalemia
P
:
Mx : monitoring keadaan umum, TTV, SpO2.
Tx :
heparin habis -> stop
14
A
I.
Hipertensi Stage II
II.
Sups.CHF
III.
VES
IV.Hipokalemia
P
:
Mx
: monitoring keadaan umum, TTV, EKG ulang, SpO2.
Tx
:
- Noperten -> captopril 2x 12,5 mg
- Aspilet 1x1tab
- Simvastatin 1x10mg
15
16
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
PAKET
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
MCH
MCV
MCHC
Leukosit
Trombosit
HITUNG JENIS
Eosinofil
Basofil
N. Segmen
Limfosit
Monosit
Laju Endap Darah
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
12.7
42.8
5.49
23
78
30
22.900
300.000
gr%
%
Juta / mmk
Pg
fL
%
/ mm3
/mm3
11,7 15,5
35 47
3,9 5,2
26 34
80 100
32 36
3600 11000
150.000 440.000
1,3
1,6
76.6
13.2
7,3
-
%
%
%
%
mm/jam
juta/UL
2-4
0-1
50-70
25-40
2-8
0-20
A :
I.
Hipertensi Stage II
II.
Sups.CHF
III.
VES
IV.Hipokalemia
V.
P
:
Mx
: monitoring keadaan umum, TTV, EKG ulang, SpO2.
Tx
:
- Pasang NGT
- Infus RL+ tamoliv 1 flash
- Advice CT-scan
17
Mata
: pupil bulat isokor, 2,5 mm/ 2,5 mm, refleks cahaya +/+
Mulut
Thorax
Superior
Inferior
Gerak
+/
+/
Kekuatan
4/4
1/1
kesan lateralisasi ke kiri
Tonus
N/N
N/N
Trofi
E/E
E/E
R.Fisiologis
+/+
+/+
R.Patologis
-/-
-/-
Klonus
Sensibilitas
: Sulit dinilai
Vegetatif
: dbn
-/-
18
Kesan:
atrofi cerebri
Infark lama temporal
A:
I.
Diagnosis Klinis:
-
Penurunan Kesadaran
II.
III.
IV.
P:
Hipertensi grade II
Atrial Fibrilasi
Obsv. Hematemesis -> Stress Ulcer
Mx : monitoring keadaan umum, TTV, SpO2, awasi perdarahan .
Tx :
- Infus RL 10 tpm
- Bersihkan darah
- Pasang gudhel
- Suction -> darah 15-20cc
- Bisoprolol 1x500 mg
- Amlodipine 1x5 mg
- Allopurinol 1x
19
Leher
Thorax
20
Motorik
Superior
Inferior
Gerak
+/-
+/-
Kekuatan
4/4
1/1
kesan lateralisasi ke kiri
Tonus
N/N
N/N
Trofi
E/E
E/E
R.Fisiologis
+/+
+/+
R.Patologis
-/-
-/-
Klonus
Sensibilitas
Sulit dinilai
Vegetatif
dbn
-/-
A:
I.
II.
III.
IV.
V.
21
I.
A.
Stroke
Pengertian1,2,3
Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menyebabkan kematian, disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak.(WHO, 1989). Stroke merupakan suatu
istilah klinis untuk hilangnya perfusi di otak secara akut yang sesuai dengan
teritorial vaskular.
Pengertian dari stroke secara klasik mempunyai karakteristik defisit
neurologis yang disebabkan oleh cedera fokal akut pada susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh gangguan pada aliran pembuluh darah otak meliputi
infark serebral, perdarahan intraserebral dan perdarahan subarachnoid1.
Sedangkan menurut warlow et al, disebutkan bahwa stroke adalah suat
sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang
dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global
yang berlangsung lebih dari 24 jam, yang tidak disebabkan oleh sebab lain
selain penyebab vaskuler. Pengertian ini mencakup stroke iskemik,
perdarahan intraserebral non traumatik, perdarahan intraventrikuler dan kasus
perdarahan subarachhnoid.
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa stroke
menimbulkan kelainan saraf yang mempunyai sifat mendadak dan sesuai
dengan bagian otak yang terganggu. Manifestasi klinis dapat berupa defisit
motorik, defisit sensorik,kesukaran dalam berbahasa atau gangguan fokal lain
sesuai dengan letak daerah otak yang terganggu vaskularisasinya.
CNS infarction
22
Vaskularisasi Otak2
Otak mendapat perdarahan dari dua pasang arteri besar yaitu sepasang
arteri karotis interna dan sepasang arteri vertebralis dan cabang-cabangnya
yang akan membentuk anastomosis pada bawah otak yang memiliki nama
sirkulus willisi.
Anatomi vaskularisasi
otak
dibagi
menjadi
dua
bagian
yaitu
dan arteri subklavia berasal langsung dari arkus aorta sedangkan pada sisi
kanan arti trunkus brakiosefalika (inominata) berasal dari arkus aorta dan
bercabang menjadi arteri subklavia dextra dan arteri karotis komunis dextra.
Di kedua sisi, sirkulasi darah arteri ke otak di sebelah anterior disuplai oleh
dua arteri karotis interna dan di posterior oleh dua arteri vertebralis.
Arteri karotis interna kemudian akan membentuk cabang arteri serebri
anterior dan arteri serebri media setelah melewati kanalis karotikusm berjalan
dalam sinus kavernosus. Kedua arteri tersebut akan memperdarahi lobus
frontalm parietal dan sebagian lobus temporal.
Arteri vertebralis berukuran lebih kecil dan berjalan melalui foramen
transversus vertebra servikalis kemudian masuk kedalam rongga kranial
melalui foramen magnum kemudian akan membentuk arteri basilaris (sistem
vertebrobasiler). Arteri basilaris akan bercabang menjadi arteri serebellum
superior kemudian arteri basilaris berjalan ke otak tengan dan bercabang
menjadi sepasang arteri serebri posterior.
24
Sirkulus willisi
Terdapat 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sistem vertebrobasiler
yang bertujuan untun menjamin vaskularisasi otak yang terdiri dari ;
1. sirkulus wilisi yang merupakan anyaman arteri didasar otak.
2. Anastomosis arteri karotis interna dan karotis eksterna di daerah orbita
melalui arteri oftalmika
3. Hubungan antara sistem vertebral dengan arteri karotis interna.
25
26
Arteri ini setelah dipercabangan oleh arteri karotis interna akan terbagi
menjadi beberapa bagian, bagian pertama akan berjalan ke lateral diantara
atap lobs medial dan lobus frontal hingga mencapai fissura lateralis sylvii.
Arteri lentikulostriata dipercabangkan dari bagian proksimal ini. Arteri
lentikulostriata berjumlah 6-12 yang berfungsi memperdarahi nukleus
lentiformis, nukleus kaudatus caput lateral, globus pallidus dan kapsula
interna bagian posterior.
Pada daerah fissura lateralis, bagian kedua arteri serebri media akan
bercabang menjadi divisi superior dan anterior. Divisi superior akan
memberikan suplai ke lobus frontal dan lobus parietal . sedangkan divisi
inferior akan memperdarahi lobus temporal. Bagian terakhir akan
dipercabangkan di permukaan hemisfer serebri yang memperdarahi
substansia alba subkortek.
3. Sistim posterior (sistim vertebrobasiler)
Sistim ini berasal dari arteri basilaris yang dibentuk oleh arteri vertebralis
kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia. Arteri ini berjalan
menuju dasar kranium melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis
servikalis, kemudian masuk ke rongga kranium akan melalui foramen
magnum, lalu masing-masing akan mempercabangkan sepasang arteri
serebelli inferior.
4. Arteri serebri posterior
Arteri serebri posterior merupakan cabang akhir dari arteri basilaris .
Bagian proksimal arteri serebri posterior atau bagian prekomunikan akan
bercabang menjadi arteri mesensafli paramedian dan arteri thalamiksubthalamik yang akan memvaskularisasi thalamus. Arteri serebri
posterior ini setelah berjalan kebelakang, didaerah tentrorium serebelli
akan memperdarahi bagian medial lobus temporalis sedangkan divisi
posterior akan memperdarahi fissura calcarina dan daerah parietooksipital.
C.
Klasifikasi Stroke
Klasifikasi stroke berdasar proses patologis dan gejala klinis dapat dibagi
menjadi:
1. Stroke hemoragik
27
Stroke in Evolution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini
biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
Stroke Komplit
Gangguan
neurologis
yang
timbul
bersifat
menetap
atau
permanent.
28
Klasifikasi stroke.
http://www.checksutterfirst.org/neuro/stroke/patients_about.cfm
D.
Etiologi
Stroke non hemoragik terjadi karena adanya ganggan sirkulasi darah otak
yang disebabkan antara lain oleh tromboembolim trombosis ataupun
hipoperfusi. Saat sirkulasi otak menurun terjadi hambatan pada aktivitas
neuron dan terjadi iskemia neuronal irreversible dan kerusakan akan terjadi
saat cerebral blood flow turun dibawah 18 mL/100g jaringan/menit7.
Faktor risiko dari streoke ada dua yaitu yang dapat dimodifikasi dan tidak
dapat dimodifikasi.
29
terjadinya
stroke
iskemik.
CHF
akan
meningkat
30
5. Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk
pembuluh darah otak.
6. Polisitemia
Pada polisitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi
lambat sehingga perfusi otak menurun.
7. Peningkatan kolesterol (lipid total)
Peningkatan kadar kolesterol akan meningkatkan terjadinya aterosklerosis
dan terbentuknya embolus dari lemak.
8. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol
sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah
satunya pembuluh drah otak.
9. Perokok
Konsumsi rokok akan meningkatkan viskositas darah dan menimbulkan
plaque pada pembuluh darah. Rokok juga meningkatkan risiko terjadinya
aterosklerosis.
10. Sindrome Metabolik11
Sindrom metabolik adalah sekumpulan faktor risiko yang berhubugan
dengan penyakit kardiovaskular, yang terdiri dari adanya 3 atau lebih :
tingginya gula darah puasa, hipertensi, HDL rendah, peningkatan
trigliserida dan obesitas abdominal. Pasien yang memiliki sindrom
metabolik tanpa adanya DM mengalami peningkatan risiko stroke iskemik
sebesar 1,49 kali lipat. Sedangkan bila disertai DM risiko terkena stroke
iskemik akan meningkat sebesar 2.29 kali lipat.
11. Kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk
kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya
pembuluh darah otak.
32
E.
Patofisiologi
Pompa NaK-ATPase
Depolarisa
Pelepasan Glutamat
Reseptor AMPA
Kanal Ca
Reseptor Metaboprotik
Reseptor
Influks Ca
Pelepasan Ca
Peningkatan Ca intrasel
Kematian Sel
Diagram Kaskade eksitatorik iskemik5
33
2. Stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke
jaringan di sekitar pembuluh darah intraserebral atau masuk ke dalam
ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan pada komponen
intrakranial. Sesuai dengan hukum Monroe Kellie, isi didalam intrakranial
seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intrakranial yang tidak
dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang bila
tidak dihentikan akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul
kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau
ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah
otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah
berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.
F.
Tidak sadar
: 30% 40%
Konfuse
34
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa :
1. Stroke hemisfer kanan
-
Penilaian buruk
Mempunyai
kerentanan
terhadap
sisi
kontralateral
sebagai
G.
Hemiparese kanan
disfagia
afasia
Pemeriksaan diagnostik5
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
H.
Diagnosis banding8
Diagnosis banding dari stroke antara lain :
-
Bells palsy
Benign Positional Vertigo
35
Abses otak
Neoplasma
Sinkop
Transient Ischemic Attack
I. Penatalaksanaan medis
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah :
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Pertahankan airway dan ventilasi yang adekuat, diberikan oksigen sesuai
kebutuhan.
3. Stabilisasi tanda-tanda vital
4. Koreksi hiperglikemia atau hipoglikemia
5. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan
7. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik.
8. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
9. Penatalaksanaan spesifik berupa:
-
Stroke
hemoragik: mengobati
penyebabnya,
neuroprotektor,
36
II.
Sepsis
A. Definisi
Demam atau hipotermi, leukositosis atau leukopeni, takipneu, dan takikardi
adalah tanda utama atau respon sistemik, yang kemudian dinamakan sebagai
systemic inflammatory response syndrome (SIRS). Penyebab SIRS mungkin
infeksi ataupun tidak terdapat infeksi. Jika penyebabnya adalah infeksi atau
ditemukan adanya suatu infeksi bakteri, maka pasien menderita penyakit yang
dinamakan sepsis. Ketika sepsis berhubungan dengan kerusakan organ yang
jauh dari tempat infeksi, maka dinamakan severe sepsis.8 Sepsis adalah,
respon sistemik tubuh terhadap infeksi yang menyebabkan sepsis berat
(disfungsi organ akut sekunder untuk dicurigai adanya infeksi) dan syok septik
(sepsis berat ditambah hipotensi tidak terbalik dengan resusitasi cairan).
Sepsis berat dan syok septik masalah kesehatan utama, yang mempengaruhi
jutaan orang di seluruh dunia setiap tahun, membunuh satu dari empat (dan
sering kali lebih), dan kejadiannya masih meningkat. Mirip dengan
politrauma, infark miokard akut, atau stroke, kecepatan dan ketepatan terapi
diberikan dalam jam awal setelah sepsis berat berkembang cenderung
mempengaruhi hasil.8 Kriteria diagnosis dari Sepsis itu sendiri masih terus di
perbaharui, berikut kriteria terbaru tentang diagnosis sepsis:
Gejala Umum:
1. Demam (>38,3C)
2. Hipotermia (suhu pusat tubuh < 36C)
3. Heart rate > 90/menit atau lebih dari dua standar deviasi diatas nilai
normal usia
4. Takipneu
5. Perubahan status mental
6. Edema signifikan ataukeseimbangan cairan positif (> 20 mL/Kg lebih dari
24 jam)
7. Hiperglikemia (glukosa plasma > 140mg/dL atau 7,7 mmol/L) dan tidak
diabetes
37
Inflamasi:
1. Leukositosis (Hitung sel darah putih > 12.000 L1)
2. Leukopeni (Hitung sel darah putih < 4000 L1)
3. Hitung sel darah putih normal dengan lebih dari 10% ditemukan bentuk
imatur
4. C-reactive protein plasma lebih dari dua standar deviasi diatas nilai normal
5. Prokalsitonin plasma lebih dari dua standar deviasi diatas nilai normal
Hemodinamik:
Hipotensi arteri (tekanan darah sistolik < 90mmHg, MAP < 70 mmHg, atau
tekanan darah sistolik turun > 40mmHg pada dewasa atau lebih rendah dua
standar deviasi dibawah nilai normal umur)
Disfungsi Organ:
1. Hipoksemia arterial (PaO2/FiO2 < 300)
2. Oliguria akut (jumlah urin < 0,5 mL/Kg/jam selama minimal 2 jam
meskipun resusitasi cairan adekuat
3. Peningkatan kreatinin > 0,5 mg/dL atau 44,2 mol/L
4. Koagulasi abnormal (INR > 1,5 atau aPTT > 60 s)
5. Ileus (tidak terdengar suara usus)
6. Trombositopeni (hitung trombosit < 100.000 L1)
7. Hiperbilirubinemia (bilirubin plasma total > 4mg/dL atau 70 mol/L)
Perfusi Jaringan:
1. Hiperlaktatemia (> 1 mmol/L)
2. Penurunan kapiler refil
Kemudian mengenai kriteria Sepsis berat adalah sebagai berikut:
1. Sepsis-induced hipotensi
2. Laktat diatas batas atas nilai normal laboratorium
38
3. Jumlah urin < 0,5 mL/kg/jam selama lebih dari 2 jam walaupun resusitasi
cairan adekuat
4. Acute Lung Injury dengan PaO2/FiO2 < 250 dengan tidak adanya
pneumonia sebagai sumber infeksi
5. Acute Lung Injury dengan PaO2/FiO2 < 200 dengan adanya pneumonia
sebagai sumber infeksi
6.
39
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan prosentase
60-70% dari kasus, yang menghasilkan berbagai macam produk yang dapat
menstimulasi sel imun. Sel tersebut kemudian dipacu untuk melepaskan
mediator inflamasi. Produk yang berperan penting dalam sepsis adalah
lipopolisakarida (LPS). LPS berfungsi merangsang peradangan pada jaringan,
demam dan syok pada pasien yang terinfeksi. Bakteri gram positif lebih jarang
menyebabkan sepsin jika dibandingkan bakteri gram negatif. Angka
kejadiannya hanya berkisar 20-40% dari keseluruhan kasus. Peptidoglikan
diketahui dapat menyebabkan agregasi trombosit. Eksotoksin berbagai kuman
juga dapan menjadi faktor penyebab karena dapat merusak integritas membran
sel imun secara langsung. Dari semua faktor tersebut yang terpenting adalah
LPS endotoksin gram negatif yang dinyatakan sebagai penyebab sepsis
terbanyak. LPS tidak mempunyai sifat toksik, tetapi merangsang pengeluaran
mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Makrofag
mengeluarkan polipeptida yang disebut tumor necrosis factor (TNF) dan
interleukin (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator kunci dan sering
meningkat sangat tinggi pada penderita immunocompromise yang mengalami
sepsis.
40
C. Patogenesis
41
42
E. Diagnosis Klinis
Diagnosis klinis harus dilakukan secara menyeluruh karena memerlukan
indeks dugaan yang tinggi, pengambilan riwayat medis harus cermat,
pemeriksaan fisik, laboratorium dan tindak lanjut status hemodinamik harus
segera di tegakkan.1 Beberapa tanda terjadinya sepsis antara lain:
1. Demam atau tanda yang tak terjelaskan disertai keganasan atau
instrumentasi
2. Hipotensi, oliguria atau anuria
3. Takipnea atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab jelas
4. Perdarahan 1,15
43
44
III.
A. Definisi
ARDS
merupakan
sindrom
yang
ditandai
dengan
peningkatan
45
berlebihan.
Dibutuhkan
penilaian
yang
obyektif
(misalnya
46
47
48
D. Patofisiologi
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada ARDS adalah edema paru interstistial
dan penurunan kapasitas residu fungsional (KRF) karena atelektasis kongestif
difus. Keadaan normal, filtrasi cairan ditentukan oleh hukum Starling yang
menyatakan filtrasi melewati endotel dan ruang intertisial adalah selisih
tekanan osmotik protein dan hidrostatik :
Q = K (Pc-Pt) D (c-t)
Q : kecepatan filtrasi melewati membran kapiler
Pt : tekanan hidrostatik interstitial
K : koefisien filtrasi
c : tekanan onkotik kapiler
D : koefisien refleksi
t : tekanan onkotik interstitial
Pc : tekanan hidrostatik kapiler
Perubahan tiap aspek dari hukum Starling akan menyebabkan terjadinya
edema paru. Tekanan hidrostatik kapiler (Pc) meningkat akibat kegagalan
fungsi ventrikel kiri akan menyebabkan peningkatan filtrasi cairan dari kapiler
ke interstitial. Cairan kapiler tersebut akan mengencerkan protein intertsitial
sehingga tekanan osmotik interstitial menurun dan mengurangi pengaliran
cairan ke dalam vena.
Kerusakan endotel kapiler atau epitel alveoli atau keduanya pada ARDS
menyebabkan peningkatan permeabilitas membran alveoli-kapiler (terutama
sel pneumosit tipe I) sehingga cairan kapiler merembes dan berkumpul
didalam jaringan interstitial, jika telah melebihi kapasitasnya akan masuk ke
dalam rongga alveoli (alveolar flooding) sehingga alveoli menjadi kolaps
(mikroatelektasis) dan compliance paru akan lebih menurun. Merembesnya
cairan yang banyak mengandung protein dan sel darah merah akan
mengakibatkan perubahan tekanan osmotik. Cairan bercampur dengan cairan
alveoli dan merusak surfaktan sehingga paru menjadi kaku, keadaan ini akan
memperberat atelektasis yang telah terjadi.
49
Mikroatelektasis
akan
menyebabkan
shunting
intrapulmoner,
50
E. Diagnosis Klinis
Onset akut umumnya berlangsung 3-5 hari sejak adanya diagnosa kondisi
yang menjadi faktor risiko ARDS. Tanda pertama adalah takipnea, retraksi
intercostal, adanya ronkhi basah kasar yang jelas. Dapat ditemui hipotensi,
febris.
Pada
auskultasi
ditemukan
ronkhi
basah
kasar. Gambaran
mortalitas
ARDS
termasuk
oksigenasi
yang
buruk
dan
51
52
53
54
misalnya displasia atau hipoplasia ginjal dan uropati obstruktif. Sedangkan pada
usia> 5 tahun sering disebabkan oleh penyakit yang diturunkan (penyakit ginjal
polikistik) dan penyakit didapat (glomerulonefritis kronis).
Tabel 2 Kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya CKD
Patogenesis
Mekanisme patogenesis yang pasti dari penurunan progresif fungsi ginjal
masih belum jelas, akan tetapi diduga banyak faktor yang berpengaruh, yaitu
diantaranya jejas karena hiperfiltrasi, proteinuria yang menetap, hipertensi sitemik
atau hipertensi intrarenal, deposisi kalsium-fosfor, dan hiperlipidemia. Jejas
karena hiperfiltrasi ditenggarai sebagai cara yang umum dari kerusakan
glomerular, tidak tergantung dari penyebab awal kerusakkan ginjal. Nefron yang
rusak akan mengakibatkan nefron normal lainnya menjadi hipertrofi secara
struktural dan secara fungsional mempunyai keaktifan yang berlebihan, ditandai
dengan peningkatan aliran darah glomerular.10 Secara umum terdapat tiga
mekanisme patogenesis terjadinya CKD yaitu glomerulosklerosis, parut
tubulointerstisial, dan sklerosis vaskular.3,11-13
1.
Glomerulosklerosis
glomerulus intrinsik (endotel, sel mesangium, sel epitel), maupun sel ekstrinsik
(trombosit, limfosit, monosit/makrofag).
Gambar 1 Progresifitas glomerulosklerosis
Misalnya
setelah
terjadi
mikroinflamasi,
monosit
produksi
Glomerulosklerosis
ECM
mesangial
tergantung
pada
dan
inhibisi
metaloproteinase.
keseimbangan
aktivitas
57
58
parut
akan
mengekspresikan
thrombospondin
yang
bersifat
59
60
ginjal sehingga pemeriksaan darah lengkap atau complete blood count harus
dilakukan.4
Laju filtrasi glmerulus setara dengan penjumlahan laju filtrasi di semua nefron
yang masih berfungsi sehingga perkiraan GFR dapat memberikan pengukuran
kasar jumlah nefron yang masih berfungsi. Pemeriksaan GFR biasanya dengan
menggunakan creatinine clearance, akan tetapi untuk pemeriksaan ini kurang
praktis karena membutuhkan pengumpulan urin 24 jam. Untuk kepentingan
praktis perhitungan GFR digunakan rumus berdasarkan formula Schwartz atau
Counahan-Barrat, yaitu seperti yang terdapat pada Tabel 3 dibawah ini:
Tabel 3 Perkiraan GFR pada anak menggunakan kreatinin serum dan tinggi badan
61
CT Scan: Dapat menentukan massa ginjal atau kista yang tidak terdeteksi
pada pemeriksaan USG dan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk
mengidentifikasi batu ginjal. CT Scan dengan kontras harus dihindari pada
pasien dengan gangguan ginjal untuk menghindari terjadinya gagal ginjal
akut.
MRI: Sangat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan pemeriksaan CT
tetapi tidak dapat menggunakan kontras. MRI dapat dipercaya untuk mendeteksi
adanya trombosis vena renalis. Magnetic resonance ngiography juga bermanfaat
untuk mendiagnosis stenosis arteri renalis, meskipun arteriografi renal tetap
merupakan diagnosis standar.
Radionukleotida: Deteksi awal parut ginjal dapat dilakukan dengan
menggunakan radioisotope scanning 99m-technetium dimercaptosuccinic
acid (DMSA). Pemeriksaan ini lebih sensitif dibandingkan intravenous
pyelography (IVP) untuk mendeteksi parut ginjal dan merupakan diagnosis
standar untuk mendeteksi nefropati refluks.
Voiding cystourethrography: Dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan
radionukleotida untuk mendeteksi refluks vesikoureter.
Retrogade atau anterogade pyelography: Dapat digunakan lebih baik untuk
mendiagnosis dan menghilangkan obstruksi traktus urinarius. Pemeriksaan
ini diindikasikan apabila dari anamnesis didapatkan kecurigaan gagal ginjal
meskipun USG dan CT scan tidak menunjukkan adanya hidronefrosis.
Pemeriksaan tulang: Hal ini bermanfaat untuk mengevaluasi hiperpartiroid
sekunder yang merupakan bagian dari osteodistrofi, dan juga perkiraan usia
tulang untuk memberikan terapi hormon pertumbuhan.
Penatalaksanaan
Evaluasi dan penanganan pasien dengan CKD memerlukan pengertian konsep
terpisah namun saling berhubungan mengenai diagnosis, kondisi komorbid,
derajat keparahan penyakit, komplikasi penyakit dan risiko hilangnya fungsi
ginjal serta peyakit kardiovaskular.2,4 anak dengan CKD harus dievaluasi untuk
menentukan:2
62
63
64
65
66
9. Levey AS, Coresh J, Balk E, Kautz T, Levin A, Steves M et al. National Kidney
Foundation Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification,
and Stratification. Ann Intern Med. 2003;139:137-47.
10. Menon S, Valentini RP, Kapur G, Layfield S, Mattoo TK. Effectiveness of a
multidisciplinary clinic in managing children with chronic kidney disease. Clin J
Am Soc Nephrol. 2009;4:1170-1175.
11. Vogt BA, Avner ED. Renal failure. Dalam: Behrman RM, Kliegman RM,
Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia:
WB Saunders, 2004; hal 1770-75.
12. Henry TY. Progression of chronic renal failure. Arch Int Med 2003;163:141729.
13. Fogo AB, Kon V. Chronic renal failure. Dalam: Avner WD, Harmon FE.
Pediatric Nephrology. Edisi ke-5. Lippincott Williams and Wilkins. 2004; hal
1645-70.
14. Rigden, SP. The management of chronic and end stage renal failure in
children. Dalam: Webb N, Postlethwaite R. Clinical Pediatric Nephrology. Edisi
ke-3. Oxford University Press. 2003; hal 427-45.
15. Catherine S, Snively M. Chronic kidney disease: Prevention and treatment of
common complications. American Academy of Family Physicians. 2005;1-5.
67