You are on page 1of 93
PENGELOLAAN PASCA PANEN TANAMAN OBAT Penulis KATNO Editor It. Yuli Widiyastuti,MP. Sari Haryanti,S.Si., M.Sc., Apt. Indah Yuning Prapti,SKM.,M.Kes. ISBN: 979-17096-3-7 14,5 x 21 cm; viii + 90 halaman Cetakan pertama Desember 2008 Diterbitkan oleh BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN OBAT DAN OBAT TRADISIONAL (B2P2TO-O7), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI 2008 KATA PENGANTAR a subsistem Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dinyatakan bahwa tujuan pengembangan dan peningkatan obat tradisional adalah diperolehnya obat tradisional yang bermutu tinggi, aman dan berkhasiat nyata yang teruji secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas untuk pengobatan dan pemeliharaan kesehatan. Semakin banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa obat tradisional terbukti memiliki efek terapi yang efektif. Di sisi lain, ekspor obat tradisional dan simplisia Indonesia terus meningkat. Back to nature kini telah menjadi frend dan harapan upaya kesehatan. Di samping itu, obat tradisional dapat memberikan multi manfaat, yaitu meningkatkan pertumbuhan ckonomi masyarakat dan memberikan peluang kesempatan kerja sehingga dapat mengurangi kemiskinan. Jaminan mutu obat tradisional sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain adalah standar dan metode budidaya serta teknologi pasca panen. Diketahui bahwa mutu simplisia umumnya kurang memenuhi persyaratan karena penanganan pasca panen yang kurang tepat serta terbatasnya ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Sekitar 85% bahan baku berasal dari tanaman obat yang belum dibudidayakan dan belum terstandarnya teknologi pasca panen. Pengetolaae Pasea Pence Tanaman Obat Buku “Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat” merupakan salah satu terbitan Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Badan Litbangkes, Depkes RI; ditujukan untuk memberikan tambahan ilmu pengetahuan tentang pengelolaan pasca panen tanaman obat yang baik dan benar, sehingga diperoleh kandungan senyawa aktif yang berkhasiat yang memenuhi persyaratan standar mutu.[/ Tawangmangu, Desember 2008 Kepala, Se Indah Yuning Prapt,SKM.,M.Kes. vi KATA PENGANTAR . DAFTAR ISI 5 Tl. . Faktor-Faktor yang Nee at . Definisi.... , Tahapan Pembuatan Simplisia DAFTAR ISI PE ND AEWA seicsaMustacnanccseenaasaar nl PENGELOLAAN PASCAPANEN 1. Perubahan fisiologis aba 2. Pencemaran mikroba patogen 3. Kerusakan penyimpanan 4. Kerusakan fisik Kandungan Kimia .. ice enpananeatene 2. Pengaruh sinar ultra Bioee (av 3. Faktor pemanasan... 4. Derajat keasaman (pH) .. SIMPLISIA. 1. Pengumpulan bahan baku .. a. Bagian tanaman Pengelolaan Pasea Panen Tanaman Obat b. Umur tanaman .. c. Waktu panen.. Sortasi basah ... . Pencucian .... . Pengubahan bentuk . Pengeringan....... a. Pengeringan alamiah. 1). Pengeringan di bawah sinar matahari 2). Pengeringan di tempat teduh b. Pengeringan buatan 6. Sortasi kering .. . Pengemasan...... Si Pessina nana eoccceccsttrerecet tage rape vet gearer eng arses» WP WN = IV. BERBAGAI JENIS SIMPLISIA .....0.0.000ccecceeecee 43 A. Simplisia Rimpang (Rhizoma) : B. Simplisia Daun (Folia) C. Simplisia Bunga (Flos) D. Simplisia Buah (Fructus) E. Simplisia Biji (Semen) . F. Simplisia Akar (Radix) ..... G. Simplisia Kayu (Lignum) dan Kulit Batang/Akar (Cortex)... VW, PENU DUP recs DAFTAR PUSTAKA Bab I PENDAHULUAN go atau terapi menggunakan tumbuhan diperkirakan sudah berlangsung beberapa abad sebelum Masehi, bahkan sama dengan usia peradaban manusia. Sejarah awal mula suatu tumbuhan digunakan untuk mengobati penyakit tertentu sulit dijelaskan. Namun demikian, berkembang suatu pendapat bahwa tanda-tanda fisik tumbuhan atau bagian tumbuhan (bentuk, warna, bau, rasa) berkaitan dengan tanda-tanda penyakit atau penyebab penyakit yang dapat diobatinya. Sebagai contoh, or gan tumbuhan yang berwarna kuning diyakini dapat menyembuhkan penyakit kuning; organ tumbuhan yang rasanya sangat pahit dapat mengobati penyakit kencing manis. Pengalaman tersebut disampaikan dari mulut ke mulut, hingga masa sekarang ini. Peningkatan penggunaan obat-obat berbahan baku tumbuhan (selanjutnya disebut obat tradisional) dewasa ini semakin populer, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Hal ini sciring dengan kecenderungan trend gaya hidup masyarakat dunia untuk kembali ke alam atau back to nature. Perhatian para pakar dalam pengembangan obat tradisional semakin meningkatkan prosentase penggunaan obat tradisional di dunia. Para ahli botani, ekologi maupun arkeologi semakin Peagelolaan Dasea Pance Panama Obat giat melakukan penelitian tentang jenis-jenis'tambuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional. Penelitian eksplorasi dan inventatisasi ini merupakan dasar dari penelitian pengembangan obat tradisional. Pakar Farmakologi telah banyak melakukan pembuktian khasiat empiris tumbuhan secata ilmiah, bahkan beberapa diantatanya telah melalui uji klinis. Sementara itu, pakar kimia terutama di bidang fitokimia tidak mau ketinggalan telah berhasil pula dalam mengidentifikasi dan mengisolasi senyawa aktif dalam tumbuhan. Di bidang farmasetika, pengembangan formulasi obat tradisional tidak hanya ditujukan untuk pengobatan; tetapi telah meluas hingga menjadi produk kosmetika, bahan tambahan makanan dan suplemen (vitamin). Semua formulasi tersebut sangat tergantung kepada aspek hulunya yakni teknik budidaya dan pengelolaan pasca panen tanaman obat yang baik sehingga dapat menjamin kualitas dan kesinambungan bahan bakunya. Penyebab-lemahnya pengembangan obat tradisional di Indonesia diantaranya adalah kualitas bahan baku yang belum memenuhi persyaratan mutu. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh minimnya hasil-hasil penelitian standarisasi bahan baku dan teknologi pasca panen serta belum intensifnya kemitraan antara pemerintah dan industri untuk membimbing dan membina petani dan pengumpul bahan baku. Akibatnya petani dan pengumpul belum bisa mengolah dan mengelola hasil panennya secara baik dan benar. Gambar 1. Proses budidaya tanaman obat hingga pemanenan Bahan baku yang biasa digunakan dalam industri obat tradisional dan kosmetika umumnya berupa bagian atau ke luruhan tanaman yang telah dikeringkan yang disebut simplisia. Simplisia merupakan komoditas yang harus memenuhi persyaratan standar mutu tertentu, yang ditetapka suai dengan kandungan senyawa aktif berkhasiat obat pada tanaman yang bersangkutan. Terpenuhinya pei but dipengaruhi oleh perlakuan mulai penanaman hingga siap diolah di tingkat industri. ‘Tiap tahap perlakuan memberikan kontribusi yang berbeda terhadap para- meter simplisia. Berdasarkan hal tersebut maka tahapan budiday: cara dan waktu panen, pengolahan hasil panen dan penyajian sediaan akhir suatu tanaman obat harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh simplisia dengan penampilan fisik yang bagus dan kadar senyawa aktif yang tinggi dan stabil Gambar 2. Tanaman adas dan simplisianya Bab IT PENGELOLAAN PASCA PANEN TANAMAN OBAT Occ pasca panen merupakan suatu perlakuan yang diberikan pada hasil panen hing ga produk siap dikonsumsi. Sebagian besar petani, pengumpul dan produsen tanaman obat beranggapan bahwa hal terpenting adalah memperoleh hasil panen yang tinggi secara kuantitas. Mereka umumnya belum menyadari bahwa penurunan kualitas karena pengelolaan pasca panen yang tidak tepat akan berdampak pula pada nilai ekonomis yang akan diperoleh. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan modal yang dimiliki petani dan pengumpul tanaman obat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memberikan penyuluhan intensif, baik dari pemerintah maupun swasta, didukung dengan teknologi tepat guna yang terjangkau para petani dan pengumpul tanaman obat. Gambar 3. Penanganan pascapanen rimpang empon-empon Akibat pengelolaan pasca panen yang kurang tepat, menyebabkan berbagai kerusakan bahan baku obat tradisional (simplisia) baik secara fisik maupun kimiawi yang merupakan pa- rameter kualitas bahan tersebut. Sebagai contoh simplisia yang berupa agar-agar bersifat higroskopis, bila disimpan dalam wadah terbuka akan menyerap lengas udara sehingga menjadi kempal, basah atau mencair. Sebaliknya apabila kelembaban luar lebih rendah dari kelembaban simplisia, secara perlahan simplisia akan kehilangan airnya schingga semakin lama akan semakin mengecil &és). Hal ini juga sering terjadi pada simplisia yang diekspor ke Timur Tengah dan Eropa, dengan tingkat kelembaban udara jauh lebih rendah dari Indonesia, harus menggunakan wadah yang kedap udara. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas fisik simplisia misalnya cemaran Pengelolaan Pasca Panen Janaman Obat serangga, jamur dan bakteri; yang bisa diatasi dengan penggunaan secara cermat desinfektan dan fumigasi (Anonim, 1985). A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Fisik/Kimiawi 1. Perubahan fisiologis bahan Umur tanaman yang akan dipanen berpengaruh terhadap kualitas simplisia yang dihasilkan. Petani dan pengumpul tanaman obat biasanya tidak terlalu memperhatikan hal ini. Saat permintaan pasar meningkat dan harganya melambung tinggi, mereka segera melakukan pemanenan tanpa melihat persyaratan umur panen yang dianjurkan. Hasil panen yang belum cukup umur masih mengalami perkembangan secara fisiologis, akibatnya timbul kerusakan fisiologis dan kandungan senyawa aktifnya belum optimal. Kerusakan fisiologis seringkali terjadi pada simplisia rimpang, biji, dan buah; jika belum cukup umur, setelah dikeringkan rimpang dan buah menjadi keriput, sedangkan biji lebih mudah hancut. Kerusakan tersebut akan menurunkan nilai jual simplisia, bahkan kemungkinan menjadi tidak bernilai ekonomis lagi. Untuk meningkatkan nilai ekonomis simplisia maka umur panen harus diperhatikan dan tidak memanen suatu tanaman sebelum mencapai umur yang dipersyaratkan 2. Pencemaran mikroba patogen Pencemaran mikroba patogen dapat terjadi pada saat tanaman masih hidup, saat proses pembuatan simplisia, bahkan saat produk siap digunakan oleh konsumen. Pada tanaman hidup, pencemaran mikroba patogen sangat tergantung pada bagian tanaman yang digunakan. Semakin a Peagelolaan Pasca Panen Janaman Obat jauh letak bagian tanaman dari atas permukaan tanah, tingkat pencemaran yang terjadi semakin kecil. Biji dan daun pada tanaman tinggi memiliki tingkat pencemaran paling rendah, kemudian diikuti kulit kayu dan batang, serta biji dan daun tanaman rendah. Tingkat pencemaran tertinggi terdapat pada akar dan rimpang. Jika tanah tempat tumbuh tanaman penghasil akar dan rimpang dipupuk dengan kotoran hewan atau manusia, maka tingkat pencemaran akan lebih tinggi lagi. Pengolahan selanjutnya harus dilakukan dengan tepat sehingga dapat menurunkan tingkat pencemaran. Kegiatan sortasi, pencucian, pengeringan dan penyimpanan yang dilakukan pada pembuatan simplisia harus benar-benar diperhatikan agar tingkat pencemaran dapat diminimalkan. Hasil panen yang tercemar mikroba patogen akan mengalami proses enzimatis, dan terkadang dapat menghasilkan senyawa tertentu yang bersifat racun (misalnya aflatoksin), dan sangat berbahaya bila dikonsumsi. 3. Kerusakan penyimpanan Beberapa jenis tanaman obat yang tergolong tanaman semusim, pemanenan tidak dapat dilakukan setiap saat. Petani dan pengumpul biasanya menyimpan hasil panennya agar tetap dapat memenuhi permintaan pasar. Tempat penyimpanan (gudang) yang digunakan petani seringkali belum memenuhi persyaratan untuk menjamin kualitas hasil panennya. Tentu hal ini sangat berbeda dengan industri obat tradisional dan kosmetika yang pada umumnya telah mempunyai gudang yang cukup representatif untuk menyimpan bahan baku. Gambar 4. Simplisia dalam penyimpanan Kelembaban dan cahaya di dalam gudang sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga tidak memicu timbulnya kerusakan hasil panen. Kerusakan saat penyimpanan dapat juga disebabkan serangan tikus dan berbagai jenis serangga. Kerusakan fisik Kerusakan fisik dapat disebabkan cara pemanenan yang tidak benar, misalnya tanpa memperhatikan umur tanaman, waktu panen dan bagian tanaman yang dipanen. Pengangkut- an hasil panen ke tempat penyimpanan atau tempat pengolah- an lebih lanjut secara sembarangan dapat juga mengakibatkan kerusakan fisik. Praktek yang sering terjadi adalah kapasitas alat angkut yang sebenarnya tidak sesuai dengan jumlah hasil panen, namun tetap dipaksakan juga untuk menghemat biaya transportasi. Hal ini menyebabkan kerusakan fisik dan kemungkinan banyak hasil panen yang tercecer di jalan. Organ tumbuhan, setelah dilepaskan dari tanaman induknya masih aktif melakukan reaksi biokimiawi yang kemungkinan sangat berbeda daripada kondisi aslinya. Reaksi biokimiawi ini dapat bernilai positif apabila reaksi tersebut 9 Pengetobaan Pasca Panen Tanaman Olat berakibat pada pembentukan atau peningkatan konstituen aktif farmakologi atau eliminasi kandungan senyawa toksik. Hal yang sebaliknya dapat terjadi apabila reaksi tersebut berakibat pada terbentuknya senyawa toksik atau menurunya konstituen aktif farmakologi. Sehingga optimasi dalam penanganan pasca panen perlu dilakukan untuk setiap jenis simplisia (tidak bisa seluruh tahapan digeneralisasi). B. Faktor-faktor yang berpengaruh pada kerusakan kandungan kimia simplisia Berbagai faktor yang berpengaruh pada kemungkinan kerusakan kandungan kimia simplisia adalah kandungan air bahan, sinar ultra violet (UV), pemanasan dan derajat keasaman (pH). 1. Kandungan air bahan Sebagaimana diketahui bahwa saat bahan belum dipanen, masih berada dalam suatu sistem tumbuhan hidup, di dalamnya berlangsung proses metabolisme baik fotosintesis maupun biosintesis berbagai kandungan kimia yang dikatalisir oleh enzim. Produk pertama fotosintesis adalah glukosa yang kemudian akan masuk ke berbagai jalur biosintesis membentuk berbagai kandungan kimia. Pada tumbuhan hidup, enzim bekerja sesuai dengan substrat yang tersedia. Setelah bahan dipetik, terpisah dari tumbuhan induknya tidak ada lagi substrat yang bisa dikatalisir karena sudah tidak terjadi lagi proses fotosintesis maupun biosintesis seperti pada tumbuhan hidup. Jika kadar air bahan masih tinggi, enzim masih aktif tetapi berhubung substrat tidak ada lagi, maka enzim tersebut akan mengubah kandungan kimia yang telah 10 [MILIK PE | DEP: KPa Patca P Tanaman Obat tetbentuk menjadi produk lain (arfefak) yang mungkin tidak lagi memiliki efek farmakologi seperti senyawa aslinya (genuin). Hal ini tidak akan terjadi jika bahan yang telah dipetik segera dikeringkan sehingga kadar airnya rendah (kurang dati 10%). Beberapa jenis enzim perusak kandungan kimia yang telah lama dikenal antara lain hidrolase, oksidase dan polimerase (Paris et Moyse, 1976). Aktivitas enzim hidrolase, mampu merubah kandungan kimia yang mudah terhidrolisis seperti ester, glikosida dan polisakharida. Berbagai kandungan kimia tumbuhan memiliki struktur kimia berbentuk ester terutama komponen minyak atsiri tertentu dan memberikan aroma yang khas. Beberapa contoh senyawa ini misalnya metil salisilat pada daun gandapura (Gaultheria fragantissima Wall.), etil p-metoksi sinamat pada rimpang kencur (Kaempferia galanga L.), linalil asetat pada selasih (Ocimum basilicwm L.) dan benzil asetat pada melati (Jasminum officinale L.). Apabila senyawa ester ini terhidrolisis maka akan terbentuk senyawa alkohol dan asam yang tidak lagi memiliki aroma dan aktivitas seperti ester (D’Amelio, 1999). Selain senyawa ester, enzim hidrolase juga sering menyebabkan terjadinya pemecahan ikatan antara aglikon dan glikon pada glikosida. Apiin merupakan kandungan aktif seledri sebagai penurun tekanan darah dan terdapat dalam bentuk glikosida yaitu apigenin 7-O-apiosilglukosida. Senyawa ini lebih mudah larut dalam air dan alkohol berderajad rendah dibanding alkohol 95%. Itulah sebabnya ekstraksi sledri untuk antihipertensi lebih optimal menggunakan etanol 50% (Yaniarto dan Pramono, 2004). Namun demikian jika glikosida aoe Pengebolaan Pasca Panen Tanaman Obat flavonoid tersebut telah terhidrolisis sewaktu berada dalam bahan baku, akan menghasilkan apigenin yang tidak terlalu larut dalam etanol berderajat rendah. Jelas hal ini akan berpengaruh pada kualitas ekstrak dan selanjutnya juga pada sediaan yang diproduksi. Aktivitas enzim hidrolase sering juga diikuti oleh enzim polimerase seperti pada daun Aweuba japonica L.. yang cepat menjadi hitam karena terjadinya hidrolisis aukubosida dan polimerisasi aglikonnya (Paris et Moyse, 1976). Senyawa ketiga yang memiliki kemungkinan terhidrolisis adalah polisakharida. Musilago yang terkandung dalam daun jati belanda (Guazuma wnifolia Lamk.) memiliki efek sebagai penekan nafsu makan sehingga banyak digunakan sebagai komponen obat pelangsing. Jika senyawa ini terhidrolisis akan menjadi monosakharida yang tidak lagi memiliki efel penekan nafsu makan tetapi sebaliknya akan menambah kalori dan sangat merugikan bagi orang yang mengkonsumsinya, karena tidak akan langsing tetapi malah menjadi gemuk. Enzim oksidase banyak terdapat pada bagian tumbuhan dan sering merugikan terutama jika simplisia mengandung senyawa terpenoid dan polifenol (Paris et Moyse, 1976). Aktivitas enzim oksidase terhadap kedua jenis kandungan kimia tersebut sering dilanjutkan dengan polimerisasi dan akan membentuk resin yang sukar larut. Oleh karena itu pengeringan bahan harus segera dilakukan setelah bagian tumbuhan dipanen sehingga berbagai reaksi enzimatik yang . tidak dikehendaki dapat dihindari. Selain itu, kadar air yang rendah tidak memungkinkan tumbuhnya mikroba yang dapat merusak bahan baku secara fisik dan kimiawi. 12 Pengelolaan Parca Panen Tanaman Obat 2. Pengaruh sinar ultra violet Sinar ultra violet (UV) yang terdapat pada cahaya matahari dapat menimbul- kan kerusakan kandungan kimia bahan. Senyawa tu- runan azulen pada rimpang temu hitam (Curcuma aerogi- nosa Roxb.) dan chamazulen pada bunga kamilen (Matn- caria chamomilla \..) akan rusak oleh sinar UV sehing- _ Gambar 5. Rimpang temu hitam ga warna biru kehitaman yang pada waktu segar tampalk jelas, saat dikeringkan di bawah sinar matahari langsung akan memucat dan menghilang (Paris et Moyse, 1976). Demikian pula senyawa antosian dan flavonoid pada berbagai bunga akan memucat, sedangkan warna hijau klorofil yang ada pada daun akan berubah menjadi abu-abu kotor jika bahan dikeringkan di bawah sinar matahari langsung, Kurkuminoid pada temulawak, kunyit dan jenis Cwravma lain juga sangat peka terhadap sinar UV (Ionnesen and Karisen, 1986), sehingga disarankan untuk mengeringkan bahan-bahan tersebut dengan ditutup kain hitam atau menggunakan tenda pengering yang terbuat dari plastik berwarna hitam. Selain pada pengeringan, kerusakan kandungan kimia bahan oleh sinar UV dapat juga terjadi jika dilakukan prosedur desinfeksi menggunakan radiasi ultraviolet. Pada sejumlah perusahaan jamu radiasi ultraviolet diterapkan untuk mengurangi jumlah cemaran mikroba. 13 Pengelolaan Pasea Panen Tanaman Obat 3. Faktor pemanasan Jenis kandungan kimia utama yang perlu diperhatikan terkait dengan suhu yang relatif tinggi adalah minyak atsiri. Beberapa kerugian dapat terjadi jika suhu pemanasan pada pengeringan bahan terlalu tinggi. Kerugian tersebut antara Jain bahwa komponen penyusun minyak atsiri yang berupa terpenoid hidrokarbon memiliki titik didih relatif rendah, sehingga jika dikeringkan pada suhu di atas 70°C akan banyak kehilangan komponen minyak atsiri tersebut (Anonim, 1985), Selain hilangnya kandungan kimia yang mudah menguap (volatil), komponen penyusun yang berupa seskuiterpen lakton juga tidak tahan pemanasan. Di samping minyak atsiri, senyawa yang banyak memiliki ikatan rangkap (misalnya kurkuminoid dan karotenoid) juga mudah rusak oleh pemanasan (bersifat termolabil). Selain pemanasan, oksidasi udara juga dapat menyebabkan peruraian kandungan kimia tertentu yang dipercepat jika dalam bahan terkandung enzim oksidase. 4. Derajat keasaman (pH). Pada buku Materia Medika Indonesia jilid III (Anonim, 1979) disebutkan bahwa salah satu usaha untuk memperbaiki warna temulawak kering dapat dilakukan dengan tindakan blanching yaitu pendidihan irisan temulawak segar selama beberapa jam dengan maksud untuk mematikan enzim dan menghilangkan udara. Dengan rusaknya enzim, proses biokimia berikutnya dapat dicegah. Demikian pula pati yang dikandungnya akan mengalami gelatinisasi dan pada proses pengeringan akan merupakan masa yang homogen keras. Hal ini memungkinkan perlindungan terhadap perubahan kimia 4 Pengelolaan Pasea Panen Pancman Obat dan fitokimia. Warna yang diperoleh adalah coklat kuning menyala. Sekilas perlakuan ini tampak baik, akan tetapi setelah dicoba ternyata banyak kerugian yang ditemui. Kerugian pertama adalah hilangnya scbagian minyak atsiri karena pada pendidihan selama satu jam banyak komponen minyak atsiri yang hilang terbawa oleh uap air. Kerugian kedua adalah turunnya kadar kurkuminoid karena termasuk senyawa yang tidak tahan terhadap pemanasan (termolabil). Bahkan pernah terjadi pada seorang eksportir temulawak mendidihkan temulawak dengan ait kapur sirih. Hasilnya memang warna irisan rimpang menjadi sangat menatik, yaitu oranye menyala; tetapi setelah tiga kali pengiriman ke Jerman segera dihentikan karena pihak penerima tidak mau lagi membelinya. Ternyata kadar kurkuminoid rimpang yang diperoleh dengan cara tersebut sangat rendah, karena ternyata air kaput itu bersifat basa, pada hal kurkuminoid sangat peka terhadap basa dan akan terurai menjadi asam ferulat (Tonnesen and Karlsen, 1985). Selain itu kurkuminoid kemungkinan dapat bereaksi dengan ion kalsium yang bersifat basa sehingga menjadi kurkuminat yang tidak stabil (Pramono, 2004).@ 15 Peugdolaan Pasea Panen Tanaman Obat am botol kaca 16 Bab III SIMPLISIA A. Definisi oe Obat Tradisional dan Kosmetika umumnya menggunakan tanaman obat dalam bentuk simplisia sebagai bahan baku produknya. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang telah dikeringkan. Berdasarkan bahan bakunya simplisia dibagi menjadi 3, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman (isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dati tanamannya). Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. Prosedur standar pengolahan tanaman obat menjadi simplisia bertujuan untuk memenuhi persyaratan simplisia sebagai 17 Peageolaan Pasca Pacen Tacaman Obed bahan baku obat tradisional, terutama untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan, dan khasiat sediaan akhir. Senyawa aktif merupakan hasil metabolisme sekunder, yang kemudian disebut metabolit sekunder. Metabolit sekunder adalah senyawa yang disintesis makhluk hidup (dalam hal ini tumbuhan) yang ditujukan bukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya; yakni tumbuh dan berkembang, Fungsi metabolit sekunder bervariasi pada tiap tumbuhan, tetapi umumnya berfungsi untuk mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidupnya dalam berinteraksi dengan ekosistem. Fungsi tersebut dapat dibagi menjadi 3 yakni sebagai alat pemikat serangga atau hewan lain; sebagai alat penolak terhadap berbagai gangguan (hama insekta, mikroba patogen atau hewan pemangsa); dan sebagai alat pelindung terhadap kondisi lingkungan yang ckstrim. Karakteristik yang dimiliki metabolit sekunder bersifat adapiif (bereaksi terhadap rangsang), spesifik (ekspresi respon bersifat khas) dan variatif (rangsang yang sama pada organ berbeda dalam satu spesies atau pada spesies berbeda akan menghasilkan respon berbeda). Kualitas metabolit sekunder dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor internal dan faktor cksternal. Faktor internal meliputi kualitas genetik dan umur tanaman, sedangkan faktor eksternal meliputi agroklimat (misalnya kondisi lahan, iklim, ketinggian tempat tumbuh), hama dan penyakit, cekaman lingkungan (misalnya intensitas ultraviolet yang tinggi, cematan logam berat). Waktu panen dan pengolahan pasca panen berpengaruh pula terhadap kadar metabolit sekunder. 18 Stacat B. Tahapan Pembuatan Simplisia 1. Pengumpulan bahan baku Bahan baku simplisia idealnya diperoleh dari tanaman obat yang dibudidayakan secara intensif. Proses budidaya dimulai dari pemilihan bibit unggul, pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan dan pemilihan waktu panen. Tanaman liar sebaiknya tidak digunakan sebagai bahan baku, karena kadar senyawa aktif dalam simplisia akan sangat fluktuatif. Hal ini disebabkan riwayat hidupnya tidak diketahui, umur tanaman atau bagian tanaman yang akan dipanen tidak dapat ditetapkan, spesies tanaman tidak jelas, dan lingkungan tempat tumbuh tidak dapat terkontrol; selain itu tidak ada jaminan kesinambungan pengadaan bahan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan bahan baku simplisia adalah bagian tanaman yang akan digunakan, umur tanaman atau bagian tanaman saat panen, serta waktu yang tepat untuk panen. a. Bagian tanaman Distribusi senyawa aktif dalam tanaman biasanya tidak merata. Metabolit sekunder diproduksi dan diakumulasi pada organ bahkan pada jatingan tertentu, walaupun ada metabolit sekunder yang terdistribusi pada berbagai organ. Sebagai ilustrasi, hasil penelitian (Suganda AG. 2002), pada tanaman kecubung (Datura metel) yang ditanam pada ketinggian 2166 m dpl, kadar alkaloid tettinggi terakumulasi pada bunga (0,99%), diikuti akar (0,89%), daun (0,58%), batang (0,46%), dan yang paling sedikit pada biji (0,19%). Prosentase kadar alkaloid di berbagai bagian tanaman kecubung secara kuantitatif ternyata berbeda signifikan. 19 Pengelolaan Parca Panen Tanaman Obat 20 Contoh metabolit sekunder lain, misalnya kurkumi- noid hanya dijumpai pada rimpang, kapsaisin hanya dijumpai pada buah, kinin dijumpai pada kulit kayu, zat pahit pada tanaman sambiloto paling banyak terdapat pada daun dan hanya sedikit dalam herba, sehingga apabila proses ditujukan untuk mengisolasi andrografolida lebih efisien apabila dapat dipisahkan antara daun dan batangnya. re Gambar 7. Tanaman sambiloto dan simplisianya Ada pula beberapa tanaman yang kadar senyawa aktifnya terdistribusi merata di seluruh bagian. Tanaman ini biasanya termasuk golongan herba semusim, dan panen dilakukan dengan mencabut keseluruhan bagian tanaman hingga akarnya. Contoh tanaman ini adalah meniran (Phyllantus niruri). Umur tanaman dan bagian tanaman Usia tanaman dan organ tanaman merupakan faktor yang punya kaitan erat dengan kandungan metabolit sekunder, Umur tanaman yang siap dipanen berkaitan dengan golongan tanaman bersangkutan. Tanaman monokarpik atau tanaman semusim (panen hanya dapat dilakukan satu kali lalu tanaman akan mati) dan polikarpik Senplioca (panen dapat dilakukan’secara periodik). Tanaman annual merupakan tanaman yang hanya berumur satu tahun dengan siklus vegetatif berlangsung dalam beberapa bulan, misalnya adas (Foeniculum mulgare), tembakau (Nicotiana tovaccum), dan ketambar (Coriandrum sativum). Penelitian yang dilakukan terhadap kadar alkaloid to- tal (Scopolamin dan Hiosiamin) daun Daiura tatu/a dengan variasi umur panen menunjukkan perbedaan secara kuantitatif: Kandungan alkaloid total tertinggi diperoleh saat panen dilakukan pada umur 3-5 bulan, diikuti saat bunga pertama mekar, kemudian saat awal pematangan buah, dan terakhir saat muncul kuncup bunga pertama. Kapsaisin pada cabe atau lombok hanya diproduksi pada buah yang telah mencapai ukuran panjang maksimal, dan kadarnya tertinggi pada buah yang tua sebelum matang. Sebaliknya kandungan senyawa aktif yang berkhasiat sebagai penurun kadar gula darah (hypoglikemik) pada daun salam, justru kadarnya lebih tinggi pada daun yang masih muda dibandingkan daun yang sudah tua (Sukrasno dan Sukmaya, 2003). . Waktu/musim panen Musim berkaitan erat dengan fase aktivitas fisiologis tanaman sehingga akan berdampak pula pada kandungan metabolit sekunder yang pada umumnya dibentuk saat akhir masa pertumbuhan, yaitu ketika suplai nutrisi sudah terbatas dan tidak mencukupi lagi untuk pertumbuhan. Keterbatasan suplai ini dapat disebabkan berkurangnya kadar air dalam tanah atau cekaman lingkungan yang lain seperti suhu, salinitas, tonisitas dan sebagainya. 21 Peagelolaan Pasea Panen Tanaman Obat 22 Secara umum panen dilakukan pada musim kemarau agar penanganannya lebih mudah, terutama efektivitas pengeringan dan penyimpanan. Tanaman dengan komponen kimia yang mudah rusak oleh hujan (misalnya gom, resin dan lateks) juga dianjurkan untuk dipanen saat tousim kemarau. Satu penelitian telah dilakukan di Aus- tralia pada daun Duboisia myoporoides pada pohon yang sama, tetapi dipanen pada bulan yang berbeda. Daun yang dipanen pada bulan Oktober (musim semi) memiliki kandungan 3% hiosiamin dan berbeda baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan daun yang dipanen pada bulan April (musim gugut). Ephedra sinica mempunyai kandungan alkaloid tertinggi pada musim gugur. Rimpang sejumlah tanaman empon-empon lebih tepat dipanen pada akhir musim penghujan atau awal musim kemarau. Rimpang iles manan (Amorphophalus oncophyllus) terdegradasi dalam tanah dan pada waktu pohon aktif tumbuh ukuran rimpangnya sangat kecil. Hal ini sangat berbeda dengan suweg (Amorphophalus campanulatus). Mesakonitin pada tuber utama Avonitum triphylium paling tinggi pada bulan Maret dan paling rendah pada bulan Desember, sedangkan komposisinya juga berubah, pada bulan Desember komponen terbanyak adalah hipokonitin. Selain iru, kandungan dan komposisinya juga bervariasi antara tuber induk dan tuber anakan (Lee, at al, 2004). Waktu panen dalam sehari (pagi, siang, sore) juga perlu diperhatikan. Variasi waktu pagi dan siang akan berdampak pada kandungan metabolit sekunder terutama metabolit- metabolit yang dihasilkan melahui eksudasi. Cahaya matahari Senelisi cenderung menginisiasi penghentian eksudasi. Tanaman dengan kandungan minyak atsiri yang tinggi dipanen saat pagi hari sebelum matahari terbit agar minyaknya tidak banyak yang hilang. Waktu panen dalam sehari ditentukan berdasarkan stabilitas kimia dan fisika senyawa aktif dalam tanaman bersangkutan terhadap panas matahari. Bagian tanaman, umur tanaman dan waktu panen sangat bervariasi pada setiap jenis tanaman. Penentuan ketiga hal tersebut dilakukan dengan penelitian yang intensif terhadap tanaman yang bersangkutan. Adapun aturan umum pemanenan bahan simplisia (menurut Samuelson, 1999) adalah sebagai berikut: Y Akar dan rimpang (radix dan thizoma) dipanen pada akhir masa vegetasi. Di daerah sub tropis pada musim gugur, atau di Indonesia pada awal musim kemarau Y Kulit kayu atau kulit akar (kortek), dipanen pada waktu aktivitas kambium maksimal dan kaya akan sel-sel parenkhim yang belum mengalami diferensiasi agar mudah dikelupas. Di daerah sub tropis pada musim semi, sedangkan di Indonesia pada musim penghujan Y Daun dan herba dipanen pada saat tumbuhan mulai atau menjelang berbunga Y Bunga dipanen pada saat mahkota bunga mekar sempurna, kecuali bunga cengkeh dipanen sebelum tunas bunga membuka Y Buah dan biji dipanen pada saat buah masak sempurna Pengumpulan bahan baku dapat dilakukan secara manual (dengan tangan), bisa juga menggunakan alat atau 23 Pengelolaan Parca Panen Janaman Obat mesin. Pengumpulan dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak bahan dan tanaman induknya, bahan yang dikumpulkan benar-benar dipilih sesuai kebutuhan. Penggunaan alat-alat dari logam sebailnya dihindari karena akan merusak bebetapa senyawa kimia yang terdapat dalam tanaman, misalnya tanin, fenol dan glikosida. ‘Tabel 1. Bagian tanaman, cara pengumpulan dan kadar air simplisia No | Bagian tanaman (Cara pengumpulan Kadar air T | Kulit batang | Dikupas dg alat bukan logam. utk tanaman | < 10% (cortex) yang mengandung minyak atsiri dan senyawa fenol) dari batang utama/cabang 2 | Batang (caulis)_| Batang dipotong-potong dg ukuran tertentu_| = 10% 3 | Kayu (ignum) | Dari batang atau caban dikelupas kulitnya, | <10% dipotong-potong atau diserut 4 | Daun (Folia) | Dipilih yang telah tua, dipetik satu persatu | 5-9% 5 | Bunga (flos) | Kuncup atau yg telah mekar atau mahkota_| 5-8% bunga, dipetik secara manual 6 | Pucuk (shoot) | Pucuk daun muda atau bunga dipetik <8% secara manual T | Akar (radix) | Digali dan dipotong-potong dengan ukuran | <10% tertentu 8 | Rimpang Digali atau dicabut, dibersihkan (akardi- | <9% (chizoma) buang), dirajang dg ketebalan tertentur 9 | Buah (fructus) | Dipilih yang tua, hampir/telah masak, <8% dipetik secara manual 10 Diambil dari buah yang telah masak, kupas | < 10% kulit buahnya dan dikumpulkan bijinya 11 | Kulit buah Dikumpulkan dari buah yg tuadikupas | <8% 12 | Umbi (bulbus) | Tanaman dicabut, dipisahkan dari akar dan | < 10% daunnya Sortasi basah Sortasi basah dilakukan pada bahan segar dengan cara memisahkan kotoran dan atau bahan asing lainnya yang terikut saat pengumpulan, seperti tanah, kerikil, rumput, gulma, dan bagian tanaman yang tidak diinginkan. Tanah sangat potensial 24 Sapien sebagai tempat hidup mikroba yang dapat menurunkan mutu simplisia. Dilakukan pula pemilahan bahan berdasarkan ukuran panjang, lebat, besar ataupun kecil. Sortasi basah berfungsi untuk mengurangi cematan mikroba, serta memperoleh simplisia dengan jenis dan ukuran seperti yang dikehendaki. Sortasi basah diterapkan pada bagian tanaman daun, rimpang, kulit batang dan sebagainya. Proses sortasi harus dilakukan secara teliti dan cermat Kotoran ringan yang terdapat pada bahan simplisia berukuran kecil, dapat dipisahkan menggunakan nyiru dengan arah gerakan ke atas, ke bawah dan berputar. Kotoran akan beterbangan dan terpisah dari bahan simplisia. Kegiatan sortasi basah dapat pula dilakukan bersamaan dengan pencucian dan penirisan. Pada saat pencucian, bahan dibolak- balik dengan memisahkan kotoran yang menempel atau terikut dalam bahan. . Pencucian ‘Tanah dan kotoran yang tidak dapat dihilangkan pada kegiatan sortasi basah dapat dibersihkan pada tahap pencucian. Pencucian berfungsi untuk menurunkan jumlah mikroba yang menyebabkan pembusukan dan membuat penampilan fisik simplisia lebih menarik. Pencucian harus dilakukan terutama pada bahan simplisia yang berada di dalam tanah atau dekat dengan permukaan tanah, misalnya rimpang, umbi, akar dan batang yang merambat serta daun yang melekat/dekat dengan permukaan tanah. 25 Peagelolaan Pasca Pawen Tanaman Obat Gambar 8, Pencucian herba pegagan Pencucian dilakukan dengan air bersih (standar air minum), sebaiknya dengan air mengalir agar kotoran yang terlepas tidak menempel kembali. Kotoran yang melekat dengan kuat dan berada di bagian yang susah dibersihkan dapat dihilangkan dengan penyemprotan air bertekanan tinggi. Simplisia yang mengandung senyawa aktif bersifat polar atau mudah larut dalam air sebaiknya tidak dicuci atau direndam terlalu lama. Pencucian simplisia dalam jumlah besar dapat dilakukan dalam bak bertingkat yang menerapkan konsep air mengalir. 26 Keterangan : A= saluran air bersih, B = bak pencucian terakhir, C & E=saluran air, D = bak pencucian tahap ke-2, F=bak pencucian awal, G=saluran pembuangan limbah Gambar. 9. Bak pencucian bertingkat Setelah dicuci, bahan simplisia ditiriskan dengan cara dihamparkan di atas tikar atau alas lain yang berlubang lubang dan ditaruh di atas tak yang bersih. Penitisan dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan kandungan air dipermukaan bahan dan dilakukan sesegera mungkin schabis dicuci. Selama ditiriskan bahan seringkali dibalik agar air cepat menetes dan menguap. Penirisan dilakukan di tempat yang agak teduh dan terlindung dari sinar matahari langsung serta mendapatkan aliran udara yang cukup agar terhindar dari fermentasi dan pembusukan. . Perajangan (pengubahan bentuk) Beberapa jenis bahan baku simplisia seringkali harus diubah menjadi bentuk lain misalnya irisan, potongan dan serutan, untuk memudahkan kegiatan pengeringan, pengemasan, penggilingan dan penyimpanan serta pengolahan selanjutnya. 7: Gambar 10, Rimpang temulawak dan irisannya Selain itu juga dimaksudkan untuk memperbaiki penampilan fisik dan memenuhi standar kualitas (terutama keseragaman ukuran) serta membuat agar lebih praktis dan tahan lama dalam penyimpanan. Harus dilakukan hati-hati dengan pertimbangan yang tepat karena perlakuan yang salah justru berakibat menurunkan kualitas simplisia yang diperoleh. Gambar 11. Alat perajang sederhana 28 Cian: Tidak semua jenis simplisia mengalami pengubahan bentuk, umumnya hanya terbatas pada simplisia rimpang, akar, umbi, batang, kayu dan kulit batang atau kulit aka. Bahan simplisia yang baru dipanen sebaiknya dijemur terlebih dahulu selama satu hari untuk mengurangi atau mencegah timbulnya pewarnaan akibat reaksi antara bahan dengan logam pisau. Pengirisan bahan simplisia dapat dilakukan dengan mengguna- kan pisau atau alat perajang khusus agar diperoleh ukuran yang seragam. Mata pisau sebaiknya tidak terbuat dari logam yang mudah berkarat, agar tidak merusak penampilan fisik dan senyawa aktif simplisia. Saat ini telah berkembang alat perajang simplisia baik yang sederhana (secara manual) mau- pun yang menggunakan tenaga kayuh dan peralatan elektrik dengan menggunakan generator, Sedangkan untuk memper- oleh simplisia serutan (misalnya kayu secang) digunakan alat penyerut kayu (elektrik) yang dapat diatur ukuan ketebalanya. Keterangen A 4 = Tempat morn ic o E Sade} unrule dude Gambar 12. Alat perajang dengan tenaga kayuh Pengetotaan Patea Panea Tanaman Obat Semakin tipis ukuran hasil rajangan/serutan akan mempercepat proses penguapan air schingga mempercepat waktu pengeringan, namun jika terlalu tipis dapat menyebabkan ber-kurangnya kadar senyawa aktif, terutama senyawa yang mudah menguap (misalnya minyak atsiri) sehingga dapat mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang diinginkan. Selain itu irisan yang terlalu tipis juga menyebabkan simplisia mudah rusak saat dilakukan pengemasan (packing). Selain ketebalan irisan, arah irisan juga perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi kandungan senyawa aktifnya (terutama yang volatile) sehingga ada perusahaan jamu yang menghendaki untuk simplisia jahe misalnya dengan arah irisan membujur. Selama proses pengubahan bentuk diusahakan agar jumlah mikroba tidak bertambah. 5. Pengeringan Bahan tanaman jarang sekali digunakan dalam keadaan segar, karena mudah rusak dan tidak dapat disimpan dalam waktu lama. Bahan segar biasanya digunakan pada penyarian minyak atsiti. Masyarakat sering pula menggunakan bahan segar untuk dikonsumsi sendiri. Tanaman hidup mengalami kese-imbangan proses metabolisme, yaitu proses biosintesis, transformasi dan penggunaan isi sel. Segera setelah dipanen, terjadi perubahan kese-imbangan; awalnya masih terjadi penggunaan cadangan makanan untuk bertahan hidup; kemudian setelah cadangan makanan habis terjadi kematian sel. Kecepatan kematian sel tergantung pada jenis tanaman yang dipanen, suhu dan kelembaban udara. Pada kadar air tertentu (di atas 10%), tanaman 30 Sinaloa yang telah dipanen masih mengalami peruraian enzimatik; kapang dan jamur masih dapat tumbuh sehingga kerusakan bahan tidak dapat dihindari. Peruraian enzimatik terjadi di dalam cairan vakuola. Caitan vakuola merupakan media pelarut beberapa senyawa aktif tanaman, seperti glikosida, garam alkaloid, tanin, flavonoid dan antosianin. Senyawa aktif tersebut mudah rusak oleh enzim, schingga terjadi hidrolisis, polimetisasi, oksidasi, dan rasemisasi. Kerusakan senyawa aktif karena reaksi enzimatis tersebut tentunya akan mengakibatkan penurunan kualitas simplisia yang dihasilkan. Reaksi enzimatis dapat dihentikan dengan cara pengeringan, yaitu suatu upaya untuk menurunkan kadar air bahan simplisia hingga tingkat yang diingin-kan. Pengeringan juga bermanfaat untuk mencegah timbulnya jamur dan bakteri, yang membutuhkan air dalam jumlah tertentu untuk kelangsungan hidupnya. Persyaratan kadar air untuk mencegah terjadinya reaksi enzimatis dan pertumbuhan jamur dan bakteri, terutama untuk bahan simplisia nabati adalah kurang dari 10%. Bahkan ada beberapa pustaka mempersya- ratkan kurang dari 5%. Dilain fihak ada pula bahan simplisia tertentu yang memerlukan proses enzimatik setelah peme- tikan/panen, sehingga diperlukan pelayuan (pada suhu dan kelembaban relatif atau R/ tertentu) atau pengeringan bertahap sebelum proses pengeringan sebenarnya. Proses enzimatik disini sangat perlu mengingat senyawa aktif masih dalam ikatan kompleks. Misalnya buah vanili (V/anilaplanifolia) dan buah kola (Cola nitida). Tetapi untuk simplisia yang mengandung senyawa aktif mudah menguap, penundaan pengeringan justru akan menurunkan kadar senyawa aktifnya. 31 Pengetolaan Pasca Panen Tanaman Obat Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu, kelembaban udara, kecepatan aliran udara, waktu (amanya) pengeringan dan luas permukaan bahan. Dengan pengeringan yang benar, diharapkan dapat dihindari terjadinya face hardeningyang berarti bagian luarnya kering tetapi bagian dalamnya masih basah. Hal ini dapat terjadi apabila irisan/rajangan bahan simplisia terlalu tebal atau suhu pengeringan terlalu tinggi dalam waktu yang singkat atau oleh suatu keadaan yang menyebabkan penguapan air di permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan bahan, Akibatnya bagian luar bahan menjadi keras dan menghambat proses pengeringan lebih lanjut. Pada dasatnya pengeringan bahan simplisia dapat dilakukan dengan dua cata, yaitu secara alamiah dan buatan a. Pengeringan secara alamiah Cara pengeringan ini memanfaatkan unsut iklim, di antaranya cahaya matahari, hembusan angin, dan pergan- tian udara. Pengeringan secara alamiah dapat dila~ kukan dengan 2 cara: 1). Pengeringan di bawah sinar matahari Cara ini merupa-~ kan pengering-an yang paling ekonomis jika dilakukan di daerah berhawa panas dan kering, Bahan simpli- Gambar 13, Penjemuran simplisia 32 Stonplisia sia dihamparkan dengan ketebalan tertentu pada alas berlubang yang terbuat dari kain, tikar, kayu atau bam- bu. Sebaikaya bahan simplisia tidak langsung dikering- kan di atas permukaan tanah karena akan memacu pertumbuhan jamur dan bakteri. Gambar 14, Alat pengering bertenaga matahari Keterangan: A= atap yang terbuat dari kaca, pengering, D = lubang-lubang angin, F lubang angin-angin penampung panas dari logam, C= rale-rale intu, F=lapisan ijuk penyerap uap air, G = Beberapa kelemahan pengeringan dengan cara ini adalah suhu dan kelembaban yang tidak dapat dikontrol; membutuhkan tempat yang luas dan terbuka sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasi miktoba lebih besar; sinar ultraviolet dan infra merah yang terdapat dalam sinar matahari berpotensi merusak senyawa aktif beberapa simplisia. Kerusakan senyawa aktif simplisia saat dikeringkan di bawah sinar matahari dapat diminimalkan dengan cara menutupnya dengan kain hitam. Hasil penelitian terhadap rimpang temu hitam: jika dikeringkan di bawah sinar matahari langsung, 33 Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat 34 timpang kehilangan warna birunya; sedangkan jika ditutup dengan kain hitam, warna biru masih tetap ada. Warna biru tersebut kemungkinan adalah derivat azulen, suatu senyawa golongan seskuiterpen yang tidak stabil. Simplisia bunga dan daun yang mengandung minyak atsiri sebaiknya tidak dikeringkan di bawah sinar matahari langsung karena warnanya akan rusak, dan kandungan minyak atsirinya banyak yang hilang. Bahan baku simplisia yang dapat dikeringkan dengan sinar matahari langsung adalah akar, kulit batang dan biji- bijian. 2). Pengeringan di tempat teduh Cara pengeringan ini dilakukan dengan mengham- parkan bahan diatas tikar atau anyaman bambu, di dalam suatu ruangan yang terlindung dari sinar matahari dan hujan. Cara ini biasanya digunakan pada bahan baku simplisia yang kandungan utamanya minyak atsiri atau senyawa kimia lain yang bersifat termolabil. Hasil penelitian (Sutjipto,dkk, 2001), terhadap daun kumis kucing (Orthosipon staminens L.) yang dikeringkan di bawah sinar matahari langsung memiliki kadar flavonoid yang lebih kecil (0,527%) dibandingkan jika dikeringkan di tempat teduh (0,880%). Selain perbedaan kadar flavonoid, penampakan fisik daun kumis kucing yang dikeringkan di tempat teduh lebih menarik (coklat kehijauan) dibandingkan di bawah sinar matahari langsung (coklat). a a TALL e es Gambar 15. Rak-rak pengeringan di tempat teduh Salah satu kelemahan cara ini adalah waktu yang dibutuhkan relatif lama karena lambatnya penguapan air dalam bahan simplisia sehingga sangat berpotensi sebagai media tumbuhnya jamur, kapang dan khamir. b. Pengeringan buatan Pengeringan buatan dilakukan dengan menggunakan suatu alat yang memanfaatkan energi panas, listrik, atau api. Alat tersebut dapat digunakan tanpa bergantung pada keadaan cuaca dan suhu dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan. Penggunaan alat ini dapat mempercepat pengeringan dan menekan kerusakan simplisia serta kontaminasi jamur hingga seminimal mungkin. Pada prinsipnya mekanisme kerja alat pengering adalah pengaliran udara panas yang berasal dari sumber panas tertentu, seperti kompor, lampu, mesin disel, atau 35 Pongelolaan Pasca Panen Tanaman Obat 36 listrik, ke dalam ruangan yang berisi hamparan bahan yang akan dikeringkan. Ruangan pengering dapat dilengkapi dengan rak-rak untuk menghamparkan bahan sehingga kapasitas ruangan lebih banyak lagi. Oven merupakan salah i satu alat pengering buatan dengan teknologi modern. Suhu dapat diatur tepat sesuai dengan keinginan dan kebu- tuhan, namun kapasitasnya relatif sedikit sehingga jarang digunakan untuk kepenting- an industri (dalam skala be~ sat). Oven biasanya diguna- ‘Gambarns. Over kan untuk keperluan peneliti- an (dalam skala kecil hingga sedang) di laboratorium. Suhu pengeringan tergantung dari bahan simplisia dan cara pengeringan-nya. Bahan simplisia pada umunya dapat dikeringkan pada suhu kurang dari atau sama dengan 60°C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif volatile dan termolabil, sebaiknya dikeringkan pada suhu rendah (30-40°C) selama waktu tertentu. Dalam hal ini dapat pula digunakan cara pengeringan vakum (dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau almari pengering), schingga tekananya kira-kira 5 mm Hg, Kelembaban dalam ruang pengering juga dipengaruhi oleh bahan simplisia, cara pengeringan dan tahapan-tahapan selama penge- ringan. Kelembaban akan menurun selama berlangsungnya proses pengeringan. Sint Gambar 17. Modifikasi rak dalam almari pengering buatan Dengan pengeringan buatan umumnya didapatkan simplisia dengan mutu lebih baik, karena pengeringan lebih merata dan waktu yang diperlukan telatif cepat, tidak tergantung pada cuaca. Selain proses pengeringan dapat dipersingkat, kadar air simplisia juga dapat ditekan serendah mungkin. . Sortasi kering Prinsip kegiatan sortasi kering sama dengan sortasi basah, tetapi dilakukan saat bahan simplisia telah kering sebelum dikemas. Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing dan pengotor lain yang masih ada, seperti bagian yang tidak diinginkan, tanah, atau pasir. Kegiatan sortasi kering dilakukan untuk lebih 3ST Pegelolean Pasca Pawcn Panama Obat menjamin simplisia benar-benar bebas dari bahan asing. Kegiatan ini dapat dilakukan secara manual atau mekanis, simplisia yang telah bersih dari bahan asing kadang untuk tujuan tertentu (misalnya agar memenuhi standar mutu) masih perlu dilakukan grading atau pemisahan menurut ukuran sehingga diperoleh simplisia dengan ukuran seragam. Proses ini merupakan tahap akhir pembuatan simplisia sebelum dilakukan pengepakan dan penyimpanan. 7. Pengemasan Pengemasan atau pengepakan simplisia sangat berpenga- uh terhadap mutu simplisia terkait dengan pengangkutan dan penyimpanan. Kegiatan ini bertujuan untuk melindungi (proteksi) simplisia saat pengangkutan, distribusi dan penyimpanan, dari gangguan luar seperti suhu, kelembaban, simar, pencemaran mikroba, serta serangan berbagai jenis serangga. Bahan pengemas dapat terbuat dari plastik, kertas, kayu, rami, porselin, kaca dan kaleng. Guci porselin dan botol kaca biasanya digunakan untuk menyimpan simplisia yang berbentuk cairan. Simplisia daun dan herba biasanya dimam- patkan terlebih dulu untuk mempermudah pengemasan dan pengangkutan. Setelah padat dilakukan pengemasan dengan menggunakan karung plastik yang dijahit tiap sisinya. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi bahan pengemas adalah: a. Bersifatinert/netral, artinya tidak bereaksi dengan simplisia yang dapat berakibat terjadinya perubahan bau, tasa, kadar air dan kandungan senyawa kimianya. b. Mampu mencegah terjadinya kerusakan mekanis 38 Siomplisi c. Mampu mencegah terjadinya kerusakan fisiologis, misalnya karena pengaruh sinar dan kelembaban. Selain ketiga hal tersebut, bahan pengemas sebaiknya mudah digunakan, tidak terlalu berat dengan harga yang relatif murah. 8. Penyimpanan Kegiatan penyimpanan dilakukan bila simplisia secara kuantitatif melebihi kebutuhan serta untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang. Penyimpanan merupakan upaya untuk mempertahankan kualitas simplisia, baik fisik maupun jenis dan kadar senyawa kimianya, sehingga tetap memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Selama penyimpanan, simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena beberapa faktor baik internal maupun cksternal berikut ini: a. Cahaya, sinar dengan panjang gelombang tertentu dapat berpengaruh pada mutu simplisia secara fisik dan kimiawi (misalnya terjadi proses isomerasi dan polimerasi) b. Oksidasi, dengan adanya oksigen dari udara dapat menyebabkan teroksidasinya senyawa aktif simplisia sehingga kualitasnya menurun. «. Reaksi kimiawi internal, yaitu terjadinya perubahan kimia simplisia karena proses fermentasi, polimerisasi atau autooksidasi d. Debidrasi, apabila kelembaban di luar lebih rendah dari pada kelembaban di dalam simplisia maka akan terjadi proses kehilangan air yang dikenal dengan istilah “shrinkage” e. Absorbsi air, pada simplisia yang higroskopis dapat menyerap air dari lingkungan sekitarnya 89 Pengelolaan Pasca Dance Tawaman Obat f Kontaminast, samber kontaminan utamanya debu, pasir, kotoran, bahan asing (minyak tumpah, organ binatang/ manusia seperti kuku, rambut dan lain lain) dan fragmen wadah (plastik, goni dan sebagainya). g. Serangga, dapat menimbulkan kerusakan dan pengotoran simplisia dalam bentuk larva, imago dan sisa-sisa mietamorfosisnya (seperti kulit telur, kerangka yang telah usang dan lain-lain) 4. Kapang, jika kadar air simplisia masih tinggi akan mudah ditumbuhi kapang sehingga senyawa aktif dapat terurai atau menghasilkan aflatoksin yang membahayakan bila dikonsumsi. Tempat penyimpanan (gudang) simplisia harus memenuhi persyaratan tertentu dan terpisah dari tempat penyimpanan bahan atau alat yang lain. Beberapa persyaratan fisik yang harus dipenuhi adalah: 1. ventilasi udara yang cukup baik, agar sirkulasi udara tetap lancar 2. tingkat kelembaban rendah 3. tidak ada kebocoran 4. sinar matahari tidak dapat masuk secara langsung, sehingga tidak memicu terjadinya penguapan dan kerusakan senyawa aktif yang terdapat dalam simplisia 5. dapat mencegah masuknya serangga dan tikus Cara penyimpanan simplisia sejenis harus memenuhi kaidah first in first out, artinya simplisia yang disimpan lebih awal harus digunakan terlebih dahulu. Untuk melengkapi 40 Spl uraian diatas, pada tabel berikut ini disajikan parameter kontrol kualitas bebetapa tahapan penyiapan simplisia. Tabel 2. Tujuan proses dan parameter kontrol kualitas tahapan penyiapan simplisia Tahapan ‘Tujuan Proses Parameter kontrol kualitas Sortasi Kebenaran bahan Mikroskopis dan makroskopis Eliminasi bahan Prosentasi bahan organic asing organik asing Pencucian | Eliminasi cemaran Angka cemaran mikroba dan fisis, mikroba dan pestisida pestisida Perajangan | Aspek kepraktisan | Keseragaman bentuk & ukuran dan grading serta Mudah dikeringkan & dikemas memudahkan proses berikutnya Pengeringan | Pencapaian kadar air _| Kadar air dan stabilitas <10% kandungan kimia Pengemasan | Mencegah kontami- | Angka cemaran mikroba nasi dan menjaga ke- | Kadar air/susut pengeringan stabilan tingkat kekeringan bahan 41 Borbagat Yencs Sienplivia 3. Pengubahan bentuk Potongan batang atau cabang dibelah dengan sabit atau gergaji, kemudian digunakan serut atau pasah untuk mengubah bentuknya menjadi kecil-kecil dan tipis; dikumpulkan dan dikeringkan. 4. Pengeringan, Pengemasan dan Penyimpanan Serutan batang segera dikeringkan di bawah sinar matahari langsung atau dengan alat pengering. Proses pengeringan dilakukan hingga serutan kayu benar-benar kering, yang ditandai dengan semakin kerasnya kayu namun, mudah dipatahkan, berwarna merah menyala hingga kecoklatan, berbau khas dan berasa lemah. Setelah proses pengeringan selesai, dilakukan sortasi kering. Bagian yang rusak atau yang tidak diinginkan dan kotoran yang masih tersisa dipisahkan; simplisia dikemas dalam karung plastik dan siap digunakan atau disimpan.O) 81 Bab V PENUTUP e-" perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang industri obat tradisional, belum diikuti oleh pengembangan dibidang pengadaan bahan baku di lapangan. Budidaya dan pengelolaan pascapanen tanaman obat belum memasyarakat dan umumnya kurang diperhitungkan sebagai suatu bagian dari sistem agroindustri dan agrofarmasi. Akibatnya kadang terjadi ketimpangan karena kurang terjaminya suplay bahan baku dan terjadinya penyusutan kualitas dan kuantitas simplisia di pasaran. Dengan pengelolaan pascapanen tanaman obat secara saksama diharapkan dapat bermanfaat untuk menjaga kestabilan mutu simplisia nabati. Secara umum pengelolaan pascapanen tanaman obat dapat: 1. mencegah terjadinya perubahan fisiologis bahan 2. mencegah timbulnya gangguan mikroba patogen 3. mencegah kerusakan penyimpanan akibat gangguan hama serta 4. mengurangi kehilangan atau kerusakan fisik akibat pemanenan dan pengangkutan. 83 Pengelolaan Pasca Pance Tacamau Oat Disadari bahwa dalam pengelolaan dan pengolahan simplisia nabati masih terdapat kendala di tingkat petani tanaman obat, industri OT maupun eksportir simplisia. Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap mutu simplisia, diantaranya sumber bahan bakunya, cara panen dan penanganan pascapanen. Dengan penanganan pascapanen yang tepat diharapkan dapat menjaga tingkat kebersihan bahan baku simplisia sehingga diperoleh simplisia bermutu yang tetap terjaga stabilitas dan homogenitas komposisinya.Q) DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Departemen Keschatan RL Jakarta. Barwa, Nuning S. 2004. Prospek Pengembangan dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat Indonesia. Prosiding Semi- nar Nasional XXV Tumbuhan Obat Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Obat. Tawangmangu. Jawa Tengah. D’Amelio F8,Sr. 1999. Botanicals, A Phytocosmetic Desk Reference, CRC Press, Boca Raton Djumidi. 1990. Penelitian Pasca Panen Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) dan Rimpang Kunyit (Cur cuma domestica Val) dalam Rangka Memperoleh Simplisia Standard. Laporan Penelitian. Departemen Kesehatan RI. Badan Litbangkes. Balai Penelitian Tanaman Obat. Tawangmangu. Jawa Tengah. Jokopriyambodo, Wahyu. 2003. Penentuan umur panen dan waktu tenggang antara panen sampai proses pengeringan pada standarisasi tanaman sambiloto. Laporan Penelitian. Departemen Kesehatan RI. Badan Litbangkes. Balai Penelitian Tanaman Obat. Tawangmangu. Jawa Tengah. 85 Pengelalaan Pasea Pawen Tanaman Obat Kardono LB. Artanti N. Dewiyanti ID. Basuki T. Padmawinata K. 2003. Selected Indonesian Medicinal Plants: Monographs & Descriptions. Grasindo. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Katno. 1999. Penyimpanan Simplisia Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill) Hasil Budidaya, Laporan Penelitian. Departemen Kesehatan RI. Badan Litbangkes. Balai Penelitian Tanaman Obat. Tawangmangu. Jawa Tengah. Kindersley D. & Chevvalier A. 1996. The Encyclopedia of Medict- nal Plants. A Practical Reference Guide to over 550 Key Herbs and Their Medicinal Uses. New Interlitho. Milan. Talia. Paris RR et Mosye H. 1981. Precis de Matiere Medicale. Masson. Paris Pramono, Suwidjiyo 1985, Pascapanen Tanaman Obat ditinjau dari kandungan kimianya, Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Tanaman Obat, UNSOED, Purwokerto Pramono, Suwijiyo. 2004. Temulawak sebagai tanaman unggulan asli Indonesia. Prosiding Seminar Nasional XXV Tumbuhan Obat Indonesia. Pokjanas TOI dan BPTO Tawangmangu Pramono, Suwijiyo. 2006. Peningkatan Efektivitas dan Daya Saing Obat Alami Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Risfaheri & Hidayat, Tatang. 1996. Teknologi Pengeringan Simplisia untuk Pedesaan. Prosiding Simposium Penelitian Bahan Obat Alami VIII. Perhimpunan Peneliti Daftar Pustaka Bahan Obat Alami (PERHIPBA) bekerja sama dengan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Siswanto, Yuli Widiyastut. 1997. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial. Trubus Agriwidya. Ungaran. Semarang. Jawa Tengah. Siswanto, Yuli Widiyastuti. Sutjipto. Djumidi. 1996. Penelitian Ketersediaan Simplisia Tumbuhan Obat Langka di Pasatan Bebas. Perhimpunan Peneliti Bahan Obat Alami (PERHIPBA) beketja sama dengan Balai Penclitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO). Bogor. Sudarsono, Gunawan D, Wahyuono S., Donatus IA, Purnomo, 1996, Tumbuhan Obat : Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan Penggunaan, PPOT, UGM Yogyakarta Suganda, Asep Gana. 2002. Standardisasi Simplisia, Ekstrak, dan Produk Obat Bahan Alam. Prosiding Simposium Standardisasi Jamu dan Fitofarmaka. Departemen Farmasi. Fakultas Matematika dan IImu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Bandung. Sugiarso, Sugeng. 2004. Peningkatan minyak atsiti dan piperin buah cabe jawa melalui intervensi teknologi pascapanen. Laporan Penelitian. Departemen Kesehatan RI. Badan Litbangkes. Balai Penclitian Tanaman Obat. ‘Tawangmangu. Jawa Tengah. Sukadi. 2001. Perbandingan Kadar Relatif Sineol dan Kariofilen sebagai Parameter Penentu Saat Panen Rimpang Temu Hitam (Cwrcuma aeruginosa Roxb). Skripsi. Fakultas Farmasi. UGM. Yogyakarta. 87 Pengelolaan Pasea Pawan Tanaman Obat Sukrasno, Fidriany I., dan Niar Y. 2003. Pengaruh penyimpanan timpang temulawak terhadap kandungan kurkuminoid. Acta Pharmaceutica Indonesia (28):44-51 Sukrasno, Fidriany I., dan Yoanne E. 2000. Pengaruh penyimpanan rimpang jahe terhadap kandungan kandungan dan kualitas minyak jahe. Acta Pharmaceutica Indonesia (25):93-100 Sukrasno, Sukmaya, D. 2003. Optimasi pernyekaian serbuk daun salam dengan penyari air. Acta Pharmaceutica Indonesia (28):20-35 Sumaryono, Wahono. 2004 Strategi Pengembangan Teknologi Formulasi dan Manufaktur Obat Alami Temulawak, Mengkudu dan Jinten. Prosiding Seminar Nasional XXV Tumbuhan Obat Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Obat. Tawangmangu. Jawa Tengah. Samuelsson G. 1999. Drag of Natural Origin. Swedish Pharma- ceutical Press. Stockholm Sutarjadi, H. 2002. Arah Pengembangan Obat Tradisional. Prosiding Simposium Standardisasi Jamu dan Fitofatmaka. Departemen Farmasi. Fakultas Matematika dan [mu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Bandung. Sutjipto. 1995. Penelitian Pengeringan 3 Bahan Tanaman Obat yang Mengandung Minyak Atsiri. Laporan Penelitian. Departemen Kesehatan RI. Badan Litbangkes. Balai Penelitian Tanaman Obat. Tawangmangu. Sutjpto. 2001. Penelitian pascapanen dalam upaya meminimalkan perubahan fisikokimia daun kumis kucing (Ortosiphonis folinn) dan daun duduk (Desmodii folinm), Laporan Penelitian. 88 Departemen Kesehatan RI. Badan Litbangkes. Balai Penelitian Tanaman Obat. Tawangmangu. Tonnesen HH and Karlsen J. 1986. Studies on curcumin and curcuminoids. VIII. Photochemical Stability of Curcumin. Z.Lebenson-Unters-Forsch Tjitrosoepomo, Gembong. 1994. Morfolagi Tumbuban. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Wahyono, Slamet. 1998. Penelitian Pasca Panen Bahan Tanaman Obat yang Berasal dari Bunga. Laporan Penelitian Departemen Kesehatan RI. Badan Litbangkes. Balai Penelitian Tanaman Obat. Tawangmangu. Jawa Tengah. Widayati, Asiani. 1992. Pengaruh Cara Pengeringan terhadap Rendemen, Sifat Fisis dan Susunan Kimia dari Minyak Atsiti Jahe (Zingiber officinale Rosc). Skripsi. Fakultas Farmasi. UGM. Yogyakarta. Windono T. Santosa MH, dan Tajanti, J.E. 1996. Pengaruh Cara Pengeringan techadap Kadar dan Kualitas Minyak Atsiri Daun Kayu Manis (Cinnamomum xeylanicum Garc. ex. Bl). Perhimpunan Peneliti Bahan Obat Alami (PERHIPBA) bekerja sama dengan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO). Bogor. Yuliani, Sri Hartati. 1996. Pengaruh Cara Pengeringan Rimpang Curcuma xanthorrhiza tethadap Rendemen, Sifat Fisika, dan Profil Kromatografi Gas Cair Minyak Atsirinya. Skripsi. Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta. Yuniarto N dan Pramono S. 2004. Standarisasi daun sledri berdasarkan kandungan apiin. Maka/ab Penelitian Badan POM. Fak. Farmasi Universitas Gadjah Mada. 89 Bab IV BERBAGAI JENIS SIMPLISIA A. Simplisia Rimpang (Rhizoma) implisia rimpang berada di urutan pertama dalam daftar penggunaan simplisia di Indonesia. Tambuhan penghasil rimpang termasuk dalam keluarga jahe-jahean (Zingiberaceac), merupakan tanaman semusim dan sebagian besar merupakan tumbuhan asli Indonesia. Rimpang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, sebagai bumbu dapur dan tanaman rempah, bahan kosmetika hingga bahan baku dalam pengobatan. Rimpang adalah hasil metamorfosa batang dan daunnya yang terdapat di dalam tanah, tumbuh bercabang-cabang atau mendatar dan dari ujungnya muncul tunas calon tambuhan baru. Selain berfungsi sebagai alat perkembangbiakan, rimpang merupakan tempat penimbunan hasil metabolisme tumbuhan, baik metabolit primer maupun sekunder. Rimpang umumnya bersifat keras dan agak rapuh, karena adanya zat pati, protein, dan kandungan air yang cukup tinggi yaitu 70-85%. Pemanenan rimpang dilakukan saat musim kemarau, saat tanaman yang berada di atas permukaan tanah menunjukkan gejala kematian secata fisiologis. Pada saat ini rimpang memiliki ukuran dan kandungan senyawa aktif optimal. Pada musim 43 Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat kemarau pengelolaan dan penanganan pasca panen rimpang lebih mudah. Contoh 1.Kunyit (Curcuma domestica rhizoma) Kunyit (Corcuma domestica Vahl.) merupakan tanaman yang termasuk dalam familia Zingiberaceae, berasal dari India, dan tersebar di seluruh daerah tropis dan beberapa daerah subtropis. Kunyit telah banyak " dibudidayakan di Indonesia, baik di Gambar 18, Simplisia kunyie dataran tinggi maupun dataran rendah, pada tanah liat atau berpasit. Rimpang kunyit telah dikenal secara luas sebagai salah satu penyusun ramuan obat tradisional dan kosmetika, serta sebagai bumbu dan rempah. ‘Tanaman ini termasuk tumbuhan terna tahunan, tinggi 0,75-1,5 m, berbatang semu berupa kumpulan pelepah daun yang saling bertautan. Helaian daun berbentuk lanset lebar, ujung daun lancip berekor, keseluruhannya berwarna hijau dan hanya bagian atas dekat tulang utama berwarna agak keunguan, panjang 28-85 cm, lebar 10-25 cm. Perbungaan terminal, bunga berbentuk kerucut, berwarna jingga atau kuning keemasan, setiap bunga mempunyai tiga helai kelopak bunga dan tiga helai tajuk bunga. Rimpang terbentuk dengan sempurna, berwarna jingga, berbau aromatis dengan rasa agak pahit dan pedas, dan lama kelamaan menimbulkan rasa tebal. 44 Berbagai Yeats Sioplisia Rimpang kunyit mengandung: zat warna curcuminoid, yaitu suatu senyawa diarylheptanoide 3-4%, yang terdiri dari curcumin, dihydrocurcumin, desmethoxy curcumin dan bisdesmethoxy curcumin; minyak atsiti 2-5% terdiri dari seskuiterpen dan turunan phenylpropane (1) yang meliputi turmeron, ar-turmeron, a & b-turmeron, cutlon, curcumol, atlanton, turmerol, b-bis-abolen, b sesquiphellandren, zingiberen, ar-curcumen, humulen, arabinosa, fruktosa, glukosa, pati, tanin, & damar; mineral yaitu Mg, Mn, Fe, Cu, Ca, Na, K, Pb, Zn, Co, Al, Bi. Rimpang kunyit berefek sebagai antiradang baik lokal maupun sistemik, dan antibotulinus. Minyak atsiri kunyit mempunyai efek koleretik, bakteriostatika (E. coli dan C. albicans), dan sebagai antifertilitas. Turmeron & at-turmeron memiliki aktivitas antiserangga (insect repellant). Kurkuminoid mempunyai efek kolekinetik, antikoagulan, dan antioksidan (Sudarsono, dik, 1996). Simplisia rimpang kunyit yang bermutu dapat dihasilkan dengan tahapan sebagai berikut: 1, Pemanenan Rimpang kunyit ditanam pada awal musim penghujan dan dipanen saat musim kemarau. Hasil panen maksimal saat tanaman berumur 12 bulan, saat pertumbuhan vegetatifnya berhenti, yang ditandai dengan kelayuan serta perubahan warna hijau pada batang dan daun menjadi kuning. Cara panen dilakukan dengan membuang batang dan daun terlebih dahulu, kemudian rimpang dibongkar dengan garpu atau cangkul. 45 Pengetolaan Dasea Panen Tanaman Oat 2. Sortasi Basah dan Pencucian 46 Rimpang induk dan anakan dipisahkan, akar dihilang- kan, tanah dan kotoran yang menempel dibersihkan dengan air bersih, jika perlu disemprot air bertekanan tinggi atau disikat. Setelah bersih, rimpang ditiriskan di dalam wadah berlubang-lubang di tempat terlindung, selama 1-2 hari. . Perajangan Perajangan dilakukan untuk memudahkan pengeringan dan pengemasan. Perajangan dapat dilakukan dengan mesin ataupun secara manual, dengan pisau yang terbuat dati steiuless steel, Pisau yang terbuat dari besi akan bereaksi dengan flavonoid yang terdapat dalam rimpang, sehingga kadarnya dapat menurun. Arah irisan rimpang melintang, agar sel-sel minyak atsirinya tidak pecah. Hasil penelitian (Djumidi, dkk 1990), ketebalan irisan rimpang yang memberikan kadar minyak atsiri maksimal adalah 3 mm. Hasil perajangan bisa juga disiram air panas (tetapi tidak direndam dalam air mendidih atau dib/anching) untuk memperoleh warna dan kualitas fisik rimpang yang lebih bagus, kemudian ditiriskan kembali sebelum dikeringkan. . Pengeringan Djumidi dkk pada tahun 1990 melakukan penelitian tentang pengaruh cara pengeringan terhadap kadar minyak atsiri rimpang kunyit. Pengeringan yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan oven suhu 40°C dan di bawah sinar matahari langsung. Kadar minyak atsiti diperoleh dengan cara destilasi Stahl. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar minyak atsiri yang diperoleh dengan kedua Berbagai fenta Sienplésia cara pengeringan tersebut tidak berbeda signifikan. Kadar tata-rata minyak atsiri timpang kunyit asal BPTO Tawangmangu dengan pengeringan oven 40'C sebesar 2,48%, sedangkan dengan sinar matahari langsung sebesar 2,82%. Menurut Pramono S., 1985, pengeringan sebaiknya dilakukan di bawah sinar matahari langsung dan ditutup dengan kain hitam agar warna kuningnya lebih tajam. 5. Pengemasan Setelah mencapai kadar air kurang dari 10%, simplisia disimpan dalam karung bersih dengan hati-hati agar simplisia tidak rusak, Wadah yang digunakan sebaiknya kedap udara agar tidak terjadi penyerapan air kembali, dapat mencegah pertumbuhan kapang dan jamur serta mencegah berkurangnya zat aktif dalam simplisia. 2. Jahe (Zingiber officinale rhizoma) Jahe merupakan salah satu jenis tanaman obat dan rempah yang paling banyak dikenal masyarakat luas. Selain sebagai bahan baku obat tradisional, jahe juga di- manfaatkan untuk bahan minuman, makanan dan on bumbu dapur (rempah). Gambar 19. Simplisia jahe Merupakan tanaman semak tahunan, tumbuh berumpun, tinggi 40-100 cm, berbatang semu yang terdiri dari pelepah-pelepah daun yang 47 Pongelolaae Pasca Pance Panama Obat saling bertautan. Tanaman ini telah banyak dibudidayakan baik dalam skala kecil (sebagai tanaman tumpang sari di lahan) maupun dalam skala besar sebagai tanaman perkebunan. Sebagai bahan obat alam, jahe digunakan untuk melawan, rasa mual karena masuk angin dan gejala lainya. Kandungan zat aktifnya yang telah diketahui sebagai anti mual adalah zéngeron (dalam minyak atsiri) dan gingero/ (pada zat pedas), Kandungan minyak atsiri jahe dapat bertahan dari segi kualitas maupun kuantitasnya hing ga dua minggu setelah pemanenan. Setelah itu akan tumbuh tunas yang terjadi bersamaan dengan menurunnya kadar maupun komposisi minyak atsiri jahe. Rimpang kering jauh lebih kecil kandungan minyak atsirinya dibandingkan yang segar, demikian juga komposisinya akan mengalami perubahan yang bisa terdeteksi dengan analisis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Sukrasno dkk, 2000). Gambar 20. Diagram kandungan minyak atsiri jahe dalam penyimpanan 0. segar, = 14 = disimpan dim 1-4 mingeu, k = kering (simplisia) Series 1 = mil. minyak jahe 50 gr segar, Series 2 = kadar (% w/b) 48 Berbagac Yewis Simplisia Rimpang jahe akan kehilangan 83% minyak atsirinya, . apabila dirajang, dikeringkan dan digiling, Dalam penyimpan- an, rimpang jahe segar hanya mempunyai daya simpan selama dua minggu. Setelah periode tersebut kadar dan komposisi komponen minyak atsirinya berubah secara drastis. - Temulawak (Curcuma xanthorriza Rhizoma) Rimpang temulawak domi- nan digunakan dalam industri obat dan kosmetika tradisional. Ada beberapa indikasi tanaman ini, diantaranya sebagai antioksi- dan, antiinflamasi, kholagoga, antihepatotoksik, dan antihiperli- pidemia. Sebagaimana jenis Cur- cuma lainya, kandungan utama Gambar 21. Simplisia Temulawak temulawak adalah kurkuminoid sedangkan senyawa penandanya xantorizol. Dari hasil penelitian (Sukrasno dkk, 2003) kandungan minyak atsiri rimpang temulawak utuh dapat berkurang dalam penyimpanan (diatas satu minggu), sedangkan kandungan kurkuminoidnya masih bisa bertahan hingga 4 bulan dalam penyimpanan. Grafik kandungan mi- nyak atsiri dan kurkuminoid temulawak dalam penyimpanan sebagaimana tersaji pada grafik dan diagram berikut ini 49 Gambar 22, Grafik kandungan minyak atsiri temulawek utuh dalam penyimpanan Namun demikian, karena pada penelitian ini yang disimpan adalah rimpang temulawak utuh segar (belum dilakukan perubahan bentuk dan juga belum dikeringkan), dengan kata lain belum melalui tahap-tahap pembuatan simplisia seperti perubahan bentuk (perajangan), pengeringan, pengemasan dan lain-lain, Kandungan minyak atsiri temulawak dapat bertahan cukup bail: setelah melalui proses perajangan, penjemuran, pengetingan dalam oven dan penggilingan, demikian juga kandungan kurkuminoidnya sebagaimana ditunjukkan diagram betikut. Gambar 23, Grafik kandungan kurkuminoid temulawak dalam penyimpanan Keterangan: f&= a= besek terbuka %= b = besek tertutup 50 Berbagat fons Simplisa Gambar 24. Diagram pengaruh perlakuan pasea pancn terhadap kadar minyak atsiri temulawale Keterangan: rimpang uth b= rajangan dijemur c= majangan kering oven 85°C d.= serbuk B. Simplisia Daun (Folium) dan Herba Industri obat tradisional dan kosmetika hampir selalu menggunakan simplisia daun sebagai salah satu komponen 51 Pengelolaan Pavea Pane Tanaman Obat produknya. Peracik dan pengguna obat tradisional sering pula memanfaatkan daun sebagai bahan baku ramuan baik dalam bentuk segar maupun kering, Daun merupakan bagian yang sangat penting bagi kelangsungan hidup tumbuhan. Daun lengkap mempunyai 3 bagian utama yaitu pelepah daun, tangkai daun dan helaian daun. Beberapa fungsi vital daun adalah sebagai alat dalam pengambilan zat-zat makanan (resorbs/) terutama yang berwujud gas (CO), pengolahan zat-zat makanan (asémi/asé), penguapan air (¢ranspirasi) dan pernafasan (respiras), Zat-zat makanan masuk melalui celah daun (stomata), kemudian dengan bantuan sinar matahari diolah hingga menjadi zat-zat organik dan didistribusikan ke bagian tumbuhan lain yang membutuhkan atau ditimbun dalam jaringan daun sebagai metabolit sekunder. Daun mempunyai bentuk yang beragam, namun komposisi jatingan penyusunnya relatif sama. Pada petmukaan beberapa jenis daun terdapat semacam lapisan lilin yang mengkilat, kadang- kadang terdapat bulu halus atau rambut. Daun biasanya bertekstur lunak dengan kandungan air lebih dari 50%, sedangkan pada tumbuhan sukulen lebih dari 90%. Semakin tinggi kandungan ait, semakin sulit pengelolaan pasca panennya, terutama pada tahap pengeringan, Saat pemanenan yang tepat bagi daun berbeda-beda; beberapa jenis daun dipanen pada saat muda atau masih dalam bentuk tunas daun seperti teh (Camellia sinensis) dan kumis kucing (Orthosipon stamineus); ada juga yang dipanen saat pertumbuhan daun maksimal atau tclah tua, misalnya daun sembung (Blumea balsamiferaDC) dan daun kayu putih (Excalypius alba). Daun muda dipanen pada saat terjadi perubahan pertumbuhan dari vegetatif’ 52 Berbagat flenis Semplisia ke generatif yang ditandai dengan tanaman mulai menghasilkan kuncup-kuncup bunga. Daun tua memiliki kandungan senyawa aktif optimal jika terletak pada batang atau cabang yang menerima sinar matahari maksimal dan bentuk daun telah membuka penuh sehingga asimilasi terjadi dengan sempurna. Pengelolaan pasca panen untuk setiap jenis daun tersebut tentunya akan berbeda pula. Daun muda memiliki kandungan air yang lebih tinggi dan jaringan yang lebih lunak dibandingkan daun tua. Sifat tersebut membuat daun muda hatus diketingkan secata bertahap dan hati- hati agar tidak mudah rusak. Tahap pertama bertujuan mengurangi kandungan air dengan cara diangin-anginkan terlebih dahulu; tahap selanjutnya dilakukan pengeringan dengan suhu yang lebih tinggi. Pengeringan pada daun tua dilakukan dengan cara dilayukan terlebih dulu, baru kemudian dikeringkan pada suhu yang lebih tinggi. Simplisia herba umumnya berasal dari tanaman obat dari jenis terna dan bersifat berbacews. Seluruh bagian tanaman digunakan sebagai bahan simplisia, mulai dari daun, batang, bunga, buah dan akar. Kadar senyawa aktif optimal tercapai saat tanaman menjelang berbunga atau sebelum bunganya gugur. Pemanenan dilakukan dengan mencabut seluruh bagian tanaman hingga ke akarnya secara manual. 3 Contoh 1. Daun Mentha (Mentha piperitae folium) Mentha termasuk dalam familia Labiatae, tersebar di Eropa, Asia dan Amerika Utara. Industri obat tradisional dan kosmetika memanfaatkannya sebagai penambah aroma dan 53 Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat rasa, karena baunya yang aromatis dan rasanya yang menyegarkan. Secara empiris daun mentha digunakan untuk mengatasi masalah pencernaan, seperti diare, relaksasi otot usus perut, stimulan sekresi empedu dan peluruh kentut; pereda nyeri kepala dan migraine; serta inhalant. - Daun mentha mengan- dung minyak atsiri (> 1,5%) termasuk menthol (35-55%), menthone (10-40%), flavo- noid (luteolin, menthoside), asam fenolik dan triterpen. Minyak atsiri mentha memi- liki aktivitas antibakteri yang 7 cukup kuat. Menthol bersifat Gambar 26. Simplisia daun menta : mone antifungal, antiseptik, penye- juk dan anastetik lokal. Berikut ini langkah-langkah yang diper- lukan untuk membuat simplisia daun mentha: 1, Pemanenan Mentha merupakan tanaman petenial yang dapat diperbanyak dengan biji. Penanaman dilakukan pada awal musim hujan, dan dipanen pada musim panas menjelang berbunga. Pada saat tersebut, minyak atsiri yang dihasilkan mengandung menthol dengan kadar maksimal sedangkan mentha berumur muda mengandung minyak atsiri yang kaya akan menthon. Mentha dipanen pada pagi hari sebelum matahari terbit, untuk meminimalkan jumlah minyak atsiri yang hilang, Berbagat Yeuis Siimplisia 2. Sortasi basah Daun hasil panen dikumpulkan, kemudian bagian yang tidak diinginkan, daun yang rusak, dan benda asing seperti tanah atau kerikil yang terikut dibuang. 3. Pencucian Daun mentha dicuci dengan air bersih mengalir kemudian ditiriskan dengan alas tikar di tempat teduh. 4. Pengeringan Penelitian tentang berbagai cara pengeringan daun mentha telah dilakukan (Sutjipto dkk, 1995). Pengeringan dilakukan dengan cara diangin-anginkan, di bawah sinar matahari langsung, dan menggunakan oven suhu 40°C. Pe- ngetingan dilakukan hingga kadar air daun kurang dari 10%. Parameter yang diamati di antaranya kadar minyak atsiti (destilasi Stahl) dan komponen minyak atsirinya (metode Kromatogtafi Lapis Tipis dengan fase diam silica gel G 60 F 254, fase gerak benzen:etil asetat = 19:1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar minyak atsiri yang diperoleh dengan cara destilasi Stahl pada daun mentha yang dikeringkan dengan ketiga cara tersebut tidak berbeda signifikan (zata-tata 0,44%); tetapi komponen minyak atsirinya berbeda. Pada profil KLT daun mentha segar, daun mentha yang dikeringkan dengan cara diangin- anginkan dan sinar matahari langsung terdapat 8 bercak komponen kimia, sedangkan pada pengeringan menggunakan oven suhu 30°C hanya terdapat 7 bercak, dan oven 40°C hanya 6 bercak. 55 Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat Jadi sebaiknya pengeringan dilakukan dengan sinar matahari langsung, karena waktu yang dibutuhkan relatif cepat dan komponen kimianya tidak mengalami perubahan. Destilasi menggunakan daun mentha segar, mengha- silkan kadar minyak atsiri yang lebih tinggi dibandingkan mentha keting (dengan bobot bahan yang sama). Perbe- daan kadar tersebut cukup signifikan; kadar minyak atsiri daun segar rata-rata 0,70%, sedangkan daun keting rata- rata 0,44%. on . Pengemasan dan Penyimpanan Simplisia daun mentha sebaiknya disimpan dalam kantung kertas (sak semen) agar minyak atsirinya tidak banyak yang hilang. Tempat penyimpanan harus terjaga kelembaban dan suhunya, serta dilengkapi dengan penerangan yang cukup. 2. Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) Kandungan senyawa aktif/senyawa penanda (an- drografolid) tertinggi terda- pat pada daun. Terkait de- ngan umur tanaman, dari hasil penelitian (Jokopri- yambodo W, 2003) dinya- takan bahwa kadar andro- grafolid tertinggi 1,53% Gambar 27. Simplisia herba sambiloto pada tanaman yang beru- mur satu bulan, sedangkan biomassa tertinggi 64,96g per tanaman (keting) pada tanaman yang berumur tiga bulan. 56 Brbagac fenis Sinulisa Pemanenan optimal dilakukan terhadap tanaman yang telah berumur 3 bulan dan dibiarkan selama 4 hari di ruang terbuka yang tidak terkena sinar matahari langsung, Keterkaitan antara umur tanaman dan selang waktu pengeringan (pengelolaan pascapanen) terhadap kadar andrografolid disajikan seperti pada gambar berikut ini. Gambar 28. Diagram hubungan antara umur tanaman dan selang waktu penanganan basil panen tethadap kadar andrografolid sambiloto Adapun berbagai kemungkinan, mengapa kadar senyawa aktif menurun seiting dengan bertambahnya umur tanaman, karena kandungan andrografolid tertinggi pada daun dan semakin bertambah umur tanaman semakin mengeras bagian kayunya sehingga secara keseluruhan porsi daun pada tanaman berkurang, Sebaliknya selagi tanaman masih muda masih relatip kecil bagian kayu yang ada (sebagian besar adalah daun). Oleh arena itu jika mungkin untuk mendapatkan kadar andrografolit tinggi sebaiknya dipisahkan antara daun dan kayu/rantingnya. = Pengelolaan Pasea Pancn Taaaman Obat C. Simplisia Bunga (Flos) Bunga mempunyaisifat yang khas dan unik untuk setiap spesies tumbuhan. Baunya yang aromatis sering dimanfaatkan industri obat tradisional dan kosmetik sebagai penambah aroma. Aromaterapi, akhir-akhir ini banyak digunakan sebagai pendamping pengobatan alternatif beberapa penyakit tertentu seperti depresi, susah tidur (insomnia), meredakan sakit kepala dan migrain. Beberapa jenis bunga memiliki aroma yang tidak disukai serangga sehingga dapat dimanfaatkan sebagai obat anti nyamuk. Bunga merupakan pertumbuhan lebih lanjut dari tunas batang atau daun, dan berfungsi sebagai alat perkembangbiakan generatif bagi tumbuhan berbiji. Bentuk, warna dan susunan bunga sangat beragam sesuai dengan fungsinya bagi tumbuhan bersangkutan sehingga dapat digunakan sebagai tanda pengenal utama dalam menentukan golongan dan spesies tumbuhan. Berdasarkan susunannya bunga terbagi menjadi bunga tunggal dan majemuk. Bunga lengkap terdiri dari tangkai, kelopak, mahkota, benang sari, putik dan bakal buah. Beberapa jenis bunga dipanen saat mekar sempurna, misalnya bunga mawar dan puspa. Bunga mekar biasanya helaiannya lebih rapuh dan mudah tontok, schingga pemanenan harus dilakukan dengan hati-hati. Ada pula yang dipanen saat kuncup, misalnya bunga cengkeh. Kuncup bunga cengkeh memiliki kandungan eugenol yang lebih tinggi dibandingkan saat mekar. Simplisia bunga yang ada di pasaran dapat berupa bunga utuh atau hanya satu bagian saja, seperti helaian mahkota bunga. Bunga memiliki kandungan ait 70-90%, biasanya lunak dan mudah rusak. Penanganan bunga harus dilakukan segera setelah dipanen, karena bunga cepat mengalami reaksi oksidasi dan 58 Berbagai fewie Sienplisia fermentasi. Hal ini menyebabkan warnanya berubah dan aromanya memudar. Contoh 1. Bunga puspa (Schima norronhae flos) Puspa (Schima norronhae Reinw) tergolong pohon yang ___ berbatang besar dengan diameter @ hingga 80 cm dan tinggi mencapai 30 m. Puspa banyak dijumpai pada ketinggian di 250- 2600 mdpl, paling banyak pada ketinggian 1300-1600 mdpl, Gambar 29. Simplisia bung pusp@ terutama di hutan sekunder di pulau Jawa sebelah barat. Bagian yang digunakan sebagai bahan baku simplisia adalah bunganya. Mahkota bunga puspa berbau harum dan berasa sepat Simplisia bunga puspa sering digunakan dalam ramuan lotion anti nyamuk. 1. Pemanenan Seluruh bagian bunga yang telah mekar sempurna, termasuk mahkota dan tangkai bunga, dipetik dengan tangan. 2. Sortasi Basah Bagian tanaman yang lain atau bunga yang tidak sesuai dengan kriteria, dan bahan asing atau pengotor dipisahkan. 3. Pencucian Kotoran yang terikut pada waktu panen atau saat sortasi basah dibersihkan dengan air mengalir. Pencucian 59 Pengelolaan Pasea Panen Tanaman Obat 60 dilakukan dengan hati-hati agar mahkota bunga tidak rusak dan tetap utuh. Kemudian bunga ditiriskan hingga air hilang. . Pengeringan Dari hasil penelitian (Wahyono S., 1998), cara penge- tingan bunga puspa untuk memperoleh simplisia yang berkualitas, yaitu dengan diangin-anginkan di tempat teduh, di bawah sinar matahari langsung dan oven suhu 40-50°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga cara pengeringan tersebut tidak menunjukkan perbedaan kualitas simplisia yang dihasilkan, baik kualitas fisik maupun kandungan kimianya. Kandungan kimia tersebut dapat dilihat dari profil kromatografi lapis tipis yang menunjukkan tidak adanya perbedaan nilai Rf serta jumlah dan warna bercak. Fase diam yang digunakan adalah silica gel G 60 F 254, dengan eluen etil asetat:metanol:air = 100:16,5:13,5. Perbedaan hanya pada waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan simplisia dengan kadar air + 10%. Penge- ringan dengan sinar matahari tidak langsung dan oven suhu 40°C membutuhkan waktu 4 hari, sedangkan yang diangin- anginkan membutuhkan waktu hingga 8 hari. Namun demikian, pengeringan dengan cata diangin- anginkan dan oven menyebabkan sebagian besar bunga puspa rusak dan busuk. Sedangkan pengeringan yang dilakukan di bawah sinar matahari langsung tidak menga- lami kerusakan atau pembusukan. Hal ini disebabkan karena kadar ait bunga puspa yang cukup tinggi dan bagian Berbagat Yous Simplisia terbesar dari bunga adalah helaian mahkota bunganya, sehingga pengeringan yang paling baik adalah di bawah sinar matahari langsung. 5. Pengemasan dan penyimpanan Mengacu pada hasil penelitian (Wahyono S. dkk, 1998) pengemasan simplisia bunga puspa sebaiknya menggu- nakan karung plastik. Karung plastik mampu melindungi dan mempertahankan kadar air simplisia hingga 6 bulan. Profil kromatogramnya dalam kurun waktu 0, 2, 4, hingga 6 bulan tidak menunjukkan adanya perubahan. 2. Bunga sidawayah (Woodfordiae flos) Sidawayah (IVeodfordia floribunda Salisb) termasuk dalam famili Lythraceae, berupa perdu tegak dengan batang berbulu pendek dan kasar, tinggi dapat mencapai 4 m. Sidawayah tumbuh liar di antara rerumputan dan semak belukar pada ketinggian 30-1000 m.,, dpl. Simplisia bunga sidawayah cukup banyak beredar di pasaran. Berdasarkan data Ditjen POM Depkes RI, kebutuhan simplisia bunga sidawayah pernah maencapai 8027 ton per tahun. Helaian mahkota bunga sidawayah berwarna merah, bentuk lanset, panjang 2-3 mm, dengan tangkai putik lebih panjang dari kelopak bunganya. Bunga sidawayah mengan- dung tanin hingga 20,6%, oktakosanol, b-sitosterol dan krizofanol. Bunga sidawayah digunakan sebagai astringent, antidisentri, diuretik, dan menyembuhkan luka lama. Agar diperoleh simplisia bunga sidowayah yang memenuhi persyaratan mutu, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 61 Peagelotaan Pasea Panen Tanaman Obat 1, Pemanenan Simplisia bunga sidawayah yang beredar dipasaran lengkap dengan tangkai bunganya. Pemanenan dilakukan secata manual, dipilih bunga yang telah mekar sempurna, termasuk mahkota dan tangkai bunga 2. Sortasi Basah dan Pencucian Bagian tanaman yang lain atau bunga yang rusak, dan bahan asing atau pengotor dipisahkan. Kotoran yang terikut pada waktu panen atau saat sortasi basah dibersih- kan dengan air mengalir. Pencucian dilakukan dengan hati- hati agar mahkota bunga tidak rusak dan tetap utuh. Kemudian bunga ditiriskan hingga air hilang. 3. Pengeringan 62 Penelitian tentang kualitas simplisia bunga sidawayah yang dikeringkan dengan 3 cara yang berbeda telah dilakukan oleh Wahyono S, Pengeringan dilakukan dengan cara diangin-anginkan, di bawah sinar matahari langsung dan dengan oven suhu 40-50'C. Parameter yang diteliti terutama adalah komponen senyawa kimianya mengguna- kan Kromatografi Lapis Tipis, dengan fase diam silica gel G 60 F 254 dan fase gerak (eluen) kloroform: metanol = Art, Waktu yang diperlukan untuk memperoleh simplisia bunga sidawayah dengan kadar air sekitar 10% bervariasi tergantung cara pengeringannya. Pengeringan di bawah sinar matahari langsung membutuhkan waktu 5 hari, dengan oven suhu 40-50’C 4 hari, sedangkan dengan cara diangin-anginkan selama 10 hari. Profil kromatogram simplisia bunga sidawayah Berbagat Jenis Siomplisia dengan 3 cara pengeringan tidak mengalami perbedaan, baik nilai Rf, warna dan jumlah bercak. Hal ini menunjukkan bahwa cara pengeringan tidak mempengaruhi kandungan senyawa kimianya, sehingga bunga sidawayah dapat dikeringkan dengan salah satu dari ketiga cara di atas. Namun demikian, mengingat waktu yang paling efektif, dengan kapasitas yang cukup besar maka sebaiknya pengeringan dilakukan dibawah sinar matahari langsung. 4. Pengemasan dan Penyimpanan Simplisia bunga sidawayah dikemas dalam karung plastik kemudian disimpan di tempat penyimpanan simplisia atau langsung dipasarkan. D. Simplisia Buah (Fructus) Buah terbentuk dari bunga yang telah mengalami. penyerbukan dan pembuahan. Segera setelah terjadi pembuahan agian bunga selain bakal buah akan layu dan gugur, namun ada beberapa tumbuhan yang bagian bunganya tumbuh menjadi bagian buah; sebagai contoh kepala putik pada buah jagung tetap ada dengan wujud rambut jagung. Buah terdiri dari beberapa bagian, antara lain tangkai buah, kulit buah (perikarpium), dan badan buah. Jaringan buah tersusun dari sel-sel parenkim yang membuatnya menjadi lunak. Kandungan air dalam buah cukup tinggi yaitu antara 70-95%, selain itu buah juga mengandung komponen lain seperti lemak dan protein. Kadar air buah berhubungan dengan sifat kekerasannya, jika kadar airnya rendah buah bersifat kering dan keras; jika kadar airnya tinggi buah bersifat basah dan lunak. 63 Peagelolaan Pasca Panen Tanaman Obat Waktu panen yang tepat berkaitan dengan tingkat kemasakan buah yang diinginkan. Buah kering dipanen saat hampir masak sempurna, sebelum gugur secara spontan. Pada saat ini kandungan senyawa aktif buah optimal dan akan dihasilkan simplisia bermutu tinggi. Jika dipanen saat belum masak, simplisia yang dihasilkan kurang bagus baik penampakan fisiknya (terlihat berkerut dan ukurannya lebih kecil) maupun kandungan senyawa aktifnya. Contoh buah kering adalah buah adas (Foeniculum vulgare) dan lada (Piper nigrum). Gambar 30. Buah kemukus (Piper evbela) Waktu panen buah basah bervariasi tergantung manfaat yang diinginkan, namun biasanya dipanen sebelum terlepas dari tangkainya. Menurut tingkat kemasakannya simplisia buah basah dibagi menjadi tiga waktu panen: saat masak sempurna misalnya buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), sebelum masak sempurna misalnya buah vanili (Vanilla planifolia) atau saat masih muda misalnya buah jeruk purut (Citrus hystrix). Jika simplisia yang diinginkan hanya kulit buahnya saja maka buah dipanen saat benar-benar masak, misalnya buah delima (Panica granatum). 64 Berbagat fewis Sinplisia Contoh 1. Buah adas (Foeniculi fructus) Adas (Foeniculum vulgare Mill) merupakan tanaman semak atau herba aromatis yang tersebar di Asia dan Eropa Selatan. Di Indonesia adas tumbuh dengan baik di daerah pegunungan Jawa Tengah dan Jawa Timur pada ketinggian 1600-2400 mdpl. Adas tergolong tanaman terna menahun, tinggi 0,5-3 m, batang berbentuk seperti pipa, tegak, remasan berbau harum, Daun majemuk menyirip, segmen anak daun berbentuk benang, remasan daun harum. Bunga majemuk dengan susunan dasat payung, setiap payung 10-30 bunga, setiap bunga bertangkai, dengan 5 helai mahkota yang saling berlekatan dan berwarna kuning, Buah berbentuk jorong, beralur tegas berwarna hijau kekuningan sampai coklat keku- ningan, panjang 4-6 mm, bau = aromatik, rasa pedas segar, sedikit _ pahit. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Direktorat Gambar 31. Simplisia buah adas Pengawasan Obat Tradisional Ditjen POM, simplisia buah adas berada di urutan keempat dalam daftar penggunaan simplisia di Indonesia. Industri obat tradisional dan kosmetika menggunakan buah adas sebagai bahan untuk memperbaiki rasa (corrigentia Saporis), mengharumkan ramuan obat (corrigentia odorii), dan sebagai salah satu komponen minyak gosok. Buah adas mengandung minyak atsiri 2-6%, komponen utamanya adalah 65 Pengelolaae Pasca Pance Tacaman Obat aneto} (50-70%). Anetol mempunyai aroma yang khas dan berkhasiat sebagai karminatif (peluruh kentut). Penelitian tentang aktivitas biologis buah adas telah banyak dilakukan. Ekstrak ctanol buah adas mempunyai efek diuretika, analgesik, antipiretik dan antimikroba. Minyak atsiri buah adas mempunyai aktivitas antioksidan dan antimikroba. Tahapan yang perlu diperhatikan untuk menghasilkan simplisia buah adas yang bermutu adalah sebagai berikut: 1. Pemanenan Buah berbentuk katangan menyerupai payung. Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumut 6-8 bulan, pada waktu buah hampir masak. Ciri-ciri buah yang telah masak adalah memiliki tingkat kekerasan maksimal, berwarna hijau kebiruan, dan terlihat penuh. Kegiatan pemanenan dilakukan dengan cara memotong tangkai buah utamanya. 2. Sortasi basah dan pencucian Bahan asing dan bagian yang tidak diinginkan dibuang. Kotoran yang melekat dibersihkan dengan jalan mencelupkan dalam air bersih dengan hati-hati agar buah tidak gugur dari karangannya. Setelah bersih, ditiriskan di tempat teduh dengan dialasi tikar atau anyaman bambu hingga air cucian hilang. 3. Pengeringan Dati penelitian tentang pengaruh cata pengeringan dan penyimpanan terhadap kualitas buah adas hasil budidaya. Pengeringan dilakukan dengan tiga cara, yaitu di bawah matahati langsung, diangin-anginkan, dan dengan 66 Berbagat Yenis Sienplisia oven suhu 40-45°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga cara pengeringan tersebut memberikan pengaruh yang cukup signifikan tethadap kualitas buah adas. Param- eter kualitas yang digunakan adalah penampakan fisik, kadar minyak atsiri, serta cemaran bakteri dan jamur. Kualitas simplisia paling baik diperoleh dari cara pengeringan dengan diangin-anginkan: simplisia berwarna hijau, dan kadar minyak atsiri terting gi (rata-rata 4,65%). Tetapi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar air 10% sangat lama, yakni sekitar | bulan, sehingga kemung- kinan terkontaminasi mikroba juga cukup tinggi. Hal ini terlihat dengan nilai angka lempeng total dan angka jamur- nya paling tinggi. Pengeringan dengan sinar matahari hanya membutuh- kan waktu sekitar satu minggu. Simplisia yang dihasilkan kurang menarik, berwarna coklat kehitaman, dan kadar minyak atsiri sangat rendah (rata-rata 2,39%). Hal ini kemungkinan disebabkan terjadinya reaksi oksidasi antara senyawa fenolat yang terkandung dalam buah adas dengan sinar ultraviolet dari sinar matahari. Pengeringan meng gu- nakan oven suhu 40-45°C menghasilkan simplisia yang tetap menarik, berwarna kehijauan, dan kadar minyak atsiri yang cukup tinggi (rata-rata 3,57%). Namun demikian, kapasitas oven relatif terbatas (tergantung ukurannya), schingga jika dibutuhkan simplisia dalam jumlah besar, barangkali penggunaan oven kurang efisien. Pengeringan dengan sinar matahari tidak langsung dapat dijadikan alternatif untuk menghasilkan simplisia buah adas yang bermutu. Pengeringan dilakukan dengan menutup 67 Pergelobaan Pasca Pane Tanaman Obat kain hitam, sehingga reaksi oksidasi dapat diminimalkan, dan waktu yang dibutuhkan relatif cepat (Katno dkk, 1999). 4. Sortasi kering Buah kering dilepaskan dari tangkainya dengan cara dipukul-pukulkan hingga buah lepas. Kotoran kering yang masih ada dapat dihilangkan dengan menampi buah adas kering. 5. Pengemasan dan penyimpanan Bahan pengemas yang digunakan (Katno, 1999), dalam penelitiannya ada 3, yaitu kertas semen, karung goni dan karung plastik. Parameter yang diukur adalah kadar air, kadar minyak atsiri, dan cemaran mikroba (AJ dan ALT) selama kurun waktu penyimpanan 8 bulan. Tempat penyimpanan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ruangan 3x3 m, dilengkapi lampu penerang (2x100 watt) dan alat pengukur ~ kelembaban udara. Pengamatan dan pengukuran parameter uji dilakukan pada bulan ke 2, 4, 6, dan 8. Kertas semen memberikan perubahan parameter yang relatif sangat kecil dibandingkan bahan pengemas lainnya. Hingga penyimpanan 6 bulan, parameter yang diukur masih memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Karung plastik dan karung goni, dalam kurun waktu penyimpanan 2 bulan parameter yang diukur sudah tidak memenuhi persyaratan lagi. 2. Buah cabe jawa atau cabe jamu (Piper retrofracti fructus) Buah cabe jawa cukup dikenal masyarakat luas baik sebagai bahan jamu maupun rempah. Kandungan senyawa 68 Berbagat fewis Simplisia aktifnya adalah golongan “minyak atsiti dan zat pedas piperin. Piperin merupakan alkaloid basa lemah, kristal berbentuk jarum berwana kuning dan rasanya pedas, lama kelamaan terasa tajam Gambar 32. Buah cabe jawa menggigit. Jamu atau obat tradisional dengan salah satu komponen cabe jawa umumnya dimaksudkan sebagai stimulansia, antianoreksia, antireumatik dan obat gosok, Mengingat kandungan senyawa aktif buah cabe jawa bersifat volatile, maka pada penanganan pascapanenya memerlukan ketelitian dan kecermatan untuk menjaga kestabilan senyawa aktif serta mutu simplisianya. Berdasarkan hasil penelitian (Sugiarso S, dkk, 2004), waktu panen buah cabe jawa (pagi, siang, sore) pengaruhnya tidak signifikan terhadap kadar piperin maupun minyak atsiri; demikian pula dengan perlakuan banching (perendaman dalam air mendidih sclama 10 menit) hanya berdampak pada penampakan fisil simplisia. Cara pengeringan dengan sinar matahari tak langsung menunjukan kadar piperin dan minyak atsiri lebih tinggi dibandingkan pengeringan oven dan penjemuran dibawah sinat matahari langsung Kandungan minyak atsiri dan piperin relatif stabil dalam penyimpanan maksimal dua bulan. E. Simplisia Biji (Semen) Biji berasal dari bakal biji yang terdapat dalam putik yang telah mengalami penyerbukan dan pembuahan. Biji adalah alat 69 Pengelolaan Pasea Pasen Tanaman Obat perkembangbiakan yang utama bagi tumbuhan golongan Spermatophyta, Biji terdiri dari bagian kulit biji (spermodermis), tali pusar (frniculus), dan inti biji (nucleus seminis). Lembaga (embrio) merupakan calon individu baru yang menjadi bagian dari inti biji. Struktur biji bermacam-macam, ada yang keras dan ada pula yang lunak, dengan kadar air yang bervariasi. Waktu panen buah tergantung pada sifat umum biji yang bersangkutan. Biji yang terdapat dalam buah kotak, yaitu buah keting yang mengandung banyak biji, dipanen saat belum membuka sempurna atau pecah secara spontan, agar biji tidak terlempar jauh dan sukar dikumpulkan; misalnya, biji Papaver somniferum dan biji jarak (Ricinus communis). Lain halnya jika biji terdapat dalam buah basah yang berdaging, buah dipanen saat masak sempurna, yang ditandai dengan perubahan warna dan tingkat kekerasan. Biji dari buah tersebut biasanya dilingkupi suatu selaput yang harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum dikeringkan. Contoh biji ini adalah biji coklat dan kola. Penanganan pasca panen biji harus memperhatikan sifat- sifat biji agar simplisia yang dihasilkan tidak mudah rusak, hancur atau pecah. Tempat penyimpanan biji harus memperhatikan tingkat kelembabannya, karena kelembaban yang tinggi dapat merangsang terjadinya perkecambahan sehingga kualitas biji menurun dan tidak dapat digunakan lagi. Berikut beberapa contoh tahapan pembuatan simplisia biji. Contoh 1. Biji kola (Colae semen) Tanaman kola [Cola acuminata (P Beauv) Schott. & Endl] berasal dari Afrika Barat, dapat dibudidayakan dengan baik 70 Brorbagas foets Sinise didaerah tropis terutama di Ni- geria, Brazil dan India Timur. Di Indonesia tanaman ini banyak terdapat di pulau Jawa. Tanaman kola mulai berbuah pada umur 6-7 tahun, pada umur 12-15 tahun berbuah sangat lebat, dan masih terus berbuah hingga umur 100 tahun. Pemanenan dapat dila- Gambar 33. Simplisia biji kola ; kukan 2 kali dalam setahun, yaitu panen besar saat bulan April-Juli dan panen kecil pada bulan November hingga Januari. Biji kola telah digunakan selama ratusan tahun oleh bangsa Afrika bagian barat dan tengah sebagai stimulan sistem saraf pusat dan tubuh secara keseluruhan, Industri minuman bersoda banyak menggunakannya sebagai bahan perasa (flavouring agent). Biji kola mengandung 2,5% kafein, teobromin, tanin, phlobafen dan antosian. Penelitian tentang aktivitas biji kola telah dilakukan, di antaranya sebagai antidepresan terutama selama masa penyembuhan dari penyakit kronis; sakit kepala dan migrain; diuretik dan asttin- gent; antidiare dan disentri. Biji kola sebaiknya tidak digunakan pada penderita tekanan darah tinggi dan tukak lambung, Simplisia biji kola bermutu dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut: 1. Pemanenan Kegiatan pemanenan dilakukan saat buah sudah cukup tua yang ditandai dengan kotak buah yang mulai 7 Pengetolaan Pasea Panen Tanaman Obat 72 pecah. Tangkai buah dikerat dengan pisau yang diikat pada ujung galah. . Sortasi Basah dan Pencucian Buah hasil panen dibelah, biji dipisahkan dati daging buahnya secara manual dengan hati-hati. Biji segar dikumpulkan dalam suatu onggokan dengan dialasi tikar atau anyaman bambu hingga 5 hari (diperam). Setelah diperam biji dicuci dengan air bersih mengalit, kemudian ditiriskan di tempat teduh dengan alas tikar atau anyaman bambu. Biji kola berwarna coklat atau merah muda saat dikeluarkan dari bijinya, lama kelamaan warnanya berubah menjadi coklat atau merah tua. Hal ini disebabkan terjadinya reaksi oksidasi dan polimerisasi senyawa polifenol yang terdapat dalam biji kola. . Perajangan Biji yang telah bebas dari air cucian dirajang dengar pisau stainless steel dengan ketebalan 3-5 mm. . Pengeringan Biji yang telah dirajang dihamparkan di atas tikar atau anyaman bambu, diup dengan kain hitam dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Proses pengeringan biasanya berlangsung 2-3 hari, yang ditandai dengan rajangan biji yang semakin keras dan berwarna coklat kemerahan. . Pengemasan dan Penyimpanan Simplisia biji kola dikemas dalam karung goni dan disimpan dalam ruang penyimpanan simplisia. Simplisia siap digunakan. Borbagat Yemis Simplisia F, Simplisia Akar (Radix) Akar merupakan bagian tumbuhan yang berada di dalam tanah, dengan ujung meruncing untuk mempermudah pettumbuhannya menuju pusat bumi atau ke arah sumber air. Akar berfungsi untuk memperkuat berdirinya tumbuhan yang bersangkutan, menyerap air dan zat-zat makanan dari dalam tanah yang selanjutnya diedarkan ke seluruh bagian tumbuhan lain yang membutuhkan. Pada beberapa tumbuhan, akar berfungsi pula sebagai tempat penimbunan makanan dan atau metabolit sekunder. Akar merupakan salah satu sumber bahan baku obat tradisional dan kosmetika. Menurut asal dan jenis tanaman penghasilnya, akar dapat dibedakan menjadi akar keras dan lnnak. Akar keras mempunyai kadar air yang relatif rendah dengan kandungan serat yang cukup tinggi, misalnya akar trengguli (Cas- sia fistula). Akar lanak mempunyai kadar ait yang cukup tinggi, antara 70-85%, misalnya akar som jawa.(Talinum triangulare). Perubahan yang terjadi pada akar sulit diamati karena letaknya jauh di bawah permukaan tanah. Hal tersebut mengaki- batkan sulitnya menentukan masa panen yang tepat bagi akar, sehingga terjadi variasi kualitas simplisia akar yang dihasilkan. Akar tanaman semusim umumnya mempunyai kandungan aktif maksimal saat pertumbuhan vegetatifnya selesai. Pada tanaman tahunan, akar biasanya dipanen saat berumut lebih dari dua tahun. Akar yang terlalu tua umurnya mempunyai kandungan lignin yang cukup tinggi sehingga menjadi sangat keras. Pada beberapa tanaman, akar yang terlalu lama dipanen dapat membusuk atau menjadi tempat penimbunan zat gabus yang mengakibatkan penurunan kadar kandungan aktifnya. 73 Pengeclolaan Pacca Panen Tanaman Obat Perbedaan sifat akar akan mempengaruhi pengelolaan pasca panennya. Berikut beberapa contoh penanganan pasca panen akar untuk memperoleh simplisia akar yang bermutu. Contoh 1. Akar pule pandak (Rauvolfia serpentina radix) Pule pandak [Rawvolfia serpentina (L) Bentham ex Kurz] merupakan tanaman perdu dengan tinggi mencapai 1 m, tumbuh dengan baik di Asia Selatan dan Asia Tenggara termasuk India, Malaysia dan Indonesia. Pule pandak dapat dijumpai sebagai tanaman hias atau tumbuh liar di ladang dan hutan jati. Bagian tanaman pule pandak yang digunakan sebagai bahan baku simplisia adalah akarnya. Gambar 34, Simplisia akar pulepandak Akar pule pandak mengandung berbagai jenis alkaloid di antaranya serpentine, yohimbine, ajmaline, rescinnamine dan reserpine. Menurut hasil penelitian, reserpine mempunyai aktivitas hipotensif; ajmaline, serpentine dan rescinnamine mempunyai efek sedatif; sedangkan yohimbine dapat 74 Berbagat Yemcs Simpliaia merangsang pembentukan hormon testosterone sehingga seting digunakan untuk membangkitkan gairah seksual. Simplisia akar pule pandak dibuat melalui tahapan sebagai berikut: 1. Pemanenan Akar pule pandak dapat dipanen saat tanaman berusia 18 bulan. Akar diambil dengan cara mencabut seluruh bagian tanaman, atau menggali tanah di sekitar tempat tumbuh tanaman. 2. Sortasi dan Pencucian Akar dipukul-pukulkan untuk menghilangkan tanah yang menempel. Serabut akar dibuang dengan jalan dicabut atau dikerok dengan pisau. Tanah dan kotoran lain yang masih menempel disikat di bawah air mengalir. Akar yang telah bersih ditiriskan di tempat teduh dengan dialasi tikar, hingga akar bebas dari air cucian. 3. Perajangan Akar dipotong melintang menggunakan pisau stain- less steel dengan panjang sekitar 5 cm. 4. Pengeringan, Pengemasan dan Penyimpanan Potongan akar dihamparkan di atas alas berlubang yang bersih dan dikeringkan di bawah sinar matahari ditutup dengan kain hitam. Akar yang telah kering, kadar air kurang dari 5%, dikemas dalam karung plastik dan disimpan dalam ruang penyimpanan simplisia. 75 Pengelolaan Pasea Panen Tanaman Obat G. Simplisia Kayu (Lignum) dan Kulit Batang (Korteks) Kayu dan kulit batang merupakan penyusun batang suatu tumbuhan, Batang adalah sumbu tubuh tumbuhan, pada umumnya bersifat heliotrop yaitu tumbuh ke arah cahaya atau sinar matahari. Batang tumbuhan mempunyai tugas untuk mendukung bagian tumbuhan yang lain yang berada di atas permukaan tanah, yaitu daun, bunga dan buah. Batang bertugas pula sebagai jalan distribusi air dan zat makanan dari akar ke bagian yang membutuhkan dan hasil asimilasi tumbuhan dari daun ke bagian tumbuhan lainnya. Pada beberapa tumbuhan batang berfungsi pula sebagai tempat penimbunan cadangan zat- zat makanan dan atau metabolit sekunder. Simplisia korteks merupakan bagian luar dari batang atau akar hingga ke bagian endodermis, yang meliputi jaringan gabus, fellodermis dan parenkim korteks, dan sedikit mengenai jaringan kambium. Simplisia kayu berasal dari bagian batang atau cabang tanaman tanpa kulit batangnya. Simplisia kayu seringkali dirubah bentuknya menjadi serutan atau potongan kecil-kecil. Kayu dan korteks memiliki sifat yang kaku, keras dan ulet, dengan kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin yang tinggi. Jenis dan umur tanaman yang akan dipanen sangat menentukan kualitas simplisia korteks dan kayu yang akan dihasilkan. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada tanaman perdu atau pohon yang telah berumur lebih dari empat tahun. Tanaman yang masih muda akan menghasilkan simplisia yang rapuh dengan kadar senyawa aktif yang belum optimal. Tanaman yang terlalu tua tidak baik pula digunakan karena terlalu banyak mengandung jaringan gabus yang tidak mempunyai aktivitas biologis. Bagian 76 Bonbagat fonts Stags yang dapat digunakan sebagai bahan simplisia dapat berasal dari batang utama, cabang yang besar, atau tangkai yang kecil. Pengambilan dilakukan dengan menggunakan alat pemotong dari logam yang tidak teroksidasi misalnya stainless steel. Besi sebaiknya tidak digunakan karena akan bereaksi dengan tanin yang biasanya terdapat dalam kortcks. Contoh 1. Pulasari korteks Pulasari (Asa reinvardiii Bl.) merupakan tambuhan liar yang merambat dan tersebar di seluruh Asia yang beriklim tropik, di Australia, dan di kepulauan pasifik. Saat ini, pulasari tergolong tumbuhan langka karena bagian utama yang dimanfaatkan sebagai ramuan obat tradisional adalah kulit batangnya yang diperoleh dengan cara menebang pohonnya. Hal terscbut mengakibatkan populasinya cepat sekali menurun. Pulasari tergolong tumbuhan terna menanjak atau merambat, tinggi 5-10 m, batang utama dengan diam- eter hingga 10 cm, menjalar di tanah dengan cabang- cabang utama dengan daun yang terdapat di bagian ujung yang terpusar 3-4 helai, Helai daun berbentuk gelondong Gambar 35..Simplisia kulit pulasati atau lonjong dengan pangkal daun dan ujung daun meruncing, lebar daun 1-2,5 cm, dan panjang 3-10 cm, tangkai daun tebal dan panjang 0,5-1 cm; 77 Pengelolaan Pasca Pawen Tanaman Obat penulangan daun menyirip dengan banyak cabang, helai daun tipis. Perbungaan malai, terdapat pada ketiak daun berjumlah satu atau berpasangan, panjang tangkai 4-6 mm, dan berbunga 3-6 buah; bunga kecil warna putih, berkelipatan lima; kelopak berbentuk bundar telur dan sempit; mahkota berbentuk corong dan berwarna putih. Korteks pulasari telah lama dimanfaatkan sebagai ramuan obat tradisional, biasanya dikombinasikan dengan buah adas sehingga dikenal dengan nama adas-pulasati. Menurut hasil penelitian batang dan kulit batang pulasari mengandung cam- phor, alkaloid, kumarin, minyak atsiri, dan asam organik. Penyebab rasa pahit pada batang dinamakan pulosarioside (diglucosida trimeric-itidoid), telah berhasil diisolasi dari batang kering dan konfigurasi absolutnya telah ditemukan. Kortex pulasari mempunyai khasiat sebagai penurun panas, pereda batuk, peluruh kencing, dan anti diare. Batangnya sebagai pereda demam, radang usus, kencing nanah, gangguan menstruasi dan kejang usus. Penanganan lepas panen kulit pulosari ditempuh sebagai berikut: 1. Pemanenan Batang atau cabang yang akan dipanen dipilih yang cukup tua, dengan diameter kurang lebih 2-5 cm. Sebaiknya tidak memotong cabang utama, cukup batang atau cabang samping untuk menjamin kelangsungan hidup tanaman. 2. Sortasi Basah dan Pencucian Batang atau cabang hasil panen dibersihkan dari daun- daun dan ranting-ranting halus kemudian dipotong-potong sepanjang kurang lebih 10 cm. Potongan tersebut dicuci 78 Benbagat fenis Sinisa dengan air bersih, jika perlu kulit luarnya disikat hingga benar-benar bersih. Potongan batang atau cabang yang telah bersih ditiriskan di tempat teduh sampai bebas dari air cucian. 3. Pengambilan Korteks Potongan batang atau cabang dikerat menggunakan pisau tajam, dengan arah membujur di kedua sisinya yang berhadapan. Kulit batang dilepaskan dari kayunya dengan hati-hati menggunakan alat tumpul yang bukan terbuat dari logam. 4. Pengeringan, Pengemasan dan Penyimpanan Kulit batang yang telah terlepas segera dikeringkan di bawah sinar matahari langsung atau dengan alat pengering. Proses pengeringan dilakukan hingga kulit batang benar-benar kering, yang ditandai dengan semakin kerasnya kulit namun mudah dipatahkan, berwarna kuning kecoklatan, berbau harum dan berasa pahit. Setelah proses pengeringan selesai, dilakukan sortasi kering. Bagian yang tusak atau yang tidak diinginkan dan kotoran yang masih tersisa dipisahkan; simplisia dikemas dalam karung plastik dan siap digunakan atau disimpan. 2. Sapan Lignum (kayu secang) Kayu secang adalah kayu tanaman Caesalpinia sappan L. fa- milia Leguminosae, berupa tanaman semak atau pohon kecil, ber- duri banyak, tingginya mencapai 10 m, ditanam sebagai tanaman pagar atau tanaman pinggiran. Kayu secang digunakan sebagai bahan ramuan obat tradisional serta sebagai pewarna alami untuk ptoduk makanan minuman maupun obat-obatan. Sebagai pewarna, kayu secang berwarna merah menyala yang mudah ter- 79 Pengelotaan Parca Panen Tanaman Obat campur dengan pelarut polar maupun semipolar. Sebagai bahan ramuan obat tradisional, karena secara empiris kayu secang dipakai sebagai obat luka, obat batuk dan berak berdarah, pembersih darah, penawar racun, penghenti pendarahan, pengobatan pasca Gambar 36. Simplisia kayu secang persalinan, anti-diare, astringet, des-infektan dan antimikroba. Kandungan kimia kayu secang diantaranya tanin (asam tanat), asam galat, resin, resorsin, brazilin, brazilein, sappanin, pig-men (sapan merah). Daun secang mengandung mi-nyak atsiri yang hampir tidak berwarna, kadar 0,16-0,20% bau khas, bobot jenis pada suhu 28°C adalah 0,825. Pengelolaan pascapanen kayu secang: 1. Pemanenan Batang atau cabang yang akan dipanen dipilih yang cukup tua, dengan diameter kurang lebih 2-5 cm. Sebaiknya tidak memotong cabang utama, cukup batang atau cabang samping untuk menjamin kelangsungan hidup tanaman. 2. Sortasi Basah dan Pencucian Batang atau cabang hasil panen dibersihkan dari daun- daun dan ranting-ranting halus kemudian dipotong-potong sepanjang kurang lebih 10 cm. Potongan tersebut dambil kulitnya dengan pisau atau alat lain yang sesuai, dicuci bersih dan ditiriskan kemudian dijemur. 80

You might also like