You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan Klien dengan Ulkus Diabetikum


Jenita Magdalena, 1106053256
I.

Anatomi dan Fisiologi


Pankreas
Pankreas adalah organ pipih yang terletak di belakang dan sedikit di bawah
lambung dalam abdomen. Pankreas memiliki dua fungsi: fungsi endokrin
dan fungsi eksokrin. Bagian eksokrin dari pankreas memproduksi cairan
pankreas yang disekresi melalui duktus pankreas ke dalam usus halus. Sel
endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans yaitu kumpulan
kecil sel yang tersebar di seluruh organ. Ada empat jenis sel penghasil
hormon yang teridentifikasi dalam pulau tersebut.
a

Sel alfa mensekresi glukagon, yang meningkatkan kadar gula darah

Sel beta mensekresi insulin yang merupakan kadar gula darah

Sel delta mensekresi somatostatin, atau hormon penghalang hormon pertumbuhan yang
menghambat sekresi glucagon dan insulin

Sel F mensekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan yang dilepaskan


setelah makan

Sel endokrin pankreas yang terbanyak adalag sel (beta) dan sel (alfa) yang
menghasilkan glukagon. Sel pulau Langerhans yang paling jarang, sel
delta dan sel F. Insulin yang di sekresikan sel beta memiliki peran penting
pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Hormon ini
menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino darah serta
mendorong penyimpanan bahan-bahan tersebut. Sewaktu molekul nutrient
ini masuk ke darah selama keadaan absorptif, insulin mendorong
penyerapan bahan-bahan ini oleh sel dan pengubahannya masing-masing
menjadi glikogen, trigliserida, dan protein. Insulin melaksanakan banyak
fungsinya dengan mempengaruhi transport nutrien darah spesifik masuk
ke dalam sel atau mengubah aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam
jalur-jalur metabolik tertentu. Insulin memiliki empat peran menurunkan
kadar glukosa darah dan mendorong penyimpanan karbohidrat:

Insulin mempermudah transpor glukosa ke dalam sebagian besar sel

Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, di otot rangka


dan hati

Insulin menghambat glikogenensis, penguraian glikogen menjadi glukosa. Dengan


menghambat penguraian glikogen menjadi glukosa maka insulin cenderung
menyebabkan penyimpanan karbohidrat dan mengurangi pengeluaran glukosa oleh hati

Insulin juga menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat


glukogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati. Insulin melakukannya
dengan mengurangi jumlah asam amino di darah yang tersedia bagi hati untuk
gluconeogenesis dan dengan menghambat enzim-enzim hati yang diperlukan untuk
mengubah asam amino menjadi glukosa.

Insulin mengurangi konsentrasi glukosa darah dengan mendorong penyerapan glukosa oleh
sel dari darah untuk digunakan dan disimpan, dan secara bersamaan menghambat dua
mekanisme pembebasan glukosa oleh hati ke dalam darah (glikogenolisis dan
glukoneogenesis). Memelihara homeostasis glukosa darah merupakan salah satu fungsi
pankreas. Konsentrasi glukosa dalam darah ditentukan oleh keseimbangan antara prosesproses berikut: penyerapan glukosa dari saluran cerna, pemindahan glukosa ke dalam sel,
produksi glukosa oleh hati, dan (secara abnormal) ekskresi glukosa di urin.

Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan
organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 %
berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5
1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm
tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada
kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medikal lengan atas.
Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung,
bahu dan bokong.
1) Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, langerhans

dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di


tubuh, paling tebal terletak pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan
epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit.
Fungsi Epidermis : proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan
sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi ( melanosit) dan
pengenalan allergen ( sel langerhans ).
2) Dermis
Merupakan bagian yang paling penting dikulit yang sering dianggap sebagai
True Skin. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi,
yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu :
a) Lapisan papiler : tipis mengandung jaringan ikat jarang.
b) Lapisan retikuler : tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Fungsi dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi,
menahan shearing forces dan respon inflamasi.

3) Subkutis
Merupakan lapisan dibawah dermis atau hypodermis yang terdiri dari lapisan
lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit
secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya
berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu.
Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hypodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas,
cadangan kalori control bentuk tubuh dan mechanical shock absorver.
4) Vaskularisasi kulit
Arteri yang member nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara
lapisan papiler dan retikuler dermis selain itu antara dermis dan jaringan
subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla
dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang
vena.

d. Fisiologi kulit.
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi
tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam
berbagai kondisi lingkungan, sebagaibarier infeksi, mengontrol
suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan
metabolisme.Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari
kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet
dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen.
Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit
dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf
seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan
pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit.
Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer
mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible
loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit
dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit.
Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh
darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan
melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia
yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada
temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan
vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.

II. Definisi, Faktor Risiko, dan Etiologi Penyakit


Definisi
Ulkus Diabetikum merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi
makroangiopati yang terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat
berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. Gejala yang
sering dikeluhkan yaitu sering kesemutan, nyeri pada kaki seperti rasa terbakar, tidak berasa,
kerusakan jaringan (nekrosis), penurunan denyut nadi, kaki menjadi atrofi, dingin, dan
menebal, serta kulit menjadi kering ( Price & Wilson, 2005).
Ulkus diabetikum merupakan komplikasi kronik yang terjadi pada pasien Diabetes Melitus.
Menurut Smeltzer & Bare (2010) ada tiga komplikasi diabetes yang turut meningkatkan
resiko terjadinya ulkus diabetikum, yaitu :
a. Neuropati sensorik dan autonom yang menyebabkan hilangnya perasaan
nyeri dan sensabilitas tekanan dan juga peningkatan kekeringan dan
pembentukan fisura pada kulit.

b. Penyakit vaskuler perifer, sirkulasi ekstremitas baah yang buruk


sehingga penyembuhan luka menjadi lama dan menyebabkan terjadinya
ganggren.
c. Penurunan daya imunitas, hiperglikemia akan mengganggu kemampuan
leukosit khusus yang berfungsi untuk menghancurkan bakteri, sehingga
akan menurunkan resistensi terhadap infeksi tertentu.
Faktor Risiko
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi faktor
endogen dan ekstrogen.
1. Faktor endogen
a. Genetik, metabolik.
b. Angiopati diabetik.
c. Neuropati diabetik.
2. Faktor ekstrogen
a. Trauma.
b. Infeksi.
c. Obat.
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus diabetikum adalah angipati, neuropati dan
infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri
pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya
ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki
sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila
sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa
sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan
menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga
menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh , infeksi sering merupakan komplikasi yang
menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga
faktor angipati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum.
Etiologi
Penyebab dari ulkus diabetikum ini adalah gangguan persyarafan, gangguan pembuluh darah
dan infeksi. Karakteristik dari ulkus diabetikum ini yaitu :
a. Mati rasa, hyperaestesias (terbakar, kesemutan)
b. Kelemahan otot
c. Perubahan saraf otonom
d. Hilangnya sensasi ptotective
e. Pembentukan kalus
f. Deformitas kaki
III.

Klasifikasi dan Manifestasi Klinis

Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu:
Derajat 0
: Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti claw,callus .
Derajat I
: Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis,
daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi
arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah,
sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
1. Pain (nyeri).
2. Paleness (kepucatan).
3. Paresthesia (kesemutan).
4. Pulselessness (denyut nadi hilang)
5. Paralysis (lumpuh).
IV. Patofisiologi (WOC)
V. Pengkajian
Riwayat
Menurut Doenges (2010), data pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus
bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh fungsi pada
organ, data yang perlu dikaji meliputi :
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot
Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut
Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung
3. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen
Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites.
4. Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus
Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen
5. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan

Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang


6. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi
7. Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa sputum
Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasn
8. Seksualitas
Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
9. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok, Hipertensi
Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat menurun, sehingga kulit kaki kering,
pecah, rabut kaki / jari (-), kalus, claw toe
Ulkus tergantung saat ditemukan ( 0 5 )
2) Palpasi
a) Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal
b) Klusi arteri dingin,pulsasi ( )
c) Ulkus :kalus tebal dank eras.
b. Pemeriksaan fisik
1) Penting pada neuropati untuk cegah ulkus
2) Nilon monofilament 10 G
3) Nilai positif : nilon bengkok, tetapi tidak terasa
4) Positif 4 kali pada 10 tempat berbeda : spesifisitas (97%), sensitifitas (83%).
c. Pemeriksaan vaskuler
Tes vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen transkutaneus, ankle brachial
index (ABI), absolute toe systolic pressure. ABI : tekanan sistolik betis
dengan tekanan sistolik lengan.
d. Pemeriksaan Radiologis : gas subkutan, benda asing, osteomielitis
e. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl
dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan
warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata
( ++++ ).

3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.

VI.

Masalah Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan metabolisme
karbohidrat akibat defisiensi insulin, intake tidak adekuat akibat adanya mual muntah
2. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan diuresis osmotik dan
polyuria
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan simpanan energi
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangrene
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ekstremitas gangrene

VII.

Rencana Asuhan Keperawatan

1. 1. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan metabolisme


karbohidrat akibat defisiensi insulin, intake tidak adekuat akibat adanya mual
muntah
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil: Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien
yang tepat, BB stabil, nilai lan normal
Intervensi
a.
Timbang berat badan tiap hari atau sesuai dengan indikasi
Rasional: Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
b.
Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien
Rasional: Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari
kebutuhan terapeutik
c.
Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrient)
dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat
mentoleransinya melalui pemberian cairan melalui oral
Rasional: Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar
dan fungsi gastrointestinal baik
d.
Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah, aseton,
pH, dan HCO3
Rasional: Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian
cairan dan terapi insulin terkontrol
e.
Kolaborasi dengan ahli gizi

Rasional: Bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk


memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
2. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan diuresis osmotik dan
poliuria
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan kebutuhan cairan pasien terpenuhi
Kriteria Hasil: Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan
dengan TTV stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan CRT
normal, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam
batas normal
a.
Pantau TTV, catat adanya perubahan tekanan darah orostatik
Rasional: Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan
takikardia
b.
Timbang berat badan setiap hari
Rasional: Memberikan hasil pengkajian yang baik di status cairan yang
sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti
c.
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran
mukosa
Rasional: Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume
sirkulasi yang adekuat
d.
Pantau pemeriksaan lab: hematocrit, BUN kreatinin, dan
osmolalitas darah, natrium dan kalium
Rasional:
- Ht: Mengkaji tingkat hidrasi dan sering kali meningkat akibat
homokonsentrasi yang terjadi setelah dieresis osmotic
- BUN: peningkatan nilai dapat mencerminkan kerusakan sel
karena dehidrasi atau tanda awitan kegagalan ginjal
- Osmolalitas darah: meningkat berhubungan dengan adanya
hiperglikemia dan dehidrasi
- Natrium: mungkin menurun yang dapat mencerminkan
perpindahan cairan dari intra sel (dieresis osmotik)
- Kalium: awalnya akan terjadi hiperkalemia dalam berespons
terhadap asidosis

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan simpanan energi


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pasien
tidak mengalami kelelahan dengan penurunan produksi energi

Kriteria Hasil: Pasien mengungkapkan peningkatn tingkat energi,


menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan
Intervensi:
a.
Diskusi dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Membuat
jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang
menimbulkan kelelahan
Rasional: Memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas
meskipun pasien mungkin sangat lemah
b.
Beri aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/
tanpa diganggu
Rasional: Mencegah kelelahan yang berlebihan
c.
Pantau nadi, RR dan TD sebelum dan sesudah melakukan
aktivitas
Rasional: Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi
secara fisiologi
d.
Mendiskusikan cara menghemat kalori selama berpindah tempat
Rasional: Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan
penurunan kegiatan akan pada setiap kegiatan
e.
Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan ativitas seharihari sesuai dengan yang dapat ditoleransi
Rasional: Meningkatkan kepercayaan diri/ harga diri positif sesuai
tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangren
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan integritas kulit dapat membaik
Kriteria Hasil: Mempertahankan integritas kulit, mendemonstrasikan
perilaku/ teknik mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a.
Lihat kulit, area sirkulasinya terganggu/ pigmentasi atau
kegemukan/ kurus
Rasional: Kulit berisiko karena gangguan sirkulasinya perifer,
imobilitas fisik dan gangguan status nutrisi
b.
Dapatkan kultur dari drainase luka saat masuk
Rasional: Mengidentifikasi patogen dan terapi pilihan
c.
Rendam kaki dalam air steril pada suhu kamar dengan larutan
betadine tiga kali sehari selama 15 menit
Rasional: Germisidal lokal efektif untuk luka permukaan
d.
Balut luka dengan kasa kering steril. Tutup dengan plester

Rasional: Menjaga kebersihan luka, atau meminimalkan kontaminasi


silang
e.
Berikan dikloksasi 500 mg per oral setiap 6 jam, amati tandatanda hipersensitivitas seperti: pruritus, ruam, urtikaria
Rasional: Sebagai pengobatan infeksi/ pencegahan komplikasi
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ekstremitas gangren
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pasien
dapat menerima keadaannya yang sekarang
Kriteria Hasil: Pasien menerima keadaan sekarang, menunjukkan
pandangan yang realistis dan pemahaman diri dalam situasi
Intervensi:
a.
Dengarkan dengan aktif masalah dan ketakutan pasien
Rasional: Menyampaikan perhatian dan dapat lebih efektif
mengidentifikasi kebutuhan dan masalah juga strategi koping
pasien dan seberapa efektif
b.
Dorong mengungkapkan perasaannya
Rasional: Membantu pasien untuk memulai menerima perubahan dan
mengurangi cemas mengenai perubahan fungsi atau gaya hidup
c.
Diskusikan pandangan klien terhadap citra diri dan efek yang
ditimbulkan dari penyakit
Rasional: Persepsi pasien mengenai perubahan citra tubuh yang
mungkin terjadi secara tiba-tiba
d.
Bantu pasien atau orang terdekat dengan menjelaskan hal-hal
yang diharapkan dan hal tersebut mungkin diperlukan untuk
dilepaskan atau diubah
e.
Rasional: Memberi kesempatan untuk mengidentifikasi
kesalahan konsep dan mulai melihat pilihan, meningkatkan
orientasi realita
VIII. Penatalaksanaan
1. Medis
penatalaksanaan Medis pada pasien dengan Diabetes Mellitus meliputi:
a. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.
3) Penghambat glukoneogenesis.
4) Penghambat glukosidase alfa.
b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.

2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.


3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.
2. Keperawatanan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan
antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan
larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium
permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi
yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi
mungkin diperlukan untuk kasus DM. Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan
utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas
insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk
menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan
Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur
makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang
tinggi dan menurunkan kadar lemak.
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan
pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan
kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan
dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari
komplikasi dari diabetes itu sendiri.
f. Kontrol nutrisi dan metabolik
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.
Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan.
Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl.
Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu
dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau
inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan

dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula
darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan
infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai
perawatan pasien secara total.
g. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight
bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu
khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus
dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena
kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma
berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.
h. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan
atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.
Perawatan luka
Perawatan luka merupakan salah satu manajemen dari neuropati ulkus diabetikum.
Manajemen lain dari ulkus diabetikum ini yaitu : pengontrolan gula darah, infeksi, tidur dan
nyeri (Holt, 2013). Prinsip dari perawatan luka pada ulkus diabetikum ini adalah mencapai
dan mempertahankan lingkungan yang lembab dari luka (Moura, dias, Carvalho & de Sousa,
2013; Holt, 2013; Jarret, 2013). Balutan yang bersifat lembab dapat memberikan lingkungan
yang mendukung sel untuk melakukan proses penyembuhan luka dan mencegah kerusakan
atau trauma lebih lanjut.
Prinsip perawatan luka dengan mempertahankan kelembaban ini disebut juga sebagai balutan
modern (Ismail, Irawaty & Haryati, 2009). Jenis perawatan luka sebelum adanya balutan
modern ini dikenal balutan konvensional yaitu menggunakan kassa steril sebagai balutan
utama. Perawatan luka konvensional menggunakan kassa basah yang telah direndam oleh
larutan saline 0.9% kemudian ditutup oleh kassa kering. Setelah ditutup oleh kassa kering,
balutan direkatkan ke kulit dengan menggunakan perekat berbahan akrilik. Perawatan luka
seperti ini disebut juga sebagai balutan basah-kering (Denzinger, et.al., 2006). Metode lain
yang digunakan untuk perawatan luka adalah Vacuum-Assisted Wound Closure (VAC) (Perez,
et.al., 2010). Luka yang dilakukan perawatan dengan VAC harus dilakukan debridemant
terlebih dahulu, dan harus dibawah pengawasan ahli bedah. Besarnya biaya yang digunakan
dengan menggunakan VAC ini menyebabkan perawatan luka ini tidak menjadi standar untuk
perawatan luka (Cavalier, 2011; Denzinger et all, 2006; Perez et all, 2010).
Balutan modern mempunyai tingkat perkembangan perbaikan luka diabetik yang lebih baik
dibandingkan dengan menggunakan balutan konvensional (Ismail, et.al., 2009). Terdapat
perbedaan rerata selisih skor yang signifikan pada kelompok balutan modern dibandingkan

kelompok balutan konvensional. Kelompok balutan modern memiliki perkembangan


perbaikan luka yang lebih baik dibandingkan kelompok balutan konvensional, yaitu 16.00 dan
8.75.
Moura, et.al., 2013 juga menambahkan bahwa selain menyediakan lingkungan yang lembab
pada luka, balutan luka juga harus mempunyai kapasitas untuk isoalasi termal, pertukaran
gas, dan membantu drainase dan perpindahan debris untuk meningkatkan proses rekonstruksi
dari luka, biokampatibel dan tidak meningkatkan reaksi dari respon imun dan alergi,
melindungi luka dari infeksi sekunder serta mudah diangkat tanpa menyebabkna trauma.
Jenis balutan yang digunakan untuk penyembuhan luka ulkus diabetikum
diklasifikasikan menjadi hidrokoloid, hidrogel, foams, films (Moura, et.al.,
2013), (Ismail, et.al., 2009). Penggunaan jenis balutan ini tergantung pada
jenis lukanya.

Moura, et.al., 2013 mengklasifikasikan penggunaan balutan berdasarkan jenis


lukanya yaitu :
Tabel 2.3. Klasifikasi jenis balutan berdasarkan jenis luka

Sumber : Moura, et.al., 2013


Penatalaksanaan perawatan luka pada ulkus diabetikum dilakukan dengan memilih jenis
balutan yang tepat terlebih dahulu sesuai dengan jenis lukanya balutan antimikroba, balutan
pelembab, balutan yang menyerap, balutan yang mempertahankan kelembaban, balutan yang
mengeliminasi deadspace. Prinsipnya adalah mempertahankan kelembaban, maka apabila
luka basah pilih balutan yang menyerap cairan, pada luka kering, maka pilih alutan yang
dapat melembabkan, dan pada luka yang lembab, balutan yang digunakan yang dapat
mempertahankan kelembaban. Selanjutnya mempersiapkan dasar luka menuju penyembuhan
dengan membersihkan luka. Jenis cairan yang dianjurkan adalah NaCl 0.9% (Morison,
2004) Sodium klorida atau natrium klorida tersusun atas Na dan Cl yang memiliki
komposisi sama seperti plasma darah, dengan demikian aman bagi tubuh.
Manajemen klinis lain yaitu melakukan debridement untuk melepas jaringan nekrotik dan
melepas callus (Holt, 2013). Debridemant ini dapat meningkatkan penyembuhan, dari luka
kronik menjadi luka akut (Edmonds & Foster, 2006). Setalah mempersiapkan area luka,
maka selanjutnya memilih topikal terapi untuk mencapai lingkungan luka yang fisioogis.
Pada luka yang mengalami infeksi dapat menggunakan silver dan hidrofobik, mengisi ruang
area, meminimalkan bau dengan menyerap bau menggunakan antimikroba atau balutan
hidrofobik, meminimalkan nyeri dengan gunakan balutan yang menunjang kelembaban luka
dan melindungi kulit sekitar luka dengan skin barrier atau dengan hidrokoloid.
Penyembuhan luka selain melalui perawatan yang baik ditunjang pula oleh pemeliharaan
yang adekuat. Pemeliharaan luka ini meliputi pergantian balutan, off loading (pelepasan
tekanan pada luka, yang dapat dilakukan dengan pemilihan sepatu yang tepat). Pemeliharaan
ini juga memerlukan kolaborasi dengan bidang lain seperti endokrinologis, bedah vaskuler,
bedah ortopedi, bedah plastik, ahli gizi, rehab medik, edukator diabetes. Dan yang tidak
kalah penting adalah edukasi berkelanjutan mengenai manajemen diabetes : diet, olahraga,
obat, perawatan kaki diabetes. Perawatan kaki diabetes ini untuk mencegah terjadinya ulkus
pada kaki dengan melakukan pengecekan kaki tiap hari, cuci dan keringkan, gunakan
pelembab, potong kaki kuku, pakai alas kaki, cek sepatu sebelum dipakai, jangan lakukan
kompres hangat dan jangan memotong kuku.
Holt (2013) mengungkapkan bahwa beberapa faktor diidentifikasi dalam perawatan dan
manajemen ulkus kaki dibetikum yaitu :
- Kontrol gula darah, pengontrolan gula darah yang optimal membantu
dalam mencegah terjadinya dan berkembangnya diabetic neuropati.
- Infeksi, luka pada kaki merupakan tempat masuknya kuman, jika infeksi
tidak ditangani maka akan mempengaruhi viabilitas dari kaki.
Penggunaan antibiotik pada luka yang mengalami infeksi diberikan
sesuai dengan jenis organismenya.

Perawatan luka, manajemen dari luka neuropati adalah mempertahankan


lingkungan luka yang lembab.
- Tidur, pasien yang mengalami nyeri kronik akan mengalami gangguan
tidur yang akan merubah level insulin dan glukosa serta sensitivitas
insulin terutama jika tidur pada malam harinya kurang dari enam jam
(Zelman, et.al., 2006). Skrening terhadap gangguan tidur harus diatasi
dengan menyertakan manajemen nyeri (Holt, 2013)
Nyeri (rasa tidak nyaman). Nyeri pada luka neuropatik merupakan nyeri
pada limbs, bukan akibat trauma. Penenganan nyeri biasanya dengan
pemberian obat antidepresan dan atau antikonvulsan (Holt, 2013)

Daftar Pustaka
Price, S & Wilson, L, (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
EGC, Jakarta.
Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC
Doenges, M.E.et all. (2010). Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi 3). Jakarta: EGC
Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3), Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2010). Brunner & Suddarths textbook of
medical surgical nursing (10th ed). Canada: Lippincott
Williams & Wilkins.
Zelman,D.C, Braden berg, & Gore. (2006).Clinical Journal of pain

You might also like