Professional Documents
Culture Documents
CITA HUKUM
HUKUM SEBAGAI SISTEM NORMA DAN FUNGSI-FUNGSINYA
Pengertian Hukum
Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan peraturan atau kaedah
dalam kehidupan bersama; keseluruhan tentang tingkah laku yang berlaku
dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya
dengan suatu sanksi. Namun demikian, hingga sekarang belum diperoleh suatu
pengertian hukum yang memadai dengan kenyataan. Hal ini dikarenakan
hukum memiliki banyak segi dan bentuk, sebagaimana diungkapkan oleh
Lemaire, bahwa hukum itu banyak seginya serta meliputi segala lapangan
kehidupan manusia menyebabkan orang tidak mungkin membuat suatu definisi
hukum yang memadai dan komperhensif. Demikian pula Mr. Dr. Kisch
mengatakan bahwa oleh karena hukum itu tidak dapat dilihat/ditangkap oleh
panca inder, maka sukarlah untuk membuat suatu definisi tentang hukum yangb
memuaskan umum.
Sekalipun demikian, pengertian hukum perlu dikemukakan di sini sebagai titik
tolak pembahasan selanjutnya. Pengertian yang mungkin diberikan pada
hukum adalah sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
hakikat keadilan,dan (2) menyangkut isi atau norma untuk berbuat secara
konkrit dalam keadaan tertentu.
Kedua, Teori Utilitas. Penganut teori ini, anatara lain Jeremy Bentham,
berpendapat bahwa tujuan hukum adalah untuk menjamin kebahagiaan yang
terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya (the greatest
good of the greatest number). Pada hakikatnya hukum dimanfaatkan untuk
menghasilkan sebesar-besarnya kesenangan atau kebahagiaan bagi jumlah
orang yang terbanyak.
Ketiga, Teori Campuran, yang berpendapat bahwa tujuan pokok hukum adalah
ketertiban, dan oleh karena itu ketertiban merupakan syarat bagi adanya suatu
masyarakat yang teratur. Di samping ketertiban, Mochtar Kusumaatmadja
berpendapat bahwa tujuan lain dari hukum adalah untuk mencapai keadilan
secara berbeda-beda (baik isi maupun ukurannya) menurut masyarakat dan
zamannya).
Fungsi-fungsi Hukum
Manusia di dalam hidupnya selalu mempunyai kebuthan-kebutuhan atau
kepentingan-kepentingan yang hendak dipenuhinya. Namun, tidak semua
manusia mempunyai kebutuhan atau kepentingan yang sama, melainkan
kadang berbeda, dan bahkan tidak jarang pula bertentangan satu sama lain. Di
lain pihak disadari pula bahwa terpenuhinya suatu kebutuhan manusia amat
efektif, hukum harus dilihat sebagai sub-sistem dari suatu system yang besar
yaitu masyarakat atau lingkungannya. Pengertian system sebagaimana
didefinisikan oleh beberapa ahli, antara lain Bertalanffy, Kenncth Building,
ternyata mengundang implikasi yang sangat berarti terhadap hukum, terutama
berkaitan dengan aspek : (1) keintegrasian, (2) keteraturan, (3) keutuhan, (4)
keteror-ganisasian, (5) keterhubungan komponen satu sama lain, dan (6)
ketergantungan komponen satu sama lain. Shrode dan Voich menambahkan
pula bahwa selain syarat sebagaimana tersebut di atas, sistem itu juga harus
berorientasi kepada tujuan.
Oleh karena hukum juga dipandang sebagai suatu system, maka untuk dapat
memahaminya perlu penggunaan pendekatan sistem. Berbagai pengertian
hukum sebagai sistem hukum dikemukakan antara lain oleh Lawrence M
Friedman, bahwa hukum itu merupakan gabungan antara komponen struktur,
substansi, dan kultur.
system
hukum
itu
memberikan
pelayanan
terhadap
2. Komponen
substantif
sebagai
output
dari
sistem
hukum,berupa
Komponen kultur hukum ini hendaknya dibedakan antara internal legal culture
yaitu kultur hukum para lawyers and judges, dan external legal culture yaitu
kultur hukum masyarakat luas.
Selain itu,
sebagai sistem maka harus dicermati apakah ia memenuhi delapan azas atau
principles of legality berikut ini :
Sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan artinya ia tidak boleh
mengandung sekadar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc;
Selanjutnya, apabila kita mulai bicara tentang hukum sebagai suatu sistem
norma, Hans Kalsen berpendapat bahwa suatu norma dibuat menurut norma
yang lebih tinggi, dan norma yang lebih tinggi ini pun dibuat menurut norma
yang lebih tinggi lagi, dan demikian seterusnya sampai kita berhenti pada
norma yang tertinggi yang tidak dibuat oleh norma lagi melainkan ditetapkan
terlebih dulu keberadaannya oleh masyarakat atau rakyat.
Hans Kalsen menamakan norma tetinggi tersebut sebagai Grundnorm atau
Basic Norm (Norma Dasar), dan Grundnorm pada dasarnya tidak berubahubah. Untuk mengatakan bahwa hukum merupakan suatu sistem norma, maka
Kalsen menghendaki agar obyek hukum bersifat empiris dan dapat ditelaah
secara logis, sedangkan sumber yang mengandung penilaian etis diletakkan di
luar kajian hukum atau bersifat trancenden terhadap hukum positif, dan oleh
karenanya kajiannya bersifat meta-yuridis.
FUNGSI
CITA
HUKUM
DALAM
PEMBANGUNAN
HUKUM
YANG
DEMOKRATIS
Patokan dari cita hukum nilai memiliki peranan dan fungsi yang sangat
penting dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan yang
demokratis.
Burkhardt Krems, pembentukan peraturan perundag-undangan meliputi
kegiatan yang berhubungan dengan isi atau substansi peraturan, metoda
pembentukan, serta proses dan prosedur pembentukan peraturan.
Suatu peraturan dapat mencapai sasarannya dengan cara yang sebaikbaiknya. Untuk itulah maka bantuan dari sosiologi hukum, ilmu pengetahuan
tata hukum dan ilmu tentang perancanaan sangat diperlukan.
Keberadaan
institusi
hukum
merupakan
indikator
atau
kunci
demikian
menjadikan
hubunggannya
dengan
kebijaksanaan
dalam kehidupan hukum harus selalu berpedoman oleh institusi yang namanya
hukum itu.
Melalui norma hukum, ditetapkan posisi masing-masing anggota
masyarakat dalam hubungannya dengan pemenuhan suatu kebutuhan tertentu
dan mengatur bagaimana keterkaitannya dengan posisi anggota masyarakat
lain.
Untuk melakukan proses perancangan undang-undang secara lebih
baik, maka pembentuk peraturan perundang-undangan hendaknya menyadari
dan memahami secara sungguh-sungguh daua hal pokok, yaitu konsep dan
bahasa, terutama bagaimana mencari kata-kata dan konsep yang tepat.
Kejelasan konsep diperlukan untuk membantu dan menuntun proses
perancangan suatu produk hukum.
Hal-hal yang sifatnya mendasar dan konseptual dari suatu produk hukum
itu hemdaknya ditelaah dan dikaji dari berbagai sudut pandang, baik sudut
pandang filsafat hukum, teori hukum, sosiologi hukum, sejarah hukum maupun
dogmatik hukum.. ketiadaan atau ketidak jelasan rumusan azas konsep,
budaya dan cita hukum, dapat mengakibatkan produk hukum yang disusun
akan segera menjadi usang. Untuk melakukan proses perancangan undangundang secara lebih baik, maka pembentuk peraturan perundang-undangan
hendaknya menyadari dan memahami secara sungguh-sungguh daua hal
pokok, yaitu konsep dan bahasa, terutama bagaimana mencari kata-kata dan
konsep yang tepat. Kejelasan konsep diperlukan untuk membantu dan
menuntun proses perancangan suatu produk hukum.
10
haruslah
dipahami
sebagai
dasar
sekaligus
pengikat
dalam
pembentukan perundang-undangan.
Secara makro, penyusunan suatu produk hukum dalam tahapan
sosiologis berlangsung didalam masyarakat dan ditentukan oleh tersedianya
bahan-bahan didalamnya.
11
dalam
proses
mengidentifikasi
dan
merumuskan
problem
kebijaksanaan sangat ditentukan oleh para pelaksana yang terlibat baik secara
individual dan secara kelompok didalam masyarakat. Setelah tahapan
sosiologis dan politis dilalui, berulah proses pembuatan hukum memasuki tahap
terakhir yang disebut tahap yuridis.
Proses-proses transformasi dari keinginan-keinginan sosial menjadi
peraturan-peraturan perundang-undangan baik dalam konteks politis dan
sosiologis, tidak hanya terjadi pada saat pembentukan suatu peraturan. Setelah
tahapan sosiologis dan politis dilalui, berulah proses pembuatan hukum
memasuki tahap terakhir yang disebut tahap yuridis
12
13
Yang merupakan hukum adalah apa yang dimaui oleh kekuasaan politik
dan penguasa demi kepentingan yang diinginkan.. hukum merupakan alat
legitimasi bagi program-program atau tujuan-tujuan lembaga eksekutif dan lebih
mencerminkan kehendak merelka yang memiliki kekuasaan.
Mencermati dinamika pembangunan pada umumnya dan pembangunan
tatanan hukum sebagaimana diuraikan di atas, maka dari perspektif empirik
dapatlah klita katakan bahwa produk hukum yang dihasilkan tidak lepas dari
lingkungannya, baik lingkungan sosial, politik dan ekonominya.
Kekuasaan pemerintah ORBA yang semakin besar, dan bahkan sudah
diluar proporsi itu, terus berusaha menumbuhkan hegemoni kekuasaan yang
luar biasa dengan berbagai cara;
1. membanguin sistem kepartaian yang hegemoni.
2. tumopuan kekuasaan Orde Baru ditopang oleh menyatunya Presiden
Suharto, ABRI, Golkar dan Birokrasi; dan
3. membangun konfigurasi otoriter memlalui penciptaan justifikasi konstitusional
sehingga otoriter diciptakan berdasarkan peraturan secara formal ada atau
dibuat.
Setelah lengsernya Suharto 20 Mei 1998, maka estafet beralih ke tangan
Habibie
dengan
kabinet
Reformasi
Pembangunannya
mencoba
untuk
14
Pemilu pada tanggal 7 Juni 1999 boleh dikatakan telah merubah wajah
Indonesia. Melalui sidang umum MPR, Gus Dur dan Megawati terpilih sebagai
Presiden dan Wakil Presiden yang baru dengan kabinet persatuan nasional.
Pemerintahan ini diharapkan merespons dan mewujudkan tuntutan reformasi
dengan penyelesaian kasus-kasus yang berbau KKN.. namun sebelum rejim
Gus Dur ini berbuat banyak untuk membenahi seluruh tatanan pembangunan di
Indonesia, terutama pembangunan tatanan hukum dan
upaya pemberantasan kasus-kasus KKN yang melibatkan pejabat-pejabat rejim
yang lama, pem,erintah Gus Dur berhasil dilengserkan. Selanjutnya Megawati
dan Hamzah Haz dipercayakan untuk memimpin negeri ini dengan berbagai
persoalan yang rumit yang terasa sulit untuk dipecahkan dalam waktu singkat.
Memang harus disadari bahwa suatu kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara sangat membutuhkan adanya suatu tatanan yang
daat
menuntun
kita
dalam
menyelenggarakan
suatu
negara
hukum
sebagaimana diamanatkan oleh para pendiri negara ini dalam pembukaan UUD
1945.
Hukum yang dilandasi paradigma kekuasaan menghadirkan hukum yang
tidak demokratis, yaitu suatu sistem hukum yang totaliter. Sistem hukum seperti
ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Sistem hukumnya terdiri dari peraturan yang mengikat yang isisnya
berubah-ubah tergantung dengan keputusan kekuasaan yang dibuat
dengan arbitrer.
15
16
watak
membudak
dari
hukum.
Sistem
sosial
totalitarian
tidak
4. Birokrasi Totalitarian
dalam kultur birokrasi yang demikian itu terjadi pembatasan-pembatasan
yang sangat jauh, meliputi semuanya yang memberi alasan rasional untuk
penolakan terhadap pendekatan yang tak memihak.
5.
17
kehidupan masyarakat.
(BAGIAN KEDUA)
BUDAYA HUKUM
mendasar
yang
perlu
mendapat
perhatian
adalah
bagaimanakah hubungan antara hukum dengan struktur masyarakat, fungsifungsi apakah yang dapat dijalankan oleh hukum serta bagaimana peranan
kultur hukum terhadap bekerjanya hukum.
18
hukum
sebagai
suatu
sistem,
Lawrence
M.
Fridman
komponen
ingin
mengembangkan
nilai-nilai
yang
ada
19
suatu
kegiatan
untuk
mewujudkan
ide-ide
tersebut
kedalam
masyarakat.
Hampir setiap bidang kehjidupan sekarang ini diatur oleh peraturan-peraturan
hukum. Melalui penormaan terhadap tingkah laku manusia ini hukum
menelusuri hampir semua bidang kehidupan manusia. Campur tangan hukum
yang makin meluas kedalam bidang kehidupan masyarakat menyebabkan
20
21
akan dibagi. Sistem bagi hasil ini disebut maro, mertelu, yaitu institusi bagi hasil
tradisional yang telah dikenal hingga saat ini masih dijalankan di dalam
masyarakat. Dengan demikian lahirnya UUPBH tersebut adalahj untuk
melakukan suatu perubahan terhadap suatu lembaga yang telah ada didalam
masyarakat.
Tentang pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan yang penelitiannya dilakukan oleh PSHP Fakultas Hukum
Airlangga tentang efektifitas ketentuan umur minimal untuk kawin (19 tahun
untk pria dan 16 tahun untuk wanita) di Bangkalan Madura.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimanakah bekerjanya ketentuian
hukum yang baru itu khususnya mengenai batas umur untuk kawin. Untuk
mentaati peraturan tersebut tentunya masyarakat terlebih dahulu mengetahui
isinya. Namun bagaimana rakyat di desa tempat penelitian itu mengetahui,
sedang pengetahuan kepala desa yang dapat menyebut batasan umur kawin
dengan tepat hanya mencapai 25,38%.
Temuan-temuan diatas mengisyaratkan, bahwa untuk memasukkan nilainilai yang baru kedalam masyarakat memerlukan perubahan sikap dari
anggota-anggota masyarakatnya.
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi merumuskan pengertian
kebudayaan itu sebagai hasil, karya rasa dan cipta masyarakat. Kebudayaan
mencakup suatu sistem tujuan-tujuan dan nilai-nilai tertentu. Nilai sosial dan
budaya berperan sebagai pedoman dan pendorong bagi perilaku manusia
22
merupakan
konkretisasi
nilai-nilai
yang
terbentuk
dario
23
2. luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturanaturan hukum yang bersangkutan;
3. efisien dan effektif tidaknya mobilitas atuiran-aturan hukum;
4. adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah
dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan juga
harus cukup efektif dalam menyelesaikan sengketa-sengketa, dan;
5. adanya anggapan dan pengakuan yang merata dikalangan warga
masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu
memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang efektif.
Untuk dapat menanamkan nilai-nilai baru sehingga dapat melembaga
sebagai pola-pola tingkah laku, yang baru di masyarakat maka perlu adanya
proses pelembagaan dan internalisasi dalam rangka pembentukan kesadaran
hukum masyarakat.
Sarana yang memadai serta organisasi yang rapi untuk menunjang
usaha untuk mengintroduksikan kebijaksanaan baru, termasuk hak-hak baru
bagi masyarakat yang terkena sasaran pengaturan itu.
Sistem pengawasan yang rapih harus pula dikembangkan, serta usahausaha untuk menyadarkan mereka tentang unsur-unsur baru tersebut terus
ditanamkan dan ditegaskan.
pemerintah
dan
mulai
digalakkan
dalam
bebagai
usaha
24
pembangunan. Sejak awal pemerintahan oerde baru secara jelas dan sistimatis
dituangkan dalam ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 mengenai GBHN dalam
hal hukum.
Kesadaran hukum dalam konteks ini berarti kesadaran untuk bertindak
sesuai dengan ketentuan hukum. Kesadaran hukum masyarakat merupakan
semacam jembatan yang menghubungkan antara peraturan-peraturan hukum
dengan tingkah laku masyarakat.
Menurut Sunaryati Hartono, betapapun kesadaran hukum itu berakar
dari masyarakat, ia merupakan abstraksi yang lebih rasional dari pada
perasaan hukum yang hidup didalam masyarakat. Dengan kata lain kesadaran
hukum merupakan suatu pengertian yang menjadi hasil ciptaan para sarjana
hukum.
Shamblis dan seidman menyebut andresat hukum sebagai pemegang
peran. Sebagain pemegang peran ia diharapkan oleh hukum untuk memenuhi
harapan-harapan tertentu sebagaimana dicantumkan di dalam peraturanperaturan. Dengan demikian anggota masyarakat diharapkan memenuhi peran
yang tertulis disitu. Pengaruh berbagai faktor yang bekerja pada diri orang
sebagai pemegang peran, dapat saja terjadi suatu penyimpangan antara peran
yang diharapkan dan peran yang dilakukan.
Kesadaran hukum ini timbul apabila nilai-nilai yang akan diwujudkan
dalam peraturan hukum itu merupakan nilai-nilai yang baru.
Teori penyimpangan mengajarkan bahwa para pemegang peran dapat
mempunyaik motivasi, baik yang berkehendak untuk menyesuaikan diri dengan
25
26
27
yang
berlaku
dimasyarakat,
seiring
dengan
28
29
alat
yang
dipakai
untuk
mengindentifikasikan
dan
30
kebanyakan
diserahkan kepada
rencana
tindakan
dari
suatu
program
dengan
program
dengan
mobilisasi
struktur, staff,
biaya,
kebijaksanaannya
sendiri,menyesuaikan
dengan
lingkungan
31
prinsip yang
32
dan
kesejahteraan
rakyat,
karena
tingkat
keberhasilan
adanya
penduduk
peningkatan
yang
pembagunan
berpendapatan
lebih
diharapkan
rendah.
dapat
Masalah
33
ketiaga
menunjukkan
dalamkaitannya
pentingnya
memperhatikanmaslah
dengan
tekad
pembagunan
itu
pemerataan
politik
pendapatan
nasionanlnya
senediri.
Jadi
ciri
pokok
untuk
dari
bagi perbaikan
Peran Pemerintah
Pemerintah dengan ini bertekad untuk memberantas kemiskinan
sturktual pendesaan. Pemerataan pada intinya yaitu lankah yang harus diambil
untuk
mengangakat
pendapatan
rendah
dari
jurang
kemiskinan
dan
34
semakain kaya dan yang miskin akan semakin miskin. Lebarnya jurang
pendapatan Internasioanal ini memmudahkan para peguasa dunia ketiga untuk
bertidak semaunya. Dari kenyataan tersebut tidaklah meherankan apabila di
forum internasional tumbuh keinginan untuk merombak tata ekonomi sekarang
ini disamping adanya kelompok Negara berkembang melakukan perjuangan
menegakkan tata ekonomi internasional baru.
35
pembagunan.
Padahal
pembagunan
adalah
proses
36