You are on page 1of 23

BORANG PORTOFOLIO MEDIS

Topik :
Vertigo
Tanggal (kasus) :

9 Desember 2015

Presenter :

Tanggal Presentasi :

30 Januari 2016

Pendamping :

dr. Inez Wijaya


dr. Fitri Isneni

dr. Retno Suryani S.


Ruang Komite Medik RSUD Siti Aisyah

Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Os datang dengan keluhan pusing berputar sejak 6 jam SMRS disertai mua
Deskripsi :
muntah (-).
Tujuan :
Menegakkan diagnosis Vertigo
Bahan
Tinjauan Pustaka Riset
Kasus
Audit
Bahasan :
Cara
Diskusi
Presentasi dan Diskusi
E-mail
Pos
Membahas :
Data Pasien : Tn. Heri Kiswanto, , 25 tahun
No. Registrasi : 091002
Nama Klinik : RSUD Siti Aisyah
Telp : (0733) 451902
Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
Diagnosis / Gambaran Klinis Penderita datang berobat ke IGD RSMH Palembang karen

keluhan pusing berputar ketika berpindah posisi yang terjadi secara tiba-tiba. Sejak 6 jam SMR

penderita mengalami pusing berputar, yang dipengaruhi oleh perubahan posisi. Pusing berputa
bertambah berat saat duduk. Mual (+), muntah (-), telinga berdenging (-),

ganggua

pendengaran (-), kejang (-), kelemahan sesisi tubuh (-), mulut mengot (-), bicara pelo (-)..

Riwayat pusing berputar sebelumnya (+), riwayat hipertensi (-), Riwayat DM (-). Riwaya
sakit jantung (-), riwayat infeksi telinga (-), riwayat stroke (-).
Penyakit ini diderita untuk ketiga kalinya.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pem fisik : GCS: 15, konjungtiva anemis(-), sklera ikterik(-).


Riwayat Pengobatan : os berobat di dokter umum dan keluhan berkurang.
Riwayat Kesehatan/Penyakit: Pasien pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien.
Riwayat Pekerjaan : (-)
Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tidak ada yang berhubungan.
Lain-lain : -

DAFTAR PUSTAKA
Atunes, MB. 2009. Causes of Vertigo. [online ]. Diunduh dari www.emedicine.medscape.com

Iskandar N, Editor. 2008. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Bal
Penerbit FKUI. Hal. 94-101
Joesoef AA .2000. Vertigo. In : Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. p.341-590
Mumenthaler m, Mattle H. 2004. Neurology. New York: Thieme p. 691-712
Bashiruddin J. 2008. Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor. Telinga,

Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hal. 1049
Mardjono M, Sidharta P. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
Perdossi. 2012. Pedoman Tatalaksana Vertigo.

Sura, DJ dan Newell, S. 2010. Vertigo: Diagnosis and Management in Primary Care, BJM
2010:3(4):a315.

Hasil Pembelajaran :
1. Menegakkan diagnosis Vertigo

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

Subjektif :

Keluhan Utama : Pusing berputar sejak 6 jam SMRS


Keluhan tambahan : Mual (+)
Penderita datang berobat ke IGD RSMH Palembang karena keluhan pusing berputar
ketika berpindah posisi yang terjadi secara tiba-tiba.
Sejak 9 jam SMRS penderita mengalami pusing berputar, yang dipengaruhi oleh
perubahan posisi. Pusing berputar bertambah berat saat duduk. Mual (+), muntah (-),

telinga berdenging (-), gangguan pendengaran (-), kejang (-), kelemahan sesisi tubuh (-),
mulut mengot (-), bicara pelo (-).

Riwayat pusing berputar sebelumnya (+),

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat DM (-),

Riwayat sakit jantung (-),

Riwayat infeksi telinga (-),

Riwayat stroke (-).

Penyakit ini diderita untuk ketiga kalinya.


1. Objektif :
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: tampak sakit

Keadaan sakit

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 130/90 mmHg

Nadi

: 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan

: 28 x/menit, thorakoabdominal, reguler

Suhu

: 36,7 C

Berat badan

: 65 kg

Tinggi badan

: 170 cm

Keadaan spesifik
Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Dada :
Paru-paru : dalam batas normal
Jantung

: dalam batas normal

Perut
I : Datar, venektasi (-)
P : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+) epigastrium
P : undulasi (-), nyeri ketok (-), shifting dullness (-)
A : Bising Usus (+) Normal

2. Assesment (penalaran klinis) :


Tn. HK, 25 tahun datang berobat ke RSUD Siti Aisyah Lubuk Linggau karena
keluhan pusing berputar ketika berpindah posisi yang terjadi secara tiba-tiba.
Sejak 6 jam SMRS penderita mengalami pusing berputar, yang dipengaruhi oleh
perubahan posisi. Pusing berputar bertambah berat saat duduk. Mual (+), muntah (-),
telinga berdenging (-), gangguan pendengaran (-), kejang (-), kelemahan sesisi tubuh (-),
mulut mengot (-), bicara pelo (-)..
Riwayat pusing berputar sebelumnya (+), riwayat hipertensi (-), Riwayat DM(-).
Riwayat sakit jantung (-), riwayat infeksi telinga (-),riwayat stroke (-).
Dari pemeriksaan fisik status generalis dalam batas normal. Pemeriksaan neurologis
didapatkan nystagmus (+). Fungsi motorik, sensorik, luhur, dan vegetatif normal.
Pusing berputar dirasakan hilang timbul dan dicetuskan oleh perubahan posisi. Dari
pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya defisit neurologis lain. Sehingga didapatkan
diagnosis klinis vertigo vestibuler perifer, diagnosis topik n. vestibularis, dan diagnosis
etiologi benign paroxysmal positional vertigo.
Penatalaksanaan yang diberikan yaitu betahistine 3x12 mg dan dimenhidrinat 3x50
mg. Selain itu pasien juga diedukasi untuk melakukan manuver Epley.
3. Plan :
DIAGNOSIS KERJA
Vertigo
Rencana Pemeriksaan :
Pendidikan :
Perlu dijelaskan kepada pasien bahwa selain terapi medika mentosa, pemberian terapi
dengan manuver reposisi partikel/Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat
secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada
bervariasi mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping dari melakukan manuver

seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena
adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit
misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan manuver,
hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk
menghindari risiko jatuh. Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk
mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima
manuver yang dapat dilakukan tergantung dari varian BPPV nya.
Konsultasi : spesialis penyakit dalam atau spesialis saraf untuk dilakukan pengobatan
lebih lanjut.
Kontrol :
Kegiatan
Memeriksa tensi

Periode
3-5
hari

Nasihat

Hasil yang Diharapkan


setelah Gejala pusing berputar berkurang

pengobatan

dan kondisi pasien membaik.

Saat pasien kontrol

Pasien

diminta

untuk

menjalankan terapi secara teratur


baik

medikamentosa

maupun

non-medikamentosa untuk hasil


yang maksimal.
TINJAUAN PUSTAKA
I.

DEFINISI
Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar dan igo
yang berarti kondisi. Vertigo merupakan perasaan abnormal dan
mengganggu

bahwa

seseorang

seakan-akan

bergerak

terhadap

lingkungannya (vertigo subjektif) ata lingkungannya seakan-akan bergerak


(vertigo objektif). Vertigo merupakan subtipe dari dizziness, suatu keluhan
umum yang terjadi akibat perasaan disorientasi yang biasanya dipengaruhi
oleh persepsi posisi terhadap lingkungan. Selain vertigo, dizziness
mempunyai subtipe lain yaitu disekuilibrium tanpa vertigo.

II. KLASIFIKASI
Tanda dan gejala

Tipe Vertigo
Vestibular Perifer

Ventibuler sentral

Nonvestibuler

ada

Ringan

Ringan

Intensitas vertigo

Berat

Ringan

Ringan

Nistagmus

Nistagmus

Nistagmus

Tidak ada atau nistagmus

Mual,muntah,
diaforesis

vestibuler spontan vestibuler spontan

nonvestibuler

ke arah berlawanan
Gangguan

Umumnya ada

Umumnya

pendengaran,

tidak Tidak ada

ada

tinnitus
Tes Romberg,

Deviasi

ke

sisi Deviasi,

yang terganggu
Gangguan

Umumnya

neurologis lain

ada

tidak Tidak ada deviasi satu

selalu satu arah

tidak Umumnya ada

sisi
Pemeriksaan
bisa

neurologis

normal

abnormal

a. VERTIGO VESTIBULAR
Rasa berputar yang timbul karena gangguan sistem vestibular. Berdasarkan
letak lesinya, vertigo vestibular berdasarkan lokasinya terbagi atas perifer
dan sentral.
-

PERIFER
Vertigo perifer melibatkan bagian akhir vestibula (kanalis semisirkularis)
atau neuron perifer termasuk nervus VIII pars vestibula. Beberapa jenis
vertigo perifer yang sering dialami, antara lain:
a) BBPV (Benign Paroxysmal Positioning Vertigo)
Merupakan penyebab utama vertigo yang lebih sering terjadi pada usia
raata-rata 51 tahun. BPPV disebabkan oleh pergerakan otolit dalam
kanalis semisirkularis telinga dalam. Otolit mengandung Kristal kecil
6

atau

kalsium karbonat yang berasal dari utikulus telinga dalam. Pergerakan


ini akan mempengaruhi kanalis posterior, dapat juga mengenai kanalis
anterior dan horizontal, distimulasi oelh perubahan posisi dan
menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan nistagmus.
b) Menniers Disease
Ditandai dengan vertigo yang intermitten diikuti dengan keluhan
pendengaran. Gangguan pendengaran berupa tinnitus (nada rendah) dan
tulis sensoris pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh
pada telinga. Menniers Disease merupakan akibat dari hipertensi
endolimfatik. Hal ini terjadi karena dilatasi dari membran labirin
bersamaan dengan kanalis semisirkularis telinga dalam dengan
peningkatan volume endolimfe. Hal ini dapat terjadi idiopatik atau
sekunder akibat infeksi virus, bakteri telinga, atau gangguan metabolik.
c) Vestibular neuritis, neuroma akustikus, dan labirinitis.
- SENTRAL
Vertigo sentral dihasilkan dari kelainan yang terjadi pada batang otak
(nucleus vestibularis, fasikulus longitudinalis medialis), serebelum (lobus
flokuolonodularis atau traktus vestibuloserebrallaris) dan korteks lobus
temporalis. Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan vertigo sentral
antara lain:
a) Vaskular
- Insufisiensi vertebrobasilar
- Infark sistem vertebrobasilar
- Oklusi arteri serebelli posterior inferior (PICA)
- Oklusi arteri serebelli anterior inferior (AICA)
- Infark serebellum
- Perdarahan serebellum
- Migren vertebrobasillar
b) Epilepsi
c) Tumor
d) Trauma
e) Multiple Sklerosis
b. VERTIGO NON VESTIBULAR
Adalah rasa goyang, melayang, atau mengambang karena gangguan pada
sistem proprioseptif atau sistem visual.

III.

PATOFISIOLOGI
Etiologi vertigo adalah abnormalitas dari organ-organ vestibuler, visual,
ataupun sistem propioseptif. Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan
kejadian tersebut :
1. Teori konflik sensorik
Vertigo timbul bila ada ketidaksesuaian/ketidakharmonisan antara
masukan sensoris dari kedua sisi (kanan-kiri) dan atau antara masukan dari
ketiga jenis (vestibulum, visus, proprioseptif) reseptor AKT (alat
keseimbangan tubuh). Keadaan ini bisa sebagai akibat rangsangan
berlebihan, lesi sistem vestibuler sentral atau perifer, sehingga pusat
pengolah data di otak mengalami kebingungan dan pemrosesan masukan
sensoris menempuh jalur tidak normal. Proses tidak normal ini akan
menimbulkan perintah (keluaran) dari pusat AKT menjadi tidak sesuai
dengan keadaan yang sedang dihadapai dan membangkitkan tanda
kegawatan. Perintah//keluaran yang tidak sesuai akan menimbulkan refleks
antisipatif

yang

salah

dari

otot-otot

ekstremitas

(deviasi

jalan,

sempoyongan), penyangga tubuh (deviasi saat berposisi tegak) otot, dan


otot penggerak mata (nistagmus). Tanda kegawatan, berupa vertigo yang
bersumber dari korteks otak dan perpeluhan-mual-muntah yang berasal
dari kegiatan sistem saraf otonom.
2. Teori Mismatch
Gejala timbul disebabkan oleh terjadinya mismatch (ketidaksesuaian)
antara pengalaman gerakan yang sudah disimpan di otak dengan gerakan
yang sedang berlangsung. Rangsangan yang baru tersebut dirasakan asing
atau tidak sesuai dengan harapan di otak dan merangkan kegiatan yang
berlebihan di SSP. Bila berlangsung terus akan muncul suatu adaptasi
(sensory rearrangement theory).
3. Teori neurohormonal
Timbulnya gejala diawali dengan peningkatan pelepasan CRF/CRH
(corticotropin releasing factor/hormone) dari hipotalamus ketika ada
rangsangan fisik, kelainan organik dan atau psikik. CRF berperan sebagai

neuromessenger yang mengintegrasikan semua respon tingkah laku bila


berhadapan dengan stress fisik atau psikik. CRF meningkatkan sekresi
stres hormon lewat jalur hipotalamo-hipofisa-adrenalis. Rangsangan
terhadap korteks limbik/hipokampus menimbulkan gejala ansietas dan atau
depresi. Peningkatan kegiatan locus coeruleus oleh CRF menyebabkan
keseimbangan saraf otonom mengarah ke dominasi saraf simpatik dan
timbulah sindroma pucat dan rasa dingin dikulit, peluh dingin dan vertigo.
Bila dominasi berubah arah parasimpatis, sebagai akibat mekanisme
reciprocal inhibition antara sistem simpatis dengan parasimpatis, maka
muncul gejala mual, hipersalivasi, dan muntah. Rangsangan terhadap locus
coeruleus juga menyebabkan gejala panik.
Bila sindroma tersebut berulang akibar rangsangan/latihan, maka siklus
perubahan dominasi saraf simpatis dan parasimpatis yang bergantian
tersebut juga berulang sampai suatu saat terjadi perubahan sensitifitas
(hyposensitive) dan jumlah reseptor (down-regulation), serta penurunan
bertahap influks kalsium.
IV.

BPPV ( Benign Paroxsymal Positional Vertigo)


Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai.
Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat
pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis. Gejala yang dikeluhkan
adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala dan
berakhir kurang dari 1 menit, biasanya pada pagi hari saat bangun atau kepala
berpaling dari tempat tidur. Mekanisme patofisiologinya dipercaya akibat
debris di kanalis semisirkularis (63,6% di posterior) atau di kupula. Sering
disertai gejala mual, muntah, dan nistagmus perifer. BPPV perlu dibedakan
dengan vertigo positional sentral yang disebabkan kelainan di batang otak
atau serebelum, dimana dengan tanda khas nistagmus vertikal yang tak
membaik dengan pengulangan posisi.
a. Epidemiologi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan


keseimbangan perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per
100.000 penduduk, dan lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57
tahun). Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak
memiliki riwayat cedera kepala.
b. Patofisiologi
-

Hipotesis Kupulolitiasis
Adanya debris yang berisi kalsium karbonat (otokonia) berasal dari
fragmen otokonia yang terlepas dari macula utikulus yang berdenegrasi,
menempel pada permukaan kupula kanalis semisirkularis posterior yang
letaknya paling bawah.Penyebab lepasnya debris ini dikaitkan dengan
pasca trauma, infeksi, atau osteopenia dan osteoporosis pada usia tua. Bila
pasien berubah posisi dari duduk ke berbaring dengan kepala tergantung
seperti tes Dix Hallpike, kanalis posterior berubah posisi dari inferior ke
superior, kupula bergerak secara centrifugal dan menimbulkan nistagmus
dan keluhan vertigo. Pergeseran masa otokonia tersebut memerlukan
waktu, ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya
nistagmus atau vertigo. Gerakan posisi kepala yang berulang akan
menyebabkan otokonia terlepas dan masuk ke dalam endolimfa, hal ini
yang

menyebabkan

timbulnya

fatigue,

yaitu

berkurangnya

atau

menghilangnya nistagmus/vertigo.
-

Hipotesis Kanalitiasis
Kristal kalsium karbonat bergerak di dalam kanalis semisirkularis
(kanalitiasis) menyebabkan endolimfa bergerak dan menstimulasi ampula
dalam kanan sehingga menyebabkan vertigo. Nistagmus dibangkitkan oleh
saraf ampulatis yang tereksitasi di dalam kanal yang berhubungan lansung
dengan muskulus ekstraokuler.

c. Diagnosis
a) Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari
10-20 detik akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah

10

berbalik di tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur,
melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk. Terdapat jeda waktu
antara perubahan posisi kepala dengan timbulnya perasaan pusing
berputar. Pada umumnya perasaan pusing berputar timbul sangat kuat
pada awalnya dan menghilang setelah 30 detik sedangkan serangan
berulang sifatnya menjadi lebih ringan. Gejala ini dirasakan berhari-hari
hingga berbulan-bulan.
Pada banyak kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di
kemudian hari. Bersamaan dengan perasaan pusing berputar, pasien
dapat mengalami mual, muntah dan keringat dingin. Sensasi ini dapat
timbul lagi bila kepala dikembalikan ke posisi semula, namun arah
nistagmus yang timbul adalah sebaliknya. Keluhan ini membuat pasien
akan memodifikasi atau membatasi gerakan untuk menghindari episode
vertigo.
Anamnesis BBPV dikonfirmasi dengan melakukan manuver
provokasi untuk memastikan adanya keterlibatan kanalis semikularis.
Sebelum melakukan provokasi haruslah diinformasikan kepada pasien
bahwa tindakan yang dilakukan bertujuan untuk memprovokasi
serangan vertigo.
b) Pemeriksaan fisis
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus
spontan, dan pada evaluasi neurologis normal. Diagnosis BPPV pada
kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan memprovokasi
dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo
dari kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih
perasat Dix-Hallpike atau perasat Sidelying.
Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV adalah Dix-Hallpike. Dix dan
Hallpike mendeskripsikan tanda dan gejala BPPV sebagai berikut: ada
masa laten, lamanya kurang dari 30 detik, vertigo lamanya sama dengan
nistagmus, vertigo makin berkurang setiap maneuver diulang.

11

c) Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:
1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan,
mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan
pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa
penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan
bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler
hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi
garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan
penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan
penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata
tertutup.

Gambar 1. Uji Romberg

b. Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki


kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti.

12

Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada


kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita
disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai
menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulangulang dengan mata terbuka dan tertutup.
Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan
penderita ke arah lesi.

Gambar 2. Uji Tunjuk Barany


d) Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis
Pemeriksaan ini untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau
perifer.
1. Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike
Perhatikan adanya nistagmus; lakukan uji ini ke kiri dan kanan

13

Kepala putar ke samping

Secara cepat gerakkan pasien ke belakang (dari posisi duduk ke posisi


terlentang)

Kepala harus menggantung ke bawah dari meja periksa

Gambar 3. Uji Dix-Hallpike


Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke
belakang dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45 di bawah garis
horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45 ke kanan lalu ke kiri.
Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini
dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. Perifer (benign
positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10

14

detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau
menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sentral: tidak ada
periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila
diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi
bergantian dengan air dingin (30C) dan air hangat (44C) masing-masing
selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul
dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus
tersebut (normal 90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas
ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin,
sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada
arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal paresis
menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan directional
preponderance menunjukkan lesi sentral.
V. PENATALAKSANAAN
Non-Farmakologi
Pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/Particle Repositioning
Maneuver (PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV,
meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien.
Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%.
Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti mual, muntah,
vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris
otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya
saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan manuver,
hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk
menghindari risiko jatuh. Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk

15

mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada


lima manuver yang dapat dilakukan tergantung dari varian BPPV nya.
a. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal.
Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45 0, lalu
pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu
kepala ditolehkan 900, ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi
lateral

dekubitus

dan

dipertahan

30-60

detik.

Setelah

itu

pasien

mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara


perlahan.

Gambar 4. Manuver Epley

b. Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan
posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala

16

dimiringkan 450 sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring
dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat
diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang
berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi.

c. Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral.
Pasien berguling 3600, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien
menolehkan kepala 900 ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh
ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh
mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 90 0 dan
tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi.
Masing-masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat
dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi. 1,6,7

17

d. Forced Prolonged Position


Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi telinga yang
sakit dan dipertahankan selama 12 jam.
e.

Brandt-Daroff exercise

Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat


dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap
simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat
membantu pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat menjadi
kebiasaan. 1,6,7

Farmakologi

18

Secara umum, penatalaksanaan medikamentosa mempunyai tujuan utama: (i)


mengeliminasi keluhan vertigo, (ii) memperbaiki proses-proses kompensasi
vestibuler, dan (iii) mengurangi gejala-gejala neurovegetatif ataupun psikoafektif.
Beberapan golongan obat yang dapat digunakan untuk penanganan vertigo di
antaranya adalah:
a. Antikolinergik
Antikolinergik merupakan obat pertama yang digunakan untuk penanganan
vertigo, yang paling banyak dipakai adalah skopolamin dan homatropin. Kedua
preparat tersebut dapat juga dikombinasikan dalam satu sediaan antivertigo.
Antikolinergik berperan sebagai supresan vestibuler melalui reseptor muskarinik.
Pemberian antikolinergik per oral memberikan efek rata-rata 4 jam, sedangkan
gejala efek samping yang timbul terutama berupa gejala-gejala penghambatan
reseptor muskarinik sentral, seperti gangguan memori dan kebingungan (terutama
pada populasi lanjut usia), ataupun gejala-gejala penghambatan muskarinik
perifer, seperti gangguan visual, mulut kering, konstipasi, dan gangguan
berkemih.
b. Antihistamin
Penghambat reseptor histamin-1 (H-1 blocker) saat ini merupakan antivertigo
yang paling banyak diresepkan untuk kasus vertigo, dan termasuk di antaranya
adalah difenhidramin, siklizin, dimenhidrinat, meklozin, dan prometazin.
Mekanisme antihistamin sebagai supresan vestibuler tidak banyak diketahui,
tetapi diperkirakan juga mempunyai efek terhadap reseptor histamin sentral.
Antihistamin

mungkin

juga mempunyai

potensi dalam mencegah

dan

memperbaiki motion sickness.


Efek sedasi merupakan efek samping utama dari pemberian penghambat histamin1. Obat ini biasanya diberikan per oral, dengan lama kerja bervariasi mulai dari 4
jam (misalnya, siklizin) sampai 12 jam (misalnya, meklozin).
-

Betahistin
Efek antivertigo betahistin diperkirakan berasal dari efek vasodilatasi,
perbaikan aliran darah pada mikrosirkulasi di daerah telinga tengah dan

19

sistem vestibuler Efek samping adalah gangguan di lambung, rasa enek, dan
sesekali rash di kulit.
a) Betahistin Mesylate (Merislon)
Dosis 6 mg (1 tablet) 12 mg, 3 kali sehari per oral
b) Betahistin di HCL (Betasere)
Dengan dosis 8 mg (1 tablet) 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet dibagi
beberapa dosis.
-

Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini adalah 4-6 jam. Dapat diberi oral atau parenteral
(suntikan intramuscular atau intravena). Dapat diberikan dengan dosis 25
mg-50 mg (1 tablet) 4 kali sehari. Efek samping adalah mengantuk.

Difhendramin HCL (Benadryl)


Lama kerja obat ini adalah 4-6 jam. Dapat diberi oral atau parenteral
(suntikan intramuscular atau intravena). Dosis 25 mg (1 kapsul)-50 mg 4
kali sehari per oral. Efek samping adalah mengantuk.

c. Antidopaminergik
Antidopaminergik biasanya digunakan untuk mengontrol keluhan mual pada
pasien dengan gejala mirip-vertigo. Sebagian besar antidopaminergik merupakan
neuroleptik. Efek antidopaminergik pada vestibuler tidak diketahui dengan pasti,
tetapi diperkirakan bahwa antikolinergik dan antihistaminik (H1) berpengaruh
pada sistem vestibuler perifer. Lama kerja neuroleptik ini bervariasi mulai dari 4
sampai 12 jam. Beberapa antagonis dopamin digunakan sebagai antiemetik,
seperti domperidon dan metoklopramid. Efek samping dari antagonis dopamin ini
terutama adalah hipotensi ortostatik, somnolen, serta beberapa keluhan yang
berhubungan

dengan

gejala

ekstrapiramidal,

seperti

diskinesia

tardif,

parkinsonisme, distonia akut, dan sebagainya.


d. Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan modulator GABA, yang akan berikatan di tempat
khusus pada reseptor GABA. Efek sebagai supresan vestibuler diperkirakan
terjadi melalui mekanisme sentral. Namun, seperti halnya obat-obat sedatif, akan
memengaruhi

kompensasi

vestibuler.

Efek

farmakologis

utama

dari

20

benzodiazepine adalah sedasi, hipnosis, penurunan kecemasan, relaksasi otot,


amnesia anterograd, serta antikonvulsan. Beberapa obat golongan ini yang sering
digunakan adalah lorazepam (dosis 0,5 mg-1 mg), diazepam (dosis 2 mg-5 mg),
dan klonazepam.
e. Antagonis kalsium
Obat-obat golongan ini bekerja dengan menghambat kanal kalsium di dalam
sistem vestibuler, sehingga akan mengurangi jumlah ion kalsium intrasel.
Penghambat kanal kalsium ini berfungsi sebagai supresan vestibuler. Flunarizin
dan sinarizin merupakan penghambat kanal kalsium yang diindikasikan untuk
penatalaksanaan vertigo; kedua obat ini juga digunakan sebagai obat migren.
Selain sebagai penghambat kanal kalsium, ternyata flunarizin dan sinarizin
mempunyai efek sedatif, antidopaminergik, serta antihistamin-1. Flunarizin dan
sinarizin dikonsumsi per oral. Flunarizin mempunyai waktu paruh yang panjang,
dengan kadar mantap tercapai setelah 2 bulan, tetapi kadar obat dalam darah
masih dapat terdeteksi dalam waktu 2-4 bulan setelah pengobatan dihentikan.
Efek samping jangka pendek dari penggunaan obat ini terutama adalah efek sedasi
dan peningkatan berat badan. Efek jangka panjang yang pernah dilaporkan ialah
depresi dan gejala parkinsonisme, tetapi efek samping ini lebih banyak terjadi
pada populasi lanjut usia.
f. Simpatomimetik
Simpatomimetik, termasuk efedrin dan amfetamin, harus digunakan secara hatihati karena adanya efek adiksi. Lama aktivitas efedrin 4-6 jam dengan dosis 10-25
mg dapat diberikan 4 kali sehari.
g. Lain-lain
Beberapa preparat ataupun bahan yang diperkirakan mempunyai efek antivertigo
di antaranya adalah ginkgo biloba, piribedil (agonis dopaminergik), dan
ondansetron.
VI.

PROGNOSIS
Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure)
biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun

21

beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan tingkat rekurensi


sekitar 10-25%.

22

DAFTAR PUSTAKA
Atunes,

MB.

2009.

Causes

of

Vertigo.

[online

].

Diunduh

dari

www.emedicine.medscape.com
Iskandar N, Editor. 2008. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi
Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hal. 94-101
Joesoef AA .2000. Vertigo. In : Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. p.341-590
Mumenthaler m, Mattle H. 2004. Neurology. New York: Thieme p. 691-712
Bashiruddin J. 2008. Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N,
Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta
: Balai Penerbit FKUI. Hal. 104-9
Mardjono M, Sidharta P. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
Perdossi. 2012. Pedoman Tatalaksana Vertigo.
Sura, DJ dan Newell, S. 2010. Vertigo: Diagnosis and Management in Primary
Care, BJMP 2010:3(4):a315.

23

You might also like