You are on page 1of 26

BAB I

STATUS PASIEN

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. W

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 43 tahun

Agama

: Islam

Suku

: Sunda

Pendidikan Terakhir

: SD

Status Pernikahan

: Menikah

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Kedungsari, Desa Baregdeg RT. 05/ RW. 02

, Lakbok
Tanggal Datang ke RS

II.

: 31 Desember 2015

RIWAYAT PERAWATAN
a. Rawat Jalan
Poli Penyakit Dalam RSU Banjar sejak 22-9-2015 dengan diagnosa
Hipertensi
Poli THT RSU Banjar pada tanggal 13-10-2015 dengan diagnosa
Tonsillitis Akut
b. Rawat Inap

III.

: Belum pernah

RIWAYAT PSIKIATRI
Tanggal

: 31 Desember 2015

Anamnesis didapatkan dari pasien sendiri, akrab, dapat dipercaya.

Keluhan Utama
Sulit tidur
Riwayat Penyakit Sekarang
sejak 6 bulan SMRS, pasien memikirkan tentang anak
perempuannya yang naik kelas 3 SMK dan makin banyak kebutuhan. Hal
ini yang kadang-kadang dikhawatirkan pasien. Sejak saat itu, pasien
mudah kaget, gemetar, free floating feeling, nyeri ulu hati, jantung
berdebar-debar, sakit kepala, gelisah, keluar keringat dingin, nafsu makan
berkurang, sedih,dan malas beraktivitas.
Dalam 2 bulan SMRS, pasien merasa keluhan yang dirasakan
semakin sering serta jadi sulit tidur. Pasien mencoba berobat ke dokter
spesialis penyakit dalam, THT, maupun syaraf, namun tidak ditemukan
kelainan dan dikonsultasikan ke psikiater.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Gangguan psikiatrik
Pasien belum pernah mengalami gangguan yang sama
sebelumnya
b. Gangguan Medik
Dalam batas normal
c. Gangguan Zat Psikoaktif
Pasien tidak pernah mengkonsumsi zat psikoaktif, alkohol
dan merokok.

Riwayat Kehidupan Pribadi


a.

Riwayat Perkembangan Prenatal dan Perinatal


Pasien dilahirkan dalam keadaan yang sehat tidak ada trauma saat
kehamilan dan saat kehamilan ibu pasien tidak mengkonsumsi
obat-obatan, pada saat persalinan ibu pasien ditolong oleh paraji.
b. Riwayat Perkembangan Masa Kanak-kanak Awal (0 3 tahun)

Perkembangan fisiknya cukup baik, pola perkembangan motorik


juga baik. Riwayat tumbuh kembang pasien baik (sesuai dengan
usianya).
c.

Riwayat Kanak-kanak Pertengahan ( 3 11 tahun)


Pasien merupakan anak yang riang. Sejak sekolah, pasien memiliki
banyak teman, tidak pernah berkelahi / bermasalah di sekolah dan
lingkungan tempat tinggal. Pada saat pasien berusia 7 tahun, ibu
pasien meninggal karena sakit. Ayah pasien tidak menikah lagi dan
bersifat supportif pada anak-anaknya. Pasien mengaku sempat iri
pada teman-temannya yang masih punya ibu.

d.

Riwayat Masa Pubertas dan Remaja


Hubungan sosial
Sikap pasien terhadap orangtua, saudara, kerabat, dan tetangga
cukup baik. Pasien dapat bergaul dengan baik dengan teman
temannya.
Riwayat Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien sampai SD (Sekolah Dasar).
Perkembangan kognitif
Pasien tidak memiliki gangguan belajar, prestasi belajar cukup baik
selalu masuk 10 besar. Tidak melanjutkan sekolah karena masalah
biaya.
Perkembangan motorik
Selama ini dirasa baik dan normal. Pasien mampu melakukan
aktivitas dan kegiatan sehari-hari dengan baik seperti makan,
minum, toilet, dan kebersihan diri.
Perkembangan emosi dan fisik
Pasien dinilai memiliki emosi yang biasa saja, kadang senang
kadang juga sedih.
Riwayat psikoseksual

Pasien mulai menyukai lawan jenis saat usia 21 tahun, ketika


bekerja sebagai operator restoran cepat saji di Tangerang.
e.

Riwayat Masa Dewasa


Riwayat pekerjaan
Pasien merupakan seorang Ibu Rumah Tangga, sebelumnya pasien
bekerja sebagai operator restoran cepat saji selama 3 tahun
dilanjutkan bekerja sebagai operator pabrik kayu selama 3 tahun
hingga usia 27 tahun.
Riwayat pernikahan
Pasien sudah menikah selama 20 tahun dan memiliki satu orang
anak.
Riwayat keagamaan
Pasien taat beribadah dan mengikuti pengajian rutin mingguan di
desanya.
Riwayat aktivitas sosial
Pasien bergaul baik dengan tetangga sekitar.
Riwayat hukum
Pasien tidak pernah bermasalah secara hukum.

f.

Riwayat Keluarga
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang
keseharian mengurusi suami dan anaknya. Suami pasien berinisial
S, berusia 39 tahun bekerja di pabrik sepatu dan menjadi tukang
ojek pada malam hari. Anak pertama (, 17 tahun) saat ini
menjalani pendidikan kelas 3 SMK di Wanareja. Pasien mengaku
dekat dengan suami dan anak.
Pasien (43 tahun) adalah anak pertama dari 2 bersaudara.
Adik pasien (40 tahun) berjenis kelamin laki-laki dengan jarak
umur 3 tahun yang sekarang bekerja sebagai Pedagang dan
tinggal di Pekan Baru, Riau. Adik pasien sudah menikah dan

memiliki 3 orang anak, ayah pasien sudah meninggal saat usia


pasien 20 tahun.
g.

Situasi Kehidupan Sekarang


Saat ini pasien tinggal serumah dengan suami. Pasien mengeluh
suaminya kurang menganggap serius keluhan yang dirasakannya.

I.

STATUS MENTAL
A.

Deskripsi Umum
Penampilan
Pasien seorang perempuan, dengan tinggi 155 cm dan berat badan
58 Kg. Pasien berkulit sawo matang, berpakaian bersih dan cukup
rapih. Menggunakan baju terusan selutut berwarna hitam, celana
panjang berwarna coklat tua, dan kerudung berwarna Coklat. Kuku
terpotong rapi dan tidak kotor. Cara berjalan pasien tampak biasa
saja.
Perilaku dan aktivitas psikomotor
Pasien tampak khawatir. Perhatian pasien kurang, konsentrasi
pasien cukup.
Pembicaraan (speech)
Cara berbicara

: spontan, relevan

Volume berbicara

: sedang

Kecepatan berbicara : sedang


Gangguan berbicara
B.

Alam Perasaan

Mood

: khawatir

Afek

: depresif

Kesesuaian

: sesuai

: tidak ada afasia, tidak ada disartria.

C.

Gangguan Persepsi

Halusinasi
o Auditorik

Visual

Taktil

Gustatorik

: TidakAda
: Tidak ada
: Tidak ada

Ilusi

: Tidak ada

D.
Bentuk

o
o

: Tidak ada

Gangguan Pikir
: Realistik, koheren, preokupasi keluhan fisik

Proses Pikir
o Produktivitas
: Baik
o Kontinuitas

Blocking

Assosiasi longgar : Tidakada

Inkoherensia : Tidak ada.

Word salad

: Tidak ada.

Neologisme

: Tidak ada.

Flight of Idea : Tidak ada.

Sirkumstansial
o
o

: Tidak ada.

: Tidak ada.

Isi pikir
Gangguan isi pikiran
Waham
Bizarre
: Tidak ada
Persekutorik/paranoid
: TidakAda
Curiga

TidakAda
Kejar
ada

: Tidak

Referensi
: Tidak ada
Kebesaran

: Tidak ada

Thought of insertion

: Tidak ada

Thought of broadcasting : Tidak ada


Thought of withdrawal

Delution of influence

: Tidakada
: Tidakada

Obsesi

: Tidak

ada

Kompulsi
: Tidakada

Preokupasi pikiran
: Ada

E.

Sensorium dan Kognitif

Kesadaran

: Compos mentis

Orientasi

: Baik

o Waktu

(pasien

mampu

menyatakan

sekarang

ini

siang/sore/malam)
o Tempat (pasien dapat menyebutkan bahwa saat ini sedang
berada di RS)
o Orang (pasien tahu bahwa ia ke RSUD Banjar berobat
dengan dokter Psikiatri)
o

Daya ingat : Baik


o Daya ingat jangka panjang (pasien dapat mengingat alamat
rumah, nama, umur)
o Daya ingat jangka pendek (pasien dapat mengingat menu
sarapan pagi tadi)
o Daya ingat yang baru-baru ini terjadi (pasien dapat mengingat
bahwa 3 hari terakhir tidak bisa tidur)
o Daya ingat segera (pasien dapat mengingat nama dokter
spesialis jiwa)
Konsentrasi : Konsentrasi cukup

F.

Daya Nilai

Daya nilai sosial : Baik


Menurut pasien mencuri adalah perbuatan tidak baik.

Uji daya nilai : Baik


Misalnya jika pasien menemukan dompet (dengan identitas
pemilik) dijalan dan terdapat uang Rp. 1.000.000,- ia akan
mengembalikan dompet beserta uang tersebut ke kantor Polisi

Daya nilai realitas: Tidak terganggu


G.

Reality Test Ability (RTA) : Tidak Terganggu


Pasien tidak memiliki gangguan waham, halusinasi, ilusi.

H.

Tilikan : Tilikan derajat III


Menyalahkan faktor lain sebagai penyebab penyakitnya

IKHTISAR PENEMUAN YANG BERMAKNA

RTA

: tidak terganggu

Mood

: khawatir

Afek

: depresif, sesuai

Gangguan persepsi

: halusinasi (-), ilusi (-)

Gangguan bentuk pikir

: realistik, koheren

Gangguan proses pikir

: tidak ada

Gangguan isi pikir

Tilikan

: preokupasi
: tilikan derajat III

Faktor stressor: sejak 6 bulan SMRS,


pasien

memikirkan

tentang

anak

perempuannya naik kelas 3 SMK dan makin


banyak kebutuhan. Hal ini yang kadangkadang dikhawatirkan pasien. Sejak saat itu,
pasien mudah kaget, sulit tidur, gemetar,
free floating feeling, nyeri ulu hati,
jantung berdebar-debar, sakit kepala, gelisah,

keluar

keringat

dingin,

nafsu

makan

berkurang, sedih, dan malas beraktivitas.


VI.

FORMULASI DIAGNOSTIK
Berdasarkan PPDGJ-III kasus ini digolongkan kedalam :
AKSIS I

: F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresi


Kategori ini harus digunakan bilamana, terdapat
gejala-gejala

anxietas

maupun

depresi,

dimana

masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala


yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis
tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik
(berkeringat, jantung berdebar, sesak, keluhan GI,
mulut kering) harus ditemukan walaupun tidak terus
menerus, disamping rasa cemas atau khawatir
berlebihan.
AKSIS II

: Diagnosis tertunda

AKSIS III

: Tidak ada diagnosis

AKSIS IV

: Masalah Support System

AKSIS V

: GAF SCALE 1 tahun 90-81


GAF SCALE Pemeriksaan 80-71

VII.

EVALUASI MULTIAKSIAL
AKSIS I

: F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresi

AKSIS II

: Diagnosis tertunda

AKSIS III

: Tidak ada diagnosis

AKSIS IV

: Masalah Support system

AKSIS V

: GAF SCALE 1 tahun 90-81 & GAF SCALE Pemeriksaan

80-71
VIII. DAFTAR MASALAH
a. Organobiologik

: Dalam batas normal

b. Psikologi

: Khawatir, cemas, depresi

c. Sosial

: Tidak ada masalah


d.Keluarga

: Hubungan dengan anak harmonis.

Hubungan dengan suami baik.

IX.

PROGNOSIS

Faktor - faktor yang mendukung kearah prognosis baik:


o Keluarga pasien mendukung pasien untuk sembuh.

Faktor - faktor yang mendukung kearah prognosis buruk:


o Tidak ada
Kesimpulan prognosisnya adalah:
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam

: ad bonam

Quo ad sanationam

: ad bonam

X. PENATALAKSANAAN
Rawat jalan
Pengobatan:
1.

Farmakoterapi
Amitriptilin

12,5 mg

Aprazolam

0,25 mg

m.f pulvus da in caps dtd VII


(1 cap 0 0 )
Amitriptilin

25 mg

Clobazam

7,5 mg

m.f pulvus da in caps dtd VII


(0 0 1 cap )

2.

Terapi Psikoterapi
a. Memotivasi pasien agar minum obat teratur dan kontrol rutin
Dengan cara memberi tahu akibat yang terjadi apabila tidak rutin
minum obat Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien

dalam menghadapi masalah serta memberikan dorongan agar lebih


terbuka bila mempunyai masalah dan jangan memperberat pikiran
dalam menghadapi suatu masalah. Dengan cara agar tidak
memendam masalah sendiri, bahwa dengan bercerita dengan
keluarga akan membuat pasien lebih tenang dan kemungkinan
kambuh kecil.
b. Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat yang diminum
tidak menimbulkan ketergantungan justru sebagai pengontrol zat
kimia di otak agar gejala yang dialami pasien bisa terkontrol dan
pasien bisa menjalani kehidupan sehari-hari seperti sebelum sakit.
Hal ini sangat penting, karena banyak pasien merasa seperti
berbeda dari orang lain. Sehingga pasien merasa tidak pantas untuk
berbaur

ataupun

bekerja. Hal ini

harus

dicegah,

karena

sesungguhnya dengan melakukan aktivitas rutin, seperti bekerja


atau menyalurkan hobi, akan membantu kesembuhan pasien.

3.

Terapi Kognitif
Menjelaskan pada pasien tentang penyakit dan gejala-gejalanya,
menerangkan tentang gejala penyakit yang timbul akibat cara berfikir,
perasaan dan sikap terhadap masalah yang dihadapi.
Apabila tedapat beban pikiran yang berlebihan pada pasien akan
menimbulkan kekambuhan gejala lagi, walaupun pasien diterapi obat.
Hal ini pentingnya pengetahuan pasien tentang keadaan pasien
tersebut.

Terapi Sosial
Melibatkan pasien secara aktif dalam kegiatan terapi aktivitas
kelompok di lingkungan rumah agar ia dapat beraktivitas dan
berinteraksi dengan lingkungannya.
Proses terapi aktivitas kelompok pada dasarnya lebih kompleks
dari pada terapi individual, oleh karena itu untuk memimpinya

memerlukan pengalaman dalam psikoterapi individual. Dalam


kelompok

terapis

akan

kehilangan

sebagian

otoritasnya

dan

menyerahkan kepada kelompok.


Terapis sebaiknya mengawali dengan mengusahakan terciptanya
suasana yang tingkat kecemasannya sesuai, sehingga pasien terdorong
untuk membuka diri dan tidak menimbulkan atau mengembalikan
mekanisme pertahanan diri. Setiap permulaan dari suatu terapi
aktivitas kelompok yang baru merupakan saat yang kritis karena
prosedurnya merupakan suatu yang belum pernah dialami oleh anggota
kelompok dan mereka dihadapkan dengan orang lain.
Setalah pasien berkumpul, mereka duduk melingkar, terapis
memulai dengan memperkenalkan diri terlebih dahulu dan juga
memperkenalkan co-terapis dan kemudian mempersilahkan anggota
untuk memperkenalkan diri secara bergilir, bila ada anggota yang tidak
mampu

maka

terapis

memperkenalkannya.

Terapis

kemudian

menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur terapi kelompok dan


juga masalah yang akan di bicarakan dalam kelompok. Topik atau
masalah dapat ditentukan oleh terapis atau usul pasien. Ditetapkan
bahwa anggota bebas membicarakan apa saja, bebas mengkritik siapa
saja termasuk terapis. Terapis sebaiknya bersifat moderat dan
menghindarkan kata-kata yang dapat diartikan sebagai perintah.
Dalam prosesnya kalau terjadi blocking, terapis dapat membiarkan
sementara. Blocking yang terlalu lama dapat menimbulkan kecemasan
yang meningkat oleh karena terapisnya perlu mencarikan jalan keluar.
Dari keadaan ini mungkin ada indikasi bahwa ada beberapa pasien
masih perlu mengikuti terapi individual. Bisa juga terapis merangsang
anggota yang banyak bicara agar mengajak temannya yang kurang
banyak bicara. Dapat juga co-terapis membantu mengatasi kemacetan.
Kalau terjadi kekacauan, anggota yang menimbulkan terjadinya
kekacauan dikeluarkan dan terapi aktivitas kelompokn berjalan terus
dengan memberikan penjelasan kepada semua anggota kelompok.
Setiap komentar atau permintaan yang datang dari anggota
diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Terapis bukanlah guru,
penasehat, atau bukan pula wasit. Terapis lebih banyak pasif atau
katalisator. Terapis hendaknya menyadari bahwa tidak menghadapi

individu dalam suatu kelompok tetapi menghadapi kelompok yang


terdiri dari individu-individu.
Diakhir terapi aktivitas kelompok, terapis menyimpulkan secara
singkat pembicaraan yang telah berlangsung / permasalahan dan solusi
yang mungkin dilakukan. Dilanjutkan kemudian dengan membuat
perjanjian pada anggota untuk pertemuan berikutnya.
5. Terapi Keluarga
Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakit pasien,
penyebabnya, faktor pencetus, perjalanan penyakit dan rencana
terapiserta memotivasi keluargapasien untuk selalu mendorong pasien
mengungkapkan perasaaan dan pemikirannya.
Dikarenakan banyak keluarga pasien akibat stigma masyarakat,
keluarga pasien menjadi malu, sehingga keluarga kekurangan empati
terhadap pasien sendiri. Hal ini harus dicegah, dengan memberikan
dukungan kepada keluarga, untuk menyayangi pasien selayaknya
keluarga yang sedang sakit dan butuh perhatian keluarga untuk
kesembuhannya.
Terapi Pekerjaan
Memanfaatkan waktu luang dengan melakukan hobi atau pekerjaan
yang bermanfaat. Kita tanyakan pasien, tanyakan pekerjaan dahulu
dan pekerjaan yang ditawari dari orang lain. Hal ini tentunya apabila
insight of illness pasien sudah baik dan tidak ada gejala. Kita bantu
untuk memulihkan pekerjaan yang tepat sehingga pasien mempunyai
aktifitas rutin sehari-hari layaknya orang normal

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Gangguan campuran ansietas dan depresi merupakan gejala
kecemasan dan depresi yang bermakna secara klinis tetapi tidak memenuhi
kriteria untuk gangguan mood spesifik atau gangguan kecemasan spesifik.
(2)

Kecemasan (ansietas / anxiety) adalah gangguan alam perasaan


(affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran
yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam
menilai realitas (Reality Testing Ability / RTA, masih baik), kepribadian
masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas
normal.(3)
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai
dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan

sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam


menilai realitas (Reality Testing Ability / RTA, masih baik), kepribadian
tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal.(3)

2.2 EPIDEMIOLOGI
Keberadaan ganggguan depresif berat dan gangguan panik secara
bersamaan lazim ditemukan. Dua pertiga pasien dengan gejala depresif

memiliki gejala ansietas yang menonjol, dan dua pertiganya dapat


memenuhi kriteria diagnostik ganguan panik. Peneliti telah melaporkan
bahwa 20 sampai 90 persen pasien dengan ganggguan panik memiliki
episode gangguan depresif berat. Data ini mengesankan bahwa keberadaan
gejala depresif dan anxietas secara bersamaan, tidak ada di antaranya yang
memenuhi kriteria diagnostik gangguan depresif atau ansietas lain dapat
lazim ditemukan. Meskipun demikian, sejumlah klinisi dan peneliti
memperkirakan bahwa pravelensi gangguan ini pada populasi umum
adalah 10 persen dan di klinik pelayanan primer sampai tertinggi 50
persen, walaupun perkiraan konservatif mengesankan pravelensi sekitar 1
persen pada populasi umum.(2)

2.3 STESSOR PSIKOSOSIAL


Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang; sehingga orang itu
terpaksa

mengadakan

adaptasi

atau

penyesuaian

diri

untuk

menanggulanginya. Namun, tidak semua orang mampu melakukan


adaptasi dan mengatasi stressor tersebut, sehingga timbullah keluhankeluhan antara lain berupa cemas dan depresi.(3)
Dari sekian banyak jenis stressor psikososial yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, para pakar memberikan beberapa contoh antara lain
sebagai berikut :(3)

Perkawinan
Terjadinya ketidaksetiaan berupa perselingkuhan.

Orang Tua
Masalah orang tua yakni kondisi tatanan sosial dan ekonomi,
masalah anak yakni kenakalan remaja, pergaulan bebas, kehamilan di
luar nikah, aborsi, atau penyalahgunaan NAZA (Narkotika, Alkohol,
dan Zat Adiktif)

Hubungan Interpersonal (Antar Pribadi)


Hubungan antar sesama (perorangan/individual) yang tidak baik
dapat merupakan sumber stres. Misalnya hubungan yang tidak serasi,
tidak baik atau buruk dengan kawan dekat atau kekasih, antara sesama
rekan, antara atasan dan bawahan, pengkhianatan, dan sebagainya.

Pekerjaan
Kehilangan pekerjaan pada pengangguran akan berdampak pada
gangguan kesehatan bahkan bisa sampai pada kematian. Sebaliknya
dengan pengangguran, maka terlalu banyak beban pekerjaan sementara
waktu yang tersedia sangat sempit dapat menyebabkan stres pula.
Tekanan dalam pekerjaan yang banyak dan persaingan yang ketat
juga dapat menyebabkan stres.

Keuangan
Masalah

keuangan

dalam

kehidupan

sehari-hari

ternyata

merupakan salah satu stressor utama. Misalnya, pendapatan lebih kecil


dari pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan usaha, soal warisan dan
lain-lain.
6

Hukum
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan
sumber stres. Misalnya, tuntutan hukum, pengadilan, penjara dan lain
sebagainya.

Perkembangan
Yang dimaksudkan disini adalah tahapan perkembangan fisik
maupun mental seseorang. Misalnya masalah remaja, masa dewasa,
menopause, usia lanjut dan lain sebagainya.

Penyakit Fisik
Berbagai penyakit fisik terutama yang kronis dan atau cidera yang
mengakibatkan invaliditas dapat menyebabkan stres pada diri
seseorang.

Faktor Keluarga
Anak dan remaja dapat pula mengalami stres yang disebabkan
karena kondisi keluarga yang tidak harmonis. Sikap orang tua terhadap
anak yang dapat menimbulkan stres antara lain:

Hubungan kedua orangtua yang tidak harmonis

Kedua orang tua jarang dirumah dan tidak ada waktu untuk
bersama dengan anak-anak

Komunikasi antara orang tua dan anak tidak serasi

Kedua orang tua bercerai atau berpisah

Salah satu orang tua menderita gangguan jiwa atau kelainan


kepribadian

Orang tua dalam mendidik anak kurang sabar, pemarah, keras,


otoriter dan lain sebagainya.

10 Trauma
Seseorang yang mengalami bencana alam, kecelakaan transportasi,
kebakaran, kerusuhan, peperangan, kekerasan, penculikan, perampokan,
perkosaan dan lain sebagainya, merupakan pengalaman yang traumatis
yang pada gilirannya yang bersangkutan dapat mengalami stres (stres
pasca trauma).

2.4 MANIFESTASI KLINIS


Tanda dan gejala cemas :(1)
Tanda Fisik

Gejala Psikologik

Gemetar. Renjatan, rasa goyah

Rasa takut

Nyeri punggung dan kepala

Sulit konsentrasi

Ketegangan otot

Hypervigilance/siaga berlebih

Nafas pendek, hiperventilasi

Insomnia

Mudah lelah

Libido turun

Sering kaget

Rasa mengganjal di tenggorok

Hiperaktivitas autonomik:

Rasa mual di perut

- Wajah merah dan pucat


-

Takikardia, palpitasi

Berpeluh

Tangan rasa dingin

Diare

Mulut kering

Sering kencing

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa


Edisi ke-3 (PPDGJ III), gejala depresi antara lain :(4)
Gejala utama :
1

Afek depresi

Kehilangan minat dan kegembiraan, dan

Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan


mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja yang sedikit)
dan menurunnya aktifitas.

Gejala lainnya dapat berupa :

Konsentrasi dan perhatian berkurang

Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

Tidur terganggu

Nafsu makan berkurang.

DIAGNOSIS
Kriteria DSM-IV-TR mengharuskan adanya gejala subsindrom
ansietas dan depresi serta adanya beberapa gejala somatik, seperti tremor,
palpitasi, mulut kering, dan rasa perut yang bergejolak. Sejumlah studi
pendahuluan menunjukkan bahwa sensitivitas dokter umum untuk sindrom
gangguan campuran ansietas - depresi masih rendah walaupun kurangnya
pengenalan ini dapat mencerminkan kurangnya label diagnostik yang
sesuai bagi pasien.(2)

Kriteria DSM-IV-TR Gangguan Campuran Ansietas Depresif (5)


Mood disforik yang berulang atau menetap dan bertahan sedikitnya 1
bulan
Mood disforik disertai empat (atau lebih) gejala berikut selama sedikitnya
1 bulan :
1

Kesulitan berkonsentrasi atau pikiran kosong

Gangguan tidur (sulit untuk jatuh tertidur atau tetap tidur atau
gelisah, tidur tidak puas)

Lelah atau energi rendah

Iritabilitas

Khawatir

Mudah nangis

Hipervigilance

Antisipasi hal terburuk

Tidak ada harapan (pesimis yang menetap akan masa depan)

10 Harga diri yang rendah atau rasa tidak berharga


Gejala menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau
hendaknya dalam area fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting
lain.
Gejala tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth.
Penyalahgunaan obat atau pengobatan) atau keadaan medis umum
Semua hal berikut ini :
1. Kriteria tidak pernah memenuhi gangguan depresif berat,

gangguan distimik; gangguan panik, atau gangguan ansietas


menyeluruh
2

Kriteria saat ini tidak memenuhi gangguan mood atau ansietas


lain (termasuk gangguan ansietas atau gangguan mood, dalam
remisi parsial)

Gejala tidak lebih mungkin disebabkan gangguan jiwa lain.

Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III


1

Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing


tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan
diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus
ditemukan walaupun tidak terus-menerus, disamping rasa cemas atau
kekhawatiran berlebihan.

Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan
anxietas fobik.

Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk
menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut
dikemukakan, dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan.
Jika karena sesuatu hal hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka
gangguan depresif harus diutamakan.

Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan yang


jelas, maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian.(4)

2.6 DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding mencakup gangguan ansietas dan depresif
lainnya serta gangguan kepribadian. Diantara gangguan kecemasan,
gangguan kecemasan umum adalah salah satu yang paling sering
bertumpang tindih dengan gangguan kecemasan depresif campuran.
Diantara gangguan mood, gangguan distimik dan gangguan depresif
ringan adalah yang paling sering bertumpang tindih dengan gangguan
kecemasan-depresif campuran. Diantara gangguan kepribadian, gangguan
kepribadian menghindar, tergantung, dan obsesif-kompulsif mungkin
memiliki gejala yang terlihat pada gangguan kecemasan-depresif
campuran. Hanya suatu riwayat psikiatrik, pemeriksaan status mental dan
pengetahuan tentang kriteria DSM-IV spesifik dapat membantu klinisi
membedakan kondisi kondisi tersebut.(2)

2.7 PROGNOSIS
Berdasarkan data klinis sampai saat ini, pasien tampak sama besar
kemungkinannya untuk memiliki gejala ansietas yang menonjol, gejala
depresif yang menonjol, atau campuran dua gejala dengan besar yang
sama saat awitan. Selama perjalanan penyakit, dominasi gejala ansietas
dan depresif dapat bergantian. Prognosis nya tidak diketahui.(5)

2.8 PENATALAKSANAAN
Karena penelitian yang adekuat yang membandingkan cara
pengobatan untuk gangguan kecemasan-depresif campuran sekarang ini
belum tersedia, klinisi kemungkinan besar mengobati pasien atas dasar
gejala yang tampak, keparahannya dan tingkat kesenangan dan
pengalaman klinisi sendir terhadap berbagai modalitas pengobatan. (2)
Pendekatan psikoterapeutik mungkin melibatkan pendekatan yang
terbatas waktu, seperti terapi kognitif atau modifikasi perilaku, walaupun
beberapa klinisi menggunakan pendekatan psikoterapeutik yang kurang
terstruktur, seperti psikoterapi berorientasi-tilikan.(2)
Farmakoterapi untuk gangguan kecemasan-depresif campuran
mungkin termasuk obat antiansietas atau obat antidepresan atau keduanya.
Di antara obat ansiolitik, beberapa data menyatakan bahwa penggunaan
triazolobenzodiazepines

(seperti

contoh

alprazolam)

mungkin

diindikasikan karena efektivitas obat tersebut dalam mengobati depresi


yang disertai dengan kecemasan. Suatu obat yang mempengaruhi reseptor
serotonin

tipe-1A

(5-HT1A),

seperti

buspirone,

mungkin

juga

diindikasikan. Diantara antidepresan, walaupun teori noradrenergik


menghubungkan

gangguan

kecemasan

dan

gangguan

depresif,

antidepresan serotonergik (sebagai contoh, fluoxetine) mungkin yang


paling efektif di dalam mengobati gangguan kecemasan-depresif
campuran, walaupun data yang mendukung anggapan tersebut tidak ada.(2)

DAFTAR PUSTAKA

Kaplan, Harold I., Sadock, Benyamin J. 1998. Anxietas dan Depresi dalam
Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta : Widya Medika. Hal. 145-154 dan
227-232.

Kaplan, H., Sadock, Benjamin. 1997. Gangguan Kecemasan dalam


Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi ke-7
Jilid 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Hal. 29-32.

Hawari, Dadang. 2011. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta:


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 3-11 dan 17-22.

Maslim Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan


Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta: PT Nuh Jaya. Hal. 64 dan 75.

Kaplan, Harold I., Sadock, Benyamin J. 2010. Gangguan Anxietas Yang


Tidak Tergolongkan dalam Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta : EGC. Hal.
266-267.

26

You might also like