You are on page 1of 17

I.

RIWAYAT PSIKIATRI
Riwayat psikiatri diperoleh dari autoanamnesis dan heteroanamnesis dari
Ny. N (Kakak pasien), kebenaran anamnesis dapat dipercaya.
A. Identitas Penderita

Pasien seorang perempuan, inisial D, 80 tahun, suku Indonesia,


beragama Katolik, anak keempat dari sembilan bersaudara,

tidak menikah, tinggal bersama keluarganya di Jambi.


Ayah kandung pasien berinisial S sudah meninggal dunia.
Ibu kandung pasien berinisial A sudah meninggal dunia.

B. Keluhan Utama
Sering lupa.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak dua tahun yang lalu, keluarga merasa pasien sering lupa,
awalnya pasien sering lupa dimana ia meletakkan barangnya. Keluarga
pasien tidak ingat jelas kapan os mulai menjadi pelupa.
1 tahun yang lalu, keluhan sering lupa dirasakan semakin berat, pasien
mulai sering lupa tentang aktivitas yang baru saja dilakukannya. Pasien
sering lupa bahwa ia sudah makan. Pasien masih sering lupa dimana ia
meletakkan barangnya. Pasien juga merasa curiga bahwa barangnya hilang
dicuri orang lain. Pasien sering membongkar barang-barangnya, menurut
pasien ia mencari barangnya yang sebenarnya tidak ada. Selain itu, pasien
juga menjadi mudah marah, terutama jika keluarga mengatakan bahwa ia
sudah menjadi pelupa. Sebelumnya pasien merupakan orang yang tidak
mudah marah, sering menolong orang lain. Pasien pernah dibawa keluarga
ke dokter umum, disana pasien marah kepada dokter dan mengatakan
bahwa dirinya sehat dan tidak membutuhkan obat.
Sekitar 2 bulan yang lalu, keluarga pasien merasakan lupa yang
dialami semakin berat juga disertai curiga dan mudah marah. Pasien juga
mencurigai pembantu di rumah pasien sering mencuri. Pasien juga pernah

meminta keluarga pasien mengantarkannya ke bank untuk mengambil


uang di bank di Medan, pasien merasa bahwa ia sedang berada di Medan
padahal ia berada di Jambi. Ia juga tidak ingat berapa jumlah uangnya di
bank.
D. Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien tidak pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya

E. Riwayat Medis dan Psikiatris yang Lain


1. Gangguan Mental atau Emosi
Belum pernah menderita gangguan jiwa sebelumnya.
2. Gangguan Psikosomatis
Riwayat mengalami gangguan psikosomatis tidak ada.
3. Kondisi Medik
Riwayat penyakit fisik, penyalahgunaan zat dan obat-obatan tidak ada.
4. Riwayat Trauma
Tidak ada trauma fisik maupun psikik.
5. Gangguan Neurologi
Riwayat trauma kepala, sakit kepala hebat, kesulitan bicara, kelemahan
anggota tubuh, kejang dan kehilangan kesadaran tidak ada.
Riwayat Keluarga

Penderita dibesarkan dalam lingkungan sosio-kultur tionghoa.


Status sosial ekonomi cukup, lingkungan kehidupan beragama

katolik, merupakan anak keempat dari sembilan bersaudara.


Penderita dibesarkan oleh kedua orang tua kandung.
Tidak ada hubungan darah antara ayah dan ibu
Sifat ayah tegas, ibu sabar dan penyayang
Pada saat kecil peran ibu sangat besar dalam mendidik anak karena
ayah jarang pulang dan hanya pulang seminggu sekali dikarenakan

tempat kerja ayah yang jauh.


Hubungan kedua orangtua baik. Penderita mempunyai sifat ceria.
Penyakit keturunan dalam keluarga tidak ada.

o Struktur keluarga yang tinggal serumah saat pasien berusia 10 tahun

No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Nama
Tn. S
Ny. A
Tn. A
Ny. N
Tn. T
Ny. D
Ny. T
Ny. T
Ny. L
Ny. I
Ny. A

L/P
L
P
L
P
L
P
P
P
P
P
P

Usia
41
36
15
13
12
10
8
6
4
3
2

Hubungan
Ayah
Ibu
Kakak
Kakak
Kakak
Pasien
Adik
Adik
Adik
Adik
Adik

Sifat
Tegas
Penyabar, penyayang
Penurut
Ceria, suka bergaul
Penyabar
Ceria, suka bergaul
Penurut
Penurut
Ceria
Penurut
Penurut

Struktur keluarga yang tinggal serumah saat ini


No
1.
2.
4.

Nama
Tn. B
Ny. N
Ny. D

L/P
L
P
P

Usia
85
83
80

Hubungan
Kakak ipar
Kakak pasien
Pasien

Sifat
Penyabar
Ceria, suka bergaul
Mudah marah

GENOGRAM

Keterangan:

: Laki-laki
: Perempuan
: Laki-laki meninggal
: perempuan meninggal
: Pasien
F. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat prenatal dan perinatal
Pasien dikandung selama 9 bulan. Selama kehamilan ibu rajin
memeriksakan kandungannya ke bidan dan hanya minum obat dan
vitamin yang diberikan bidan. Pasien lahir spontan dan sehat, ditolong
oleh bidan. Saat kehamilan tidak ada penyakit fisik dan mental yang
dialami oleh ibu. Kehamilan dan kelahiran pasien direncanakan dan
diharapkan oleh kedua orang tua.
2. Masa kanak-kanak awal (kelahiran sampai usia 3 tahun)
a. Kebiasaan makan dan minum
Pasien mendapat ASI sampai usia 2 tahun. Pada saat disusui pasien
dalam posisi digendong sampai tertidur. Saat menyusui, kadangkadang ibu berbaring atau duduk dan melakukan pekerjaan lain
dan tidak ada kesulitan saat diberikan makanan tambahan sejak
usia 6 bulan. Pasien kadang-kadang rewel dan terbangun malam
hari, tetapi mudah tertidur kembali setelah disusui dan ditemani
ibunya.
b. Perkembangan awal
Kesehatan pasien cukup baik, jarang sakit, pertumbuhan dan
perkembangan

tampak

normal,

sesuai

umur

seperti

anak

sebayanya. Pasien termasuk anak yang ceria dan suka bergaul


dengan teman seusianya.
c. Toilet training
Diajarkan oleh ibu tanpa paksaan.

d. Gejala-gejala dari gangguan perilaku


Tidak ditemukan gangguan perilaku.
e. Kepribadian dan temperamen
Pasien adalah anak yang ceria dan mudah bergaul.
3. Masa kanak-kanak menengah ( usia 3 11 tahun )
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai dengan anak
lainnya. Pasien diasuh oleh kedua orangtuanya. Pasien adalah anak
yang ceria dan mudah bergaul dengan anak-anak sebayanya. Pasien
mulai masuk sekolah Belanda sekitar usia 7 tahun. Pergi ke sekolah
diantar oleh ibu, tidak ada tanda-tanda cemas perpisahan. Prestasi
selama sekolah cukup baik. Pasien memiliki banyak teman di sekolah,
tidak ada masalah selama bersekolah.
Hubungan pasien dengan ibu dekat, ibu memanjakan pasien
dan berusaha untuk memenuhi setiap keinginan pasien, sedangkan
dengan ayah tidak terlalu dekat karena ayah pasien sering bekerja di
luar. Pasien merupakan anak yang penurut dan patuh kepada orangtua,
lebih banyak bermain sendiri di rumah dibanding bermain diluar
dengan teman-temannya.
4. Masa kanak-kanak akhir (pubertas hingga remaja)
a. Hubungan sosial
Pasien adalah anak yang ceria dan mudah bergaul di sekolah.
Pasien memiliki banyak teman, menghabiskan waktu dengan
belajar dan bermain.
b. Riwayat pendidikan
Pasien sekolah di sekolah Belanda hingga tamat, kira-kira setara
SD. Prestasi di sekolah cukup baik dan tidak pernah tinggal kelas.
Hubungan dengan guru dan teman-teman baik, pasien tidak pernah
terlibat dalam masalah sekolah.
c. Perkembangan kognitif dan motorik
Sesuai dengan anak seusianya.

d. Masalah emosi dan fisik


Pasien adalah anak yang sopan, ceria, dan mudah bergaul..
5. Masa dewasa
a. Riwayat pekerjaan
Pasien pernah bekerja sebagai penjahit saat masih tinggal di
Medan.
b. Riwayat perkawinan dan relasi
Pasien belum menikah
c. Aktivitas sosial
Hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga sekitar baik.
d. Riwayat pendidikan
Pasien tamat sekolah Belanda setara SD/
e. Latar belakang agama
Pasien taat beribadah.
f. Situasi hidup sekarang
Pasien tinggal bersama saudara dan iparnya.
g. Riwayat hukum
Pasien tidak pernah berurusan dengan hukum.
h. Riwayat militer
Pasien tidak mempunyai pengalaman militer.
6. Riwayat seksual
a. Ketertarikan awal pada lawan jenis : Pasien mulai menyukai lawan
jenis sejak umur 16 tahun.
b. Pasien mengetahui masalah seksual dari saudara dan temantemannya.
c. Pasien tidak pernah mengalami penyiksaan secara seksual
d. Kegiatan seksual pranikah disangkal.
7. Fantasi dan mimpi
Tidak diketahui
8. Sistem nilai

Pasien memandang saudaranya sebagai orang yang baik dan saling


membantu dalam berbagai hal.
II.

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 26 januari 2016 pukul 11.00

A.

Gambaran umum
1. Penampilan
Pasien berpenampilan sesuai dengan usia, kondisi fisik terlihat
sehat, perawakan tinggi, kulit sawo matang, rambut rapi, cara
berpakaian rapi, roman muka normal.
2. Perilaku terhadap pemeriksa
Pasien mau menjawab pertanyaan dari pemeriksa, kurang
kooperatif saat

wawancara, dan kontak mata dengan pemeriksa

adekuat.
3. Karakteristik bicara
Pasien bicara pelan.
4. Tingkah laku dan aktivitas psikomotor
Pasien dilaporkan sering curiga terhadap pembantu yang bekerja di
rumah.
B.

C.
D.

Mood dan Afek


1.

Mood (subyektif)

: eutimik

2.

Afek

: sesuai

(obyektif)

Persepsi
Ilusi
Halusinasi
Pikiran

: tidak ada
: tidak ada

1. Bentuk pikiran

: autistik

2.

Jalan pikiran

: Pasien menjawab dengan jelas saat

ditanya.
3. Isi pikiran

: waham (+)

Waham curiga

: pasien merasa barangnya hilang diambil

orang lain, pasien juga menuduh pembantu rumah tangga yang tinggal
di rumah pasien sering mencuri.
E.

Sensori dan Kognisi


1. Kesadaran

: kompos mentis

2. Orientasi tempat-waktu-orang

: tidak tergangu

3. Memori immediate, recent dan past : terganggu

F.
G.
III.

4. Konsentrasi dan perhatian

: Baik

5. Membaca dan menulis

: kurang.

6. Berpikir abstrak

: terganggu.

7. Informasi dan intelegensi

: kurang.

Dekorum
Wawasan penyakit

: baik.
: buruk.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


A. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum

: tenang

Kesadaran

: kompos mentis

Gizi

: cukup

Tekanan darah

: 120/80 mmhg

Nadi

: 80x/menit

Respirasi

: 20x/menit

Suhu

: afebris

Kulit

: turgor baik

Kepala

: tidak ada deformitas

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil


bulat isokor,

refleks cahaya +/+

Leher

: JVP tidak meningkat, KGB tidak teraba

Toraks

: bentuk dan pergerakan simetris

Jantung

: bunyi jantung murni, regular, mur-mur (-)

Pulmo
Abdomen

: sonor, VBS kanan = kiri


: datar, lembut, bising usus (+)

Hepar

: tidak teraba

Lien

: tidak teraba

Ekstremitas

: tidak ada kelainan

B. Pemeriksaan psikologik : tidak dilakukan


C. Pemeriksaan penunjang

MMSE : 16

IV.

RINGKASAN PENEMUAN
A. Pemeriksaan Fisik : tidak ada kelainan
B. Pemeriksaan Psikis
Kesadaran

: kompos mentis

Roman muka

: normal

Kontak/Rapport

: ada /kurang adekuat

Orientasi Tempat,waktu,orang

: tidak terganggu

Konsentrasi dan perhatian

: baik.

Pikiran

Bentuk

: Austistik

Jalan

: pasien menjawab dengan jelas saat ditanya.

Isi

: waham curiga

Emosi

Mood
: eutimik
Afek
: sesuai.
Kesesuaian afek : appropiate

Dekorum

: baik

Insight of illness : buruk


C. Pemeriksaan Fisik

: dalam batas normal

D. Pemeriksaan Penunjang : MMSE 16


9

V.

VI.

VII.

DIANOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I

: F00.1 Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset Lambat

Aksis II

: Tidak ada diagnosis

Aksis III

: Tidak ada diagnosis

Aksis IV

: Tidak ada diagnosis.

Aksis V

: GAF Scale 60 51

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad fungsionam

: dubia ad malam

FORMULASI PSIKODINAMIKA
Pasien adalah seorang perempuan berusia 80 tahun, anak keempat dari 9

bersaudara, suku Tionghoa, beragama katolik, belum menikah, tidak bekerja,


pendidikan terakhir SD. Pasien dikandung cukup bulan, tidak ada masalah
kesehatan selama ibu mengandung dan melahirkan pasien. Selama fase oral,
pasien mendapat ASI sampai usia 2 tahun. Pasien disusui sampai tertidur dalam
posisi digendong. Kadang-kadang pasien terbangun pada malam hari sambil
menangis, tetapi bisa tidur lagi setelah disusui. Hal ini dapat menunjukkan tidak
tercapainya relaksasi setelah menyusui karena pasien kadang terbangun. Namun
hal itu hanya sementara karena selanjutnya tidak ada gangguan tidur.
Memasuki fase anal, pasien mendapat toilet training dari ibu tanpa
paksaan. Fase falik tidak dilalui dengan baik. Proses ini biasanya berlanjut pada
persaingan anak dengan ayahnya, tetapi lalu anak takut bila ayah membencinya.
Anak kemudian sadar bahwa ia tidak menjadi perhatian utama ibunya, menyerah
lalu berdamai dengan ayahnya melalui identifikasi.
Melewati fase laten, pasien masih tinggal bersama ayah dan ibunya. Hanya
pasien jarang bertemu ayahnya karena sibuk bekerja. Saat masuk sekolah tidak

10

ada tanda-tanda cemas perpisahan. Pasien adalah anak yang ceria dan memiliki
banyak teman di sekolahnya.
Pada fase genital, Pada fase ini pasien mulai tertarik dengan lawan
jenisnya.
VIII. RENCANA TERAPI MENYELURUH
1.
-

Umum
Perhatikan higiene pribadi pasien
Awasi kemungkinan adanya perilaku membahayakan diri sendiri dan
orang lain.

2.
3.

Farmakologi
Asetilkolin esterase inhibitor : Donepezil HCl 1x5 mg
Nootropic agent : Piracetam 2x400 mg
Anti psikotik : Haloperidol 1x0,5 mg malam hari
Non farmakologi
- Psikoterapi suportif individu
- Edukasi keluarga

IX.

PEMBAHASAN
A. Diagnosis
Pasien didiagnosis sebagai demensia pada penyakit alzheimer onset
lambat, karena memenuhi kriteria umum demensia menurut PPDGJ-III,
yaitu adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang
sampai menganggu kegiatan harian seseorang (personal activities of daily
living) seperti : mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar
dan kecil; tidak ada gangguan kesadaran; gejala dan disabilitas sudah
nyata untuk paling sedikit 6 bulan. Hasil pemeriksaan penunjang yaitu
MMSE (Mini Mental State Examination) juga menunjukkan adanya
definite gangguan kognitif, yaitu skor nya 16. Hasil ini mendukung
diagnosis demensia1.

11

Pengertian demensia menurut Kaplan adalah gangguan fungsi


kognitif yang progresif dengan kesadaran yang jernih (tanpa adanya
delirium). Demensia terdiri dari bermacam gejala yang terjadi kronis
dengan disfungsi yang luas berupa kesulitan dalam hal mengingat,
perhatian, berpikir, dan komprehensi. Fungsi mental lainnya dapat ikut
terlibat termasuk mood, personalitas, tilikan, dan tingkah laku sosial2.
Secara umum, demensia dibagi menjadi demensia pada penyakit
alzheimer, demensia vaskular, dan demensia pada penyakit lain YDK
(seperti Pick, Creutzfeldt-Jakob, Hutington, Parkinson, HIV, YDT YDK.
Penegakkan diagnostik demensia pada penyakit alzheimer adalah
terdapatnya gejala demensia, onset bertahap dengan deteriorasi lambat,
tidak adanya bukti klinis, atau temuan dari pemeriksaan khusus, yang
menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat disebabkan oleh penyakit otak
atau sistemik lain yang dapat menimbulkan demensia (misalnya
hipotiroidisme, hiperkalsemia, defisiensi vitamin B12, defisiensi niasin,
neurosifilis, hidrosefalus bertekanan normal, atau hematoma subdural),
tidak adanya serangan apoplektik mendadak, atau gejala neurologik
kerusakan otak fokal seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik, defek
lapangan pandang mata, dan inkoordinasi terjadi dalam masa dini dari
gangguan itu. Demensia pada penyakit alzeimer terbagi menjadi onset
dini, onset lambat, dan tipe tidak khas atau tipe campuran. Kriteria
diagnostik demensia pada penyakit alzheimer onset lambat yaitu onset
sesudah usia 65 tahun, perjalanan penyakit yang lamban dan biasanya
dengan gangguan daya ingat sebagai gambaran utamanya1.
Berdasarkan dari heteroanamnesis dan pemeriksaan psikiatrikus
pasien didiagnosis sebagai demensia pada penyakit alzheimer onset lambat
karena memenuhi kriteria diagnosis menurut PPDGJ III yaitu adanya
kemampuan daya ingat dan daya pikir yang mengganggu kegiatan harian
(pasien sering lupa, lupa dimana ia meletakkan barang dan lupa bahwa ia
sudah makan), kesadaran pasien baik, sudah berlangsung selama dua tahun
dengan onset bertahap dan sulit ditentukan, tidak adanya bukti kondisi

12

klinis dari gangguan yang dapat menimbulkan demensia, tidak adanya


gejala neurologis kerusakan otak fokal, onset setelah usia 65 tahun, dengan
progresivitas lambat.
Pasien ini juga didiagnosis banding dengan demensia vaskular,
kriteria diagnosis demensia vaskular adalah terdapatnya gejala demensia,
hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat
hilangnya daya ingat, gangguan daya pikir, gejala neurologis fokal), onset
yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap. Diagnosis banding ini
dapat disingkirkan karena gejala yang muncul cenderung merata, tidak
disertai gejala neurologis fokal, onset tidak diketahui, sekitar 2 tahun1.
B. Terapi
1. Umum
-

Perhatikan higiene pribadi pasien


Awasi kemungkinan adanya perilaku membahayakan diri sendiri dan

orang lain, hal ini karena pada pasien terdapat waham curiga.
2. Farmakologi
- Asetilkolin esterase inhibitor : Donepezil HCl 1x5 mg
AchE inhibitor menghambat enzim kolinesterase

untuk

menghancurkan asetilkolin, sehingga meningkatkan kadar dan durasi


kerja asetilkolin. Berdasarkan mekanisme kerja, AchE inhibitor dapat
dibagi ke dalam dua kelompok yaitu ireversibel dan reversibel. AchE
inhibitor reversibel memiliki peranan penting pada banyak penyakit
seperti miastenia gravis, alzeimer, ileus post operatif, bladder distention,
glaukoma, dan sebagai antidotum overdosis antikolinergik3.
Alzeimer ditandai dengan hilangnya neuron kolinergik di otak dan
penurunan jumah asetilkolin. Terapi utama pasien alzeimer adalah
menghambat AchE otak. AchE inhibitor reversibel berperan mengatasi
gejala yang berhubungan dengan ingatan, proses berpikir, bahasa,
penilaian, dan proses berpikir lainnya. AchE inhibitor menghambat
aktivitas AchE sehingga menjaga kadar asetilkolin dengan menurunkan
penghancurannya.

Sehingga

terjadi

peningkatan

neurotransmisi

kolinergik pada daerah otak dan mengkompensasi hilangnya fungsi sel


13

otak3,4.
Pasien dengan demensia dapat memiliki gangguan kognisi dan
gejala neuropsikiatri yang beragam yang jika tidak diberikan tatalaksana
dapat menyebabkan stres pada pasien dan yang merawat pasien sehingga
perlu diberikan tatalaksana. Donepezil, rivastigmin, dan galantamine
merupakan kolinesterase inhibitor yang diterima oleh FDA sebagai
tatalaksana demensia alzheimer. Ketiga obat ini memiliki efek samping
yang hampir sama4.
Donepezil merupakan inhibitor asetilkolin esterase yang selektif
dan reversibel dan bekerja bukan hanya mengatasi gejala demensia
alzeimer tetapi juga memperlambat penumpukan plak amiloid.
Donepezil memiliki waktu paruh 70 jam sehingga hanya perlu diberikan
satu kali per hari. Donepezil tersedia dalam dosis 5 dan 10 mg, terapi
biasanya diawali dengan menggunakan dosis 5 mg per hari dan
-

diitingkatkan menjadi 10 mg per hari setelah beberapa minggu3.


Nootropic agent : Piracetam 2x400 mg.
Nootropik merupakan obat peningkat kognitif yang digunakan
pada defisit kognitif, yang sering ditemukan pada pasien dengan
alzeimer, skizofrenia, strok, ADHD, dan penuaan. Salah satu nootropik
adalah piracetam, piracetam bekerja sebagai modulator positif pada

reseptor AMPA5.
Anti psikotik : Haloperidol 1x0,5 mg malam hari
Psikosis, agitasi, dan agresi merupakan hal yang sering ditemukan
pada pasien dengan demensia. Pemberian antipsikotik direkomendasikan
untuk menatalaksana gejala psikotik pada pasien demensia. Selain itu,
obat ini juga dapat membantu memperbaiki perilaku. Tetapi, anti
psikotik memiliki banyak efek samping berbahaya diantaranya
peningkatan risiko penyakit serebrovaskular, tardive dyskinesia,
neuroleptic malignant syndrome, hiperlipidemia, peningkatan berat
badan, diabetes melitus, sedasi, parkinsonism, dan perburukan kognisi.
Sehingga harus diberikan dengan hati-hati dan pada dosis efektif
serendah mungkin4.

14

Pada pasien ini diberikan anti psikotik karena adanya gejala


psikotik pada pasien ini yang berupa adanya waham curiga. Dengan
diberikannya anti psikotik diharapkan waham curiga pasien dapat
ditekan.
3. Non farmakologi
- Edukasi keluarga
Diberitahukan kepada keluarga untuk lebih menjaga orang tuanya
karena individu dengan alzheimer memiliki kesulitan dalam berkendara
dan lebih mudah jatuh. Sehingga pasien membutuhkan orang lain untuk
terus mengawasinya. Keluarga juga perlu diberitahukan bahwa penyakit
yang dialami merupakan penyakit degeneratif yang terapinya hanya
untuk mengurangi gejala dan memperlambat proses perjalanan penyakit,
keluarga harus mengawasi pasien agar dapat mengkonsumsi obat-obatan
secara teratur.
C.Prognosis
Prognosis ad vitam pasien ini adalah kearah baik karena
gangguan ini tidak akan mengancam nyawa pasien, sehingga prognosis
baik. Prognosis ad functionam pada pasien ini adalah kearah buruk
karena demensia merupakan suatu penyakit degeneratif, dan sampai
sekarang obat-obatan yang ada hanya berperan untuk mengurangi
gejala dan memperlambat proses penurunan kognisi, belum ada terapi
untuk mengembalikan fungsi kognisi seperti semula, sehingga
prognosis ad functionam pasien ini mengarah ke buruk.
Hasil

dari

pemeriksaan

klinis

penderita

probable

alzheimer

menunjukkan bahwa nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu:


1. Derajat beratnya penyakit
2. Variabilitas gambaran klinis
3. Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis
kelamin
Ketiga faktor ini telah diuji secara statistik, ternyata faktor pertama
yang paling mempengaruhi prognostik penderita alzheimer. Pasien dengan

15

penyakit alzheimer mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun


sesudah diagnosis dan biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder 6.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 821 pasien alzeimer,


diadapatkan median survival rate 3,5 tahun2.
D. Pengaruh Stigma terhadap kendala dan upaya pengobatan Pasien
Terdapat 36 juta orang di dunia yang menderita demensia, selain
berjuang dalam menegakkan diagnosis secara dini, memberikan
tatalaksana dan dukungan, juga penting untuk menghapuskan stigma
yang ada di masyarakat, yang dapat menghambat pasien menyadari
gejala dan mencari bantuan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih
berkualitas7.
Dahulu pada sebagian besar negara industri, persepsi umum
terhadap demensia bahwa mereka merupakan beban lingkungan. Sejak
tahun 1990 ditemukan obat-obatan yang terutama berperan dalam
mengatasi gejala. Di negara miskin, tatalaksana obat-obatan masih
belum tersedia, dan di banyak tempat pasien demensia dijauhkan dari
lingkungan sosial7.
Untuk dapat mengurangi stigma, masyarakat perlu mengetahui
penyebab kepercayaan yang salah dalam masyarakat. Dan bagaimana
stigma tersebut mempengaruhi kehidupan pasien demensia dan orang
yang merawat mereka. Setelah identifikasi alasan, diberikan solusi
untuk mengatasi stigma tersebut7.

16

DAFTAR PUSTAKA
1.

Direktorat

Jenderal

Pelayanan

Medik.

Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia.


Ed III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI ; 1993.
2.
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadocks
Synopsis of Psychiatric : Behaviour Sciences/Clinical Psychiatric. 10 th
ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
3.
Colovic MB, Krstic DZ, Lazarevi-Pasti TD,
Bondzic AM, dan Vasic VM. 2013. Acetylcholinesterase inhibitors :
Pharmacology and Toxicology. Current Neuropharmacology, 11, 315335.
4.

Rabins PV et al. 2007. Practice Guideline for


the treatment of patients with Alzheimers disease and other dementias
second edition.

5.

Froestl W, Muhs A, Pfeifer A. 2012.


Cognitive Enhancers (Nootropics). Part 1 : Drugs Interacting with

6.

Receptor. Journal of Alzheimers Disease 32, 793-887.


Japardi, Iskandar. 2003.PenyakitAlzheimer.

FakultasKedokteran,UniversitasSumateraUtara.
7.
Batsch NL, Mittelman MS. 2012. World

Alzheimer Report 2012 Overcoming the Stigma of Dementia.


Alzheimer Disease International.

17

You might also like