You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Paleontologi merupakan ilmu yang mempelajari mahkluk hidup purba yang
biasanya dengan mempelajari pula jejak kehidupan dan segala sesuatu tentang zaman
purba. Secara sempit Paleontologi diartikan sebagai ilmu mengenai fosil sebab jejak
kehidupan zaman purba terekam dalam fosil.
Fosil merupakan sisa, jejak, atau bekas hewan maupun tumbuhan yang hidup
pada masa lampau yang terawetkan maupun tertimbun secara alamiah. Syarat
terbentuknya suatu

fosil adalah organisme memiliki bagian tubuh yang keras,

mengalami pengawetan, terbebas dari bbakteri pembusuk, terjasi secara alamiah


tanpa rekayasa manusia. Fosil dapat digunakan sebagai fosil indeks sebagai penunjuk
suatu zaman, masa ataupun kala. Selain utu dengan mempelajari fosil, kita juga dapat
mengetahui kesamaan lapisan struktur batuan disuatu daerah, menentukan umur
relatif dari lapisan tersebut dan masih banyak lagi manfaatnya. Oleh karena itu pada
pelaksanaan praktikum ini, dicoba untuk melakukan pengamatan dan pengambilan
sampel secara langsung dilapangan. Hal ini dilakukan dengan metode yang telah
ditentukan hingga mengidentifikasi secara tuntas hingga selesai.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dilaksanakannya praktikum fieldtrip paleontologi adalah untuk
memenuhi standar kelulusan pada mata kuliah paleontologi Jurusan Teknik Geologi
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Universitas Halu Oleo.
1.
2.
3.
4.
5.

Tujuan dari praktikum fieldtrip paleontologi ini adalah sebagai berikut:


Untuk mengetahui kondisi geomorfologi daerah penelitian.
Untuk mengetahui kondisi stratigrafi daerah penelitian.
Untuk mengetahui struktur geologi daerah penelitian.
Untuk mengetahui litostratigrafi daerah penelitian.
Untuk mengetahui jenis fosil daerah penelitian.

1.3 Manfaat
Manfaat dari praktikum fieldtrip paleontologi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kondisi geomorfologi daerah penelitian.
2. Untuk mengetahui kondisi stratigrafi daerah penelitian.
3. Untuk mengetahui struktur geologi daerah penelitian.
4. Untuk mengetahui litostratigrafi daerah penelitian.
5. Untuk mengetahui jenis fosil daerah penelitian.
1.4 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum fieldtrip paleontologi adalah
sebagai berikut:
Tabel 1.1 Alat beserta Kegunaannya
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Alat
Kompas geologi
Palu
Papan clipboard
Kamera
Alat tulis
Busur derajat
Meter Roll

Kegunaan
Sebagai alat untuk orientasi medan
Sebagai alat untuk menyampling batuan
Sebagai alat pengalas saat menulis
Untuk memotret singkapan
Sebagai alat tulis menulis
Sebagai alat bantu dalam orientasi medan
Sebagai alat yang digunakan dalam pengukuran

8.
9.
10.

Pensil warna
Karung
Mistar 30 cm

terukur
Untuk memberikan keterangan warna
Untuk menyimpan sampel batuan dan fosil
Sebagai alat bantu dalam melakukan pengeplotan
titik

Tabel 1.2 Bahan beserta kegunaannya


No.
1.
2.
3.

Bahan
Hcl 0,1 M
Buku lapangan
Kantong sampel

Kegunaan
Sebagai bahan untuk menguji kandungan karbonat
Sebagai bahan untuk tempat mencatat data lapangan
Untuk menyimpan sampel

1.5 Waktu, Letak dan Kesampaian Daerah

Fieldtrip paleontology ini dilaksanakan pada hari Jumat 1 Januari 2016 yang
bertempat di Kelurahan Toronipa Kec. Soropia Kab. Konawe Provinsi Sulawesi
Tenggara. Daerah ini dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua
ataupun menggunakan kendaraan roda empat dengan waktu tempuh satu sampai dua
jam.
1.6 Peneliti Terdahulu
Peneliti Terdahulu pada daerah penelitian adalah sebagai berikut:
1. Amstrong F Sompotan.2014. Struktur Geologi Sulawesi
2. Endharto, M dan Surono. 1991. Prelimanary Study Of the Meluhu Cotapleks
Related to Rang Formation In Sulawesi.
3. Hemilton,W. 1979. Tectonic Of the Indonesian Region
4. Sukamto R. 1975. Structural Of Sulawesi In the Light Of Plate Tectonic. Dept.
Of Mineral and Energi.
5. Surono, 2013. Geologi Lengan Tenggara Sulawesi. Badan geologi.
Kementrian Energy dan Sumber Daya Mineral
6. Van Bammelem, 1949. Kondisi Geologi Bagian Tenggara Sulawesi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Fosil


Ilmu yang mempelajari tentang fosil adalah paleontology. Fosil adalah sisasisa tumbuhan dan hewan yang telah membatu atau dapat juga berupa jejak-jejak
organisme yang terdapat pada batu-batuan. Fosil berasal dari bahasa Latin yaitu
Fossils yang berarti Menggali. Umumnya bagian yang menjadi fosil adalah bagian
yang keras seperti cangkang, gigi dan tulang. Fosil tidak hanya mencakup fauna
ataupun flora yang telah musnah di zaman lampau. Sebagai misal, spesies tertentu
dari Rodentia yang ditemukan dalam keadaan masih hidup dikedua daratan tersebut
pada waktu sekarang dan banyak contoh-contoh lainnya (Syarifin).
Potensi pengawetan fosil, baik hewan maupun tumbuhan dapat ditingkatkan
oleh dua keadaan yang menguntungkan yaitu organism mempunyai bagian dalam
yang halus, cangkang kulit keras yang dapat terawetkan. Dan yang kedua adalah
organism segera terkubur didalam lingkungan pengendapan.
Bagian keras dari sebagian besar invertebrata tersusun oleh kalsium karbonat
(kapur), silica, atau zat tanduk (chintin), dan sebagian besar tulang

vertebrata

tersusun oleh kalsium phosfat, serta flora yang tersusun oleh zat-zat organic, maka
perubahan dapat terjadi selama transportasi dan penguburan. Sebagian besar fosil
dijumpai dalam batuan sedimen. Penyebaran dan konsentrasinya sangat bervariasi,
baik vertical maupun horizontal dalam satuan-satuan batuan sedimen (Endarto, 2005).
Berdasarkan ukurannya, fosil dibagi atas beberapa jenis yaitu:
a. Macro Fossil atau fosil besar, macam ini bisa dipelajari tanpa mikroskop.
b. Micro Fossil atau fosil kecil, macam fosil ini hanya dipelajari menggunakan
mikroskop.
c. Nanno Fossil adalah fosil yang sangat halus dan harus dipelajari dengan
mikroskop khusus.

2.2 Batuan Sedimen

Hasil pelapukan dan pengikisan permukaan bumi merupakan bahan utama


sedimen. Kata sedimen berasal dari bahasa Latin, sedimentum yang berarti
pengendapan. Batuan sedimen termasuk dalam batuan sekunder karena material
pembentuknya merupakan hasil dari aktivitas kimia dan mekanik denudasi terhadap
batuan yang sudah ada. Diendapkan dari larutan atau suspensi dalam air atau udara
pada suhu dan tekanan normal. Endapannya adalah hasil dari rombakan dari batuan
kerak bumi. Terdiri dari fragmen batuan, mineral dan berbagai material lainnya
ditransport oleh angin atau air dan diendapkan dilekukan-lekukan didarat atau dilaut (
Sapiie, Benyamin, dkk, 2006 ).
Berdasarkan ada tidaknya proses transportasi dari batuan sedimen dapat
dibedakan menjadi dua macam:
1. Batuan sedimen klastik
Batuan sedimen klastik yaitu batuan sedimen yang terbentuknya berasal dari
hancuran batuan lain. Kemudian tertransportasi dan terdeposisi, yang
selanjutnya mengalami diagenesa.
2. Batuan sedimen non klastik
Batuan sedimen non klastik yaitu batuan sedimen yang tidak mengalami
proses transportasi. Proses pembentukannya adalah kimiawi dan organis.
Batuan sedimen non klastik umumnya adalah golongan batuan karbonat yaitu
batuan sedimen dengan komposisi yang dominan (lebih dari 50%) terdiri dari
mineral-mineral atau garam-garam karbonat, yang dalam prakteknya secara umum
meliputi batu gamping dan dolomite. Batuan ini umum sekali terbentuk dari
kumpulan cangkang, algae, dan

foraminifera. Batuan karbonat adalah batuan

sedimen dengan tekstur yang beraneka ragam, struktur serta fosil. Hal tersebut dapat
memberikan informasi yang penting mengenai lingkungan laut purba, kondisi
paleokologi serta evolusi bentuk dari organisme laut.
Terdapat tiga jenis proses pengubahan yang menyebabkan sedimen karbonat
berubah menjadi batuan karbonat yaitu pertama, litifikasi sedimen karbonat.
Kebanyakan batuan karbonat terbentuk karena proses litifikasi sedimen karbonat.

Litifikasi tersebut akan melibatkan pelarutan mineral-mineral karbonat yang tidak


stabil dan pengendapan karbonat yang stabil dan rekristalisasi. Semua proses tersebut
termasuk didalam suatu proses yang luas yaitu diagenesa. Dalam pengertian yang
luas, diagenesa meliputi perubahan mineralogy, tekstur, kemas dan geokimia sedimen
dan temperature serta tekanan yang rendah.
Proses kedua yaitu pengkristalan kalsium karbonat yang semua dalam
keadaan membatu. Batuan karbonat ini berasal dari rekristalisasi kalsium karbonat
yang menyerupai bahan batu/keras. Dimana kalsium karbonatnya dapat berasal dari
kimiafisik (anorganik), maupun biokimia (organic ) atau kombinasi keduanya.
Adapun karbonat yang terbentuk dari rekristalisasi endapan karbonat berasal dari
biokimia adalah terumbu karang

dan biogenic pembentuk kerak keras. Dalam

terumbu-terumbu, koral, ganggang dan foraminifera adalah organism utama yang


mengedepankan batugamping padat.
Proses ketiga yaitu penggantian materi-materi lain oleh kalsium karbonat.
Batuan karbonat jenis ini tidak umum tetapi cukup penting karena genesisnya yang
sangat berbeda dengan batuan karbonat jenis lain. Terdapat dua proses penggantian
yang umum, yaitu pertama perubahan kalsium sulfat menjadi kalsit oleh kegiatan
bakteri, kedua penggantian butir-butir kuarsa oleh karbonat karena proses korosi
(Endarto,D, 2005).
2. 3 Measured Statigraphic Section ( MS )
Measure stratigrafi adalah suatu cara untuk menerangkan urut-urutan lapisan
batuan berdasarkan kedudukan dan ketebalannya. Kolom stratigrafi terukur ini sendiri
bertujuan untuk menjelaskan proses pengendapan, umur geologi secara relative
maupun absolute (menggunakan mikrofosil) dan proses-proses yang terjadi setelah
pengendapan berlangsung.
Penampang stratigrafi terukur adalah suatu penampang atau kolom yang
menggambarkan kondisi stratigrafi suatu jalur, yang secara sengaja telah dipilih dan
telah diukur untuk mewakili daerah tempat dilakukannya pengukuran tersebut dapat
meliputi satu formasi batuan atau lebih. Sebaliknya pengukuran dapat pula dilakukan

hanya pada sebagian dari suatu formasi, sehingga hanya meliputi satu atau lebih
stasiun lithostratigrafi yang lebih kecil dari formasi, misalnya anggota atau bahkan
hanya beberapa perlapisan saja.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Geologi Regional
Pulau Sulawesi mempunyai luas sekitar 172.000 km 2 ( Van Bemmelem, 1949)
dikelilingi oleh lautan yang cukup dalam, sebagian besar datarannya dibentuk oleh
pegunungan yang ketinggiannya mencapai 3.440 m ( Gunung Latimojong ). Pulau
Sulawesi berbentuk K dengan empat lengan.
3.1.1 Morfologi Regional
Pulau Sulawesi berbentuk K dengan empat lengan. Lengan Timur
memanjang ke Timur laut- Barat Daya, lengan Utara memanjang ke Barat-Timur
dengan ujungnya membelok kearah Utara-Selatan, lengan tenggara dan lengan utara
membujur ke Utara-Selatan. Setidaknya ada lima satuan morfologi yang dapat
dibedakan dari cipta ifsar dibagian tengah dan ujung selatan lengan tenggara Sulawesi
yakni satuan pegunungan, perbukitan tinggi, perbukitan rendah, dataran rendah dan
karst. Adapun secara umum dari morfologi perbukitan merupakan daratan alluvium
luas yang terdiri atas bukit kecil dengan morfologi yang bergelombang.
Satuan batuan penyusun berupa batuan sedimen klastik mesozoikum dan
tersier. Satuan morfologi dataran rendah dijumpai bagian tengah ujung selatan lengan
tenggara merupakan dataran rendah dengan batuan penyusun terdiri dari batupasir,
kuarsa dan konglomerat. Pada dataran ini mengalir sungai-sungai pada musim hujan
dan pada musim kemarau kering. Hal ini mungkin karena batupasir dan konglomerat

sebagai dasar sungai masih lepas sehingga air dengan mudah marembes masuk
kedalam tanah.
1.1.2

Stratigrafi Regional

Kepingan benua dilengan Sulawesi atau tenggara Sulawesi dinamai mintakat


benua Sulawesi Tenggara ( South East Sulawesi Continental ) dan mintakat
matarombeo oleh Surono (1999) kedua lempeng dari jenis yang berbeda ini ditindis
oleh endapan Molasa Sulawesi setelah bertabrakan dengan lengan tenggara Sulawesi
terbagi menjadi tiga jalur dan kepingan benua ofiolit dan molasa Sulawesi.
Litologi pada daerah Toronipa merupakan bagian dari formasi Meluhu
Anggota Toronipa yang didominasi batupasir, konglomerat, batugamping dan serpih.
Umur formasi meluhu berdasarkan fosil amonit dan belemite yang dijumpai trias
akhir. Formasi meluhu ini dijumpai tak berlapis oleh batuan karbonat formasi
Tampakura, satuan batuan ini berupa batugamping jenis ofiolit, mudstone, wackstone,
dan packstone. Kumpulan foraminifera besar dan kecil menunjukan umur Eosenoligosen dijumpai beberapa bagian formasi ini.
Penyebaran formasi meluhu sangat luas dilengan tenggara Sulawesi, formasi
ini telah dipublikasikan secara luas oleh Surono (1997), Surono (1999), serta Surono
dan Bachri (2002). Surono membagi formasi meluhu menjadi tiga anggota (dari
bawah ke atas) :
1. Anggota Toronipa didominasi oleh batu pasir dan konglomerat, dengan
penyebaran yang luas pada formasi ini
2. Anggota Watutalaboto didominasi oleh batugamping
3. Anggota Tue-Tue dicirikan adanya napak dan batugamping
Struktur sedimen yang terbentuk pada anggota Toronipa adalah silang siur,
gelombang terpisah bersusun dan permukaan, erosi, batang, ranting dan
endapan klastik halus. Setiap runtuhan batuan sedimen menunjukan
penghalusan keatas yang menunjukan gambaran bahwa anggota toronipa
diendapkan pada endapan lingkungan sungai kekelok.
3.1.3

Struktur Regional

Bentuk K pulau Sulawesi yang dikembangkan dilengan Sulawesi Tenggara


mencerminkan komplek sifat. Tektonik yang didalam berdasarkan data geologi dan
geofisika, menyatakan bahwa pulau Sulawesi dan daerah sekitarnya mengalami 4 kali
kegiatan tektonik, salah satu diantaranya adalah tumbukan tipe thethyam pada neocan
neogen, sebagian kepingan benua tersebut bertumbukan dengan sekitarnya pada
neogen.
Struktur regional geologi yang berkembang di lengan tenggara Sulawesi,
didominasi oleh sesar kearah barat laut-tenggara, yang utama terdiri atas sesar
lainnya. Berdasarkan hasil penggambaran struktur regional Sulawesi dan daerah
sekitarnya. Daerah penelitian yaitu Toronipa merupakan salah satu daerah yang
dilewati sesar lawahuri dan tersusun hamilionfaut yang berarah tenggara ke barat laut.
Umur formasi meluhu berdasarkan fosil yang ditemukan pada daerah ini yaitu
batugamping jenis oulit, seperti mudstone, wackstone, dan dackstone, dan ditemukan
kumpulan fosil foraminifera kecil. Berdasarkan fosil ini menunjukan umur cosindre
oligosen.
3.2 Metode Penelitian

Tahapan
Persiapan

Tahapan Penelitian
Lapangan

Persuratan
Studi Literatur
Studi Lokasi
Perlengkapan Alat

Pengukuran Terukur
( MS)
Pengamatan Singkapan
Deskripsi Sampel

Pembuatan Laporan
Sementara
-

Bab I Pendahuluan
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab III Metode Penelitian
Bab IV Hasil dan
Pembahasan
Bab V Penutup

Pembuatan Laporan
Lengkap
Seles

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Endharto, M. dan Surono,1991. Preliminary Study Of The Meluhu Compleks


Related To Terang Formation In Sulawesi. Proceding Indonesian Association Of
Geologist (IAGI), 20th Annual Convention, H. 340-353.
Surono dan Bachri s, 2001, Stratighraphy, Sedimentation, and Paleogeography
Significance Of the Triassic Meluhu Formation, South Arm Of Sulawesi, Eastern
Indonesia, Geological Research and Development Center. Bandung Indonesia.
Journal Of Asian Earth Science. 20.
Surono. 2013. Geologi lengan tenggara Sulawesi. Badan Geologi. Kementrian
Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung

You might also like