Professional Documents
Culture Documents
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam diskusi ini, kami dituntut untuk bekerja sama dalam membahas mengenai modul
4, tentang PASCA PERSALINAN PATOLOGIS. Dimana pembahasan kami ditekankan pada
bagaimana terjadinya proses persalinan yang diikuti tanda-tanda patologis yang perlu untuk lebih
diperhatikan terutama untuk keselamatan ibu dan bayi, serta pembahasan pembahasan lain
yang mendukung pemahaman kita terhadap modul kali ini.
Dalam diskusi ini, kami dituntut untuk menguasai modul ini karena termasuk salah satu
materi blok 8 tentang Kehamilan dan Bayi Baru Lahir mencakup: Definisi, Etiologi, Prognosis,
Komplikasi, Penatalaksanaa, dan Pencegahan. Oleh karena itu melalui diskusi kelompok kecil ini
kami berusaha untuk mengetahui semua hal yang berkenaan dengan pasca persalinan patologis.
B. Manfaat modul
Adapun manfaat modul ini ialah diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan mengenai
secara keseluruhan dan mendetail tentang pasca persalianan patologis. Dengan demikian, setelah
kita mampelajari tentang modul ini, diharapkan kita mampu sebagai seorang calon dokter untuk
bisa menghadapi permasalahan klinis terkait modul 4 (PASCA PERSALINAN PATOLOGIS)
yang kita bahas ini dalam kehidupan sehari hari.
23
Skenario
Pengalaman Sang Komedian
Katul Piranha ( 45 tahun ), komedian sekaligus pembawa acara terkenal tampak terlihat lelah.
Tangannya bergetar saat menceritakan pengalaman istrinya melahirkan anak ke-6, didepan para
wartawan infotainment yang menungguinya di lobi Rumah Sakit. Katul menemani istrinya ( 41
tahun ) yang dirujuk dari bidan, katul berkata bahwa ia dan istrinya memang memutuskan untuk
melahirkan di bidan, karena bidan yang sama telah menolong persalinan anak pertama hingga
kelima, waktu datang, Ny.Katul terlihat pucat dan lemas serta mengeluh pusing dan mual.
Pemeriksaan tanda vital menunjukkan tekanan darah 90/60 mmHg, denyut nadi teraba kecil
100X/menit, pernapasan 24X/menit dan akral teraba dingin.
Dari pengantar rujukan diketahui Ny.Katul telah melahirkan anaknya melalui persalinan spontan
pervaginam, dengan berat badan lahir 3500 gram dan panjang 50cm. Namun setelah lahirnya
plasenta hingga 1 jam pasca persalinan, pasien telah mengalami perdarahan sampai kira-kira
1000cc. Bidan yang turut mengantar menyatakan bahwa ia sudah melakukan penatalaksanaan
dengan pemberian suntikan uterotonika dan masase uterus.
Dr.Samuel yang menangani Ny.Katul mendapatkan rahim teraba lembek dan kontraksi uterus
lemah. Saat melakukan pemeriksaan, tidak didapatkan adanya robekan jalan lahir maupun sisa
plasenta. Dr.samuel kemudian melakukan penatalaksanaan segera untuk mencegah terjadinya
komplikasi perdarahan pasca persalianan.
23
: Bagian ujung dari ekstremitas, yaitu telapak tangan dan telapak kaki
Apa yang menyebabkan pusing, mual, pucat, akral dingin, tanda vital tidak normal ?
Apa saja penyebab PPP, dan diagnosa ?
Apa saja yang dilakukan dalam penataksanaan PPP ?
Apa kegunaan suntikan uterotonikan dan masase uterus ?
a. mengapa rahim teraba lembek, kontraksi lemah padahal sudah diberikan masase
uterus dan uterotonika ?
b. apa yang menyebabkan rahimnya teraba lembek, kontraksi uterus lemah, dan
sebagainya ?
- Nadi cepat
- Tekanan darah
Kontraksi lemah diberikan misoprostol 2-3 tablet, masase uterus, puting susu,
injeksi oksitosin, kompensasi bimanual.
Trauma forceps
23
PPP
Uterus abnormal
Retention plasenta
koagulasi
Atonia uteri
Insertio uteri
Atonia uteri
Insertio uteri
Retentio plasenta
Robekan jalan jalan lahir
Gangguan koagulasi
STEP 7 SINTESIS
1. ATONIA UTERI
23
Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang
bersalin karena hal ini dapat menurunkan insiden perdarahan pascapersalinan
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif
dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat
atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri
didiagnosis,maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah
keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus
diperhitungkan dalam kalkulasipemberian darah pengganti.
Tindakan
Banyak darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien masih
dalam keadaan sadar,sedikit anemis, atau sampaisyok berat hipovolemik. Tindakan
pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya. Secara lengkap dapat
23
2. RETENSIO PLASENTA
Definisi
Istilah retentio placentae dipergunakan, kalau plasenta belum lahir jam sesudah anak
lahir.
Etiologi
Sebab fungsionil, yaitu:
His kurang kuat / hipotonia uteri.
Tempat insersi placenta di sudut tuba sehingga sulit untuk terlepas.
Sebab patologi-anatomis
Placenta Akcreta villi chorialis menempel pada batas atas miometrium.
Placenta accreta ini di bagi lagi berdasarkan banyaknya plasenta yang menempel
pada miometrium:
o Placenta accreta totalis seluruh plasenta menempel pada miometrium.
o Placenta accreta parsialis hanya sebagian plasenta menempel pada
miometrium.
o Placenta accreta focalis hanya sebuah kotiledon yang menempel pada
miometrium.
Placenta Increta villi chorialis masuk dan menginvasi daerah miometrium.
Placenta Percreta villi chorialis menginvasi lebih dalam lagi bagian
miometrium hingga mencapai perimetrium.
Placenta acreta, increta, dan percreta terjadi karena ketidakadaan sebagian atau
seluruh desidua basalis dan perkembangan yang tidak sempurna dari fibrinoid atau
23
Penatalaksanaan
Kalau plasenta dalam jam setelah anak lahir belum memperlihatkan gejalagejala perlepasan, maka harus dilakukan pelepasan plasenta secara manual. Telah
dijelaskan bahwa perdarahan banyak, maka mungkin plasenta dilepaskan secara manual
lebih dulu, tetapi dalam hal ini atas indikasi perdarahan bukan atas indikasi retention
plasenta.
Tehnik pelepasan plasenta secara manual yaitu denga cara:
Perineum pasien di disinfeksi terlebih dahulu begitu pula tangan dan lengan
penolong.
Gunakan handscoon.
Labia dibeberkan, dan tangan kanan di masukkan secara obstetric ke dalam vagina.
Tangan yang berada di luar (kiri), menahan fundus uteri.
Tangan yang berada di dalam menyusur tali pusat yang sedapat-dapatnya
Prognosis
23
Patogenesis
a. Robekan vulva
Sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang primipara, bisa timbul luka pada
vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadangkadang bisa timbul perdarahan banyak, khususnya pada luka dekat klitoris.
b. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis
tengah dan menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis
23
Pada persalinan yang sulit, dapat pula terjadi kerusakan dan peregangan m.
puborectalis kanan dan kiri serta hubungannya di garis tengah. Kejadian ini
melemahkan diafragma pelvis dan menimbulkan predisposisi untuk terjadinya
prolapsus uteri.
c.
Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum jarang dijumpai.
Kadang ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat
ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan
terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.
Robekan atas vagina terjadi sebagai akibat menjalarnya robekan serviks. Apabila
ligamentum latum terbuka dan cabang-cabang arteri uterina terputus, dapat timbul
perdarahan yang banyak.
laparotomi dan pembukaan ligamentum latum. Jika tidak berhasil maka dilakukan
pengikatan arteri hipogastika.
Kolpaporeksis
Adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini terjadi
apabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terdapat regangan segmen
bawah uterus dengan serviks uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan
tulang panggul, sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina. Jika
tarikan ini melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas
antara bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan yang terfiksasi pada
23
23
kehamilan sekarang
1. Pembedahan
yang
melibatkan
moimetrium
Seksio sesarea atau histerektomi
Riwayat reparasi rupture uteri
Insisi miomektomi melalui atau
sampai endometrium
Reseksi kornu dalam pada tuba
fallopi interstisial
- Metroplasti
2. Trauma uterus yang terjadi tanpa
1.
-
Sebelum pelahiran
Kontraksi persisten, intens, spontan
Stimulasi persalinan
Instilasi intra amnion
Perforasi oleh kateter pengukur
disengaja
Abortus dengan
- versi interna
kuret, sondase
Trauma tajam atau tumpul
Ruptur asimtomatik
instrumentasi
3. Anomali Kongenital
4.Didapat
- plasenta inkreta atau perkreta
- neoplasia trofoblastik gestasional
- adenomiosis
Klasifikasi
Ruptur traumatic. Wanita hamil yang mengalami trauma tumpul pada abdomen
harus mewaspadai adanya tanda-tanda rupture uteri. Trauma tumpul lebih besar
kemungkinannya menyebabkan solusio plasenta. Dahulu, rupture traumatic sewaktu
pelahiran sering disebabkan oleh ekstraksi atau versi politik interna. Dahulu, rupture
traumatic sewaktu kelahiran sering disebabkan oleh akstraksi atau versi podalic interna.
Kausa lain rupture traumatic anatara lain kelahiran forceps yang sulit, ekstraksi bokong
dan pembesaran janin yang tidak lazim misalnya hidrosefalus.
Ruptur Spontan. Ruptur lebih besar kemungkinannya terjadi pada wanita dengan
paritas tinggi. Stimulasi persalinan dengan oksitosin agak sering dikaitkan dengan
rupture uteri, terutama pada wnita dengn paritas tinggi. Dari hasil penelitian
melaporkan rupture uteri pada induksi persalianan yang menggunakal gel prostaglandin
E2 atau tablet vagina prostaglandin E1. Karena itu pemberian oksitosin untuk stimulasi
persalinan pada wanita dengan paritas tinggi harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
Demikian juga, pda wanita dengan peritas tinggi, partus percobaan pada kehamilan
23
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara melakukan inspeksi pada vulva, vagina, dan
serviks dengan menggunakan spekulum untuk mencari sumber perdarahan dengan ciri warna
darah yang merah segar dan pulsatif sesuai denyut nadi. Perdarahan karena ruptura uteri dapat
diduga pada persalinan macet atau kasep, atau uterus dengan lokus minoris resistensia dan
adanya atonia uteri dan tanda cairan bebas intraabdominal. Semua sumber perdarahan yang
terbuka harus diklem, diikat dan luka ditutup dengan jahitan cat-gut lapis demi lapis sampai
perdarahan berhenti.
Teknik penjahitan memerlukan asisten, anestesi lokal, penerangan lampu yang cukup
serta spekulum dan memperhatikan kedalaman luka. Bila penderita kesakitan dan tidak
kooperatif, perlu mengundang sejawat anestesi untuk ketenangan dan keamanan saat melakukan
hemostasis.
23
4. INVERSI UTERI
Kegawatdaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan perdarahan adalah terjadinya
inversi uteri. Inversi uteri adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus ( endometrium ) turun
dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit dan komplit.
Faktor-faktor yang memungkinkan hal itu terjadi adalah adanya atonia uteri, serviks yang
masih terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah ( misalnya karena
plasenta akreta, inkreta dan perkreta, yang tali pusarnya ditarik keras dari bawah ) atau ada
tekanan pada fundus uteri dari atas ( manuver Crede ) atau tekanan intraabdominal yang keras
dan tiba-tiba ( misalnya batuk keras atau bersin ).
Melakukan traksi umbilikus pada pertolongan aktif kala III dengan uterus yang masih atonia
memungkinkan terjadinya inversio uteri.
Inversio uteri ditandai dengan tanda-tanda:
Syok karena kesakitan
Perdarahan banyak bergumpal
Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa palsenta yang masih
melekat
Bila baru terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi bila kejadiannya cukup
lama, maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami
iskemia, nekrosis, dan infeksi.
Tindakan
Secara garis besar tindakan yang dilakukan sebagai berikut:
1) Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan/darah pengganti dan
pemberian obat.
2) Beberapa senter memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik
sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas masuk ke
23
dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru
dilepaskan.
4) Pemberian antibiotika dan transfusi darah sesuai dengan keperluannya.
5) Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan manuver
di atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk reposisi dan kalau
terpaksa dilakukan histrektomi bila uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.
Solusio plasenta
Kematian hasil konsepsi yang tertahan lama dalam uterus
Emboli air ketuban
Sepsis
Eklampsia
Dalam kehamilan kadar berbagai faktor pembekuan meningkat, termasuk fibrinogen.
Kadar fibrinogen normal pada pria dan wanita rata-rata 300 mg% dan pada wanita hamil menjadi
450 mg%. Yang dimaksud dengan istilah hipofibrinogenemia atau fibrinogenemia ialah turunnya
kadar fibrinogen dalam darah sampai melampaui batas tertentu, yakni 100 mg%, yang lazim
disebut ambang bahaya (critical level)
Pada gangguan koagulasi, kondisi-kondisi dibawah ini bisa memperburuk atau
memperparah kausa lain:
Trombofilia
23
Sindroma HELLP
Preeklampsia berat dan eklampsia
Solusia plasenta
Kematian janin dalam kandungan
Emboli cairan amnion
Adalah suatu gangguan kompleks yang secara klasik ditandai oleh terjadinya hipotensi,
Diagnosa
23
Pencegahan
Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap
penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien
Penatalaksanaan
23
Transfusi darah dengan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen
Heparinisasi
Infus heparin sebagai usaha untuk menghentikan koagulasi intravaskular diseminata
akibat sulosio plasenta atau situasi lain ketika inttegritas sistem vaskular terganggu
pemberian EACA (epsilon amino caproic acid)
Asam epsilonaminokaproat pernah diberikan sebagai upaya untuk mengendalikan
fibrinolisis dengan menghambat perubahan plasminogen menjadi plasmin dan efek
proteolitik plasmin pada fibrinogen, monomer fibrin, dan polimer fibrin (bekuan).
Kegagalan membersihkan polimer fibrin dari mikrosirkulasi dapat menyebabkan
iskemia dan infark organ, misalnya nekrosis korteks ginjal. Pemakaian obat ini pada
sebagian besar koagulopati obstetri tidak dianjurkan.
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melalui hasil belajar mandiri yang telah didiskusikan pada diskusi kelompok kecil
(DKK) ke-2 kelompok 1 dengan judul PASCA PERSALINAN PATOLOGIS
kami
mendapatkan Learning Objective atau sasaran pembelajaran tentang kausa tertinggi pada
kasus pendarahan pasca persalinan, atonia uteri, inversi uteri, retensio plasenta, robekan
jalan lahir, dan gangguan koagulasi hingga pembahasan pembahasan lain yang
mendukung pemahaman terhadap modul kali ini .
B. Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi diskusi
kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari dosen-dosen yang mengajar baik sebagai tutor maupun dosen yang memberikan materi
kuliah, dari rekan-rekan angkatan 2011 dan dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.
23