Professional Documents
Culture Documents
Racun lokal, adalah racun yang merusak kulit, terutama berasal dari
asam atau basa kuat atau zat kimia lain, seperti: H2SO4, HNO3, HCL,
dan NaOH. Keracunan zat ini ditandai dengan: Rasa terbakar. Panas
di mulut, sukar menelan, haus yang hebat, muntah berwarna hitam.
Sakit perut, oliguria, konstipasi. Setelah 12 jam dapat terjadi asfiksia,
penyakit
ginjal
umumnya
lebih
mudah
mengalami
Bau. Dari bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun apa
yang kiranya ditelan oleh korban. Segera setelah pemeriksa
Rambut.
Kebotakan
(alopesia)
dapat
ditemukan
pada
Kodok (strichnin)
kapsul diambil dengan sendok dan disimpan secara terpisah untuk mencegah
disintegrasi tablet/kapsul. Pada kasus-kasus non-toksikologik hendaknya
pembukaan lambung ditunda sampai saat akhir otopsi atau sampai pemeriksa
telah menemukan penyebab kematian. Hal ini penting karena umumnya
pemeriksa baru teringat pada keracunan setelah pada akhir autopsi ia tidak
dapat menemukan penyebab kematian (Kerrigan, 2004).
Pemeriksaan usus diperlukan pada kematian yang terjadi beberapa
jam setelah korban menelan zat beracun dan ini ingin diketahui berapa lama
waktu tersebut. Pada hati apakah terdapat degenerasi lemak atau nekrosis.
Degenerasi lemak sering ditemukan pada peminum alkohol. Nekrosis dapat
ditemukan pada keracunan fosfor, karbon tetraklorida, klorform dan trinitro
toulena. Pada ginjal terjadi perubahan degeneratif, pada kortek ginjal dapat
disebabkan oleh racun yang meransang. Ginjal agak membesar, korteks
membengkak, gambaran tidak jelas dan berwarna suram kelabu kuning.
Perubahan ini dapat dijumpai pada keracunan dengan persenyawaan
bismuth, air raksa, sulfonamide, fenol, lisol, karbon tetraklorida. Umumnya
analisis toksikologik ginjal terbatas pada kasus-kasus keracunan logam berat
atau pada pencarian racun secara umum atau pada pemeriksaan histologik
ditemukan Kristal-kristal Caoksalat atau sulfonamide (Aurbuckle et al, 2006).
Pemeriksaan urin dilakukan dengan semprit dan jarum yang bersih,
seluruh urin diambil dari kandung kemih. Bila bahan akan dikirim ke kota lain
untuk dilakukan pemeriksaan maka urin dibiarkan berada dalam kandung
kemih dan dikirim dengan cara intoto, prostat dan kedua ureter diikat dengan
tali. Walaupun kandung kemih dalam keadaan kosong, kandung kemih harus
tetap diambil untuk pemeriksaan toksikologi.
Pemeriksaan otak biasanya tidak ditemukan adanya edema otak pada
kasus kematian yang cepat, misalnya pada kematian akibat barbiturat, eter
dan juga pada keracunan kronik arsen atau timah hitam. Perdarahan kecilkecil dalam otak dapat ditemukan pada keracunan karbonmonoksida,
barbiturat, nitrogen oksida, dan logam berat seperti air raksa air raksa, arsen
dan timah hitam. Obat-obat yang bekerja pada otak tidak selalu terdapat
dalam konsentrasi tinggi dalam jaringan otak.
Pada
pemeriksaan
jantung
dengan
kasus
keracunan
karbon
monoksida bila korban hidup selama 48 jam atau lebih dapat ditemukan
Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengambil sampel selain dengan cara
yang telah disebutkan, adalah:
non besi yang lain. Beberapa industri yang juga mempunyai potensi untuk
memberi paparan bahan kimia arsen adalah industri pestisida/ herbisida,
industri bahan pengawet, industri mikro elketronik dan industri farmasi/ obatobatan. Pada industri tersebut, arsenik trioksid dapat bercampuran dengan
debu, sehingga udara dan air di industri pestisida dan kegiatan peleburan
mempunyai risiko untuk terpapar kontaminan arsen. Paparan yang berasal
dari bukan tempat kerja (non occupational exposure) adalah air sumur, susu
bubuk, saus dan minuman keras yang terkontaminasi arsen serta asap rokok.
Kematian akibat keracunan arsen sering tidak menimbulkan kecurigaan
karena
gejala
keracunan
akutnya
menyerupai
gejala
gangguan
anemia, gagal ginjal dan ikterus (gangguan hati). Kematian dapat terjadi
sebagai akibat dehidrasi berat dan syok hipovolemik (DiMaio dan Dominick,
2001)
Keracunan Arsin
Arsen yang berbentuk gas masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi,
yang selanjutnya akan mencapai darah dan menimbulkan hemolisis
hebat serta penekanan terhadap SSP. Korban menunjukkan gejala
menggigil, demam, muntah, nyeri punggung, ikterik, anemia dan
hipoksia, serta kadang-kadang dapat timbul kerjang. Dapat terjadi
hemoglobinuria, dan terdapat eritrosit dan silinder. Kematian terjadi
karena kegagalan system kardio-respirasi. Bila tidak terjadi kematian
dalam waktu singkat, pada ginjal dapat terjadi nekrosis tubuler dan
obstruksi tubuli oleh silinder eritrosit dengan akibat anuri dan uremia.
Keracunan Kronik
Pada keracunan kronik, korban tampak lemah, terdapat melanosis
arsenik berupa pigmentasi kulit yang berwarna kuning coklat, lebih
jelas pada daerah fleksor, putting susu dan perut sebelah bawah serta
pada aksila. Rambut tumbuh jarang. Pigmentasi berbintik-bintik halus
berwarna coklat, umumnya terlihat pada pelipis, kelopak mata dan
leher yang menyerupai pigmentasi pada penyakit Addison, namun
mukosa mulut tidak terkena. Dapat juga menyerupai pitiriasis rosea
dalam gambaran dan distribusi, tetapi menetap. Keratosis dapat
ditemukan pada telapak tangan dan kaki (keratosis arsenik). Gejala
neurologik berupa neuritis perifer, mula-mula timbul rasa tebal dan
kesemutan pada tangan dan kaki, kemudian terjadi kelemahan otot
dan kejang otot (kram) terutama pada malam hari. Gejala lain yang
tidak khas seperti malaise, berat badan menurun, mata berair, fotofobi,
pilek kronis, mulut kering, dan pada lidah dapat terlihat adanya bulubulu halus berwarna putih perak di atas jaringan lidah yang berwarna
merah (Kerrigan, 2004).
putih.
Pada jantung ditemukan perdarahan sub-endokard pada septum.
Histopatologik jantung menunjukkan infiltrasi sel-sel radang bulat pada
miokard. Sedangkan organ lain parenkimnya dapat mengalami
degenerasi dan bengkak keruh. Pada korban meninggal perlu diambil
semua sample organ, darah, urin, isi usus, isi lambung, rambut, kuku,
kulit dan tulang. Sedangkan bahan-bahan yang perlu diambil untuk
pemeriksaan toksikologi pada korban hidup adalah muntahan, urin,
tinja, bilas lambung, darah, rambut, dan kuku.
Pada kasus keracunan arsen, kadar dalam darah, urin, rambut dan kuku
meningkat. Nilai normal kadar arsen dalam rambut kepala adalah 0,5 mg/kg,
nilai 0,75 mg/kg menimbulkan kecurigaan adanya keracunan, nilai 30 mg/kg
menunjukkan adanya keracunan akut. Nilai normal kadar arsen dalam kuku
adalah sampai dengan 1 mg/kg. Nilai 1 mg/kg menumbulkan kecurigaan
adanya keracunan, dan pada keracunan akut dapat dijumpai kadar arsen
pada kuku sebanyak 80 mg/kg. Dalam urin, arsen dapat ditemukan dalam
waktu 5 jam setelah diminum, dan dapat terus ditemukan hingga 10-12 hari
(DiMaio dan Dominick, 2001).
Pada keracunan kronik, arsen diekskresikan secara intermiten tergantung
intake. Titik-titik basofil pada eritrosit dan leukosit muda mungkin ditemukan
pada darah tepi, menunjukkan beban sumsum tulang yang meningkat. Uji
kopro- porfirin urin akan memberikan hasil positif.
2.6.2 Keracunan Insektisida
Diantara jenis atau pengelompokan pestisida, jenis insektisida banyak
digunakan dinegara berkembang. Insektisida adalah racun serangga yang
banyak dipakai dalam pertanian, perkebunan, dan dalam rumah tangga.
Keracunan insektisida biasanya terjdi karena kecelakaan dan percobaan
bunuh diri, jarang sekali karena pembunuhan (Kerrigan, 2004).
2.6.2.1 Insektisida Golongan Hidrokarbon Terkhlorinasi
Hidrokarbon terkhlorinasi adalah zat kimia sintetik yang stabil beberapa
minggu sampai beberapa bulan setelah penggunaannya. Termasuk golongan
ini adalah DDT, aldrin, dieldrin, endrin, cholordine, lindane, toxaphane dan
BHC (Benzene Hexa Chlorida). Takaran toksik DDT pada manusia adalah 1
gram dan takaran fatalnya adalah 30 gram. sedangkan takaran fatal pada
binatang untuk aldrin 2-5 gram, dieldrin 2-5 gram, endrin 10 mg/kgBB, lindane
15-30 gram, toxaphane 2-7 gram.
Gejala pada keracunan ringan adalah lelah, berat dan sakit pada
tungkai, sakit kepala, parestesia pada lidah, bibir dan muka, serta gelisah.
Sedangkan
gejala
pada
keracunan
berat
adalah
pusing,
gangguan
dapat
mencapai
kadar
70%
atau
lebih
sebelum
meninggal
(Sudarmo,2007).
hipoksia
dan
memecah.Pada
miokardium
di
temukan
anggota gerak badan, baik di tempat yang tertekan maupun yang tidak
tertekan. Kelainan tersebut di sebabkan oleh hipoksia pada kapilerkapiler bawah kulit (Sudarmo,2007).
2.6.5 Keracunan Narkotika, Barbiturat, dan Hipnotik
2.6.5.1 Keracunan Narkotika
Narkotika
(Yunani:
Narkosis)
ialah
setiap
obat
yang
dapat
menyebabkan
ketergantungan/
efek
adiksi
sehingga
Hipertensi
Insomnia
Miosis
pemeriksaan
laboratorium
darah
dan
urine. Apabila
hasil
kepada
pihak
yang
berwewenang
(Pasal
48
UU
Narkotika,1976).
Pemeriksaan jenasah : Bekas-bekas suntikan, tersering terdapat pada liupat
siku, lengan atas,
punggung tangan dan tungkai. Tempat yang jarang namun harus tetap kita
perhatikan adalah pada leher, di bawah lidah atau pada daerah perineum.
Pembesaran kelenjar getah bening setempat. Ini diakibatkan pemakaian
kronis
menggunakan
suntikan
yang
tidak
steril.
Pada
pemeriksaan
dalam jumlah besar. Keadaan ini juga mungkin didapatkan pada kasus
keracunan CO atau barbiturat.
Kelainan lain : biasanya merupakan tanda asfiksia saeperti keluarnya busa
halus dari lobang hidung dan mulut, yang mulanya berwarna putih yang
kemudian kemerahan (karena adanya autolysis). Kelainan ini dianggap
sebagai tanda edema paru. Sianosis pada ujung-ujung jari dan bibir,
perdarahan petekial pada konjungtiva dan pada pemakaian narkotika dengan
cara sniffing kadang dijumpai perforasi septum nasi.
Kelainan paru akut. Perubahan awal(3 jam pertama) didapatkan edema dan
kongesti saja. Pada jangka waktu 3-12 jam didapatkan narcotic lungs.
Menurut Siegel, kelainan ini khas dan dapat dipakai untuk menegakkan
diagnosis.
Perubahan lanjut. Terjadi lebih dari 24 jam. Paru menunjukkan gambaran
pneumonia
lobularis
difus,
penampangnya
tampak
berwarna
coklat
Barbiturat digunakan secara luas sebagai obat adiktif, namun efek lain yang
terdapat pada obat ini disalahgunakan. Obat ini memiliki batas komposisi
yang luas, dari yang bersifat anestesi kerja singkat seperti thiopentone
sodium hingga yang bersifat kerja sedang seperti amylobarbitone. Saat ini
babiturat kerja lama (long acting) seperti phenobarbitone digunakan dalam
terapi epilepsi pada manusia. Toleransi mudah diinduksi dengan cepat dan
gejala withdrawal terhadap obat dapat bersifat berat. Barbiturat (downers)
dapat dikombinasikan dengan stimulan amphetamines (uppers) dalam tablet
yang sama, dan dikenal sebagai purple heart. Alkohol dan barbiturat memiliki
kekuatan aditif yang kuat dan dapat menyebabkan kematian.
Pada
awalnya
amphetamine
(benzedrine)
dan
dextroamphetamine
jangka
waktu
lama
dapat
menyebabkan
hyperexcitement,
yang
dapat
mempresipitasi
pendarahan
serebral
atau
pendarahan subarachnoid, dan berisiko aritmia jantung. MDMA (methylenedioxy-methamphetamine) dikenal juga sebagai ectasy, XTC, ADAM, yang
pada beberapa tahun disebut sebagai desainer drug dan bertanggung jawab
dalam
sejumlah
kematian.
Penggunaan
MDMA dapat
menyebabkan
14-15
mg%,
namun
dalam
perhitungan
harus
juga
DAFTAR PUSTAKA
Aurbuckle T. Bruce D., etc. 2006. Indiredt sources of Herbicides
exposure for families on Ontorio farms Journal of Exposure Science and
Enviromental Epidemiology 2006 (16):98-104
Kerrigan, S, (2004), Drug Toxicology for Prosecutors Targeting
Hardcore Impaired Drivers, New Mexico Department of Health Scientific
Laboratory Division Toxicology Bureau, New Mexico.
Klaassen, C.D. 2008. Casarett And Doulls Toxicology The Basic
Science of Poisons, Seventh Edition. New York : McGraw Hill.
Klein, G.M., Rama B.R., Neal E.F., Lewis S.N., dan Brenna M.F. 2008.
Disaster Preparedness : Emergency To Response Organophosphorus
Poisoning. New York : King Pharmaceuticals, Inc.
Prihadi. 2008. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Efek Kronis
Keracunan Pestisida Organofosfat Pada Petani Sayuran di Kacamatan
Ngablak Kabupaten Magelang PPs-UNDIPSemarang 2008
Spheherd R. 2003. Simpsons Forensic Medicine 12
Arnold Publishers
Sudarmo S. 2007. Pestisida. Kanisius. Yogyakarta 2007
th
ed. London: