You are on page 1of 21

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam diskusi ini, kami dituntut untuk bekerja sama dalam membahas mengenai modul
4, tentang PASCA PERSALINAN PATOLOGIS. Dimana pembahasan kami ditekankan pada
bagaimana terjadinya proses persalinan yang diikuti tanda-tanda patologis yang perlu untuk lebih
diperhatikan terutama untuk keselamatan ibu dan bayi, serta pembahasan pembahasan lain
yang mendukung pemahaman kita terhadap modul kali ini.
Dalam diskusi ini, kami dituntut untuk menguasai modul ini karena termasuk salah satu
materi blok 8 tentang Kehamilan dan Bayi Baru Lahir mencakup: Definisi, Etiologi, Prognosis,
Komplikasi, Penatalaksanaa, dan Pencegahan. Oleh karena itu melalui diskusi kelompok kecil ini
kami berusaha untuk mengetahui semua hal yang berkenaan dengan pasca persalinan patologis.

B. Manfaat modul
Adapun manfaat modul ini ialah diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan mengenai
secara keseluruhan dan mendetail tentang pasca persalianan patologis. Dengan demikian, setelah
kita mampelajari tentang modul ini, diharapkan kita mampu sebagai seorang calon dokter untuk
bisa menghadapi permasalahan klinis terkait modul 4 (PASCA PERSALINAN PATOLOGIS)
yang kita bahas ini dalam kehidupan sehari hari.

23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2
BAB II
ISI

Skenario
Pengalaman Sang Komedian
Katul Piranha ( 45 tahun ), komedian sekaligus pembawa acara terkenal tampak terlihat lelah.
Tangannya bergetar saat menceritakan pengalaman istrinya melahirkan anak ke-6, didepan para
wartawan infotainment yang menungguinya di lobi Rumah Sakit. Katul menemani istrinya ( 41
tahun ) yang dirujuk dari bidan, katul berkata bahwa ia dan istrinya memang memutuskan untuk
melahirkan di bidan, karena bidan yang sama telah menolong persalinan anak pertama hingga
kelima, waktu datang, Ny.Katul terlihat pucat dan lemas serta mengeluh pusing dan mual.
Pemeriksaan tanda vital menunjukkan tekanan darah 90/60 mmHg, denyut nadi teraba kecil
100X/menit, pernapasan 24X/menit dan akral teraba dingin.
Dari pengantar rujukan diketahui Ny.Katul telah melahirkan anaknya melalui persalinan spontan
pervaginam, dengan berat badan lahir 3500 gram dan panjang 50cm. Namun setelah lahirnya
plasenta hingga 1 jam pasca persalinan, pasien telah mengalami perdarahan sampai kira-kira
1000cc. Bidan yang turut mengantar menyatakan bahwa ia sudah melakukan penatalaksanaan
dengan pemberian suntikan uterotonika dan masase uterus.
Dr.Samuel yang menangani Ny.Katul mendapatkan rahim teraba lembek dan kontraksi uterus
lemah. Saat melakukan pemeriksaan, tidak didapatkan adanya robekan jalan lahir maupun sisa
plasenta. Dr.samuel kemudian melakukan penatalaksanaan segera untuk mencegah terjadinya
komplikasi perdarahan pasca persalianan.

23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2
STEP 1 IDENTIFIKASI KATA SULIT
1. Uterotonika

: Suntikan untuk menimbulkan kontraksi uterus, biasanya diberikan


suntikan oksitosin.

2. Masase uterus : Pemijatan pada daerah uterus untuk merangsang kontraksi.


3. Akral

: Bagian ujung dari ekstremitas, yaitu telapak tangan dan telapak kaki

4. Perdarahan pasca persalinan : - keluar darah >500 cc setelah persalinan


: - dibedakan PPP primer, yang disebabkan oleh robekan
jalan lahir, dan PPP sekunder, yang disebabkan oleh sisa
plasenta.

STEP 2IDENTIFIKASI MASALAH


1.
2.
3.
4.
5.

Apa yang menyebabkan pusing, mual, pucat, akral dingin, tanda vital tidak normal ?
Apa saja penyebab PPP, dan diagnosa ?
Apa saja yang dilakukan dalam penataksanaan PPP ?
Apa kegunaan suntikan uterotonikan dan masase uterus ?
a. mengapa rahim teraba lembek, kontraksi lemah padahal sudah diberikan masase
uterus dan uterotonika ?
b. apa yang menyebabkan rahimnya teraba lembek, kontraksi uterus lemah, dan
sebagainya ?

STEP 3 CURAH PENDAPAT


1. - Pucat
- Akral dingin

: akibat kurangnya darah lebih dari 1000 cc


: suplai darah sedikit, sehingga aliran darah untuk organ vital
banyak, sedangkan organ feriper (kulit) mengalami vasokonstriksi.

- Nadi cepat

: jantung berusaha memopa, terjadi hipovolemia.


23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2

- Tekanan darah

: perdarahan > 1000 cc, aliran vena berkurang

- Pernapasan cepat : O2 kurang, sehingga cepat, dan terjadi kompensasi karena


kekurangan darah.
- Pusing

: - suplai darah berkurang sehingga tubuh kekurangan O2, akibat


hipotensi.

2. Yang menyebabkan terjadinya perdarahan pasca persalinan yaitu :


Atonia uteri
Yaitu tidak adanya kontraksi atau kontraksi lemah sehinggah tidak terjadi
penutupan perdarahan. Berbahaya, karena bisa terjadinya penggumpalan darah.
Dan atonia uteri ini disebabkan oleh :
- kehamilan lebih dari 1
- polihidroamnion
- usia terlalu muda dan terlalu tua
- kondisi ibu
Retensi plasenta
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak disebut
sebagai retensio plasenta. Plasenta sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif
kala 3, disebabkan oleh adesi yang terlalu kuat antara plasenta dan uterus. Dari
adhesi palsenta, ada beberapa macam palsenta yaitu :
- Plasenta akreta : bila implantasi menembus desidua basalis
- Plasenta inkreta : bila plasenta sampai menembus miometrium
- Plasenta perkreta : bila vili korialis sampai menembus perimetrium.
Robekan jalan lahir
Dikarenakan oleh kontraksi yang terlau kuat sehingga terjadi robekan jalan
lahir. Biasanya diakibatkan oleh episiotomi, robekan spontan perineum, trauma
forceps atau vakum ekstraksi, atau Karena versi ekstraksi. Robekan lahir
biasanya terjadi di dinding vagina, forniks uterus, serviks, daerah sekitar klitoris
dan uretra dan bahkan yang terberat yaitu ruptur uteri.
23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2
Koagulasi
Terjadi trombositopenia, fibrin degradasi produck.
Inverse uterus
Lapisan uterinya turun kebawah, dikarenakan tarikan plasenta yang kuat pada
saat pengeluaran plasenta.
3. Adapun penatalaksanaan dari kasus tersebut yaitu:
Atonia uteri
Disediakan darah segar (transfusi darah)

Kontraksi lemah diberikan misoprostol 2-3 tablet, masase uterus, puting susu,
injeksi oksitosin, kompensasi bimanual.

Dilihat tanda vital ibu, dan kondisi janin

Sikapnya kepala lebih rendah dari badannya.

Diberi alkaloid ergoid


Apabila penatalaksaan diatas tidak berhasil maka dilakukan tindakan operatif
laparatomi dengan pilihan bedah konservatif (pertahankan uterus) atau melakukan
histrektomi.
Inversi uteri

Manual : - reposisi anatomis, tanpa anastesi (kalau sakit diberikan anastesi)


-diberikan tokolitik untuk melemaskan otot sebelum reposisi.

Ditangani dengan cepat agar cepat direposisi dan tidak mengganggu

Trauma forceps

Anastesi, dan transfuse darah

Kalau terjepit bisa menyebabkan infeksi, lakukan laparatomi dan histerektomi


4. Kegunaan suntikan uterotonika dan masase uterus
Uterotonika
: merangsang kontraksi uterus
Masase uterus
: penekanan untuk menghentikan perdarahan
5. a. suntikannya terlalu sedikit sehingga efeknya kurang
b. - keadaan progesteronnya meningkat
- 4 terlalu : - terlalu cepat punya anaknya
- terlalu tua punya anak
- terlalu dekat jarak jarak melahirkan
- terlalu banyak punya anak

23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2

STEP 4 STRUKTURISASI KONSEP

PPP

Uterus abnormal

Retention plasenta

Robekan jalan lahir

koagulasi

Atonia uteri

Insertio uteri

STEP 5 LEARNING OBJECTIVE


1.
2.
3.
4.
5.

Atonia uteri
Insertio uteri
Retentio plasenta
Robekan jalan jalan lahir
Gangguan koagulasi

STEP 6 BELAJAR MANDIRI


Belajar mandiri

STEP 7 SINTESIS
1. ATONIA UTERI

23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus
tidak mampumenutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah setelah
bayi lahir atau plasenta lahir.
Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan :

Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang
bersalin karena hal ini dapat menurunkan insiden perdarahan pascapersalinan

akibat atonia uteri.


Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet 400-600 ug ) segera setelah bayi lahir.
Faktor predisposisinya adalah sebagai berikut.
1) Regangan rahim berlebihan karena kehamilan gemelli, polihidramnion, atau
anak terlalu besar.
2) Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.
3) Kehamilan grande-multipara.
4) Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit
menahun.
5) Mioma uteri yang menggangu kontraksi rahim.
6) Infeksi intrauterine ( korioamnionitis ).
7) Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif
dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat
atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri
didiagnosis,maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah
keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus
diperhitungkan dalam kalkulasipemberian darah pengganti.

Tindakan
Banyak darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien masih
dalam keadaan sadar,sedikit anemis, atau sampaisyok berat hipovolemik. Tindakan
pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya. Secara lengkap dapat
23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2
dilihat pada Buku Acuan Nasional Kesehatan Maternal dan Neonatal, JNPKKR-POGI
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002.
Pada umumnya dilakukan secara simultan ( bila pasien syok ) hal-hal sebagai berikut:
Sikap trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen.
Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara :
Masase fundus uteri dan merangsang putting susu.

2. RETENSIO PLASENTA
Definisi
Istilah retentio placentae dipergunakan, kalau plasenta belum lahir jam sesudah anak
lahir.
Etiologi
Sebab fungsionil, yaitu:
His kurang kuat / hipotonia uteri.
Tempat insersi placenta di sudut tuba sehingga sulit untuk terlepas.
Sebab patologi-anatomis
Placenta Akcreta villi chorialis menempel pada batas atas miometrium.
Placenta accreta ini di bagi lagi berdasarkan banyaknya plasenta yang menempel
pada miometrium:
o Placenta accreta totalis seluruh plasenta menempel pada miometrium.
o Placenta accreta parsialis hanya sebagian plasenta menempel pada
miometrium.
o Placenta accreta focalis hanya sebuah kotiledon yang menempel pada

miometrium.
Placenta Increta villi chorialis masuk dan menginvasi daerah miometrium.
Placenta Percreta villi chorialis menginvasi lebih dalam lagi bagian
miometrium hingga mencapai perimetrium.
Placenta acreta, increta, dan percreta terjadi karena ketidakadaan sebagian atau
seluruh desidua basalis dan perkembangan yang tidak sempurna dari fibrinoid atau
23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2
lapisan nitabuch, yang menyebabkan villi chorialis menempel ke daerah
miometrium atau hingga perimetrium.
Diagnosis
-

Plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi lahir.


Perdarahan pervaginam yang terjadi terus-menerus .
Kontraksi uterus baik.

Penatalaksanaan
Kalau plasenta dalam jam setelah anak lahir belum memperlihatkan gejalagejala perlepasan, maka harus dilakukan pelepasan plasenta secara manual. Telah
dijelaskan bahwa perdarahan banyak, maka mungkin plasenta dilepaskan secara manual
lebih dulu, tetapi dalam hal ini atas indikasi perdarahan bukan atas indikasi retention
plasenta.
Tehnik pelepasan plasenta secara manual yaitu denga cara:

Perineum pasien di disinfeksi terlebih dahulu begitu pula tangan dan lengan

penolong.
Gunakan handscoon.
Labia dibeberkan, dan tangan kanan di masukkan secara obstetric ke dalam vagina.
Tangan yang berada di luar (kiri), menahan fundus uteri.
Tangan yang berada di dalam menyusur tali pusat yang sedapat-dapatnya

diregangkan oleh asisten.


Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan tersebut menuju ke pinggir

plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah terlepas.


Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan yaitu diantara
bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar

dengan dinding rahim.


Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan
ditarik ke luar.

Prognosis

23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2
Bila penderita segara mendapat penanganan yang baik dan benar sebelum kehilangan
banyak darah maka akan diperoleh hasil yang baik, namun khususnya pada keadaan
plasenta accreta totalis, plasenta increta, dan plasenta percreta harus dilakukan
pengangkatan terhadap janinnya yang membuat pasien tidak dapat memiliki anak lagi
(sterilitas).

3. ROBEKAN JALAN LAHIR


Pada umumnya, robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongan
persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir dan
karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap.
Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forceps atau
vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi.
Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomi, robekan perineum
spontan derajat ringan sampai ruptur perinei totalis (sfingter ani terputus), robekan pada pada
dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra dan bahkan, yang terberat,
ruptura uteri. Oleh karena itu, pada setiap persalinan hendaklah dilakukan inspeksi yang teliti
untuk ,mencari kemungkinan adanya robekan ini. Perdarahan yang terjadi saat kontraksi uterus
baik, biasanya, karena ada robekan atau sisa plasenta.

Patogenesis
a. Robekan vulva
Sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang primipara, bisa timbul luka pada
vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadangkadang bisa timbul perdarahan banyak, khususnya pada luka dekat klitoris.
b. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis
tengah dan menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis
23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2
lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan
ukuran yang lebih besar dari sirkumferensia suboksipitobregmatika atau anak
dilahirkan dengan pembedahan vaginal. Tingkatan robekan pada perineum:

Tingkat 1: hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek

Tingkat 2: dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang


menghubungkan otot-otot diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka.

Tingkat 3: robekan total m. Spintcher ani externus dan kadang-kadang


dinding depan rektum.

Pada persalinan yang sulit, dapat pula terjadi kerusakan dan peregangan m.
puborectalis kanan dan kiri serta hubungannya di garis tengah. Kejadian ini
melemahkan diafragma pelvis dan menimbulkan predisposisi untuk terjadinya
prolapsus uteri.
c.

Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum jarang dijumpai.
Kadang ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat
ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan
terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.
Robekan atas vagina terjadi sebagai akibat menjalarnya robekan serviks. Apabila
ligamentum latum terbuka dan cabang-cabang arteri uterina terputus, dapat timbul
perdarahan yang banyak.

Apabila perdarahan tidak bisa diatasi, dilakukan

laparotomi dan pembukaan ligamentum latum. Jika tidak berhasil maka dilakukan
pengikatan arteri hipogastika.
Kolpaporeksis
Adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini terjadi
apabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terdapat regangan segmen
bawah uterus dengan serviks uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan
tulang panggul, sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina. Jika
tarikan ini melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas
antara bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan yang terfiksasi pada
23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2
jaringan sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan per
vaginam dengan memasukkan tangan penolong ke dalam uterus terjadi
kesalahan, dimana fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk mencegah
uterus naik ke atas.
Fistula
Fistula akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang karena tindakan
vaginal yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti dengan seksio secarea.
Fistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus
kandung kemih atau rektum, misalnya oleh perforator atau alat untuk dekapitasi,
atau karena robekan serviks menjalar ke tempat menjalar ke tempat-tempat
tersebut. Jika kandung kemih luka, urin segera keluar melalui vagina. Fistula
dapat berupa fistula vesikovaginalis atau rektovaginalis.
d. Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang
multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan
serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah
uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah
lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan
lahir, khususnya robekan serviks uteri.
Penatalaksanaan
Apabila ada robekan, serviks perlu ditarik keluar dengan beberapa cunam ovum,
supaya batas antara robekan dapat dilihat dengan baik. Apabila serviks kaku dan his
kuat, serviks uteri dapat mengalami tekanan kuat oleh kepala janin, sedangkan
pembukaan tidak maju. Akibat tekanan kuat dan lama ialah pelepasan sebagian serviks
atau pelepasan serviks secara sirkuler. Pelepasan ini dapat dihindarkan dengan seksio
secarea jika diketahui bahwa ada distosia servikalis.

23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2
Apabila sudah terjadi pelepasan serviks, biasanya tidak dibutuhkan pengobatan,
hanya jika ada perdarahan, tempat perdarahan di lanjut. Jika bagian serviks yang
terlepas masih berhubungan dengan jaringan lain, hubungan ini sebaiknya diputuskan
A. Ruptur Uteri
Definisi
Adalah suatu keadaan dimana terjadi kerusakan pada uterus. Uterus yang
rupture dapat langsung terhubung dengan rongga peritoneum (komplet) atau mungkin
dipisahkan darinya oleh peritoneum visceralis yang menutupi uterus atau oleh
ligamentum latum (inkomplet). Ruptur mengacu pada pemisahan insisi uterus lama di
seluruh panjangnya disertai rupture selaput ketuban sehingga rongga uterus dan rongga
peritoneum dapat berhubungan. Dalam keadaan tersebut, seluruh atau sebagian janin
biasanya menonjol ke dalam rongga peritoneum. Selain itu dari tepi jaringan parut atau
dari perluasan ke bagian uterus yang semula normal, terjadi perdarahan bermakna.
Etiologi
Ruptur uteri dapat terjadi akibat cedera atau anomaly yang sudah ada sebelumnya,
atau dapat berkaitan dengan trauma, atau menjadi penyulit persalinan pada uterus yang
sebelumnya tidak memiliki parut.
Cedera atau anomaly uterus yang

Cedera atau kelainan uterus selama

terjadi sebelum kehamilan sekarang

kehamilan sekarang

1. Pembedahan

yang

melibatkan

moimetrium
Seksio sesarea atau histerektomi
Riwayat reparasi rupture uteri
Insisi miomektomi melalui atau

sampai endometrium
Reseksi kornu dalam pada tuba

fallopi interstisial
- Metroplasti
2. Trauma uterus yang terjadi tanpa

1.
-

Sebelum pelahiran
Kontraksi persisten, intens, spontan
Stimulasi persalinan
Instilasi intra amnion
Perforasi oleh kateter pengukur

tekanan uterus internal


Trauma eksternal
Versi luar
2.Saat pelahiran
23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2
-

disengaja
Abortus dengan

- versi interna

kuret, sondase
Trauma tajam atau tumpul
Ruptur asimtomatik

instrumentasi

- pelahiran dengan forceps yang sulit


- ekstraksi bokong
- Anomali janin yang meregangkan
bagian bawah

3. Anomali Kongenital

4.Didapat
- plasenta inkreta atau perkreta
- neoplasia trofoblastik gestasional
- adenomiosis

Klasifikasi
Ruptur traumatic. Wanita hamil yang mengalami trauma tumpul pada abdomen
harus mewaspadai adanya tanda-tanda rupture uteri. Trauma tumpul lebih besar
kemungkinannya menyebabkan solusio plasenta. Dahulu, rupture traumatic sewaktu
pelahiran sering disebabkan oleh ekstraksi atau versi politik interna. Dahulu, rupture
traumatic sewaktu kelahiran sering disebabkan oleh akstraksi atau versi podalic interna.
Kausa lain rupture traumatic anatara lain kelahiran forceps yang sulit, ekstraksi bokong
dan pembesaran janin yang tidak lazim misalnya hidrosefalus.
Ruptur Spontan. Ruptur lebih besar kemungkinannya terjadi pada wanita dengan
paritas tinggi. Stimulasi persalinan dengan oksitosin agak sering dikaitkan dengan
rupture uteri, terutama pada wnita dengn paritas tinggi. Dari hasil penelitian
melaporkan rupture uteri pada induksi persalianan yang menggunakal gel prostaglandin
E2 atau tablet vagina prostaglandin E1. Karena itu pemberian oksitosin untuk stimulasi
persalinan pada wanita dengan paritas tinggi harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
Demikian juga, pda wanita dengan peritas tinggi, partus percobaan pada kehamilan

23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2
yang dicurigai mengalami disproporsi sefalopelvik atau presentasi abnormal seperti
dahi, harus dilakukan dengan hati-hati.
Patologi
Ruptur pada uterus yang sebelumnya utuh saat persalinan paling sering mengenai
segmen bawah uterus yang menipis. Robekan, apabila terletak dekat dengan serviks,
sering meluas secara melintang atau oblik. Robekan biasanya longitudinal apabila
terjadi di bagian uterus yang terletak dekat dengan ligamentum latum. Biasanya,
kandung kemih juga mengalami laserasi. Setelah rupture komplet, isi uterus keluar dan
memasuki rongga peritoneum, kecuali apabila bagian terbawah janin sudah benar-benar
cakap, saat hanya sebagian janin yang mungkin keluar dari uterus.
Prognosis
Pada rupture dan ekspulsi janin ke dalam rongga peritoneum, kemungkinan
kelangsungan hidup janin suram, dan angka kematian berdasarkan berbagai studi
dilaporkan sebesar 50-70%. Apabila janin masih hidup saat rupture, satu-satunya cara
untuk mempertahankan hidupnya hidup adalah dengan pelahiran segera.

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara melakukan inspeksi pada vulva, vagina, dan
serviks dengan menggunakan spekulum untuk mencari sumber perdarahan dengan ciri warna
darah yang merah segar dan pulsatif sesuai denyut nadi. Perdarahan karena ruptura uteri dapat
diduga pada persalinan macet atau kasep, atau uterus dengan lokus minoris resistensia dan
adanya atonia uteri dan tanda cairan bebas intraabdominal. Semua sumber perdarahan yang
terbuka harus diklem, diikat dan luka ditutup dengan jahitan cat-gut lapis demi lapis sampai
perdarahan berhenti.
Teknik penjahitan memerlukan asisten, anestesi lokal, penerangan lampu yang cukup
serta spekulum dan memperhatikan kedalaman luka. Bila penderita kesakitan dan tidak
kooperatif, perlu mengundang sejawat anestesi untuk ketenangan dan keamanan saat melakukan
hemostasis.
23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2

4. INVERSI UTERI
Kegawatdaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan perdarahan adalah terjadinya
inversi uteri. Inversi uteri adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus ( endometrium ) turun
dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit dan komplit.
Faktor-faktor yang memungkinkan hal itu terjadi adalah adanya atonia uteri, serviks yang
masih terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah ( misalnya karena
plasenta akreta, inkreta dan perkreta, yang tali pusarnya ditarik keras dari bawah ) atau ada
tekanan pada fundus uteri dari atas ( manuver Crede ) atau tekanan intraabdominal yang keras
dan tiba-tiba ( misalnya batuk keras atau bersin ).
Melakukan traksi umbilikus pada pertolongan aktif kala III dengan uterus yang masih atonia
memungkinkan terjadinya inversio uteri.
Inversio uteri ditandai dengan tanda-tanda:
Syok karena kesakitan
Perdarahan banyak bergumpal
Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa palsenta yang masih
melekat
Bila baru terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi bila kejadiannya cukup
lama, maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami
iskemia, nekrosis, dan infeksi.
Tindakan
Secara garis besar tindakan yang dilakukan sebagai berikut:
1) Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan/darah pengganti dan
pemberian obat.
2) Beberapa senter memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik
sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas masuk ke

23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2
dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada
posisi normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak.
3) Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil dikeluarkan dari
rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infus

atau i.m tangan tetap

dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru
dilepaskan.
4) Pemberian antibiotika dan transfusi darah sesuai dengan keperluannya.
5) Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan manuver
di atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk reposisi dan kalau
terpaksa dilakukan histrektomi bila uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.

5. GANGGUAN KOAGULASI ( Koagulatif Konsumtif Atau Koagulasi Intravaskular


Diseminata )
Faktor Predisposisi
Kelainan pembekuan darah yang disebabkan karena defisiensi fibrinogen dapat dijumpai pada :

Solusio plasenta
Kematian hasil konsepsi yang tertahan lama dalam uterus
Emboli air ketuban
Sepsis
Eklampsia
Dalam kehamilan kadar berbagai faktor pembekuan meningkat, termasuk fibrinogen.

Kadar fibrinogen normal pada pria dan wanita rata-rata 300 mg% dan pada wanita hamil menjadi
450 mg%. Yang dimaksud dengan istilah hipofibrinogenemia atau fibrinogenemia ialah turunnya
kadar fibrinogen dalam darah sampai melampaui batas tertentu, yakni 100 mg%, yang lazim
disebut ambang bahaya (critical level)
Pada gangguan koagulasi, kondisi-kondisi dibawah ini bisa memperburuk atau
memperparah kausa lain:
Trombofilia
23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2

Sindroma HELLP
Preeklampsia berat dan eklampsia
Solusia plasenta
Kematian janin dalam kandungan
Emboli cairan amnion
Adalah suatu gangguan kompleks yang secara klasik ditandai oleh terjadinya hipotensi,

hipoksia, dan koagulatif konsumtif secara mendadak


Sepsis

Diagnosa

Dicurigai bila kausa yang lain dapat disingkirkan


Ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya
Ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan
akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan pada
gusi, rongga hidung, dan lain-lain
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang

abnormal, antara lain :


Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang
Trombositopenia
Terjadi hipofibrinogenemia
Terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) dalam serum
Perpanjangan tes protrombin dan PTT (partial thromboplastin time)
Memanjangnya kedua uji koagulasi ini mungkin disebabkan oleh penurunan
bermakna kadar berbagai koagulan yang essensial untuk menghasilkan trombin,
konsentrasi fibrinogen yang lebih rendah dari ambang krisis sekitar 100 mg/dl, atau
banyaknya beredar produk degradasi fibrinogen-fibrin. Memanjangnya waktu
protrombin dan waktu tromboplastin parsial ini tidakharus merupakan konsekuensi
dari koagulasi intravaskular diseminata.

Pemeriksaan kelainan pembekuan harus dilakukan lengkap,yakni pemeriksaan jumlah


trombosit, masa perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, masa kaolinsefalin, dan kadar
fibrinogen. Jika mungkin, diperiksa fibrinolisis, percobaan etanol gelatin, dan faktor-faktor
pembekuan.

23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2
Pada persangkaan hipofibrinogenemia, cukup kadar fibrinogen saja yang diperiksa atau
dilakukan tes di samping tempat tidur (bed-side test). Yang terakhir ini walaupun hasilnya tidak
tepat betul, merupakan pemeriksaan yang sederhana dan dapat dilakukan oleh setiap dokter pada
setiap waktu tanpa laboratorium. 5 ml darah diambil dari vena cubiti dg semprit dan jarum yang
steril dan kering, kemudian darah dimasukkan ke dalam tabung pemeriksaan yang bersih dan
kering. Tabung dibiarkan berdiri dan dicatat lamanya darah itu membeku. Ini sama dengan masa
pembekuan . kemudian tabung yang berisi bekuan itu ditempatkan dalam alat pengeram dengan
suhu 300C selama 1 jam. Tes di samping tempat tidur ini diulang setiap 1 sampai 2 jam sampai
anak dan plasenta lahir, jika keadaan ibu cukup aman. Masa pembekuan yang kurang dari 12
menit dan tetap membekunya darah yang di eramkan selama 1 jam menunjukkan bahwa proses
pembekuan baik. Apabila setelah 1 jam bekuan mencair lagi atau masa pembekuan lebih dari 12
menit, atau darah bahkan tidak membeku sampai lagi, dapat dibuat kesimpulan bahwa ada
gangguan pembekuan.

Pencegahan

Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap
penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien

tersebut ada dalam keadaan optimal.


Mengenal faktor presdiposisi PPP seperti multiparitas, anak besar, hamil kembar,
hidramnion, bekas seksio, ada riwayat PPP sebelumnya dan kehamilan resiko tinggi

lainnya yang risikonya akan muncul saat persalinan.


Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama.
Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan.
Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan

menghindari persalinan dukun.


Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi PPP dan mengadakan
rujukan sebagaimana semestinya.

Penatalaksanaan
23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2
Terapi yang dilakukan adalah :

Transfusi darah dengan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen
Heparinisasi
Infus heparin sebagai usaha untuk menghentikan koagulasi intravaskular diseminata
akibat sulosio plasenta atau situasi lain ketika inttegritas sistem vaskular terganggu
pemberian EACA (epsilon amino caproic acid)
Asam epsilonaminokaproat pernah diberikan sebagai upaya untuk mengendalikan
fibrinolisis dengan menghambat perubahan plasminogen menjadi plasmin dan efek
proteolitik plasmin pada fibrinogen, monomer fibrin, dan polimer fibrin (bekuan).
Kegagalan membersihkan polimer fibrin dari mikrosirkulasi dapat menyebabkan
iskemia dan infark organ, misalnya nekrosis korteks ginjal. Pemakaian obat ini pada
sebagian besar koagulopati obstetri tidak dianjurkan.

23

Modul 4 Blok 8 Pasca Persalinan Patologis 201


2

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Melalui hasil belajar mandiri yang telah didiskusikan pada diskusi kelompok kecil
(DKK) ke-2 kelompok 1 dengan judul PASCA PERSALINAN PATOLOGIS

kami

mendapatkan Learning Objective atau sasaran pembelajaran tentang kausa tertinggi pada
kasus pendarahan pasca persalinan, atonia uteri, inversi uteri, retensio plasenta, robekan
jalan lahir, dan gangguan koagulasi hingga pembahasan pembahasan lain yang
mendukung pemahaman terhadap modul kali ini .
B. Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi diskusi
kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari dosen-dosen yang mengajar baik sebagai tutor maupun dosen yang memberikan materi
kuliah, dari rekan-rekan angkatan 2011 dan dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.

23

You might also like