Professional Documents
Culture Documents
DAN ELEKTROLIT
Volume dari cairan dalam tubuh relatif akan konstan ketika keseimbangan
air teregulasi dengan baik. Pemasukan cairan rata-rata dari sayuran, makanan
padat dan oksidasi metabolik adalah 25 L/hari. Pemasukan cairan harus cukup
tinggi agar kehilangan air dari sekresi urine, proses pernafasan, keringat, dan
defekasi dapat teratasi.
Fraksi total air dalam tubuh terhadap berat badan adalah antara 46% -
75% tergantung pada umur dan jenis kelamin seseorang. Fraksi total air dalam
tubuh pada bayi adalah 75%. Pada wanita muda fraksi total air dalam tubuhnya
sebesar 53%, sedang pada wanita tua hanya mencapai 46%. Pada pria muda
fraksi total air dalam tubuhnya mencapai 64%, sedang pada pria tua fraksi total
air dalam tubuhnya mencapai 53%. Fraksi rata-rata air pada kebanyakan
jaringan tubuh (pada orang dewasa) adalah 73% dibandingkan dengan fraksi air
pada lemak yang hanya 20%.
Defisit air
Permeabilitas H2O
Tubulus ginjal, ductus
koligentes >>
Urine pekat
Osmoregulasi adalah proses dimana tubuh menjaga agar konsentrasi
sejumlah air dan elektrolit dalam darah tetap seimbang. Tubuh kita
membutuhkan cairan yang konstan dalam bernafas, berkeringat, urine, dan feses
seperti sel-sel tubuh kita yang tidak dapat bekerja tanpa air. Jika terlalu banyak
air, tubuh akan memindahkannya melalui mekanisme osmosis ke dalam sel.
Keseimbangan sangat diperlukan, dan keseimbangn air ini diatur oleh
hipotalamus.
Osmolaritas dari kebanyakan cairan tubuh adalah 290 mOsm/kg H2O.
Peningkatan osmolaritas cairan ekstraseluler contohnya terjadi pada penyerapan
NaCl atau saat kehilangan air. Osmolaritas cairan ekstraseluler sangat diatur
sedemikian rupa sehingga tetap konstan, untuk melindungi sel dari jumlah cairan
yang selalu berubah-ubah yang masuk dalam tubuh kita. Osmoregulasi diatur
oleh osmoreseptor, ditemukan terutama di hipotalamus, hormon(contohnya
ADH=antidiuretic hormone), dan ginjal yang merupakan organ target dari ADH.
Kehilangan air (hipovolemia) contohnya pada saat berkeringat, respirasi,
dan pengeluaran urine, membuat cairan ekstraseluler hipertonik. Osmolaritas
akan meningkat 1-2 % atau lebih. Hal ini akan membuat hipotalamus
mensekresikan ADH dari kelenjar pituitari posterior. ADH disekresikan untuk
menurunkan kadar ekskresi H2O dalam urine. Karena kandungan air dalam urine
sedikit, maka urine yang disekresikan menjadi pekat. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat dari diagram diatas.
Pada saat kelebihan air, absorpsi dari cairan hipotonik akan menurunkan
tingkat osmolaritas cairan ekstraseluler. Hal ini akan menghambat sekresi dari
ADH, sehingga menyebabkan diuresis air dan normalisasi dari osmolaritas
plasma dalam waktu kurang dari 1 jam. Pada keadaan kelebihan air juga dapat
terjadi mabuk air. Mabuk air ini terjadi ketika kelebihan volume air diabsorpsi
terlalu cepat, menyebabkan simtom nausea, muntah, dan shock. Kondisi ini
disebabkan oleh penurunan dari osmolaritas plasma sebelum inhibisi yang
adekuat dari sekresi ADH terjadi.
Dalam regulasi garam, sekitar 8-15 gr. NaCl diserap tiap harinya. Ginjal
mengekskresikan jumlah yang sama dari ion Na dan menjaga homeostasis dari
cairan ekstraseluler. Karena ion Na+ merupakan ion yang dominan dalam cairan
ekstraseluler, maka ion Na+ diubah dari Na+ dari total tubuh menjadi volume
cairan ekstraseluler. Hal ini diatur oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1. Renin-angiotensin system (RAS) yang merupakan promoter
aktivasi penyimpanan dari ion Na+ via Angiotensin II, aldosteron, dan ADH.
2. Atriopeptin (atrial natriuretic peptide; ANP) adalah hormon peptida
yang disekresikan oleh sel spesifik dari atrium jantung untuk merespon
peningkatan volume cairan ekstraseluler dan tekanan atrium. ANP
mempromoter ekskresi ginjal terhadap Na+ dengan meningkatkan fraksi
filtrasi dan menghambat reabsorpsi Na+ dari ductus kolekticus.
3. Sekresi ADH yang distimulasi oleh :
• Peningkatan osmolaritas plasma dan cairan serebrospinal.
Pada penurunan volume darah yang berat, refleks-refleks kardiovaskular
memainkan peranan penting dalam menstimulasi ADH. Akan tetapi
pengaturan sekresi ADH sehari-hari selama dehidrasi ringan terutama
diefektifkan oleh perubahan osmolaritas plasma.
• Gauer-Henry refleks, yang terjadi ketika reseptor di atrium
memberi sinyal kepada hipotalamus untuk menurunkan volume cairan
ekstraseluler
• Angiotensin II
4. Tekanan diuretis yang disebabkan oleh elevasi tekanan darah
arterial, contohnya pada elevasi volume cairan ekstraseluler yang akhirnya
meningkatkan ekskresi Na+ dan air. Hal inilah yang menyebabkan turunnya
volume cairan ekstraseluler dan tekanan darah. Kontrol inilah yang menjadi
mekanisme mayor untuk regulasi tekanan darah.
Ion hidrogen adalah proton tunggal bebas yang dilepaskan dari atom
hydrogen. Molekul yang mengandung atom-atom hydrogen yang dapat
melepaskan ion-ion hydrogen dalam larutan dikenal sebagai asam. Satu contoh
adalah asam hidroklorida (HCl), yang berionisasi dalam air membentuk ion-ion
hydrogen (H+) dan ion klorida (Cl-).
Basa adalah ion atau molekul yang dapat menerima hydrogen. Sebagai
contoh, ion bikarbonat HCO3-, adalah suatu basa karena ia dapat bergabung
dengan satu atom hydrogen untuk membentuk H2CO3. protein hemoglobin dalam
sel darah merah dan protein dalam sel-sel tubuh yang lain merupakan basa-basa
tubuh yang paling penting.
Protein berada di antara banyak penyangga yang paling kuat dalam tubuh
karena konsentrasinya yang tinggi, terutama di dalam sel.
pH sel, walaupun lebih rendah daripada pH dalam cairan ekstraselular,
perubahannya kira-kira sesuai dengan perubahan pH cairan ekstraselular. Ada
sedikit ion hydrogen dan ion bikarbonat yang berdifusi melalui membrane sel,
walaupun ino-ion ini membutuhkan waktu beberapa jam untuk menjadi seimbang
dengan cairan ekstraselular, kecuali keseimbangan cepat yang terjadi di dalam
sel-sel darah merah. Akan tetapi, CO2 dapat dengan cepat beridfusi melalui
semua membrane sel. Difusi elemen-elemen system penyangga bikarbonat ini
menyebabkan pH dalam cairan intraseluler berubah ketika terjadi perubahan pH
cairan ekstraseluler. Karena alas an ini, sistempenyangga di dalam sel
membantu mencegah perubahan pH cairan ekstraseluler tetapi mungkin
membuuhkan waktu beberapa jam untuk menjadi efektif secara maksimal.
60-70% penyangga kimia total dalam cairan tubuh berada di dalam sel-sel dan
kebanyakan dihasilakan dari cairan ekstraselular.
Asidosis terjadi ketika rasio HCO3- dan CO2 dalam cairan ektraselular
menurun sehingga menyebabkan penurunan pH. Bila rasio ini menurun akibat
penurunan HCO3- , asidosis disebut asidosis metabolik. Bila pH menurun karena
peningkatan Pco2, asidosis disebut asidosis respiratorik.
Kedua kondisi ini menyebabkan penurunan rasio ion bikarbonat terhadap
ion hidrogen dalam cairan tubulug\s ginjal. Akibatnya, terdapat kelebihan ion
hidrogen dalam tubulus ginjal, menyebabkan reabsorpsi ion bikarbonat yang
menyeluruh dan masih menyisakan ion hidrogen tambahan yang tersedia untuk
bergabung dengan penyangga urin, NH4+ dan HPO4-. Jadi, pada asidosis, ginbajl
mereabsorpsi semua bikarbonat yang disaring dan menyumbangkan bikarbonat
baru melalui pembentukan asam NH4+ dan asam tertitrasi.
Pada asidosis metabolik, kelebihan ion hidrogen melebihi ion bikarbonat
yang terjadi dalam cairan tubulus secara primer adalah akbat penurunan filtrasi
ion bikarbonat. Penurunan filtrasi ion bikarbonat terutama disebabkan oleh
penurunan konsentrasi bikarbonat cairan ekstraselular.
Pada asidosis respiratorik, kelebihan ion hidrogen di dalam cairan tubulus
terutama diakibatkan oleh peningkatan Pco2 cairan ektraselular yang
merangsang sekrsi ion hidrogen.
Enzim
Sifat-sifat enzim :
Protein Enzim p
sederh
Protein +
Bukan Protein
Anorganik =
Organik =Koenzim
kofaktor
Karakteristik enzim :
Mulut
Di dalam mulut dihasilkan saliva yang mengandung enzim ptialin yang berfungsi
memecah zat tepung (amilum) menjadi zat gula (glukosa).
Perut
Sel-sel mukosa dalam perut menghasilkan cairan lambung sama dengan cairan
pencernaan sama dengan gastric juice. Bagian-bagian perut yang terkait dengan
enzim pencernaan adalah:
• Cardiac: menghasilkan kelenjar lendir
• Fundus: sel utama menghasilkan pepsinogen, sel pariental
menghasilkan HCl, serta sel epithel menjadi mucin/lendir.
Pepsin (endopeptidase) merupakan enzim pemecah rangkaian asam amino di
bagian dalam/tengah. Enzim ini bekerja optimum pada pH 2.0 (1.5-4.6).
Getah Pankreas
Kelenjar pankreas terletak pada lipatan doudenum, getah pankreas keluar
melalui doctus.
Enzim-enzim mukosa duodenum menjadi enterokinase
• Tripsinogen menjadi Tripsin, endopeptidase, memecah ikatan pepsida
pada AA Lys dan Arg.
• Chymotripsinogen menjadi chimotripsin; endopeptidase memecah
peptidase khas pada AA aromatik
• Procarboxy peptidase A dan B menjadi Carboxy peptidase A dan B
eksopeptidase sama dengan memecah AA yang berada di luar/di ujung.
o Carboxy peptidase A: memecah C ujung pada gugus umino dan
karboksil khusus untuk AA aromatik dan AA netral.
o Carboxy peptidase B : pada AA leu, Arg dan Lys yang berada di
ujung.
• α -amilase: memecah pati (amilum) dan glikogen
Enzim pencerna KH: sukrase, maltase, isomaltese, laktase
Enzim pemecah lemak: lipase
Gelatinase sama dengan Parapepsin I
• Stabil pada pH 7.0
• In aktif terhadap albumin darah
• Lebih khas untuk perencanaan gelatin
• Tidak mengandung fosfat serin
• Berbeda gugus AA ujungnya.
Gastricsin sama dengan parapepsin II sama dengan parapepsin I, pH optimum
sama dengan 3.0 Renin dihasilkan dalam lambung anak ternak yang minum
susu, renin berfungsi untuk menggumpalkan (koagulasi) kasein (protein) susu
menjadi parakasein. Parakasein ditambah Ca2+ menjadi kalsium parakaseinat
(menggumpal-mengendap). Renin kalsium parakaseinat dicerna oleh pepsin dan
disempurnakan pencernaannya di usus.
Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5˚C – 37,5˚C . Suhu yang lebih
tinggi dari 40˚C dikatakan mengalami hipertermia dan beresiko
mendapat heat stroke, sedang suhu yang lebih rendah dari 35˚C
disebut hipotermia.
HEAT PRODUCE
Produksi panas tubuh berasal dari hasil samping metabolisme.
Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kecapatan metabolisme
secara tidak langsung juga mempengaruhi kecepatan heat produce.
Hal ini karena saat berlangsung pembentukan ATP, tidak semua
energi dapat diubah menjadi energi yang fungsional. Lebih dari 50%
energi dalam makanan diubah menjadi panas saat pembentukan
ATP. Selanjutnya lebih banyak panas dihasilkan saat pemindahan
ATP kedaerah fungsional sel, sehingga hanya sekitar 25% energi
makanan yang sampai didaerah fungsional sel. Energi inipun, banyak
yang kembali menjadi panas, seperti dalam mekanisme perombakan
dan pembentukan protein yang terjadi terus-menerus. Protein yang
telah dirombak akan melepas energi dalam bentuk panas. Selain itu,
gaya gesek yang terjadi baik saat aktivitas otot (gaya gesek antara
serabut otot) ataupun pada pembuluh darah (darah dengan dinding
kapiler) juga melepas energi berbentuk panas.
HEAT LOSS
Selain terus menerus menghsilkan panasw, tubuh juga terus-
menerus melepas panas kelingkungan sebagai bagian dari
mekanisme termoregulation. Kecepatan pelepasan panas
kelingkungan dipengaruhi oleh :
Frosbite
Subfebris
Amplifikasi
TEKANAN DARAH
Tekanan darah, seperti juga sifat-sifat yang lain pada manusia
tidak mempunyai nilai “normal”. Ia bervariasi dari orang ke
orang dan dari waktu ke waktu. Akan tetapi menurut Badan
Kesehatan Dunia, WHO, batas tekanan darah yang masih
dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg, sedangkan
bila lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
Namun buat orang Indonesia, banyak dokter berpendapat
tekanan darah yang ideal adalah sekitar 110-120/80-90 mmHg.
Batasan ini berlaku bagi orang dewasa diatas 18 tahun. Saat ini
WHO telah menetapkan tiga klasifikasi tekanan darah yang
tidak berhubungan dengan usia.
Tekanan darah
dapat diukur
dengan
menggunakan alat
yang dipanggil
sphygmanometer.
Terdapat dua
bacaan dalam
pengukuran
tekanan darah yaitu BP 140/90 mmHg. Nilai tinggi (140)
dipanggil tekanan darah sistolik dan nilai rendah (90) pula ialah
tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik ialah tekanan
darah dalam arteri (salur darah) bila jantung mengepam darah.
Manakala tekanan darah diastolik pula ialah tekanan darah
dalam arteri bila jantung berhenti mengepam di antara dua
denyutan.
DENYUT NADI
Denyut nadi dapat dipakai sebagai tolak ukur kondisi jantung. Denyut
nadi adalah frekuensi irama denyut/detak jantung yang dapat
dipalpasi (diraba) di permukaan kulit pada tempat-tempat tertentu.
Frekuensi denyut nadi pada umumnya sama dengan frekuensi
denyut jantung/detak jantung. Denyut nadi normal 60-80 /menit. Jika
lebih dari seratus, berarti beban kerja jantung tinggi. Banyaknya
denyut nadi sangat tergantung pada usia seseorang. Namun, tidak
boleh kurang dari 60 persen dikalikan 220 dikurangi umur, dan tidak
boleh melebihi 80 persennya. Jadi, seseorang yang berumur 60
tahun denyut nadi yang diperbolehkan adalah 96 sampai 128 kali
dalam semenit.
3. Caranya:
SUHU TUBUH
Suhu oral
Suhu rektal
DAFTAR PUSTAKA
Guyton and hall, 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.9. Jakarta:
EGC.
Despopoulos and silbernagl, 2003. Color atlas of physiology chapter 9,
avalaible in server.fk-unram.edu/document/fisiologi
Dorland, W. A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta:
EGC
Saladin, 2003. Anatomy and Physiology: The form and function, 3rd
edition, avalaible in server.fk-unram.edu/document/fisiologi
Gartner, L and Hiatt. 2001. Color Textbook of Histology 3rd edition. WB
Saunders Company: New York. Available in server.fk-
unram.edu/document/histology
Siargian, Minarma. 2004. Homeostasis : Keseimbangan yang halus dan
dinamis. Jakarta: Departemen Ilmu Faal FK UI.
Seeley’s Anatomy & Physiology 6th edition.Chapter 24
http://www.bc.edu/histology/m/schema06.htm
Auburn University College of Veterinary Medicine
http://131.204.172.59/VETMED/VetmedVol8/Muscle27.tif
http://www.siumed.edu/~dking2/erg/GI169b.htm
Guyton, Arthur C :Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit (human
physoilogy and mechanisms of disease); alih bahasa, Petrus
Andrianto.-ed.3.- Jakarta :EGC, 1990
Harahap, Ikhsanuddin Ahmad :terapi oksigen dalam asuhan
keperawatan: diakses 24 Desember 2007. http://library.usu.ac.id/
Anonim.:pedoman pengukuran dan pemeriksaan: jakarta :Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
RI, 2007. diakses 26 Desember 2007. http://depkes.org/