Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes adalah penyakitseumur hidupditandai denganpeningkatan kadarguladalamdarah.
Diabetes adalah penyebabutama yangmenyebabkankebutaandan penyakitginjaldi seluruh
dunia.Diabetes mellitusadalah penyakitkronis yang disebabkan olehketurunanatau
diperolehkarenakekuranganproduksi insulinoleh pankreas, atau oleh tidakefektifnyainsulinyang
dihasilkan (Riaz, 2009).
Diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat
jumlahnya di masa datang. Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan
umat manusia pada abad 21. Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa
pada tahun 2000 jumlah pngidap diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan
dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi
300 juta orang (Suyono, 2009).
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia,
kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 sampai 1,6%, kecuali di dua tempay yaitu di
Pekajangan, suatu desa dekat Semarang 2,3% dan di Manado 6% (Suyono, 2009).
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus
(DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset
kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat
DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%.
Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (Dep.Kes.RI).
Diperkirakan masih banyak (sekitar 50%) penyandang diabetes yang belum terdiagnosis
di Indonesia.Selain itu hanya dua pertiga saja dari yang terdiagnosis yang menjalani pengobatan,
baik non farmakologis maupun farmakologis.Dari yang menjalani pengobatan tersebut hanya
sepertiga saja yang menjalani pengobatan dengan baik.Bukti-bukti menunjukkan bahwa
komplikasi diabetes dapat dicegah dengan kontrol glikemik yang optimal.Kontrol glikemik yang
optimal sangatlah penting, namun demikian di Indonesia sendiri target pencapaian kontrol
glikemik belum tercapai, rerata HbA1c masih 8%, masih di atas target yang diinginkan yaitu 7%
(Soewondo, 2011).
Tingginya prevalensi DM di Indonesia, dan perkiraan adanya peningkatan di tahun-tahun
mendatang menyebabkan perlunya antisipasi dan tidakan segera dalam penatalaksanaan DM.
Penatalaksanaan DM meliputi dua pendekatan, yaitu pendekatan tanpa obat dan pendekatan
dengan obat. Pendekatan tanpa obat dilakukan dengan cara pengaturan pola makanan dan latihan
jasmani, sedangkan pendekatan dengan obat dilakukan manakala pendekatan tanpa obat saja
kurang efektif (Kusumadewi, 2009).
B. Tujuan
Penulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada tenaga medis dan dokter
mengenai penyakit diabetes melitus sehingga dengan mengetahui lebih dini, maka untuk
penegakan diagnosis dalam perjalanan penyakitnya bisa terdiagnosa secara cepat dan tepat serta
mendapatkan penanganan yang lebih baik, efektif dan efisien dan mencegah komplikasi lebih
lanjut.
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama
: Tn. H
Umur
: 52 tahun
Jenis Kelamin
: Laki laki
Agama
: Islam
Status perkawinan
: Menikah
Alamat
: Baki, Sukoharjo
No RM
: 190610
Masuk Rumah Sakit : 5 Mei 2012
Jam
: 14.34 WIB
Tanggal pemeriksaan : 9 Mei 2012
ANAMNESA
Autoanamnesa
Keluhan Utama :
Luka pada kaki kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo pada tanggal 5 Mei 2012 jam 14.34 WIB dengan
keluhan luka pada kaki kiri 1 minggu yang lalu. Sebelumnya pasien merasa jimpe-jimpe di kaki
dan tangannya, lalu pasien menghangatkan kakinya di atas jerami panas, dan timbul luka. Dirasa
luka makin meluas dan pasien merasa pusing terutama saat memulai beraktifitas, maka pasien
berobat ke IGD RSUD Sukoharjo. Hari pemeriksaan (9 Mei 2012) pasien mengeluh pusing
cenut-cenut, dan jimpe di kaki dan tanggannya, pasien juga mengeluh banyak makan, banyak
minum dan sering kencing. BAB normal, mual (-), muntah (-). Pasien merupakan penderita DM
sejak 5 tahun yang lalu, tetapi tidak teratur berobat.
umum
n
as
speksi
Palpasi
erkusi
uskultasi
speksi
Palpasi
erkusi
TERAPI
Infus RL 20 tpm
Cefotaxim 1gr/12 jam
Antalgin 1gr/12 jam
Ranitidin 1gr/12 jam
Insulin 10-10-10
Medikasi kaki
FOLLOW UP
Tanggal 6 Mei 2012
S:Keluhan(-), pusing(-), mual (-), muntah(-), lemas(-), BAB (+), BAK (+)
O: TD: 110/60 mmHg T:37,60C
N: 100x/menit Rr: 24x/menit
Kep: CA-/- SI -/ dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
cor : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan
kiri, ketinggalan gerak (-)
cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea
midclavicularis sinistra. Pulmo : sonor diseluruh lapang paru,
cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler, kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/
+), suara tambahan (-/-)
Abd: Supel, peristaltik (+), hepar/lien tak teraba.
GDS: 226 mg/dl
A: DM dengan ulkus diabetikum
P: RL 20 tpm
Cefotaxim igr/12 jam
Antalgin 1gr/12 jam
Ranitidine 1gr/12 jam
Sohobion 2x1 tab
Insulin 10-10-1
Tanggal 7 Mei 2012
S: jimpe-jimpe (+), pusing (-), BAB (+) BAK (+)
O: TD: 110/70 mmHg, N: 80 x/mnt, Rr: 20 x/mnt, T: 360C
GDS: 281 mg/dl
Kep: CA-/- SI-/Tho: Kep: CA-/- SI -/ dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
cor : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan
kiri, ketinggalan gerak (-)
cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea
midclavicularis sinistra. Pulmo : sonor diseluruh lapang paru,
uskultasi
speksi
Palpasi
erkusi
uskultasi
cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler, kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/
+), suara tambahan (-/-)
Abd: Supel, peristaltik (+), hepar/lien tak teraba.
Ekst: ulkus pedis sinistra
A: DM dengan ulkus diabetikum
P: RL 20 tpm
Cefazolin 1gr/12 jam
Antalgin K/P
Ranitidine 1gr/12 jam
Metronidazole 500mg/12 jam
Insulin 14-14-12
speksi
Palpasi
erkusi
uskultasi
speksi
Palpasi
erkusi
uskultasi
Tho: Kep: CA-/- SI -/ dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
cor : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan
kiri, ketinggalan gerak (-)
cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea
midclavicularis sinistra. Pulmo : sonor diseluruh lapang paru,
cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler, kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/
+), suara tambahan (-/-)
Abd: Supel, peristaltik (+), hepar/lien tak teraba.
Ekst: ulkus pedis sinistra
A: DM dengan ulkus diabetikum
P: RL 20 tpm
Cefazolin 1gr/12 jam
Antalgin K/P
Ranitidine 1gr/12 jam
Insulin 18-18-16
Tanggal 10 Mei 2012
S: Jimpe-jimpe (+),pusing (-), mual muntah (-), BAB(+),BAK(+)
O: TD: 130/70 mmHg, N: 84 x/mnt, Rr: 20 x/mnt, T: 360C
GDS: 200 mg/dl
Kep: CA-/- SI-/Tho: Kep: CA-/- SI -/ dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
cor : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan
kiri, ketinggalan gerak (-)
cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea
midclavicularis sinistra. Pulmo : sonor diseluruh lapang paru,
cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler, kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/
+), suara tambahan (-/-)
Abd: Supel, peristaltik (+), hepar/lien tak teraba.
Ekst: ulkus pedis sinistra
A: DM dengan ulkus diabetikum
P: RL 20 tpm
Cefazolin 1gr/12 jam
Antalgin 1A/12j
Ranitidin1gr/12 j
Metronidazole 500mg/12 jam
Pamol KP
Insulin 14-14-12
Saat kasus dibuat pasien masih rawat inap.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya (Purnamasari, 2009).
B. Etiologi
Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk
mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat
terhadap insulin. Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin)
menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Sebagian besar
diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun (Purnamasari, 2009).
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau
faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan
menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas.Untuk terjadinya hal ini diperlukan
kecenderungan genetik (Purnamasari, 2009).
Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan
permanen.Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan
insulin secara teratur.Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada
insulin, NIDDM), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari
normal.Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan
insulin relatif.Diabetes tipe II bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi
setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas,80-90% penderita
mengalami obesitas.Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan (Purnamasari, 2009).
Penyebab diabetes lainnya adalah kadar kortikosteroid yang tinggi, kehamilan (diabetes
gestasional), obat-obatan, racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin
(Purnamasari, 2009).
C. Gejala Klinis
Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa
sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit
sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita) (Purnamasari,
2009).
D. Patofisiologi
Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinis.Pada saat
tersebut sel beta pancreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu
hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau sedikit meningkat. Kemudian setelah
terjadi ketidaksanggupan sel beta pancreas, baru akan terjadi diabetes mellitus secara klinis, yang
ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi criteria diagnosis
diabetes mellitus. Otot adalah pengguna glukosa yang paling banyak sehingga resistensi insulin
E.
1.
2.
3.
mengakibatkan kegagalan ambilan glukosa oleh otot.Fenomena resistensi insulin ini terjadi
beberapa decade sebelum onset DM dan telah dibuktikan pada saudara kandung DM tipe 2 yang
normogenik.Selain genetic, factor lingkungan juga mempengaruhi kondisi resistensi insulin.Pada
awalnya, kondisi resistensi insulin ini dikompensasi oleh peningkatan sekresi insulin oleh sel
beta pancreas.Seiring dengan progresifitas penyakit maka produksi insulin ini berangsur
menurun menimbulkan klinis hiperglikemia yang nyata.Hiperglikemia awalnya terjadi pada fase
setelah makan saat otot gagal melakukan ambilan glukosa dengan optimal. Pada fase berikutnya
dimana produksi insulin semakin menurun, maka terjadi produksi glukosa hati secara berlebihan
dan mengakibatkan meningkatnya kadar glukosa darah pada saat puasa. Hiperglikemia yang
terjadi memperberat gangguan sekresi insulin yang sudah ada dan disebut dengan fenomena
glukotoksisitas (Soegondo, 2009).
Diagnosis
Diagnosis diabetes mellitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar glukosuria.Guna menentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa darah secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena.Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun
angka criteria diagnostic yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO (Soewondo, 2011).
Kecurigaan DM perlu difikirkan apabila terdapat keluhan klasik:
Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl dengan adanya keluhan klasik.
Tes toleransi glukosa oral (TTGO).
(Soewondo, 2011)
Kriteria diagnosis Diabetes Melitus bisa dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Atau
Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11,1 mmol)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
(Sumber: Soewondo, 2011)
F. Penatalaksanaan
Pilar penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu berupa
pemberian edukasi, perencanaan makan/terapi nutrisi medic, kegiatan jasmani dan penurunan
berat badan bila terdapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dalam langkah-langkah non
farmakologi tersebut belum mampu mencapai sasaran pengendalian DM, maka dilanjutkan
dengan penggunaan perlu terapi medika mentosa atau intervensi farmakologi di samping tetap
melakukan pengaturan makan dan aktivitas fisik yang sesuai (Soegondo, 2009).
Macam-macam obat antihiperglikemik oral:
a. Golongan insulin sensitizing
1. Biguanid
Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan
produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin,
dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia (Muchid, et.al., 2005).
2. Glitazone
Glitazone (Thiazolidinedines), merupakan agonist peroxisome proliferator-activated reseptor
gama (PPARa) yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPARa terdapat di jaringan target kerja
insulin seperti jaringan adipose, otot, skelet dan hati. Glitazone merupakan regulator homeostasis
lipid, diferensiasi adiposity, dan kerja insulin.Sama seperti metformin, glitazone tidak
menstimulasi produksi insulin lebi besar daripada metformin.Mengingat pentingnya dalam
metabolism glukosa dan lipid, glitazone dapat meningkatkan efisiensi dan respons sel beta
pancreas dengan menurunkan glukotoksisitas dan lipotoksisitas (Soegondo, 2009).
b. Golongan sekretatorik insulin.
1. Sulfonilurea
Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar pancreas, oleh sebab itu
hanya efektif apabila sel-sel Langerhans pancreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar
glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh
perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pancreas.ang saat ini beredar adalah obat
hipoglikemik oral golongan sulfonilurea generasi kedua yang dipasarkan setelah 1984, antara
lain gliburida (glibenklamida), glipizida, glikazida, glimepirida, dan glikuidon
(Munchid, et.al., 2005)
2. Glinid
Mekanisme kerja glinid juga melalui reseptor sulfonylurea (SUR) dan mempunyai struktur yang
mirip dengan sulfonylurea, perbedaannya denga SUR adalah pada masa kerjanya yang lebih
pendek.Mengingat lama kerjanya yang pendek, maka glinid digunakan sebagai obat prandial
(Soegondo, 2009).
c. Penghambat alfa glukosidase
Acarbose hamper tidak diabsorbsi dan bekerja local pada saluran pencernaan. Acarbose
mengalami metabolism di dalam saluran pencernaan.Obat ini bekerja secara kompetitif
menghambat enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial (Soegondo, 2009).
d. Golongan incretin
Terdapat 2 hormon incretin yang dikeluarkan oleh saluran cerna yaitu glucose dependent
insulinotropic polypeptide (GIP) dan glucagon like peptide-I (GLP-I) kedua hormone ini
dikeluarkan sebagai respon terhadap asupan makanan sehingga meningkatkan sekresi insulin
(Soegondo, 2009).
G. Komplikasi
Komplikasi kronik akibat DM akan meningkatkan angka kematian dan kesakitan; dapat
dibagi menjadi 2 yaitu komplikasi vaskular dan non vaskular.Komplikasi vaskular dibagi
menjadi komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular.Komplikasi makrovaskular adalah
penyakit jantung koroner,cerebrovascular disease, gangguan pembuluh darah perifer.Komplikasi
mikrovaskular adalah retinopati, neuropati, nefropati.Komplikasi non vaskularmisalnya :
gangguan fungsi seksual, gastroparesis, dan gangguan pada kulit. Peningkatan risiko terjadinya
komplikasi ini berhubungan dengan hiperglikemi jangka lama; biasanya terjadi pada dekade
kedua setelah melalui masa asimtomatik (Singgih, et.al., 2003).
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien ini didiagnosa diabetes melitus. Penegakan diagnosa ini berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sebagai berikut ini.
Dari hasil anamnesis riwayat penyakit sekarang didapatkan keluhan kaki kiri terdapat
luka. Jimpe-jimpe di telapak tangan, BAB normal BAK normal, pusing (-), riwayat penyakit
diabetes mellitus (+) sejak 5 tahun, pasien tidak rutin berobat.
Dari pemeriksaan fisik pada pasien, didapatkan beberapa tanda klinis, antara lain :ulkus
pedis sinistra.
Hasil pemeriksaan Laboratorium 5 Mei 2012 Creatinin1,06 mg/dl, SGOT26,62 U/L,SGPT34,94
U/L, Urea35,43 mg/dl, HbsAG(-), GDS491 mg/dl. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 6
Mei 2012 : WBC 19800/L, RBC 3,09.106/L, Hemoglobin 9,6 g/dL, HCT26,4%, MCV85,4
fL, MCH 31,1 Pg, MCHC 36,4 g/dL, PLT 451.103/L. RDW 13,3 %, PCT 0,20%, MPV 4,6 fL,
PDV 17,9 %.Gol. darah B. Hasil Pemeriksaan EKG: Sinus takikardi, HR 115x/menit
Terapi yang diberikan pada pasien berupa :
1. Infus RL ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh dan memudahkan dalan
pemberian terapi obat-obat parenteral.
2. Injeksi cefotaxim 1 gr/12jam
Cephalosporin spektrum luas semisintetik yang diberikan secara parenteral. Intramuscular
diberikan sebasar 500 mg atau 1 gram, IV sebesar 500 mg, 1 g, dan 2 g.
3. Ranitidin 1 ampul/12 jam
Pada pasien ini diberikan obat golongan antihistamin, antagonis reseptor H2 sebab obat ini
bekerja dengan cara memblok efek histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat
dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung sehingga dapat mengurangi keluhan perut dan
mencegah stress ulcer pada pasien ini.
4. Cefazolin 1 ampul/12 jam
Antibiotik golongan cephalosporin, diindikasikan untuk infeksi gram positif atau gram negative.
5. Metronidazole 500 mg/12 jam
Antibakteri dan antiprotozoa sintetik derivat nitroimidazoi yang mempunyai aktifitas bakterisid, amebisid dan
trikomonosid.Dalam sel atau mikroorganisme metronidazole mengalami reduksi menjadi produk polar. Hasil reduksi
ini mempunyai aksi antibakteri dengan jalan menghambat sintesa asam nukleat.Metronidazole efektif terhadap
Trichomonas vaginalis, Entamoeba histolytica, Gierdia lamblia. Metronidazole bekerja efektif baik lokal maupun
sistemik.
DAFTAR PUSTAKA
Dep.Kes.RI. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang. Diakses
tanggal 8 Mei 2012.http://m.depkes.go.id/index.php.
Kusumadewi, S. 2009. Aplikasi Informatika Medis Untuk Penatalaksanaan Diabetes Melitus Secara
Terpadu.Dalam Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009).Yogyakarta.
Muchid, A., Umar,, F., Ginting, M.N., Basri, C., Wahyuni, R., Helmi, R., et.al., 2005.Pharmaceutical
Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus.Jakarta: Direktorat Bina Rarmasi Komunitas dan Klinik
Ditjen Bina Kefarmasian dan Kesehatan Departemen Kesehatan.
Purnamasari, D. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. . Dalam Aru W.S., Bambang S.,
Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna
Publishing. Hal:1880-4.
Rani, A., Soegondo, S., Nasir, A.U.Z., Wijaya, I.P., Nafrialdi, Mansjoer, A. 2006.Paduan Pelayanan
Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Riaz, S. 2009. Diabetes Mellitus.Department of Microbiology and Molecular Genetics. Pakistan: Punjab
University.
Singgih, B., Jim, E., Pandelaki, K. 2003. Pola Komplikasi Kronik Pada Diabetes Mellitus Tipe 2 di
RSUP Manado.Cermin Dunia Kedokteran no. 140.
Soegondo, S. 2009. Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes Melitu Tipe 2.Dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal:1884-91.
Soewondo, P. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia.Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Suharjo, J.B., Cahyono, B., 2007. Manajemen Ulkus Kaki Diabetik.Dexa Media vol. 20 no. 3
Suyono, S. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus
S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal:
1877-84.
Waspadji, S., 2009. Komplikasi Klonik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi. .
Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 1922-30.
Ulkus Diabetikum
2:03 AM
Agus Haryono
No comments
Diabetes Melitus (DM) Klinis adalah suatu sindroma gangguan glukosa ditandai dengan metabolisme
dengan hiperglikemia sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurang efektifitas biologis
dari insulin (atau keduanya).1,2
DM jika tidak dapat ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai
organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah, syraf dan lain-lain
Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik dari penyakit diabetes melitus dan sering terjadi
pada kaki (kaki diabetik).
EPIDEMOLOGI
PATOFISIOLOGI
1.
Endotel yang utuh akan resistensi terhadap penempelan trombosit dan menghindarkan timbulnya
adhesi dan agregasi trombosit, adanya lesi endotel akan mempermudah timbulnya proses tersebut
dan kebocoran.
Endotel mempunyai enzim aldose reductase yang mengubah glukosa menjadi sorbital yang akhirnya
terbentuklah fruktosa yang mana ke 2 bahan ini mempunyai sifat menyerap air sehingga endotel
akan membengkak dan akhirnya akan merusak endotel.
2.
b.
3.
Umur trombosit pada DM lebih pendek dan bahan bahan yang memudahkan koagulasi dan
keluar pula growth faktor yang merangsang profilerasi sel otot polos pembuluh darah.
a.
b.
c.
d.
di
MB,
bahan
ini
penting
untuk
Penebalan Membran Basalis dengan kualitas rendah (akibat banyak endapan glikoprotein) akan
memudahkan kebocoran tergantung pada status regulasi DM, MB pada pasien DM mempunyai
kecenderungan menebal, endotel tidak intak lagi sehingga faal kapiler terganggu.
4.
Pada DM kadar fibrinogen dan trombin meningkat, sedangkan pembentukan plasmin menurun, maka
pada DM kadar faktor VII meningkat, sekresi aktivitas oleh endotel menurun, terutama pada nefropati
diabetik kadar AT III menurun, sehingga pembentukan fibrin dan agregasi trombosit meningkat dan
pembentukan mikrotrombus bertambah cepat.
5.
Kerusakan endotel akan menyebabkan kebocoran dengan akibat deposit lemah, proliferasi sel otot
polos di bawah membran basalis atas rangsangan dari insulin growth hormone dan growth faktor
yang dikeluarkan oleh trombosit yang rusak.
Gangren diabetik akibat mikroangiopati disebut juga gangren panas, karena walaupun nekrosis daerah
akral tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan, biasanya ulkus diabetik pada telapak
kaki.Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, dan bila terjadi sumbatan kronik
gambaran kliniknya menurun pola dari fontaine yaitu :
Stadium I
Stadium II
:
tempuh memendek).
Stadium III
Stadium IV
Menurut berat ringannya lesi, kelainan diabetik dibagi dalam enam derajat menurut Wagner :
Kaki neuropati : pes planovalgus, paralisis otot kecil di dalam kaki, jari
hiperemia, pembuluh vena melebar
2. Wagner I
3. Wagner 2
subkutan, selulitis
4. Wagner 3
5. Wagner 4
1.
Perbaikan sirkulasi dengan pemberian obat obatan yang memperbaiki viskositas darah.
2.
Pengendalian status metabolik dengan pengaturan diet, pemberian insulin, memperbaiki keadaan
penderita dengan nutrisi memadai dan pemberian anti agregasi.
3.
a.
Sistematik
Pada ulkus diabetik kurva gram negatif lebih banyak ditemukan daripada gram positif, yang paling banyak
adalah staphylococcus aerus, proteus mirabillis, klebsiella pseudomonas aeruginosa dan
enterobocta. Selain antibiotik, kontrol diabetes dengan insulin.
b.
Lokal
Terapi bedah
Terapi bedah untuk kaki dapat terdiri dari tindakan bedah kecil seperti insisi, pengaliran abses,
debridemen dan nefrotomi.
Prinsipnya adalah pengeluaran semua jaringan nekrotik untuk maksud eliminasi infeksi sehingga luka
dapat sembuh.Tindakan bedah berupa amputasi dilakukan berdasarkan indikasi yang tepat
PENATALAKSANAAN
1. Diet pada DM 10
Kebutuhan kalori sesuai untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.
Komposisi energi :
60 70 % dari karbohidrat
10 15 % dari protein
20 25 % dari lemak
Beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan orang yang diabetes
1.
2.
Dewasa
Kalori/kgBB Ideal
3.
Kerja santai
Sedang
Berat
Gemuk
25
30
35
Normal
30
35
40
Kurus
35
40
40 50
Kurus
Normal
Gemuk
Untuk laki laki TB < 160 cm atau wanita TB < 150 cm, rumusnya :
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Idaman dikalikan kebutuhan kalori basal (30 kal/kgBB
untuk laki laki dan 25 kal/kg BB untuk wanita), tetapi ditambah kalori berdasarkan presentasi kalori
basal.
Pasien kurus, masih tumbuh kembang, terdapat infeksi, sedang hamil atau menyusui, ditambah 20
30 % dari kalori basal.
1.
Jenis kelamin
2.
Umur
3.
4.
Kehamilan infeksi
5.
Adanya komplikasi
6.
Berat badan
II. Olahraga
Latihan pilihan adalah : jalan kaki jogging, lari, renang dan bersepeda.
Pada kasus ulkus diabetikum dalam praktek digunakan terapi anti diabetik yaitu insulin, yang
diindikasikan untuk diabetes tipe I dan juga tipe II yang hiperglikemianya tidak berespon terhadap terapi
diet dan obat-obat hipoglikemik oral.
1.
Semua penderita diabetes melitus dari setiap umur dalam keadaan ketoasidosis atau pernah
masuk kedalam ketoasidosis.
2.
3.
4.
5.
DM dengan kehamilan
6.
DM tipe I
7.
Dari sekian banyak jenis insulin, untuk praktisnya hanya tiga jenis yang penting menurut cara kerjanya.
Tipe Insulin
Mula
Kerja
Regular, Actrapid,
Vosulin
15.30
menit
1 3 jam
5 7 jam
Semilente, Semitard
30-60
menit
4-6 jam
12-16 jam
B.Kerja
sedang
Lente, Lentard,
Monotard, NPH,
Insulatard, Protaphane
2-4 jam
8-10 jam
18-24 jam
C.Kerja
panjang
Ultralente, Ultratard
4-5 jam
8-14 jam
25-36 jam
A.Kerja
Singkat
1.
Insulin Reguler ( Regular Iletin I atau II, atau Humulin [Lilly], Insulin Injection Actrapid atau
Novolin-R [Novo-Nordisk], Velosulin [Novo Nordisk]) adalah kristal insulin Seng kerja singkat,
larut, yang efek hipoglikemiknya segera terlihat dalam 15 menit sesudah injeksi subkutan,
mencapai puncak 1-3 jam, dan berlanjut hingga 5-7 jam yaitu bila diberikan dalam dosis lazim,
misalnya 5-15 unit. Insulin ini khususnya bermanfaat dalam pengobatan ketoasidosis
diabetik dengan dosis awal pada penderita yaitu sebesar 0,3 unit/ kgBB sampai didapatkan
sedikitnya penurunan kadar plasma 10% dalam jam pertama, jika gagal diulangi dengan dosis
yang sama dengan dosis awal.Dan Insulin pada golongan ini juga bermanfat pada kebutuhan
insulin yang berubah cepat, misalnya sesudah pembedahan atau pada infeksi.
2.
Insulin Semilente (Insulin Semilente [lilly] dan Semitard [Novo Nordisk]) adalah suatu bentuk
amorf (mikrokristalin) dari insulin dan Seng dalam dapar Asetat. Mula kerjanya adalah 30-60
menit, dengan puncak tercapai dalam 6 jam dan lama kerjanya 12-16 jam.
B.
1.
Insulin Lente adalah campuran dari 30% Semilente denga 70% Insulin Ultralente (Lente Iletin I
dan II, dan Humulin-L [Lilly], Lente Insulin [sapi], Monotard [babi], Lentard [sapi-babi], dan
Novolin-L [Novo-Nordisk]). .Mula kerjanya biasanya tertunda hingga 2-4 jam, dan respon puncak
biasanya tercapai dalam 8-10 jam, karena lama kerjanya yang kurang dari 24 jam (dengan rentan
18-24 jam) maka kebanyakan pasien memerlukan setidaknya dua injeksi dalam sehari untuk
mempertahankan efek insulin
2.
Insulin NPH (neutral protamine Hagedorn, atau isophane), (NPH Iletin I dan II atau Humulin-N
[Lilly], NPH Insulin Protaphane dan Novolin-N [novo-Nordisk], Insulatard NPH [babi atau
manusia][Nordisk]). NPH adalah suatu insulin larut dengan satu bagian insulin Seng Protamin,
kerja puncak dan lamanya kerja insulin NPH serupa dengan Insulin Lente.
Insulin Ultralente-Iletin I Ultralente (Lilly), Ultratard (Novo Nordisk) adalah suatu suspensi kristal
insulin kerja panjang yang mula kerjanya cukup lambat, dimana efek puncak tercapai sesudah 814 jam dan lama kerjanya berlangsung hingga 36 jam
DAFTAR PUSTAKA
1.
Soegondo Sidartawan, Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini Dalam Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu, Jakarta, FKUI 2002.p. 17 25.
2.
Waspadji Sarwono. Diabetes Melitus, Penyulit Kronik dan Pencegahannya dalam Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu, Jakarta : FKUI, 2002.p. 169 179.
3.
Schteingart David E. Pankreas Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus, dalam Price Sylvia A,
Wilson Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses proses Penyakit Buku II, Edisi IV, Jakarta :
EGC; 1995.p. 1109 1122.
4.
Tjokroprawiro Askandar. Angiopati Diabetik, dalam Noer Sjaifoellah, Waspadji Sarwono, Rachman A,
dkk. Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi III, Jakarta, BP FKUI; 2001.p. 601 616.
5.
Waspadji Sarwono. Gambaran Klinis, Diabetes Melitus, dalam Noer Sjaifoellah, Rachman A, dkk.
Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I,Edisi III, Jakarta, BP FKUI, 2001.p. 586 589.
6.
Sjamsochidajat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, EGC, 1997.p. 1238 1239.
7.
Tambunan Monalisa. Perawatan Kaki Diabetik, dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu,
Jakarta, FKUI, 2002.p. 293 298.
8.
Sjamsochidajat R, Wim de Jong. Ilmu Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, EGC, 1997.p. 645-649.
9.
10.
Pusponegoro Arjono D. Penanggulangan Kaki Diabetik, dalam Diabetes Melitus Simposium Berkala,
Jakarta, FKUI, 1980.p. 52 55.
11.
Diabetes Melitus. Editor. Endokrinologi dasar & klinik bab XV, Edisi IV, Jakarta, EGC; 1998.p. 781
808.
12. Slamet Suryono, Dasar Dasar Pengobatan Diabetes Melitus, dalamDiabetes Melitus Simposium
Berkala, Jakarta, FKUI, 1980.p.87 90.