You are on page 1of 9

LAYANAN REFERENSI BERBASIS WEB YANG AKSESIBEL

BAGI SEMUA ORANG


Hendro Wicaksono
Pustakawan di Perpustakaan Kementerian Pendidikan Nasional RI

Abstract
From all the activities in the library, reference is one of the most devastating affected. IT brings easyily to
access information but also create new problems: information overload and complexity.
Technology is giving simplify on processing collection with copy-cataloging collections, but new media
presents complexities that pose new problems; metadata management and interoperability. In the reference
services, IT makes information not only flows from the people who know to people who find out. The Social
networking such as Facebook, MySpace, Bebo, Friendster, Hi5, and Orkut. One of the customization trends
in the Internet is that anyone can link features into the site to other sites. This feature is called mash up. For
example, if we want the site online catalogs are commenting feature, can use the services of disqus.com.
Another development that is popular is the use of reference services on mobile devices (mobile devices) such
as iPods, Blackberry, PDAs, smart phones, and others.
IT allows us to reap lager number of users and more affordable with a variety of delivery media. The next step
is to ensure that services are developed can be used by everyone.it is not only for normal people but alsofor
people with special needs (disabled people). Therefore, we need initiative to develop strategies, guidelines,
and provide a variety of resources to build a web that can be accessed by people with special needs (people
with disabilities).
Key word : Services, references, web-based, accessibility, reference, social networking
Abstrak
Dari semua aktifitas di perpustakaan, layanan referensi adalah salah satu yang terkena dampak paling
dahsyat. TI memang membawa kemudahan dalam mengakses informasi tetapi juga menimbulkan masalah
baru: information overload and complexity. Teknologi memang menyederhanakan proses pengolahan koleksi
dengan copy-cataloging, tetapi menghadirkan kompleksitas media baru yang menimbulkan masalah baru;
manajemen metadata dan interoperabilitas. Di dalam layanan referensi, TI membuat informasi tidak hanya
mengalir dari orang yang tahu ke orang yang mencari tahu.
Jejaring Sosial (Social Networking) antara lain Facebook, MySpace, Bebo, Friendster, Hi5, dan Orkut.
Kustomisasi Salah satu tren di internet adalah setiap orang bisa menggabungkan fitur disebuah situs ke
dalam situs lain. Fitur ini disebut mashup. Contohnya jika kita ingin dalam situs online catalog terdapat
fitur komentar, bisa menggunakan layanan dari disqus.com. Perkembangan lain yang sedang populer adalah
pemanfaatan layanan referensi pada perangkat bergerak (mobile devices) seperti iPods, Blackberry, PDA,
smartphone, dan lain-lain.
TI memudahkan kita untuk meraup jumlah pengguna yang jauh lebih besar, jauh lebih terjangkau dan dengan
beragam media penyampaian. Langkah berikutnya adalah memastikan bahwa layanan yang dikembangkan
bisa dimanfaatkan oleh semua orang. Tidak hanya orang normal tapi juga orang dengan kebutuhan khusus
(disabled people). Untuk itu perlu inisiatif mengembangkan strategi, panduan, dan menyediakan beragam
sumberdaya untuk membangun web yang bisa diakses oleh orang-orang dengan kebutuhan khusus (people
with disabilities).
Kata Kunci : Layanan, referensi, berbasis web, aksesibilitas, layanan referensi, jejaring social
120

VISI PUSTAKA Vol. 15, No. 2, Agustus 2013

Pendahuluan (Perpustakaan dan Ruang Publik)


Dari perspektif sejarah, perpustakaan didefinisi
kan sebagai koleksi buku dan material lain untuk
keperluan membaca, belajar, dan referensi. Juga
didefinisikan sebuah tempat yang menyimpan koleksi
untuk keperluan membaca, belajar, atau referensi,
dan peminjaman koleksi (Mortimer, 2007). Tempat
menyimpan koleksi dan sebagai tempat belajar
sampai sekarang masih dianggap sebagai ciri khas
perpustakaan. Meskipun sebenarnya terkumpulnya
koleksi bukan tujuan utama perpustakaan melainkan
sebagai salah satu efek samping dari aktifitas
perpustakaan mencapai tujuannya.

Perpustakaan juga didefinisikan sebagai suatu
lingkungan pembelajaran, dimana setiap orang yang
datang terinspirasi untuk belajar dan lebih jauh lagi,
tergerak dan termotivasi untuk berbagi pengetahuan
yang didapatnya (Wicaksono, 2004). Pustakawan
menjadi tokoh sentral dimana ia tidak hanya
sekedar bekerja mengkatalog buku, mencarikan
informasi atau lokasi koleksi, tetapi lebih dari itu
menjadi motivator pembelajaran, menjadi partner
dari penggunanya, dan memberikan dari solusi
terkait dengan pembelajaran.
Bagi pendukung Jrgen Habermas, perpustakaan
utamanya perpustakaan umum merupakan salah
satu ruang publik dan karenanya harus dikelola oleh
negara (atau oleh LSM dengan dukungan negara)
untuk kepentingan masyarakat luas. Konsep
perpustakaan pun terus berubah seiring dengan
tantangan zamannya.

Menurut Sumaryanto (2008), dalam kaitannya
perpustakaan sebagai ruang publik, beberapa
elemen ini patut menjadi perhatian:
1. ruang publik borjuis merupakan arena dimana
di dalamnya kaum borjuis berjuang membebaskan
diri mereka dari ketergantungan gereja dan negara.
Semangat yang senada mestinya juga ada dan
menjadi jiwa setiap pengguna perpustakaan, yakni
suatu bentuk perjuangan untuk membebaskan
diri dari kebodohan, minimnya pengetahuan agar
mereka terbebas dari semua dampak negatifnya.
2. ruang publik merupakan lahan pelatihan bagi
sebuah refleksi kritis publik, demikian juga halnya
VISI PUSTAKA Vol. 15, No. 2, Agustus 2013

perpustakaan. Konkritnya adalah ketika pengguna


mengikuti diskusi misalnya diskusi mengenai
bedah buku di perpustakaan atau membaca bahanbahan yang tersedia di koleksi, termasuk juga ketika
melakukan diskursus mengenai masalah-masalah
yang ada, mereka melaksanakan refleksi juga.
Meskipun menurut sejumlah pakar, cara berdiskursus
semacam ini sangat bersifat subjektif; sama halnya
dengan melakukan sololiqui, penulis berpendapat
bahwa sifat subjektif itu dapat dikurangi, ketika
pengguna perpustakaan menuliskan hasil dari
diskursus tersebut atau berdiskusi secara kritis
terhadap apa yang mereka baca itu.
Institusi perpustakaan selalu dikaitkan dengan
perubahan, demokrasi, budaya, dan sosial.
Perpustakaan umum terbukti sebagai salah satu
motor perubahan masyarakat. Perpustakaan umum
dianggap sebagai tempat dan lingkungan yang ideal
bagi pembelajaran seumur hidup, agen perubahan
sosial dan budaya masyarakatnya.

Di beberapa negara maju seperti Inggris,
perpustakaan berkembang sebagai sebuah gerakan
sosial dengan dana swadaya dari masyarakat,
kemudian berkembang menjadi institusi yang lebih
formal dan mendapat dukungan dari pemerintah
(DeGruyte, 1980). Di Inggris bahkan menjadi
bagian reformasi kelas pekerja saat era revolusi
industri (Davies, 2008). Kedua, secara historis
perpustakaan umum terbukti berperan sebagai
agen perubahan budaya dan sosial serta menjadi
tempat pembelajaran seumur hidup. Perpustakaan
umum menjadi ruang publik yang nyaman dengan
menyediakan banyak sumber informasi, serta
menjadi tempat belajar dan sumber inspirasi bagi
banyak gerakan sosial budaya di masyarakat
(DeGruyte, 1980; Davies, 2008; Wani, 2008). Naik
turunnya institusi perpustakaan ternyata juga sangat
dipengaruhi oleh rezim penguasa saat itu. Di Inggris,
tahun 1960-an sampai 1970-an dianggap sebagai
era keemasan layanan perpustakaan umum ketika
partai buruh berkuasa. Tahun 1980-an dan 1990-an
dianggap terjadi stagnasi kemudian menurunnya
perhatian pemerintah terhadap perpustakaan umum
(dilihat dari pemotongan anggaran dan prioritas
pemerintah) ketika partai konservatif berkuasa
(Davies, 2008).
121

Layanan Informasi / Referensi di Perpustakaan


Untuk mencapai tujuannya maka di
perpustakaan terdapat banyak aktifitas yang
dilakukan. Pengolahan koleksi adalah salah satu
contoh aktifitas perpustakaan yang paling klasik.
Contoh aktifitas lainnya seperti (Eberhart, 2006):
Seleksi dan pengadaan koleksi.
layanan keanggotaan.
layanan sirkulasi koleksi.
layanan referensi dan informasi.
Preservasi.
Inventarisasi koleksi, dan lain-lain.
Seringkali terdapat layanan unik yang biasanya hanya
terdapat pada perpustakaan tertentu, tergantung
kebutuhan pengguna lokal setempat. Dari berbagai
macam aktifitas tersebut, salah satu aktifitas yang
selalu ada disetiap institusi perpustakaan adalah
layanan referensi atau layanan informasi. Bisa
dikatakan layanan referens merupakan ujung
tombak layanan perpustakaan.

Layanan informasi, dalam pengertian umum
adalah proses membantu pengguna perpustakaan
mengindetifikasi sumber informasi untuk menjawab
pertanyaan/ketertarikan/tugas/masalah
tertentu.
Kadang diacu sebagai layanan referensi. Asosiasi
Layanan referensi dan Pengguna (RUSA) dari
American Library Association mendefinisikan
transaksi referensi sebagai konsultasi informasi
dimana staf perpustakaan merekomendasikan,
menginterpretasikan,
mengevaluasi,
dan/atau
menggunakan sumberdaya informasi untuk membantu
pengguna memenuhi kebutuhan informasinya.
Bentuk transaksi referensi bisa berupa bertemu secara
langsung, via telepon, email, atau teknologi referensi
virtual. Pustakawan juga bisa membuat laman situs,
mengarsipkan pertanyaan, dan memberikan tautan ke
berbagai pertanyaan yang pernah dijawab sebelumnya
(frequently asked question) untuk mengantisipasi
pertanyaan berulang dan membantu orang
mendapatkan informasi secara mandiri. Layanan
referensi tradisional masih terus dipertahankan di
perpustakaan dan berbagai bentuk baru layanan
referensi juga terus dikembangkan (Cassell, 2009).

Sulit
rasanya
membayangkan
sebuah
perpustakaan tanpa layanan referens. Sama seperti
122

di pusat perbelanjaan, di bandara, di rumah sakit,


atau beragam tempat yang dikunjungi banyak
orang, biasanya sudah tersedia petunjuk navigasi
yang memudahkan orang untuk mencari tujuannya.
Tetapi tetap selalu ada konter khusus atau orang
yang biasanya dijadikan tempat bertanya jika
orang bingung harus kemana. Hal yang sama juga
berlaku untuk perpustakaan. Ketika orang datang
ke perpustakaan untuk mencari informasi, biasanya
dilakukan dengan 3 cara: (1) Browsing, melihat-lihat
langsung ke rak atau tempat koleksi; (2) Searching,
dengan melakukan pencarian melalui alat temu
kembali informasi; dan (3) Asking, bertanya
langsung ke pustakawan. Meskipun di perpustakaan
sudah tersedia alat temu kembali informasi berupa
katalog, panduan subyek, beragam sumberdaya
elektronik, sistem navigasi yang baik, tapi selalu
saja ada kebutuhan akan layanan referensi.
Makin berkembangnya kompleksitas dan
kuantitas informasi yang tersedia di perpustakaan,
pengguna semakin membutuhkan bantuan dalam
mengindetifikasi, temu kembali, dan mengevaluasi
informasi yang spesifik sesuai kebutuhan mereka.
Dengan kata lain, mereka butuh bantuan pustakawan.
Inilah tugas pustakawan referensi. Kadang
disebut layanan referensi, layanan informasi,
layanan pengguna, layanan penelitian, help desk,
atau nama-nama trendi lainnya, intinya layanan
yang dimaksudkan untuk menolong penguna
perpustakaan mendapatkan yang diinginkan (Bopp,
2011).

Di beberapa negara, pustakawan sudah mulai
merubah pendekatan dalam melakukan pengelolaan
perpustakaan agar bisa memberikan layanan
referensi yang lebih baik. Penulis dalam satu
kesempatan pernah menghadiri perkuliahan dengan
dosen seorang profesor bidang ilmu perpustakaan
asal Korea Selatan (Jungyeoun Lee). Profesor Lee
menceritakan bahwa di beberapa perpustakaan
Korsel sudah tidak lagi membagi kerja pustakawan
berdasarkan
aktifitas
perpustakaan
tetapi
berdasarkan subyek, misalnya: sosial dan ekonomi.
Setiap pustakawan yang ditugaskan dalam bidang
tersebut, maka ia melakukan semua pekerjaan
termasuk seleksi koleksi, pengolahan sampai ke
layanan referensi. Mereka beralasan kompleksitas
VISI PUSTAKA Vol. 15, No. 2, Agustus 2013

bidang ilmu, banyaknya akses informasi, dan


beragamnya media membuat tidak bisa lagi membagi
kerja berdasarkan aktifitas perpustakaan, tetapi
berorientasi pengguna dalam hal ini subyeknya.
Jadi pada dasarnya setiap pustakawan harus siap
menjadi pustakawan referensi.
Ada banyak elemen yang menjadi bahan diskusi
dan perdebatan dalam membangun layanan referensi
yang adaptif dengan perkembangan zaman. Antara
lain:
Yang terkait dengan konsep fundamental layanan
referensi: etika, jenis-jenis layanan informasi,
membangun alat pencarian (utamanya berbasis
web), promosi, evaluasi staf dan layanan, perubahan
di eksternal dan internal perpustakaan yang
mempengaruhi layanan referensi, teknik wawancara
referensi melalui beragam media (seperti telepon,
email, chat, instant messenger, sms), assessment
dan akuntabilitas, RUSA guidelines (Reference
and User Service Association), memahami dan
menghargai pendekatan budaya, teknik pencarian
dasar, kategorisasi-visualisasi-ujicoba jawaban,
dan lain-lain.
Pengenalan dengan berbagai sumber referensi
utama: buku, majalah, surat kabar, perpustakaan
dan
penerbitan,
jaringan
bibliografi,
ensiklopedia, kamus, indeks dan basisdata
fulltext, panduan dan sumber khusus (biasanya
bidang kesehatan, bisnis dan hukum), atlas,
gazetteer, peta, sistem informasi geografis,
panduan perjalanan, biografi, sumber informasi
pemerintah (grey literature), dan lain-lain.
Pengembangan dan manajemen koleksi dan
layanan referensi: identifikasi-seleksi-evaluasi
koleksi baru, manajemen anggaran, assessment
koleksi, kebijakan pengembangan koleksi, dan
lain-lain.
Topik-topik khusus dalam layanan referensi:
menggunakan internet sebagai alat referensi,
readers advisory (bimbingan pembaca),
layanan referensi bagi anak-anak dan remaja,
literasi informasi, membangun pathfinder/
subject guides, dan lain-lain.
Implementasi Teknologi informasi dalam
layanan referensi (akan dibahas pada bagian
berikut).

VISI PUSTAKA Vol. 15, No. 2, Agustus 2013

Implementasi TI pada Layanan Referensi


Dari semua aktifitas di perpustakaan, layanan
referensi adalah salah satu yang terkena dampak
paling dahsyat. Jika dulu orang terpaksa
menggunakan layanan referensi karena akses ke
sumber informasi yang relatif terbatas, sekarang
dengan internet tingkat ketergantungan sudah jauh
berkurang. Sebagian orang mungkin mengatakan
layanan referensi sudah mati. Tetapi mereka lupa
bahwa TI memang membawa kemudahan dalam
mengakses informasi tetapi juga menimbulkan
masalah baru: information overload and
complexity.
Teknologi tidak pernah berhasil membuat
manusia tersingkir dan teralienasi. Yang bisa
dilakukan teknologi adalah membuat teknologi
yang lalu menjadi usang dan pada akhirnya mati.
Teknologi memang menyederhanakan proses
pengolahan koleksi dengan copy-cataloging, tetapi
menghadirkan kompleksitas media baru yang
menimbulkan masalah baru; manajemen metadata
dan interoperabilitas. Di dalam layanan referensi,
TI membuat informasi tidak hanya mengalir dari
orang yang tahu ke orang yang mencari tahu. Tetapi
melalui banyak cara dan dengan interaktifitas yang
jauh lebih tinggi dari sebelumnya.
Tantangan lainnya adalah melakukan
assessment
informasi.
sekarang
orang
dengan mudah menciptakan informasi dan
mempublikasikannya ke web. Informasi pun
sering dihasilkan dari kerja orang banyak, bukan
individu (from crowd to wisdom). Sehingga
melakukan validasi informasi menjadi lebih
menantang dan wajib dilakukan.
Beberapa contoh implementasi TI yang bisa
digunakan untuk layanan referensi (Cassell, 2009):
1. Kolaborasi (dalam membangun konten).
Wiki Referensi. Wikiwiki dalam bahasa
Hawai artinyasuper cepat. Wiki dalam dunia
internet diasosiasikan sebagai kolaborasi antar
pengguna dalam membangun konten secara
asinkronus tanpa mensyaratkan harus tahu
teknis tentang pemrogaman web. Wikipedia
adalah salah satu contoh wiki yang legendaris.
Wiki bisa digunakan kebutuhan seperti:

123

(a) membangun layanan ready reference


semacam wikipedia tapi didesain untuk
kebutuhan pengguna perpustakaan. Contoh:
http://burbank.wikidot.com/. (b) membangun
subject guides (pathfinder). Subject guide
didefinisikan sebagai panduan perpustakaan
mengenai subyek tertentu (Prytherch, 2005).
Dengan menggunakan Wiki, keterbaruan
pathfinder bisa dengan mudah dijaga. Contoh:
http://libguides.library.ohiou.edu/home. (c)
Diskusi dan Prosiding. Pustakawan referensi
bisa menggunakan wiki untuk menjaga
catatan suatu pertemuan, prosiding konferensi
dan diskusi staf secara interaktif. Contoh:
http://wikis.ala.org/annual2008/index.php/
Main_Page. (d) Wiki juga bisa digunakan
untuk membangun instruksi referensi dan
manual. Misalnya digunakan untuk membuat
manual penggunaan atau silabus bagi kelas
komputer dasar. Contoh: http://trainingwiki.
pbworks.com/w/page/22418088/How%20
to%20Make%20an%20Online%20Survey.
(e) Wiki juga bisa digunakan sebagai alat
untuk manajemen pengetahuan untuk proyek
tertentu. Wiki bisa digunakan untuk distribusi
informasi dan pengetahuan untuk pekerjaan
tertentu.
Blog, microblog, dan podcast. Awal 90-an istilah
weblog digunakan untuk mendeskripsikan
posting online atau catatan pada sebuah situs.
Tidak sampai satu dekade, weblog menjadi
populer dan sering disebut dengan blog.
Populariatas blog memunculkan istilah baru
seperti blogging untuk mendeskripsikan proses
posting ke blog, blogger untuk pelaku blog,
microblog untuk blog yang benar-benar singkat
(seperti twitter, plurk), blogosphere untuk
menggambarkan kesatuan jagad blog, blogrolls
untuk menggambarkan daftar tautan ke blog
lain, vlogs untuk video log, dan masih banyak
lainnya. Blog bisa digunakan untuk: (a) blog
referensi untuk newsletter kampus, bimbingan
pembaca (readers advisory), komunitasi
internal, buletin berita, dan personal statement.
Contoh: http://52books.org/, http://blogs.law.
yale.edu/blogs/rarebooks/default.aspx, http://

124

paulcourant.net/. (b) Microblog. Blog yang


menginformasikan, update, komentar dan
memberitahukan pengguna dalam format
yang sangat ringkas. Biasanya dibatasi jumlah
karakternya. Microblog yang paling populer
adalah Twitter.com. Contoh: https://twitter.
com/NLC_Reference,
https://twitter.com/
librarycongress. (c) Podcast. Sama seperti
blog, podcast juga menyediakan akses melalui
internet tetapi menggunakan file audio.
Pustakawan referensi bisa menggunakan
podcast contohnya untuk memberikan tur
tentang koleksi, mendistribusikan rekaman
seminar, dan lain-lain. Contoh: http://www.hsl.
virginia.edu/historical/lec0809.cfm.
Folksonomi referensi. Salah satu fitur penting
dalam perkembangan kerjasama pengembangan
konten di internet adalah folksonomi yang bisa
dideskripsikan sebagai informasi diberikan
kata kunci (tagging) oleh pengguna, tidak
lagi spesifik menjadi yang secara tradisional
eksklusif pekerjaan pustakawan.

Fitur folksonomi pada situs laman flickr.com


2. Jejaring Sosial (Social Networking).
Jejaring sosial adalah situs yang secara terstruktur
memfasilitasi interaksi online antar pengguna
dan terbuka untuk berbagi data. Beberapa
situs yang populer antara lain: Facebook,
MySpace, Bebo, Friendster, Hi5, dan Orkut.
Penggunaan jejaring sosial untuk kebutuhan
layanan referensi seiring dengan meningkatnya
popularitas mereka. Facebook misalnya per
Januari 2009 telah terdapat 175 juta pengguna
aktif dengan pertumbuhan pengguna 600.000
perbulan. MySpace juga mempunyai angka

VISI PUSTAKA Vol. 15, No. 2, Agustus 2013

dibawah facebook yaitu 110 juta pengguna aktif.


Untuk pustakawan referensi, situs jejaring sosial
bisa menjadi tempat baru menawarkan layanan
referensi.

perpustakaan untuk memudahkan orang lain


melakukan sharing konten tertentu pada
beragam media sosial yang ada.
4. Lain-lain.
Perkembangan lain yang sedang populer
adalah pemanfaatan layanan referensi pada
perangkat bergerak (mobile devices) seperti
iPods, Blackberry, PDA, smartphone, dan lainlain. Bila perpustakaan mengembangkan suatu
laman, maka sediakan juga versi mobile. Atau
yang yang tren disebut dengan responsive
web design. Dimana tampilan sebuah situ
langsung menyesuaikan dengan perangkat yang
mengaksesnya.

Page Duke University di Facebook untuk


mempromosikan aktifitas dan layanan di
perpustakaan.
3. Kustomisasi.
Salah satu tren di internet adalah setiap orang bisa
menggabungkan fitur disebuah situs ke dalam
situs lain. Fitur ini disebut mashup. Contohnya
jika kita ingin dalam situs online catalog terdapat
fitur komentar, bisa menggunakan layanan dari
disqus.com. Dengan menggunakan layanan ini,
kita tidak dipusingkan lagi dengan trafik, beban
server, keamanan, space penyimpanan karena
itu semua ditangani oleh disqus.com. Situs video
youtube.com juga menyediakan hal yang sama.
Kita bisa meng-embed tautan video tertentu untuk
menampilkan video pada situs kita tanpa harus
pusing dengan penyimpanan dan penggunaan
bandwidth koneksi internet. Model mashup yang
sudah lebih populer dan menjadi salah satu standar
yang dikembangkan oleh WWW consortium
adalah RSS (Really Simple Syndication). RSS
merupakan format sindikasi konten web berbasis
XML. Dengan RSS konten web dengan mudah
di-fetch dan ditampilkan pada situs yang lain.
Karena popularitasnya, berkembang juga alat
bantu untuk membaca RSS berbasis desktop dan
mobile. Biasanya disebut dengan feed aggregator.
Bagi pustakawan referensi, RSS bisa digunakan
untuk memberitahukan pengguna tentang koleksi
baru, kegiatan di perpustakaan, daftar isi jurnal,
dan lain-lain. Hal lain yang bisa dimanfaatkan
adalah widget atau yang bisa di-embed ke situs
VISI PUSTAKA Vol. 15, No. 2, Agustus 2013

Contoh prototipe aplikasi Pathfinder yang penulis


buat dengan tampilan standar desktop (kiri) dan
langsung menyesuaikan tampilannya ketika diakses
oleh perangkat dengan ukuran tertentu (responsif).
Aksesibilitas: web untuk semua orang
Wacana tentang akses berkeadilan untuk semua
orang termasuk penyandang cacat relatif masih
baru dibanyak negara. Di Amerika Serikat UU yang
khusus membahas aksesibilitas bagi penyandang
cacat (Americans with Disabilities Act ) baru
disetujui tahun 1990 (Hernon, 2006). Di Jepang,
pentingnya aksesibilitas web baru dirasakan saat
gempa bumi hebat melanda daerah Tohoku dan
Kanto pada 11 mei 2011. Saat itu banyak siaran
televisi seringkali penonton mengacu ke situs web
tertentu untuk keterangan lebih detail dan update
terbaru. Banyak penyandang cacat mengalami
kesulitan karena perangkat lunak screen reader
sering gagal membaca informasi visual yang ada
di web (Yamada, 2011).

125

Perpustakaan adalah semua tentang akses; ke


konten, ke konektifitas, dan ke pendidikan serta
dukungan informasi. Apapun itu, selalu ada akses,
karenanya ada aksesibilitas. Aksesibilitas secara
sederhana dapat didefinisikan sebagai penggunaan
sumberdaya maksimal bagi sebanyak-banyaknya
orang. Perpustakaan sebagai ruang publik dan konten
dijital mempunyai tanggungjawab mempromosikan
akses yang setara kepada semua penggunanya,
baik menggunakan atau tidak assistive technology
(Booth, 2012).
Anggaplah teknologi telah tersedia dan
mudah untuk digunakan. Banyak situs laman dan
aplikasi berbasis web untuk perpustakaan yang
dikembangkan. Layanan referensi termasuk yang
banyak memanfaatkannya adalah TI. Seperti yang
sudah diterangkan sebelumnya, TI memudahkan
kita untuk meraup jumlah pengguna yang jauh lebih
besar, jauh lebih terjangkau dan dengan beragam
media penyampaian. Langkah berikutnya adalah
memastikan bahwa layanan yang dikembangkan
bisa dimanfaatkan oleh semua orang. Tidak hanya
orang normal tapi juga orang dengan kebutuhan
khusus (disabled people). Bahasan tentang ini
disebut aksesibilitas dan ketergunaan (accessibility
and usability) (Riley-Huff, 2012).
Inisiatif standar untuk web accessibility
(WAI) dikembangkan oleh W3C (http://www.
w3.org/WAI/) dan merupakan standar terbuka.
WAI bertujuan untuk mengembangkan strategi,
panduan, dan menyediakan beragam sumberdaya
untuk membangun web yang bisa diakses oleh
orang-orang dengan kebutuhan khusus (people with
disabilities).
Web accessibility artinya mereka dengan
kebutuhan khusus (seperti: tuna netra, tuna
rungu, tuna wicara, cacat fisik, gangguan kognitif
dan syaraf) juga bisa menggunakan web. Lebih
spesifiknya, mereka bisa melihat, mengerti,
melakukan navigasi dan berinteraksi dengan
web, juga bisa berkontribusi. Tentu berbeda jenis
kekurangan yang dimiliki, berbeda pula metode
berinteraksi dengan web.

Ada beberapa komponen pengembangan
dan interaksi web yang harus dilakukan untuk
membangun web yang aksesibel bagi orang
berkebutuhan khusus. Diantaranya:

126

konten informasi pada laman atau aplikasi


web, termasuk:
teks, gambar, dan suara
kode atau markup yang mendefinisikan
struktur, presentasi, dan lain-lain.
Perambah web (browser), media player, dan
berbagai user agents lainnya.
assistive technology, seperti - screen readers,
keyboard alternatif, scanning software, dll.
pengetahuan pengguna, pengalaman, dan
dalam beberapa kasus, strategi adaptif ketika
menggunakan web.
Para pengembang - desainer, programer,
pengarang, dll., termasuk pengembang dengan
kebutuhan khusus dan pengguna yang ikut
berkontribusi mengembangkan konten.
authoring tools perangkat lunak membangun
laman web.
evaluation tools perangkat evaluasi aksebilitas
web, validator HTML/CSS, dan lain-lain.
Antar komponen diatas saling tergantung satu sama
lain, dan Why Accessibility?
Char Booth harus bekerja untuk menghasilkan web
yang aksesibel. Contoh mengenai implementasi
alternative text pada gambar (images):
spesifikasi teknis mengatur mengenai alternative
text dan bagaimana menggunakannya (contoh
HTML mendefinisikan atribut alternative text
(alt) pada elemen image (img))
Panduan WAI - WCAG, ATAG, dan UAAG,
mendeskripsikan bagaimana implementasi
alternative text untuk aksesibilitas pada beberapa
komponen.
Para
pengembang
mengimplementasikan
alternative text yang sesuai.
Authoring tools membantu, memfasilitasi dan
mempromosikan penggunaan alternative text
pada sebuah laman web.
Evaluation tools digunakan untuk membantu
pengecekan apakah alternative text sudah
digunakan.
User agents menyediakan antarmuka bagi
pengguna dan mesin untuk alternative text .
Assistive technologies menyediakan antarmuka
bagi pengguna menggunakan alternative text
dalam berbagai skenario.
Pengguna tahu bagaimana mengakses alternative
text dari user agent dan/atau menggunakan
assistive technology yang dibutuhkan.

VISI PUSTAKA Vol. 15, No. 2, Agustus 2013

Beberapa panduan yang disediakan oleh WAI antara


lain:
User Agent Accessibility Guidelines (UAAG) .
Panduan bagi para pengembang perambah web
(termasuk user agent), media player dan assistive
technologies, agar produk yang dikembangkan
mengenali dan menggunakan standar konten
web dengan dukungan aksebilitas yang telah
dikembangkan oleh WAI.
Web Content Accessibility Guidelines (WCAG).
Panduan bagi para pengembang konten web,
pengembang perangkat web authoring tool,
pengembang Web accessibility evaluation
tool, agar konten web bisa aksesibel bagi
orang dengan kebutuhan khusus. Termasuk
didalamnya mengatur penggunaan teks, gambar,
suara, kode/markup, presentasi, dan lain-lain.
Authoring Tool Accessibility Guidelines (ATAG)
. Panduan bagi para pengembang aplikasi
authoring tools agar aplikasi yang dikembangkan
sesuai dengan standar W3C khususnya standar
dari WAI agar aplikasi atau laman web yang
dihasilkan (generate) mendukung aksesibilitas
bagi orang berkebutuhan khusus.
Inisiatif lain yang mempromosikan web
accessibility bagi orang berkebutuhan khusus
adalah WebAIM (Web Accessibility in Mind, http://
webaim.org) yang didukung oleh Center for Persons
(http://www.cpdusu.org/) with Disabilities dan Utah
State University. WebAim menyediakan media
instruksional, workshop dan alat bantu berbasis web
untuk melakukan pengecekan apakah laman atau
aplikasi web yang dikembangkan sudah mempunyai
aksesibilitas yang baik dan sesuai standar (http://
wave.webaim.org/).
Beberapa perpustakaan sudah mencoba
menerapkan web accessibility pada laman web-nya.
Antara lain:
University of New Brunswick Libraries (http://
www.lib.unb.ca/help/accessibility.php).
Randolph Township Free Public Library (http://
www.randolphnj.org/library/accessibility_
statement)
Contoh Implementasi Web yang Peduli dengan
Aksebilitas
Cara paling mudah untuk memulai membangun
laman atau aplikasi web dengan aksesibilitas tinggi
VISI PUSTAKA Vol. 15, No. 2, Agustus 2013

adalah dengan memulai dari konten. Bangun konten


dengan bahasa yang baik, mudah dimengerti dan
gunakan ragam elemen yang disediakan untuk web
accessibility seperti elemen title pada tag yang
dianggap penting, seperti <a> dan <img /> yang
akan memunculkan teks ketika kursor diletakkan
diatasnya dan akan dibaca oleh screen reader.

Contoh pemanfaatan elemen title pada tag img


dan a di HTML.
Contoh lain lagi, bangunlah template web
yang terstruktur dan semantik serta gunakan secara
konsisten seperti ilustrasi dibawah ini:

Memang sulit membangun struktur semantik di


HTML karena HTML didesain oleh Tim BernersLee berorientasi bagaimana dokumen ditampilkan
(presentation-oriented),
bukan
bagaimana
mencerminkan semantik konten. Tapi setidaknya
kita bisa mencoba memaksimalkan sintaks HTML
yang tersedia.
127

Contoh lain lagi adalah masalah menu di web.


Menu model bertingkat cenderung sulit dibaca oleh
screen-reader dan orang dengan keterbatasan fisik.
Untuk itu Jakob Nielsen, seorang pakar usability
merekomendasikan megamenu daripada nested
menu.

referensi bisa mendapatkan keuntungan dengan


memanfaatkannya. Dengan mengembangkan laman
atau aplikasi web dengan aksesibilitas tinggi, maka
diharapkan semua orang bisa menggunakan layanan
perpustakaan, khususnya layanan referensi.
Bibliografi
Bopp, Richard E. & Linda C. Smith. Reference and
Information Services : An Introduction. Santa Barbara :
Libraries Unlimited, 2011
Cassell, Kay Ann & Uma Hiremath. Reference and information
services in the 21st century : an introduction. London :
Facet Publishing, 2009.
Davies, Steve. Taking Stock : the future of our public library
service. Cardiff: Cardiff, 2008.
DeGruyte, Lisa, The History and Development of Rural
Public Libraries, Library Trends, vol 28, 1980; 513-523.

Penutup
Untuk menambah wawasan tentang usability di
web, silahkan membaca blog Jakob Nielsen pada
laman http://www.nngroup.com/articles/. Silahkan
juga googling untuk mencari tutorial mulai dari
yang sederhana hingga kompleks mengenai web
usability.
Beberapa pertimbangan lain yang harus
diperhatikan dalam membangun laman atau aplikasi
web perpustakaan khususnya untuk kebutuhan
referensi:
Gunakan teknologi yang paling dikuasai oleh
pengelola perpustakaan.
Gunakan teknologi dengan standar terbuka
(open standard).
Hindari teknologi yang dikemudian hari
membuat anda terkunci (vendor lock-in) dan
kesulitan jika ingin beralih ke teknologi lain.
Hindari teknologi yang sudah atau akan
dianggap usang. Contoh: hindari Flash untuk
video dan gunakan standar HTML 5 yang baru.
Gunakan model dokumen HTML yang
sesuai standar dengan struktur yang baik,
memperhatikan aspek aksesibilitas dan
konsisten.
Pemanfaatan teknologi sudah menjadi suatu
keniscayaan di lingkungan perpustakaan dan layanan

128

Eberhart, George M. The whole library handbook 4 : current


data, professional advice, and curiosa about libraries
and library services . Chicago : AMERICAN LIBRARY
ASSOCIATION, 2006 .
Hernon, Peter. Context, Improving the quality of library
services for students with disabilities. Connecticut :
Libraries Unlimited, 2006.
Mortimer, Mary. Library speak : a glossary of terms in
librarianship and information management . Texas : Total
Recall Publications, 2007
Prytherch, Ray. Harrods librarians glossary and reference
book, Hampshire : Ashgate, 2005.
Booth , Char. Why Accessibility?, Library Technology
Reports (vol. 48, no. 7) , 2012
Riley-Huff, Debra A. Web Accessibility and Universal Design
A Primer on Standards and Best Practices for Libraries ,
Library Technology Reports (vol. 48, no. 7) , 2012
Sumaryanto, Y. Ruang publik Jrgen Habermas dan tinjauan
atas perpustakaan umum Indonesia. Tesis. Depok :
Universitas Indonesia , 2008.
Wani, Zahid Ashraf. Development of Public Libraries in India, Library Philosophy and Practice, March 2008.
WebAIM (Web Accessibility in Mind), http://webaim.org, diakses tanggal 25 mei 2013.
Wicaksono, Hendro. Kompetensi Perpustakaan Dan Pustakawan Dalam implementasi teknologi Informasi Di Perpustakaan, Visipustaka, Vol.6 No.2 - Desember 2004
Yamada, Hajime. Issues Surrounding Standardization and
Promotion of Web Accessibility, Quarterly Review no.
41/October 2011

VISI PUSTAKA Vol. 15, No. 2, Agustus 2013

You might also like