Professional Documents
Culture Documents
BLIGHTED OVUM
Oleh :
Ardian Pratiaksa
G99151064
G99151065
Pembimbing :
dr. H. Eka Budi Wahyana, M.Kes, Sp. OG.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FK UNS / RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
WONOGIRI
2015
2
PRAKATA
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur ke hadirat Nya sehinga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah ini dalam menempuh stase Ilmu Obstetri dan
Ginekologi di RSUD Dr Soediran Mangun Sumarso, Wonogiri.
Makalah ini telah kami susun secara maksimal melalui bantuan dari berbagai
pihak sehingga makalah ini dapat selesai dengan lancar. Terlepas dari hal itu, kami
sepenuhnya sadar bahwa tentu saja banyak kekurangan dalam makalah ini baik dari
segi isi, tata bahasa maupun susunan kalimat. Oleh sebab itu kami sangat terbuka atas
kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini dapat diperbaiki untuk kedepannya.
Akhir kata kami berharap makalah yan berjudul Blighted Ovum ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
3
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
EMBRIOGENESIS
Sel telur mamalia di kelilingi oleh lapisan ekstra seluler tebal yang
deisebut zona pelusida. Langkah pertama fertilisasi adalah perlekatan sperma
secara longgar di permukaan zona pelusida. Peristiwa itu diikuti oleh
pengikatan sperma dengan zona pelusida. Ikatan yang terbentuk sangat spesifik
dan erat. Reseptor pengikatan sperma ada di zona pelusida sedang protein
spesifik pengikatan sel telur terdapat dalam membran plasma sperma. Ribuan
sperma dapat melekat kesatu sel telur yang sama. Sperma yang melekat lalu
menyelesaikan reaksi akrosom yang merupakan proses persiapan penyatuan
sperma dan sel telur. Membran terluar dari struktur dua lapis akrosomal melekat
dan berfusi dengan membran plasma sperma di tempat-tempat sepanjang bagian
tepi kepala sperma. Reaksi akrosomal melepaskan enzim-enzim hidrolitik
(akrosin) yang memungkinkan sperma bergerak melalui zona pelusida ke sel
telur. Terowongan yang sangat sempit dihasilkan oleh sperma selama
perjalanannya menembus zona tersebut.
5
Gambar 2.1. Sel telur dikelilingi sperma dan salah satu sperma
berhasil menembus lapisan dinding telur
Setelah berhasil melewati zona pelusida sperma tiba di terowongan
perivitelin yang memisahkan sel telur dengan zona pelusida. Satu sperma
menjalani fusi dengan sel telur melalui penyatuan membran akrosomal posterior
sperma dengan membran plasma sel telur. Halangan yang terbentuk secara cepat
dapat mencegah polispermi (fertilisasi satu sel telur oleh lebih dari satu sperma)
kemuungkinan terjadi akibat perubahan-perubahan potensial listrik pada
membran sel telur setelah masuknya sperma. Masuknya sperma mengaktifasi
sel telur dan nukleusnya. Pronukleus sperma menyatu dengan pronukleus sel
telur. Granula kortikal di bagian tepi sitoplasma sel telur berfusi dengan
membran plasma, dan berbagai enzim dilepaskan ke dalam rongga perivitelin.
Enzim-enzim itulah yang menyebabkan zona pelusida menjadi kaku dan hilang
kemampuannya untuk mengikat sperma. Sehingga dengan adanya zona pelusida
yang menjadi kaku ini dapat mencegah polispermi.Fertilisasi mamalia
berlangsung dalam oviduk.
2.2. Tahapan Perkembangan Embrio
Perkembangan embrio dimulai dari pembelahan zygote (cleavage),
stadium morula (morulasi), stadium blastula (blastulasi), stadium gastrula
(gastrulasi), dan stadium organogenesis.
2.2.1 Stadium Cleavage (Pembelahan)
Cleavage adalah pembelahan zygote secara cepat menjadi unit-unit
yang lebih kecil yang di sebut blastomer. Stadium cleavage merupakan
rangkaian mitosis yang berlangsung berturut-turut segera setelah terjadi
pembuahan yang menghasilkan morula dan blastomer.
6
Gambar 2.1. Proses Awal Pembelahan Embrio
2.2.2. Stadium Morula
Morula merupakan pembelahan sel yang terjadi setelah sel
berjumlah 32 sel dan berakhir bila sel sudah menghasilkan sejumlah
blastomer yang berukuran sama akan tetapi ukurannya lebih kecil. Sel
tersebut memadat untuk menjadi blastodik kecil yang membentuk dua
lapisan sel. Pada saat ini ukuran sel mulai beragam. Sel membelah secara
melintang dan mulai membentuk formasi lapisan kedua secara samar pada
kutup anima. Stadium morula berakhir apabila pembelahan sel sudah
menghasilkan
blastomer.
Blastomer
kemudian
memadat
menjadi
blastodisk kecil membentuk dua lapis sel. Pada akhir pembelahan akan
dihasilkan dua kelompok sel. Pertama kelompok sel-sel utama
(blastoderm), yang meliputi sel-sel formatik atau gumpalan sel-sel dalam
(inner mass cells), fungsinya membentuk tubuh embrio. Kedua adalah
kelompok sel-sel pelengkap, yang meliputi trophoblast, periblast, dan
auxilliary cells. Fungsinya melindungi dan menghubungi antara embrio
dengan induk atau lingkungan luar.
7
uterus. Sewaktu ini berlangsung, sel-sel yang berada disebelah bawah dari
masa sel dalam menyusun diri menjadi suatu lapisan yang disebut
endoderm primer, yang akan membentuk saluran pencernaan makanan.
Sel-sel sisa dari masa sel dalam memipih membentuk suatu keping yaitu,
keping embrio. Antara keping embrio dan tropoblast yang menutupi
timbulnya suatu rongga (rongga amnion) berisi carian. Dinding rongga
yaitu amnion, menyebar mengelilingi embrio dan dikelilingi bantalan
yaitu cairan amnion.
2.2.3. Stadium Blastula
Blastulasi adalah proses yang menghasilkan blastula yaitu
campuran sel-sel blastoderm yang membentuk rongga penuh cairan
sebagai blastocoel. Pada akhir blastulasi, sel-sel blastoderm akan terdiri
dari neural, epidermal, notochordal, mesodermal, dan endodermal yang
merupakan bakal pembentuk organ-organ. Dicirikan dua lapisan yang
sangat nyata dari sel-sel datar membentuk blastocoel dan blastodisk
berada di lubang vegetal berpindah menutupi sebagian besar kuning telur.
Pada blastula sudah terdapat daerah yang berdifferensiasi membentuk
organ-organ tertentu seperti sel saluran pencernaan, notochorda, syaraf,
epiderm, ektoderm, mesoderm, dan endoderm.
9
definitif. Pada periode ini erat hubungannya dengan proses pembentukan
susunan syaraf. Gastrulasi berakhir pada saat kuning telur telah tertutupi
oleh lapisan sel. Beberapa jaringan mesoderm yang berada di sepanjang
kedua sisi notochord disusun menjadi segmen segmen yang disebut somit
yaitu ruas yang terdapat pada embrio.
suatu
populasi
sinsistropoblast.
10
berhubungan dengan sinsitropoblast. Tidak lama sesudah ini, mesoderm
meluas keluar embrio. Pembuluh ini merupakan pembuluh darah dari tali
puasat dan berda pada tangkai penyokong. Jaringan tropoblast dengan
mesoderm yang mengandung pembuluh darah dari tali pusat berada pada
tangki
penyokong.
Jaringan
tropoblast
dengan
mesoderm
yang
11
.
2.2.5. Stadium Organogenesis
Organogenesis
merupakan
stadium
terakhir
dari
proses
12
Gambar 2.7. Pembentukan Organ Tubuh
II.
III.
nomer
memiliki
frekuensi
lebih
tinggi
terjadinya
13
Kelainan kromosom pada blighted ovum berhubungan dengan
inversi dari kromosom 9 dan translokasi kromosom. Kejadian abnormalitas
kromosom ini akan semakin meningkat jika melakukan perkawinan yang
ada hubungan darah.3
B. Kelainan Hormonal
Faktorfaktor endokrinologi yang berhubungan dengan abortus dan
blighted ovum termasuk insufisiensi fase luteal dengan atau tanpa kelainan
dimana luteinizing hormone (LH) hipersekresi, diabetes mellitus, dan
penyakit tiroid. Perkembangan pada kehamilan awal tergantung pada
produksi
estrogen
yang
dihasilkan
oleh
korpus
luteum
sampai
seharusnya
14
Hipotiroid merupakan gangguan endokrin lain yang dihubungkan
dengan adanya abortus berulang, terutama sekali sebagai akibat disfungsi
korpus luteum dan ovulasi yang sering menyertai penyakit tiroid.
Antitiroid antibodi juga dihubungkan dengan abortus berulang. Karena
pada awal kehamilan tubuh membutuhkan kadar hormon tiroid yang lebih
tinggi, adanya antitiroid antibodi
15
1 yang abnormal melibatkan sitokin interferon- (IFN-) dan tumor
nekrosis factor (TNF) merupakan hipotesis yang paling sering
dikemukakan untuk kegagalan imunologi reproduksi. Hipotesis ini
menyatakan bahwa konseptur merupakan target local dan respon cell
mediate imun yang akan menyebabkan abortus. Pada wanita-wanita
yang mengalami abortus, antigen trofoblas mengaktivasi makrofag dan
limfosit, mengakibatkan respon imun seluler oleh sitokin T helper 1,
IFN- dan TNF yang ditunjukkan dengan menghambat pertumbuhan
embrio in vitro dan perkembangan serta fungsi dari trofoblast. Kadar
TNF dan interleukin 2 yang tinggi didapatkan di serum perifer pada
wanita-wanita yang mengalami abortus dibandingkan dengan wanita
hamil normal, tetapi mekanisme dari hubungan ini belum dapat
dijelaskan.8
2. Kelainan imunitas humoral
Lupus antikoagulan menyebabkan tes koagulasi yang bergantung
dengan
Hasil pemeriksaan
16
prostasiklin sehingga menimbulkan adesi platelet pada pembuluh darah
di plasenta.8
Keadaan immunologik lain yang mungkin juga menyebabkan
terjadinya keguguran ialah antibodi antisperma, antibodi antitrofoblas,
dan defisiensi blocking antibody.
dapat dibuktikan. 8
F. Faktor Lain
Faktor lain yang berhubungan dengan keguguran berulang termasuk
juga zat-zat racun pada lingkungan, terutama logam berat dan paparan yang
lama terhadap pelarut organik, obat-obatan seperti antiprogestogen, obat
antineoplasma, anestesi, nikotin dan alkohol, demikian juga radiasi. Aya
hidup seperti paparan asap rokok, penggunaan barang yang membuat radiasi
seperti komputer dan telefon juga berpengaruh dalam kejadian blighted
ovum..9
III. PATOFISIOLOGI
Pada saat konsepsi, sel telur (ovum) yang matang bertemu sperma.
Perkembangan kehamilan dimulai dengan tumbuhnya villi korionik pada
permukaan luar blastokist dan berimplantasi ke dinding rahim. Villi
memproduksi gonadotropin yang merangsang pituitary melepaskan lutenizing
hormone (LH), yang berperan memicu corpus luteum di ovarium membentuk
progesterone dalam jumlah banyak. Normalnya, pada tingkat ini, massa inner
cell mulai membelah dan berdiferensiasi menjadi organ-organ. Sekitar usia 6
minggu, fetus mulai mengembangkan sirkulasinya, dan setelah 8 minggu villi
chorialis mengatur sirkulasi dan membentuk plasenta.
Namun pada blighted ovum, kantung amnion tidak berisi fetus yang
disebabkan berbagai faktor maka sel telur yang telah dibuahi sperma tidak dapat
berkembang sempurna, dan hanya terbentuk plasenta yang berisi cairan.
Meskipun demikian plasenta tersebut tetap tertanam di dalam rahim. 5,6,7 Plasenta
17
menghasilkan hormon hCG (human chorionic gonadotropin) dimana hormon
ini akan memberikan sinyal pada indung telur (ovarium) dan otak sebagai
pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim. Hormon
hCG yang menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamilan seperti mual,
muntah, dan menyebabkan tes kehamilan menjadi positif.6
Blighted ovum
Gambar 2.1 Patofisiologi Pathway Blighted ovum 6
18
(morning sickness), payudara mengeras, serta terjadi pembesaran perut, bahkan
saat dilakukan tes kehamilan baik planotest maupun laboratorium hasilnya pun
positif.
Gejala penderita dengan blighted ovum menyerupai keguguran pada
umumnya. Keluhan antara lain berupa keluar bercak darah akibat berkurangya
kadar hormon, dan keluhan kehamilan akan berkurang. Jika mulai terjadi proses
keguguran atau sirkulasi fetus dan villi korialis mulai tidak stabil, sekitar usia
10 minggu, dapat terjadi perdarahan intermiten atau kontinu, yang diikuti nyeri
dan abortus komplit. Pada pemeriksaan dengan inspekulo, ostium uteri bias
tertutup (yang didiagnosis dengan abortus imminens) atau terbuka (abortus
inkomplit). 6
Pada beberapa kasus, dapat terjadi resorpsi kehamilan kosong, sehingga
tanda-tanda hamil dapat menghilang dan akhirnya pada pemeriksaan, pasien
dianggap tidak hamil. Hal ini dapat membingungkan bagi penderita karena
terjadi perubahan dari kondisi hamil menjadi tidak hamil.5,6
IV. DIAGNOSIS
Blighted ovum dapat segera terdeteksi segera pada pemeriksaan
ultrasonografi pada minggu 6, karena tidak tampaknya fetus. Pada usia 7
minggu dipastikan tidak ada fetus. Pencitraan USG dapat dilakukan
transabdominal maupun transvaginal, namun cara yang kedua lebih akurat pada
usia kehamilan yang sangat dini. 5
Pada usia 8 dan 9 minggu, jika perhitungan HPHT tepat, detak jantung
bayi atau pulsasi sudah dapat terdeteksi. Kantung gestasi mulai tampak pada
pertengahan minggu ke 4, dan yolk sac normalnya tampak pada minggu 5.
Sehingga, embrio dapat terlihat jelas mulai pertengahan minggu 5 pada
pemeriksaan USG tranvaginal.
19
20
usia 8-11 minggu lalu menurun. Jika penurunan kadar beta-hCG ini terjadi lebih
dini, dapat dicurigai terjadinya blighted ovum. 5
V.
21
fetus telah terbentuk maka kariotipe fetus harus diperiksa dan pasangan tersebut
disarankan agar bersedia dilakukan pemeriksaan autopsi.
Kemudian harus
histerosalfingografi
atau
apabila
terdapat
ahlinya
lakukan
22
ejakulasi 2 - 5 hari sebelumnya. Hal ini bertujuan agar sperma dalam kondisi
paling baik.
Volume
Waktu
mencair
Jumlah
sperma
Bentuk
sperma
Gerakan
sperma
pH
Sel darah
putih
Kadar
fruktosa
ditemukan
jumlah
sperma
yang
rendah
atau
tingginya
23
Kultur serviks untuk mikoplasma, ureaplasma dan klamidia.
Pemeriksaan lain dilakukan setelah pemeriksaan rutin ini didapatkan penemuan
yang positif, yaitu :
A. Faktor Genetik
Bila ditemukan adanya tanda-tanda abnormalitas dari genetik maka perlu
dilakukan konsultasi terhadap ahli genetik. Perlu dilakukan konseling terhadap
pasangan karena pemeriksaan dari keadaan ini memerlukan biaya yang besar,
selain itu kemungkinan untuk terjadinya kehamilan yang normal kecil. 7
B. Abnormalitas Hormonal
Pemeriksaan bagi wanita tanpa adanya gejala atau riwayat diabetes
mellitus tidak perlu dilakukan. Pengendalian kadar gula darah yang optimal
sebelum
kehamilan
merupakan
cara
untuk
keberhasilan
kehamilan.
Pemeriksaan tiroid secara rutin juga belum dapat mendeteksi gangguan fungsi
tiroid. Biasanya pemeriksaan ini dilakukan apabila telah ditemukan adanya
gejala gangguan tiroid.4
C. Infeksi Saluran Reproduksi
Mengenai penatalaksanaan infeksi saluran reproduksi ini tentusaja disesuaikan
dengan jenis organisme yang menginfeksi.
Imunologi
Pemeriksaan anticardiolipin harus dilakukan pada semua wanita dengan
riwayat abortus berulang.
mg/hari) atau heparin dosis rendah (5000-10000 unit tiap 12 jam) telah
dilakukan dan menunjukkan adanya perbaikan pada kehamilan baik itu
dipergunakan sebagai obat tunggal atau kombinasi. Tetapi pemakaian obatobatan ini memiliki risiko.
24
menyebabkan osteoporosis, dan aspirin dapat menimbulkan perdarahan
gastrointestinal.4,7
BAB III
SIMPULAN
Blighted ovum adalah salah satu kehamilan patologi, di mana mudigah tidak
terbentuk sejak awal kehamilan namun kantung gestasi tetap terbentuk.
Penyebab dari blighted ovum merupakan kelainan kromosom, kelainan
pembelahan sel dan kelainan ovum serta sperma. Serta dihubungkan dengan
permasalahan lain yang beragam atau gabungan berbagai factor.
Diagnosis BO ditegakkan dengan USG. Gambaran plasenta pada blighted
ovum adalah villi yang hipovaskular, fibrosis, trombosis, infark, membrane
yang sedikit vakulosinsitial.
Penting untuk didapatkan informasi mengenai keadaan pasien yang dapat
membantu dalam perawatan untuk kehamilan berikutnya.
25
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Deutchman M, Tubay AT. First Trimester Bleeding. American Family Phisician
2009; 79 (11)
2. Allison JL, Sherwood RS, Schust DJ. Management of first trisemester pregnancy
loss can be safely moved into the office. Department of Obstetric and Gynecology
university of Missouri. 2011;4(1):5-14.
3. Shekoohi S, Mojarrad M, Raoofian R, Amadzaeh S, Mirzale S
26
7. Saifuddin BA. 2014. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono : Jakarta. pp 574579
8. Lana GG, Gulic T, Laskarin G, Haller H Rukavina D. Presence of gp96 both form of
Hsp70 and their rcepors CD91 and TLR4 at maternal-fetal interface of blighted
ovum and missed abortio. Journal of Reproductive Immunology .2014; 4060
9. Tan TC, Neo GH, Malhotra R, Allen JC, Lie D, stbye T. Lifestyle Risk Factors
Associated with Threatened Miscarriage: A Case-Control Study. JFIV Reprod Med
Genet .2014. 2(2)
10. Aura MG, Cardona-Maya W, Agarwal A, Sharma R, Cadavid A. Role of male factor
in early recurrent embryo loss: do antioxidants have any effect?.American Society for
Reproductive Medicine. 2009. 92 (2)