You are on page 1of 36

(BAGIAN PERTAMA)

CITA HUKUM
HUKUM SEBAGAI SISTEM NORMA DAN FUNGSI-FUNGSINYA
Pengertian Hukum
Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan peraturan atau kaedah
dalam kehidupan bersama; keseluruhan tentang tingkah laku yang berlaku
dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya
dengan suatu sanksi. Namun demikian, hingga sekarang belum diperoleh suatu
pengertian hukum yang memadai dengan kenyataan. Hal ini dikarenakan
hukum memiliki banyak segi dan bentuk, sebagaimana diungkapkan oleh
Lemaire, bahwa hukum itu banyak seginya serta meliputi segala lapangan
kehidupan manusia menyebabkan orang tidak mungkin membuat suatu definisi
hukum yang memadai dan komperhensif. Demikian pula Mr. Dr. Kisch
mengatakan bahwa oleh karena hukum itu tidak dapat dilihat/ditangkap oleh
panca inder, maka sukarlah untuk membuat suatu definisi tentang hukum yangb
memuaskan umum.
Sekalipun demikian, pengertian hukum perlu dikemukakan di sini sebagai titik
tolak pembahasan selanjutnya. Pengertian yang mungkin diberikan pada
hukum adalah sebagai berikut :
1)

Hukum dalam arti ilmu;

2)

Hukum dalam arti disiplin atau system ajaran tentang kenyataan;

3)

Hukum dalam arti kaedah atau norma;

4)

Hukum dalam arti tata hukum atau hukum positif tertulis;

5)

Hukum dalam arti keputusan pejabat;

6)

Hukum dalam arti petugas;

7)

Hukum dalam arti proses pemerintahan;

8)

Hukum dalam arti perilaku yang teratur;

9)

Hukum dalam arti jalinan nilai.

Selain pengertian tersebut di atas dapatlah dikemukakan beberapa pendapat


para ahli. Menurut Van Vollen Hoven, hukum adalah suatu gejala dalam
pergaulan hidup yang bergolak terus-menerus dalam keadaan bentur dan
membentur tanpa henti-hentinya dengan gejala-gejala lainnya. Demikian pula
Soediman mendefinisikan hukum sebagai pikiran atau anggapan orang tentang
adil dan tidak adil mengenai hubungan antar manusia.
Beberapa pengertian hukum sebagaimana terurai di atas menunjukkan pada
kita bahwa hukum memiliki banyak dimensi yang sulit untuk disatukan,
mengingat masing-masing dimensi memiliki metode yang berbeda. Secara
garis besar pengertian hukum tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga (3)
pengertian dasar : Pertama, hukum dipandang sebagai kumpulan ide atau nilai
abstrak. Konsekuensi metodologi adalah bersifat filosofis.
Kedua, hukum dilihat sebagai suatu sistem peraturan-peraturan yang abstrak,
maka pusat perhatian terfokus pada hukum sebagai suatu lembaga yang
benar-benar otonom, yang biasa kita bicarakan sebagai subyek tersendiri
terlepas dari kaitannya dengan hal-hal di luar peraturan-peraturan tersebut.
2

Konsekuensi metodologinya adalah bersifat normatif-analitis.hukum tidak lagi


menjadi sosok yang terkotak-kotak atau terfragmentasikan, maka hokum harus
dapat dilihat secara holistic. Hokum pada dasarnya merupakan hasil karya
manusia atau sebuah komunitas yang berjalan terus menerus dan selalu
mengalami proses untuk mengkristal menjadi norma hokum yang tampak
dalam simbol-simbol.
Pengetian- pengertian hokum sebagaimana diuraikan diatas memberikan
petunjuk kepada kita bahwa sesungguhnya hokum merupakan hasil karya
manusia sebagai cermin kehendak dan sasaran masyarakat yang ingin
dicapainya. Dalam litetatur dikenal beberapa teori tentang tujuan hokum.
Ketiga, hukum dipahami sebagai sarana/alat untuk mengatur masyarakat, maka
metode yang dipergunkan adalah metoda sosiologis. Pengertian ini mengaitkan
hukum untuk mencapai tujuan-tujuan serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan
konkrit dalam masyarakat.
Disisi lain hokum hendaknya dipandang dengan pengertian ketiga hal tersebut
sehingga
Pertama, Teori Etis yang mengajukan tesis bahwa hukum itu semata-mata
bertujuan untuk menemukan keadilan. Isi hukum ditentukan oleh keyakinan
yang etis tentang apa yang adil dan tidak adil. Dengan perkataan lain, hukum
bertujuan untuk merealisasikan atau mewujudkan keadilan. Salah seorang
pendukung teori ini adalah Geny. Keprihatinan mendasar dari teori etis ini
terfokus pada dua pertanyaan tentang keadilan itu, yakni (1) menyangkut

hakikat keadilan,dan (2) menyangkut isi atau norma untuk berbuat secara
konkrit dalam keadaan tertentu.
Kedua, Teori Utilitas. Penganut teori ini, anatara lain Jeremy Bentham,
berpendapat bahwa tujuan hukum adalah untuk menjamin kebahagiaan yang
terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya (the greatest
good of the greatest number). Pada hakikatnya hukum dimanfaatkan untuk
menghasilkan sebesar-besarnya kesenangan atau kebahagiaan bagi jumlah
orang yang terbanyak.
Ketiga, Teori Campuran, yang berpendapat bahwa tujuan pokok hukum adalah
ketertiban, dan oleh karena itu ketertiban merupakan syarat bagi adanya suatu
masyarakat yang teratur. Di samping ketertiban, Mochtar Kusumaatmadja
berpendapat bahwa tujuan lain dari hukum adalah untuk mencapai keadilan
secara berbeda-beda (baik isi maupun ukurannya) menurut masyarakat dan
zamannya).

Fungsi-fungsi Hukum
Manusia di dalam hidupnya selalu mempunyai kebuthan-kebutuhan atau
kepentingan-kepentingan yang hendak dipenuhinya. Namun, tidak semua
manusia mempunyai kebutuhan atau kepentingan yang sama, melainkan
kadang berbeda, dan bahkan tidak jarang pula bertentangan satu sama lain. Di
lain pihak disadari pula bahwa terpenuhinya suatu kebutuhan manusia amat

tergantung pada manusia lainnya. Bahkan, pemenuhan kebutuhan manusia


dapat diselenggarakan di dalam masyarakat yang tetib dan aman.
Oleh sebab itu, Hoebel menyimpulkan adanya empat fungsi dasar hukum, yaitu
:

1. Menetapkan hubungan-hubungan antara para anggota masyarakat,


dengan menujukkan jenis-jenis tingkah laku-tingkah laku apa yang
diperkenankan dan apa pula yang dilarang;
2. Menentukan pembagian kekuasaan dan memerinci siapa saja yang
boleh melakukan paksaan serta siapakah yang harus mentaatinya dan
sekaligus memilihkan sanksi-sankinya yang tepat dan efektif;
3. Menyelesaikan sengketa;
4. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan
kondisi-kondisi kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan
kembali hubungan esensial antara anggota-anggota masyarakat.

Hukum Sebagai Suatu Sistem Norma


Apapun namanya maupun fungsi apa saja yang hendak dilakukan oleh hukum
tetap tidak terlepas dari pengertian hukum sebagai suatu system, yaitu sebagai
sistem norma. Pemahaman yang demikian itu menjadi penting, karena dalam
menjalankan fungsinya untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki secara

efektif, hukum harus dilihat sebagai sub-sistem dari suatu system yang besar
yaitu masyarakat atau lingkungannya. Pengertian system sebagaimana
didefinisikan oleh beberapa ahli, antara lain Bertalanffy, Kenncth Building,
ternyata mengundang implikasi yang sangat berarti terhadap hukum, terutama
berkaitan dengan aspek : (1) keintegrasian, (2) keteraturan, (3) keutuhan, (4)
keteror-ganisasian, (5) keterhubungan komponen satu sama lain, dan (6)
ketergantungan komponen satu sama lain. Shrode dan Voich menambahkan
pula bahwa selain syarat sebagaimana tersebut di atas, sistem itu juga harus
berorientasi kepada tujuan.
Oleh karena hukum juga dipandang sebagai suatu system, maka untuk dapat
memahaminya perlu penggunaan pendekatan sistem. Berbagai pengertian
hukum sebagai sistem hukum dikemukakan antara lain oleh Lawrence M
Friedman, bahwa hukum itu merupakan gabungan antara komponen struktur,
substansi, dan kultur.

1. Komponen struktur yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem


hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung
bekerjanya system tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk melihat
bagaimana

system

hukum

itu

memberikan

pelayanan

terhadap

penggarapan bahan-bahan hukum secara teratur.

2. Komponen

substantif

sebagai

output

dari

sistem

hukum,berupa

peraturan-peraturan, keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh


pihak yang mengatur maupun yang diatur.
3. Komponen kultural yaitu terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang
mempengaruhi bekerjanya hukum, atau oleh Lawrence M. Friedman
disebut sebagai hukum. Kultur hukum inilah yang berfungsi sebagai
jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah
laku hukum seluruh warga masyarakat.

Komponen kultur hukum ini hendaknya dibedakan antara internal legal culture
yaitu kultur hukum para lawyers and judges, dan external legal culture yaitu
kultur hukum masyarakat luas.
Selain itu,

Lon L. Fuller juga berpendapat bahwa untuk mengenal hukum

sebagai sistem maka harus dicermati apakah ia memenuhi delapan azas atau
principles of legality berikut ini :
Sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan artinya ia tidak boleh
mengandung sekadar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc;

1. Peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan;


2. Peraturan tidak boleh berlaku surut;
3. Peraturan-peraturan disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti;

4. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang


bertentangan satu sama lain;
5. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi
apa yang dapat dilakukan;
6. Peraturan tidak boleh sering dirubah-rubah;
7. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan
pelaksanaannya sehari-hari.

Selanjutnya, apabila kita mulai bicara tentang hukum sebagai suatu sistem
norma, Hans Kalsen berpendapat bahwa suatu norma dibuat menurut norma
yang lebih tinggi, dan norma yang lebih tinggi ini pun dibuat menurut norma
yang lebih tinggi lagi, dan demikian seterusnya sampai kita berhenti pada
norma yang tertinggi yang tidak dibuat oleh norma lagi melainkan ditetapkan
terlebih dulu keberadaannya oleh masyarakat atau rakyat.
Hans Kalsen menamakan norma tetinggi tersebut sebagai Grundnorm atau
Basic Norm (Norma Dasar), dan Grundnorm pada dasarnya tidak berubahubah. Untuk mengatakan bahwa hukum merupakan suatu sistem norma, maka
Kalsen menghendaki agar obyek hukum bersifat empiris dan dapat ditelaah
secara logis, sedangkan sumber yang mengandung penilaian etis diletakkan di
luar kajian hukum atau bersifat trancenden terhadap hukum positif, dan oleh
karenanya kajiannya bersifat meta-yuridis.

FUNGSI

CITA

HUKUM

DALAM

PEMBANGUNAN

HUKUM

YANG

DEMOKRATIS

Patokan dari cita hukum nilai memiliki peranan dan fungsi yang sangat
penting dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan yang
demokratis.
Burkhardt Krems, pembentukan peraturan perundag-undangan meliputi
kegiatan yang berhubungan dengan isi atau substansi peraturan, metoda
pembentukan, serta proses dan prosedur pembentukan peraturan.
Suatu peraturan dapat mencapai sasarannya dengan cara yang sebaikbaiknya. Untuk itulah maka bantuan dari sosiologi hukum, ilmu pengetahuan
tata hukum dan ilmu tentang perancanaan sangat diperlukan.
Keberadaan

institusi

hukum

merupakan

indikator

atau

kunci

pengimplementasikan dari suatu kebijaksanaan. Dengan demikian hukum


merupakan suatu bagian yang integral dari kebijaksanaan.
Hukum merupakan elemen penting bagi perkembangan politik, dan
dengan

demikian

menjadikan

hubunggannya

dengan

kebijaksanaan

pemerintah semakin jelas.


Hukum adalah dasar dan pemberi petunjuk bagi semua aspek kegiatan
kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan. Rakyat Indonesia, baik dalam
kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan maupun

dalam kehidupan hukum harus selalu berpedoman oleh institusi yang namanya
hukum itu.
Melalui norma hukum, ditetapkan posisi masing-masing anggota
masyarakat dalam hubungannya dengan pemenuhan suatu kebutuhan tertentu
dan mengatur bagaimana keterkaitannya dengan posisi anggota masyarakat
lain.
Untuk melakukan proses perancangan undang-undang secara lebih
baik, maka pembentuk peraturan perundang-undangan hendaknya menyadari
dan memahami secara sungguh-sungguh daua hal pokok, yaitu konsep dan
bahasa, terutama bagaimana mencari kata-kata dan konsep yang tepat.
Kejelasan konsep diperlukan untuk membantu dan menuntun proses
perancangan suatu produk hukum.
Hal-hal yang sifatnya mendasar dan konseptual dari suatu produk hukum
itu hemdaknya ditelaah dan dikaji dari berbagai sudut pandang, baik sudut
pandang filsafat hukum, teori hukum, sosiologi hukum, sejarah hukum maupun
dogmatik hukum.. ketiadaan atau ketidak jelasan rumusan azas konsep,
budaya dan cita hukum, dapat mengakibatkan produk hukum yang disusun
akan segera menjadi usang. Untuk melakukan proses perancangan undangundang secara lebih baik, maka pembentuk peraturan perundang-undangan
hendaknya menyadari dan memahami secara sungguh-sungguh daua hal
pokok, yaitu konsep dan bahasa, terutama bagaimana mencari kata-kata dan
konsep yang tepat. Kejelasan konsep diperlukan untuk membantu dan
menuntun proses perancangan suatu produk hukum.

10

Cita hukum dapat dipahami sebagai konstruksi pikiran yang merupakan


keharusan untuk mengarahkan hukum pada cita-cita yang diinginkan
masyarakat.
Jika dipahami sebagai suatu sistem norma, maka setiap peraturan
perundang-undangan yang paling tinggi sampai pada yang paling rendah
haruslah merupakan suatu jalinan sistem yang tidak boleh saling bertentangan
suatu sama lain.
Penjelasan umum UUD 1945 secara tegas menggariskan bahwa pokok-pokok
pikiran yang terkandung dalam pembentukan adalah mewujudkan cita hukum,
yang tidak lain adalah Pancasila. Cita hukum ada didalam cita bangsa
Indonesia, baik berupa gagasan, rasa, cipta dan pikiran.
Gustav Radbruch mengatakan bahwa cita hukum berfungsi sebagai
tolak ukur yang bersifat regulatif dan konstruktif. Tanpa cita hukum, maka
produk hukum yang dihasilkan itu akan kehilangan maknanya.
Suatu peraturan itu sesungguhnya lahir dari proses yang membutuhkan
waktu yang cukup panjang. Dengan demikian, setiap proses pembentukan dan
penegakkan serta perubahan-perubahan yang hendak dilakukan terhadap
hukum tidak boleh bertentangan dengan cita hukum yang telah disepakati. Cita
hukum

haruslah

dipahami

sebagai

dasar

sekaligus

pengikat

dalam

pembentukan perundang-undangan.
Secara makro, penyusunan suatu produk hukum dalam tahapan
sosiologis berlangsung didalam masyarakat dan ditentukan oleh tersedianya
bahan-bahan didalamnya.

11

Tahap politis berusaha mengidentifikasi problem danb kemudian


merumuskan lebih lanjut.
Di

dalam

proses

mengidentifikasi

dan

merumuskan

problem

kebijaksanaan sangat ditentukan oleh para pelaksana yang terlibat baik secara
individual dan secara kelompok didalam masyarakat. Setelah tahapan
sosiologis dan politis dilalui, berulah proses pembuatan hukum memasuki tahap
terakhir yang disebut tahap yuridis.
Proses-proses transformasi dari keinginan-keinginan sosial menjadi
peraturan-peraturan perundang-undangan baik dalam konteks politis dan
sosiologis, tidak hanya terjadi pada saat pembentukan suatu peraturan. Setelah
tahapan sosiologis dan politis dilalui, berulah proses pembuatan hukum
memasuki tahap terakhir yang disebut tahap yuridis

PERGESERAN PARADIGMA HUKUM : DARI PARADIGMA KEKUASAAN


MENUJU PARADIGMA MORAL

Gejala yang sedang terjadi di masyarakat Indonesia merupakan suatu


tuntutan akan kebutuhan dilakukannya reformasi di segala bidang kehidupan
baik politik, ekonomi maupun hukum. Pembangunan yang menekankan pada
bidang ekonomi dan paradigma pertumbuhan akan berhasil bila didukung oleh
stabilitas politik.

12

Dalam perjalanan sejarah terjadi pergeseran beberapa hal dalam


pembangunan, pertama strategi dan implementasi pembangunan dengan
model pertumbuhan, ternyata membawa implikasi yang terlalu jauh, tidak
berjalannya trickel down effects, melebarnya jurang pemisah antara strata
sosial dan antar daerah, kehancuran sektor-sektor usaha kecil termasuk sektor
industri rumah tangga dan sektor informal. Gerakan reformasi demi masa
depan bangsa dan negara kita, perlu didukung oleh semua komponen bangsa
terutama kaum intelektual akademis dengan mengembangkan pokok-pokok
pikiran, ide-ide konsep dan pemikiran yang positif agar gerakan reformasi ini
dapat mencapai tujuan yang dapat dinikmatii oleh semua rakyat Indonesia
Kedua, tumbuh dan berkembangnya rejim-rejim yang refresif, yang
menurut Herbert Feith disebut sebagai Repressive-Developmentalist
Regimes, yang cenderung korup atau berkembangnya korupsi, kolusi,
manipulasi dan nepotisme; hapusnya partisipasi politik rakyat, terbatasnya
kebebasan pers, sangat minimnya peran serta masyarakat dalam prosesproses pengambilan keputusan, bahkan pelanggaran hak asasi manusia dan
perampasan hak-hak rakyat semakin mengemuka.
Dinamika pembangunan dengan karakteristiknya seperti itu pulalah yang
menyebabkan produk hukum lalu dipandang semata sebagai produk politik.
Potret hukum yang diwarnai oleh sistem politik seperti itu,
menyebabkan ia hanyalkah sebagai alat untuk mewujudkan tujuan-tujuan
politik.

13

Yang merupakan hukum adalah apa yang dimaui oleh kekuasaan politik
dan penguasa demi kepentingan yang diinginkan.. hukum merupakan alat
legitimasi bagi program-program atau tujuan-tujuan lembaga eksekutif dan lebih
mencerminkan kehendak merelka yang memiliki kekuasaan.
Mencermati dinamika pembangunan pada umumnya dan pembangunan
tatanan hukum sebagaimana diuraikan di atas, maka dari perspektif empirik
dapatlah klita katakan bahwa produk hukum yang dihasilkan tidak lepas dari
lingkungannya, baik lingkungan sosial, politik dan ekonominya.
Kekuasaan pemerintah ORBA yang semakin besar, dan bahkan sudah
diluar proporsi itu, terus berusaha menumbuhkan hegemoni kekuasaan yang
luar biasa dengan berbagai cara;
1. membanguin sistem kepartaian yang hegemoni.
2. tumopuan kekuasaan Orde Baru ditopang oleh menyatunya Presiden
Suharto, ABRI, Golkar dan Birokrasi; dan
3. membangun konfigurasi otoriter memlalui penciptaan justifikasi konstitusional
sehingga otoriter diciptakan berdasarkan peraturan secara formal ada atau
dibuat.
Setelah lengsernya Suharto 20 Mei 1998, maka estafet beralih ke tangan
Habibie

dengan

kabinet

Reformasi

Pembangunannya

mencoba

untuk

merespons tuntutan dan aspirasi rakyat. Namun, pada kenyataan aspirasi


rakyat untuk menuju nsuatu perubahan secara total sulit diwujudkan. Keadaan
semacam ini disebabkan oleh masih banyaknya unsur Orde Baru yang masuk
ke dalam masa-masa tersebut.

14

Pemilu pada tanggal 7 Juni 1999 boleh dikatakan telah merubah wajah
Indonesia. Melalui sidang umum MPR, Gus Dur dan Megawati terpilih sebagai
Presiden dan Wakil Presiden yang baru dengan kabinet persatuan nasional.
Pemerintahan ini diharapkan merespons dan mewujudkan tuntutan reformasi
dengan penyelesaian kasus-kasus yang berbau KKN.. namun sebelum rejim
Gus Dur ini berbuat banyak untuk membenahi seluruh tatanan pembangunan di
Indonesia, terutama pembangunan tatanan hukum dan
upaya pemberantasan kasus-kasus KKN yang melibatkan pejabat-pejabat rejim
yang lama, pem,erintah Gus Dur berhasil dilengserkan. Selanjutnya Megawati
dan Hamzah Haz dipercayakan untuk memimpin negeri ini dengan berbagai
persoalan yang rumit yang terasa sulit untuk dipecahkan dalam waktu singkat.
Memang harus disadari bahwa suatu kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara sangat membutuhkan adanya suatu tatanan yang
daat

menuntun

kita

dalam

menyelenggarakan

suatu

negara

hukum

sebagaimana diamanatkan oleh para pendiri negara ini dalam pembukaan UUD
1945.
Hukum yang dilandasi paradigma kekuasaan menghadirkan hukum yang
tidak demokratis, yaitu suatu sistem hukum yang totaliter. Sistem hukum seperti
ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Sistem hukumnya terdiri dari peraturan yang mengikat yang isisnya
berubah-ubah tergantung dengan keputusan kekuasaan yang dibuat
dengan arbitrer.

15

2. Dengan teknikalitas tertentu, hukum dipakai sebagai kedok utnuk


menutupi penggunaan kekuasaan secara arbiter. Hukum diterima
berdasarkan kesadaran palsu dan menurunkan derajat manusia.
3. Penerimaan sosial terhadap hukum didasarkan kepada kesadaran palsu
dan merendahkan derajat manusia.
4. sanksi-sanksi hukum mengandung pengrusakan(disintegration) terhadap
ikatan-ikatan sosial serta menciptakan suatu susunan nihilisme sosial
yang menyebar.
5. tujuan akhirnya adalah suatu legitimasi institusional terlepas dari
seberapa besar diterima oleh masyarakat.

Kualtas hukum kita menjadi hukum otoriter dengan memperlihatkan ciri-ciri


otoritarian antara lain dengan sebagai berikut:
1. Kaidah dasar Totaliter
kaidah dasar dari sistem hukum totalitarian adalkah tidak lain merupakan
rumusan pikiran totaliter yang diselundupkan kedalam kaedah dasar tersebut
yang pada giliranmnya akan menjadi landasan bagi kaidah/peraturan lain yang
dikeluarkan.
2. Kaidah Dasar Diatas Konstitusi
supremasi dari karedah dasar atas konstitusi. Dalam orde totalitarian,
konstitusi diberikan kepada rakyat sebagai suatu dokumen nasional penting,
tetapi sebenarnya sekedar sebagai pemanis bibir belaka.
3. Hukum yang membudak

16

watak

membudak

dari

hukum.

Sistem

sosial

totalitarian

tidak

memberikan tempat mandiri kepada hukum atau dibiarkan tergantung.

4. Birokrasi Totalitarian
dalam kultur birokrasi yang demikian itu terjadi pembatasan-pembatasan
yang sangat jauh, meliputi semuanya yang memberi alasan rasional untuk
penolakan terhadap pendekatan yang tak memihak.
5.

Trias Politika Pro-forma


penekanan terhadap dan oleh sistem peradilan. Sistem totalitarian

mengakui pembagian antara legislatif, eksekutif dan pembagian secara


proforma.
6. Kepatuhan Terpaksa
Sistem totalitarian pada suatu legitimasi yang diberi nama dead-end
legitimacy. Disini warga negara menerima hukum dan mentolerir tindakan
pemerintah oileh karena mereka tidak melihat pilihan lain.
7. Tipe Rekayasa Merusak
Reformasi merupakan suatu usaha untuk menjadikan hukum
sebagai institusi yang mampu menjalankan pekerjaannya sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan jaman.
Dan Reformasi hukum merupakan on going process dan bukan sekedar
perubahan hukum bias Rekayasa, seperti dipikirkan Roscoe Pound yang
dikenal sebagai Social engineering by law, adalah tindakan rasional biasa.
Berbeda dengan tipe tersebut, maka dark social engineering adalah

17

penggunaan teknik sosial untuk menimbulkan kerugian sosial yang luas di


masyarakat.
Reformasi semestinya memiliki visi yang jelas apabila tidak ingin sekedar
merubah hukum secara parsial.
Memasuki era baru saat ini bagi masyarakat Indonesia didalam rangka
membangun hukum nasional dihadapkan pada tekanan-tekanan globalisasi
perdagangan bebas. Globalisasi telah merambah

hampir ke semua ranah

kehidupan masyarakat.

(BAGIAN KEDUA)
BUDAYA HUKUM

PERANAN KULTUR HUKUM DALAM PENEGAKKAN HUKUM


Ketika fokus pembicaraan kita telah menyangkut penegakkan hukum,
maka ketika itupula pembicaraan kita bersinggungan dengan banyak aspek lain
yang melingkupinya. Suatu hal yang pasti bahwa usaha untuk mewujudkan ide
atau nilai selalu melibatkan lingkungan serta berbagai pengaruh faktor lainnya.
Persoalan

mendasar

yang

perlu

mendapat

perhatian

adalah

bagaimanakah hubungan antara hukum dengan struktur masyarakat, fungsifungsi apakah yang dapat dijalankan oleh hukum serta bagaimana peranan
kultur hukum terhadap bekerjanya hukum.

18

Hukum dipandang sebagai suatu sistim nilai yang secara keseluruhan


dipayungi oleh sebuah norma dasar yang disebut Grundnorm atau basic norm.
hukum merupakan salah satu sub sistem diantara subsistem-subsistem lainnya,
seperti sosial, budaya, politik dan ekonomi.
Bicara

hukum

sebagai

suatu

sistem,

Lawrence

M.

Fridman

mengemukakan adanya komponen-komponen yang terkandung dalam hukum,


yaitu :
1. Komponen yang disebut dengan struktur. Ia adalah kelembagaan yang
diciptakan oleh sistem hukum seperti pengadilan negeri, pengadilan
administrasi yang mempunyai fungsi untuk mendukung bekerjanya
sistem itu sendiri.
2. Komponen substansi yaitu noirma-norma hukum, baik peraturanperaturan, keputusan-keputusan dan sebagainya yang semuanya
dipergunakan oleh para penegak hukum maupun mereka yang diatur.
3. komponen hukum yang bersifat kultural.
Apabila kita melihat penegakkan hukum merupakan suatu proses untuk
mewujudkan tujuan-tujuan hukum menjadi kenyataan, maka proses itu selalu
melibatkan para pembuat dan pelaksana hukum, serta juga masyarakatnya.
Masing-masing

komponen

ingin

mengembangkan

nilai-nilai

yang

ada

dilingkungan yang sarat dengan pengaruh faktor-faktor non-hukum lainnya.


Hukum memiliki hubungan timbal balik dengan masyarakatnya, karena
hukum itu sendiri merupakan sarana pengatur masyarakat dan bekerja didalam
masyarakat. Struktur masyarakat dapat menjadi penghambat sekaligus dapat

19

memberikan saran-saran sosial, sehingga memungkinkan hukum dapat


siterapkan dengan sebaik-baiknya.
Hubungan fungsi antar sistem hukum dan masyarakat diuraikan oleh
Emile Durkheim yang membedakan antara masyarakat dengan solidaritas
mekanik yang mendasarkan diri pada sifat kebersamaan antara anggotaanggutanya. Disini sistem hukumnya bersifat represif, karena hukum yang
demikian itu mampu mempertahankan kebersamaan tersebut, sebaliknya
masyarakat dengan solidaritas organik lebih mendasarkan pada individualisme
dan kebebasan para anggota-anggotanya. Sistem hukum restitutif merupakan
hukum yang sesuai untuk menjaga kelangsungan masyarakat dengan
solidaritas organmik.

PENGARUH BUDAYA HUKUM TERHADAP FUNGSI HUKUM


Rangkaian kegiatan dalam rangka mewujudkan ide-ide abstrak yang
menjadi kenyataan merupakan suatu proses penegakan hukum. Hukum
mengandung ide atau konsep-konsep abstrak. Sekalipun abstrak, tapi dibuat
untuk di implementasikan pada kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, perlu
adanya

suatu

kegiatan

untuk

mewujudkan

ide-ide

tersebut

kedalam

masyarakat.
Hampir setiap bidang kehjidupan sekarang ini diatur oleh peraturan-peraturan
hukum. Melalui penormaan terhadap tingkah laku manusia ini hukum
menelusuri hampir semua bidang kehidupan manusia. Campur tangan hukum
yang makin meluas kedalam bidang kehidupan masyarakat menyebabkan

20

masalah efektifitas penerapan hukum menjadi semakin penting untuk


dip[erhitungkan. Itu artinya, hukum harus bisa menjadi institusi yang bekerja
secara efektif di dalam masyarakat. Berbicara mengenai budaya hukum adalah
berbicara mengenai bagaimana sikap-sikap, pandangan-pandangan serta nilainilai yang dimiliki oleh masyarakat. Semua komponen budaya hukum itulah
yang sangat menentukan berfhasil tidaknya kebijaksanaan yang telah
dituangkan dalam bentuk hukum itu.
Menurut Marc Galanter, sistem hukum yang modern mempunyai ciri-ciri
tertentu. Beberapa diantaranya adalah teritorial, tidak bersifat personal;
universalitas, rasional; hukum dinilai dari sudut kegunaannya sebagai sarana
untuk menggarap masyarakat.
Berikut ini hasil temuan Fakukltas Hukum UNDIP tentang Peranan
Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Pelaksanaan Undang-Undang Bagi Hasil
(UUPBH) tahun 1976.
Konsiderans UUPBH tersebut Pertama mengupayakan agar pembagian
hasil tanah antara pemilik dan penggarap silakukan dengan adil.
Kedua, mengupayakan agar kedudukan hukum para penggarap dapat terjamin
dengan baik dengan merumuskan secara tegas hak-hak dan kewajibankewajiban penggarap maupun pemilik. Jelaslah bahwa para pembuat undangundang berkeinginan untuk menganggkat kedudukan petani penggarap dengan
melindungi hak-haknya.
Hubungan antar kedua belah pihak, yaitu pihak yang satu menyerahkan
tanahnya untuk digarap oleh pihak yang lain dengan perjanjian bahwa hasilnya

21

akan dibagi. Sistem bagi hasil ini disebut maro, mertelu, yaitu institusi bagi hasil
tradisional yang telah dikenal hingga saat ini masih dijalankan di dalam
masyarakat. Dengan demikian lahirnya UUPBH tersebut adalahj untuk
melakukan suatu perubahan terhadap suatu lembaga yang telah ada didalam
masyarakat.
Tentang pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan yang penelitiannya dilakukan oleh PSHP Fakultas Hukum
Airlangga tentang efektifitas ketentuan umur minimal untuk kawin (19 tahun
untk pria dan 16 tahun untuk wanita) di Bangkalan Madura.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimanakah bekerjanya ketentuian
hukum yang baru itu khususnya mengenai batas umur untuk kawin. Untuk
mentaati peraturan tersebut tentunya masyarakat terlebih dahulu mengetahui
isinya. Namun bagaimana rakyat di desa tempat penelitian itu mengetahui,
sedang pengetahuan kepala desa yang dapat menyebut batasan umur kawin
dengan tepat hanya mencapai 25,38%.
Temuan-temuan diatas mengisyaratkan, bahwa untuk memasukkan nilainilai yang baru kedalam masyarakat memerlukan perubahan sikap dari
anggota-anggota masyarakatnya.
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi merumuskan pengertian
kebudayaan itu sebagai hasil, karya rasa dan cipta masyarakat. Kebudayaan
mencakup suatu sistem tujuan-tujuan dan nilai-nilai tertentu. Nilai sosial dan
budaya berperan sebagai pedoman dan pendorong bagi perilaku manusia

22

didalam proses interaksi sosial. Kaedah-kaedah yang berlaku sebenarnya


berakar pada nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat yang bersangkutan.
Hukum

merupakan

konkretisasi

nilai-nilai

yang

terbentuk

dario

kebudayaan suatu masyarakat. Oleh karena setiap masyarakjat selalu


menghasilkan kebudayaan, maka hukumpun selalu ada disetiap masyarakat,
dan tampil dengan kekhasannya masing-masing.
Menurut Lawrence M. Freidman memasukkan kjomponen budaya hukum
sebagai bagian integral dari suatu sistem hukum : 1. Struktur; 2. Substansi; 3.
Kultur. Komponen struktur adalah kelembagaan yang
diciptakan oleh sistem hukum dengan berbagai macam fungsi dalam
mendukung bekerjanya sistem hukum. Komponen substansi adalah luaran dari
sistem hukum termasuk didalamnya noram-norma yang antara lain berwujud
peraturan perundang-undangan. Semua itu digunakan untuk mengatur tingkah
laku manusia. Sedangkan kultur adalah nilai-nilai dan sikap-sikap yang
merupakan pengikat sistem itu, serta menentukan tempat siostem itu ditengahtengah budaya bangsa sebagai keseluruhan.
Sistem hukum dapat dikatakan efktif jika perilaku-perilaku manusia
didalam masyarakat sesuai dengan apa yang telah ditentukan didalam aturanaturan hukum yang berlaku.
Menurut Paul dan Dias ada 5 syarat yang harus dipenuhi untuk
mengefektifkan sistem hukum :
1. mudah tidaknya aturan-aturan hukum itu untuk ditangkap dan dipahami;

23

2. luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturanaturan hukum yang bersangkutan;
3. efisien dan effektif tidaknya mobilitas atuiran-aturan hukum;
4. adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah
dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan juga
harus cukup efektif dalam menyelesaikan sengketa-sengketa, dan;
5. adanya anggapan dan pengakuan yang merata dikalangan warga
masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu
memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang efektif.
Untuk dapat menanamkan nilai-nilai baru sehingga dapat melembaga
sebagai pola-pola tingkah laku, yang baru di masyarakat maka perlu adanya
proses pelembagaan dan internalisasi dalam rangka pembentukan kesadaran
hukum masyarakat.
Sarana yang memadai serta organisasi yang rapi untuk menunjang
usaha untuk mengintroduksikan kebijaksanaan baru, termasuk hak-hak baru
bagi masyarakat yang terkena sasaran pengaturan itu.
Sistem pengawasan yang rapih harus pula dikembangkan, serta usahausaha untuk menyadarkan mereka tentang unsur-unsur baru tersebut terus
ditanamkan dan ditegaskan.

PEMBINAAN KESADARAN HUKUM


Merupakan suatu tuntutan pembaharuan sosial yang dewasa ini menjadi
perhatian

pemerintah

dan

mulai

digalakkan

dalam

bebagai

usaha

24

pembangunan. Sejak awal pemerintahan oerde baru secara jelas dan sistimatis
dituangkan dalam ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 mengenai GBHN dalam
hal hukum.
Kesadaran hukum dalam konteks ini berarti kesadaran untuk bertindak
sesuai dengan ketentuan hukum. Kesadaran hukum masyarakat merupakan
semacam jembatan yang menghubungkan antara peraturan-peraturan hukum
dengan tingkah laku masyarakat.
Menurut Sunaryati Hartono, betapapun kesadaran hukum itu berakar
dari masyarakat, ia merupakan abstraksi yang lebih rasional dari pada
perasaan hukum yang hidup didalam masyarakat. Dengan kata lain kesadaran
hukum merupakan suatu pengertian yang menjadi hasil ciptaan para sarjana
hukum.
Shamblis dan seidman menyebut andresat hukum sebagai pemegang
peran. Sebagain pemegang peran ia diharapkan oleh hukum untuk memenuhi
harapan-harapan tertentu sebagaimana dicantumkan di dalam peraturanperaturan. Dengan demikian anggota masyarakat diharapkan memenuhi peran
yang tertulis disitu. Pengaruh berbagai faktor yang bekerja pada diri orang
sebagai pemegang peran, dapat saja terjadi suatu penyimpangan antara peran
yang diharapkan dan peran yang dilakukan.
Kesadaran hukum ini timbul apabila nilai-nilai yang akan diwujudkan
dalam peraturan hukum itu merupakan nilai-nilai yang baru.
Teori penyimpangan mengajarkan bahwa para pemegang peran dapat
mempunyaik motivasi, baik yang berkehendak untuk menyesuaikan diri dengan

25

norma maupun yang berkehendak untuk tidak menyesuaikan diri dengan


keharusan norma. Fungsi hukum tidak lagi sekedar merekam kembali
pola-pola tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat. Melainkan hukum pun
ingin membentuk pola-pola tingkah laku yang baru.
Proses bekerjanya hukum itu sangat ditentukan oleh beberapa faktor
penting, yaitu :
1. Peraturan-peraturan hukumnya;
2. Badan Pembuat Undang-undang;
3. Badan pelaksana hukum;
4. Masyarakat;
5. Prose penerapan hukuim;
6. Komunikasi hukumnya;
7. Kompleks kekuatan sosial politik dan lain-lain;
8. Proses umpan balik antara semua komponen tersebut.
A. Podgorechi mengembangkan empat asas pokok yang perlu
diperhatikan dalam mewujudkan tujuan sosial yang dikehendaki, yakni:
1. suatu penggambaran yang baik mengenai situasi yang dihadapi;
2. membuat suatu analisa mengenai penilain-penilaian yang ada dan
menempatkan dalam suatu urutan hirarki.
3. melakukan verifikasi hipotesis-hipotesis, seperti apakah suatu cara yang
dipikirkan untuk dilakukan itu pada akhirnya membawa kita kepada tujuan
sebagaimana yang dikehendaki.
4. pengukuran terhadap efek peraturan-peraturan yang ada.

26

Pembinaan ini hendaknya berorientasi kepada usaha-usaha untuk


menanamkan, memasyarakatkan dan melembagakan nilai-nilai yang mendasari
peranan hukum tersebut.

Untuk itu perlu diperhatikan masalah komunikasi

hukumnya barikut penyebar luasan perundang-undangan sehingga dapat


diketahui oleh para anggota masyarakat sebagai sasaran pengaturan hukum
itu.
Selain itu para pembuat undang-undang perlu menyadari bahwa dengan
mengeluarkan peraturan hukum tidak berarti pekerjaan telah selesai.
Melainkan, pekerjaan itu masih berlanjut merupakan suatu proses yang sangat
panjang. Untuk itu perlu dipikirkan sarana apa saja yang dibutuhkan agar
hukum itu dapat dijalankan dengan semestinya untuk mewujudkan tujuan yang
dikehendaki.
Peningkatan kesadaran hukum masyarakat dapat dilakukan pula dengan
memberi contoh dan teladan dari mereka yang mempunyai peranan dalam
masyarakat, seperti polisi, hakim, lurah dan sebagainya. Keteladanan
ini penting diperhatikan, karena mengingat masyarakat kita masih bersifat
paternalistik.
(BAGIAN KETIGA)
Hukum dan Kebijaksanaan Publik
Untuk mewujudkan pembangunan nasional yang termaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 meneyebabkan peranan hukum
semakin mengedepan sebagaimana tercantum dalam GBHN dan REPELITA
(Rencana Pembangunan Lima Tahun). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka

27

hukum adalah sarana untuk

mewujudkan tujuan pembangunan yang ingin

dicapai dalam waktu yang berssamaan. Melalui pernormaan tingkah laku,


hukum mengatur hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya.
Pernormaan tersebut dapat diwujudkan dalam
perundang-undangan

yang

berlaku

berbagai bentuk peraturan

dimasyarakat,

seiring

dengan

perkembangan yang tampak dalam kehidupan sosisal.


Dalam perkembangannya, hukum adalah sarana untuk mewujudkan
kebijakan publik, hal ini terlihat dari kehidupan sosial yang mana hukum sangat
memegang peranan penting baik itu

melayani anggota masyarakat seperti

mengalokasikan kekuasaan, mendistribusikan Sumber Daya dan melindungi


kepentingan anggota masyarakat.

Hukum dan Kebijaksanaan Publik


Hukum dan kebijakan publik merupakan Variabel yang memiliki keterkaitan
yang sangat erat, sehingga telah tentang kebijaksanaan pemerintah semakin
dibutuhkan untuk mamahami peranan hukum saat ini. Persoalan persoalan
ekonomi, politik dan sosial sangat mendorong pemerintah untuk membuat
peraturan-peraturan hukum yang mana peraturan itu nanti dapat membantu
pemerintah dalam menentukan alternatif kebijaksanaan yang baik dan
bermanfaat bagi masyarakat. Hukum memberikan legetimasi bagi pelaksanaan
kebijakan publik, dan sebagai peraturan perundang-undangan sebagai salah
satu alat untuk melaksanakan kebijaksanaan.
Terminologi Kebijaksanaan

28

Thomas.R.dye, James E. Anderson dan David Easton memberikan


pendapat-pendapat yang berbeda tentang Kebijaksanaan. Namun, adanya
beberapa unsur yang harus ada yaitu nilai, tujuan, dan sarana. Tujuan dalam
konteks ini diartikan sebagai Een doel, dosleinde of doelsttelling is een wens
over een toekomstige situatie die man besloten heft realiseren. Sarana diartikan
sebagai sesuatu yang dapat dipakai untuk mencapai sarana/tujuan, termasuk
juga seuatu yang dapat dipakai untuk jangka pendek. Pada hakekatnya hukum
mengandung nilai, konsep konsep dan tujuan. Proses perwujudan ide dan
tujuan itu merupakan hakikatnya dari penegakan hukum.

Hukum dalam Masyarakat


Untuk dapat menjelaskan keterkaitan antara kebijakasanan publik dan
hukum, maka pendekatan sosiologis hukum adalah salah satu lembaga yang
bekerja untuk dan di dalam masyarakat artinya disamping hukum dapat
memberikan pengaruh juga sangat dipengarui oleh unsur-unsur yang lain ada
di dalam masyarakat. Hukum tidak lagi berfungsi sebagai alat kontrol sosial
tetapi juga sebagai sarana untuk melakukan perubahan di dalam masyarakat,
bahkan hukum dapat juga dipakai sebagai sarana untuk mewujudkan tujuantujuan politik sebagaimana dikemukakan oleh N. Luhman bahwa hukum
berfungsi sebagai social engineering as a political approach to Law. Ciri dari
hukum modern adalah sebagai salah sdatu bentuk kegiatan manusia secara
sadar untuk mencapai tujuan, sedangkan penetapan tuuan merupakan output
dari sistem politik yang berupa alokasi nilai yang otoritatip. Alokasi yang

29

demikian inilah yang dinamakan

kebijakan publik, yang selanjutnya akan

diimplementasikan kedalam masyarakat. Dari pendapat Dye dan Sigler jelas


bahwa hukum merupakan kebutuhan yang fungsional bagi masyarakat, dan
hukum di pandang sebagai element penting bagi perkembangan public
.
Perumusan Kebijakan Publik
Perumusan kebijaksanaan publik harus tunduk kepada teknik pembuatan
perundang-undangan, dan setiap kebijakan publik yang akan di tuangkan atau
dinyatakan dalam bentuk peraturan harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu.
Pada umumnya kebijaksanaan yang dituangkan dalam sistem hukum
diletakkan dibagian menimbang sedangkan konkretisasinya dituangkan dalam
ketentuan pasal-pasalnya terutama tampak dalam tujuan ditetapkan . tetapi
untuk memenuhi persyaratan diatas itu tidaklah mudah kereana mengigat
pembuat undang-undang itu sendiri kebanyakan tidak mengerti dan memiliki
konsep yang jelas. Terkadang hukum banyak berbicara tentang konsep-konsep
yang sulit diketahui oleh mereka yang tidak mempelajarinya. Konsep
merupakan

alat

yang

dipakai

untuk

mengindentifikasikan

dan

mengklarifikasikan fenomen-fenomen yang merupakan karakteristik dari


kenyataan sosial. Harus kita sadari perumusan hukum bukanlah fakta empiris,
itulah sebabnya perumusan secara umum tentang sesuatu hal dapat
menyebabkan perbedaan dalam penerapannya.

Implemtasi Kebijakan Publik

30

kebijaksanaan publik akan semakin relavan pada saat hukum itu


diimplementasikan, karena kegiatan implementasi itu melibatkan lingkungan
dan kondisi yang ada disetiap tempat yang memeliki cirri-ciri struktur sosial
yang tidak sama. Kegiatan implementasi
lembaga-lembaga pemerintah dalam

kebanyakan

diserahkan kepada

berbagai jenjang/tingkat, baik propinsi

maupun tingkat kabupaten. Apabila hukum menjadi sarana pembentukan


kebijaksanaan publik, maka faktor non hukum sangat berpengaruh dalam
proses pelaksanaannya. Untuk mengantisipasi hal ini, langkah-langkah
kebijaksanaan itu meliputi :
1. menggabungkan

rencana

tindakan

dari

suatu

program

dengan

menetapkan tujuan, standar pelaksana, biaya dan waktu yang jelas


2. melaksanakan

program

dengan

mobilisasi

struktur, staff,

biaya,

resources, prosedur dan metode.


3. membuat jadual pelaksanaan dan monitoring untuk menjamin bahwa
program itu telah berjalan sesuai dengan rencana.
Semua pelaksanaan diatas melibatkan unsur pelaksanaan waktu, perencanaan
dan monitoring.
Semua pelaksanaan diatas melibatkan unsur pelaksanaan waktu, perencanaan
dan monitoring.

Dikresi Penjabaran Kebijaksanaan Publik


Dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan public, para birokrat dapat
menentukan

kebijaksanaannya

sendiri,menyesuaikan

dengan

lingkungan

31

dimana dia berada. Para birokrat dalam menjalankan aktivitasnya mempunyai


kebebasan untuk menjabarkan kebijaksanaan tertentu yang berkaitan dengan
aspek yuridisnya.
Rauke dan Jeffery menjelaskan diskresi merupakan fenomena yang amat
penting dan fundamental dalam mengimplementasikan suatu kebijakaksanaan
public.

KEBIJAKSANAAN, HUKUM DAN PEMERATAAN PEMBANGUNAN

Persoalan keadilan sosial sangat mengedepan didalam pencaturan


sosial dan politik, karena keadilan sosial adalah suatu

prinsip yang

menyatakan secara normatif bahwa suatu situasi sosial yang menggambarkan


bagaimana setiap warga masyarakat memperoleh kesejahteraan yang cukup
dan sepadan dengan usaha, kebutuhan dan martabat kedudukannya di dalam
masyarakat.
Arah Yuridis
Dalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945 telah diamanatkan cita-cita nasional
untuk mewujudkan keadilan sosial , oleh karena itu segala permasalahanpermasalahan dan kurangnya kesempatan kerja harus menjadi focus perhatian
dalam pembangunan nasional. Kunci dari keberhasilan pembagunan itu
sebenarna terletak pada tekad politi (political will), sebagai contoh melalui
REPELITA III pada jaman orde baru yang sasarannya pada pemerataan
pembagunan dan pembagian hasilnya merupakan unsure dari Trilogi

32

Pembangunan. Pemerintah. Hal ini menunjukkan jelas bahwa pemerataan yang


di upayakan oleh oleh pemerintah itu di tuangkan dalam RepElita III.
Orientasi Pembangunan
Menurut hasil sakernas (Survey Angkatan Kerja Nasional) 1976
mengungkapan, bahwa dari 127,5 juta penduduk Indonesia hanya 23,8 juta
orang tinggal di perkotaan, sedangkan sisanya sebanyak 103,7 juta penduduk
tinggal di daerah pedesaan. Dari data tersebut diatas maka dapat dikatakan
bahwa desa sebagai basis massyarakat Indonesia

merupakan salah satu

factor yang sangat menentukan bagi berhasilnya pembagunan nasional secara


menyeluruh. Pembagunan pada hakikatnya adalah usaha untuk menciptakan
kemakmuran

dan

kesejahteraan

rakyat,

karena

tingkat

keberhasilan

pembagunan tergantung pada tingginya partisipasi masyarakat.

Strategi Pemerataan Pembangunan


Proses pembangunan akan mampu menyebarkan hasil secara otomatis
kepada penduduk dengan pendapatan yang berlainan tingkat. Penduduk yang
berpendapatan tinggi akan lebih akan memetik pembagunan lebih cepat
dibandingkan penmduduk yang tingkat pendapatannya lebih rendah.
Dengan
menjangkau

adanya
penduduk

peningkatan
yang

pembagunan

berpendapatan

lebih

diharapkan
rendah.

dapat

Masalah

pemerataan pendapatan memang menjadi perhatian yang utama khususnya


dalam masa pembagunan sekarang ini. Karl Max merumuskan beberapa
proposisi yang relavan yaitu :

33

Proposisi pertama : bila kelompok berpendapatan rendah semakain sadar kan


kepentingan mereka, maka merkea kan menanyakan logitimasi dari pola-pola
distribusi pendapatan yang tidak merata itu
Proposisi kedua, bila kelompok berpendapat rendah itu makin sadar akan
kepentingan-kepentinagn atau hak-hak koloktif mereka dan semakin beesar
pula mereka mempersoalkan legetimasi, maka kemungkinan terjadinnya konflik
semakin terbuka
Proposisi

ketiaga

menunjukkan

dalamkaitannya

pentingnya

memperhatikanmaslah

dengan

tekad

pembagunan

itu

pemerataan

politik

pendapatan

nasionanlnya

senediri.

Jadi

kebijaksanaan public adalah memberikan fasilitas material

ciri

pokok

untuk
dari

bagi perbaikan

hidup kelompak pendudukan miskin.

Peran Pemerintah
Pemerintah dengan ini bertekad untuk memberantas kemiskinan
sturktual pendesaan. Pemerataan pada intinya yaitu lankah yang harus diambil
untuk

mengangakat

pendapatan

rendah

dari

jurang

kemiskinan

dan

memutuskan dari lingkaran setan kemiskinan, nah disinilah peran pemerintah


sangat diperlukan untuk mendorong mereka maju. Campur tangan dan peran
aktif pemerintah untuk membantu merke keluar dari lingkaran kemiskinan.
Menurut Myrdal dan Hirscham bahwa peerekonomian di kendalikan oleh
makinisme pasar, dalam perekonomian akan timbul keadaan-keadaan yang
akan menghambat perkembangan ekonomi di daerah yang lebih terbelakang.

34

Perombakan Tata Ekonomi.


Pada

Negara berkembang Produk Nasional Bruto lebih cepat dari

pertambahan penduduk, hal ini menunjukakamn kemajuan yang sangat besar.


Akan tetapi ditijau dari sudut pembagian pendapatan maka dalam masa
pembagunan ini maka tampak kesenjangan yang

mana yan kaya akan

semakain kaya dan yang miskin akan semakin miskin. Lebarnya jurang
pendapatan Internasioanal ini memmudahkan para peguasa dunia ketiga untuk
bertidak semaunya. Dari kenyataan tersebut tidaklah meherankan apabila di
forum internasional tumbuh keinginan untuk merombak tata ekonomi sekarang
ini disamping adanya kelompok Negara berkembang melakukan perjuangan
menegakkan tata ekonomi internasional baru.

Kunci Keberhasilan Pemerintahan


Kemampuan pemerintah untuk memprakarsai usaha usaha pemerintah
dan sumber daya dalam masyarakat

yang tengah berkembang. Dengan

demikian yang paling menentuakn terrealisir atau tidaknya kebijaksanaan itu


bukunlah terletak dari ide dan statemen-statemen yan diucapkan dari pejabatpejabat teras serta politisi lembaga2 kenegaraan pusat, tetapi adalah kesediaan
serta kemampuan golongan lemah yang akan di Bantu, artinya bahwa golongan
lemah mampu memamfaatkan serta mendayagunakan kesempatan yang telah
di buka untuknya. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dari salah
satunya dengan mengadakan penelitian dalam rangka mengevaluasi program,
ternyata belum cukup untuk mengetahui pengaruh dari kebijaksanaan tersebut.

35

Pola piker masyarakat yang maasih primitif sangat menggangu lancarnya


kebijaksanaan

pembagunan.

Padahal

pembagunan

adalah

proses

berlangsungnya perubahan-perubahan itu. Untuk itu diperlukan adanya sikap


agar dapat beradaptasi dengan realitas baru itu juga. Hukum sebagai sarana
untuk menyalurkan kebijaksanaan-kebijaksanaan tidak terlapas dari komponenkomponen itu satu samalain seta bagaimana hubungan antara komponen itu
dengan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijaksanaan.

36

You might also like