You are on page 1of 10

GANGGUAN HIPOKONDRIASIS

PENDAHULUAN
Hipokondriasis adalah bentuk kecemasan kesehatan yang serius ditandai dengan
ketakut serius terhadap kondisi medis, hipokondriasis termasuk dalam gejala
somatoforom. Pada DSM-IV dikatakan sebagai pemikiran yang berlangsung selama
setidaknya enam bulan, meskipun telah ada jaminan dari para profesional medis bahwa
orang tersebut tidak menderita sakit yang serius. Gangguan ini biasanya bersifat kronis
dan berhubungan dengan penderitaan yang cukup besar seperti penurunan fungsi kognitif
sosial dan pekerjaan.1
Hipokondriasis dan gangguan somatoform yang lain merupakan gangguan
psikiatri paling sulit dan kompleks untuk diterapi secara medis. Gangguan somatoform
sendiri adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik dimana tidak ditemukan
penjelasan medis yang adekuat. Menurut kamus kedokteran dorland disebut hypochondriasis
karena dahulu diduga sebagai akibat gangguan fungsi organ abdomen bagian atas (regio
hypochondrium) adalah gangguan somatik ditandai dengan preokupasi fungsi tubuh dan
interpretasi sensasi normal (misalnya, denyutan jantung, berkeringat, gerakan peristaltik)
ataupun abnormalitas kecil (misalnya, pilek, nyeri dan sakit ringan, atau pembengkakan
kelenjar getah bening) sebagai indikasi problem yang membutuhkan perhatian medis
secara berlebihan.2
Pada dasarnya hipokondriasis adalah keyakinan-keyakinan bahwa sensasi dan
perubahan tubuh adalah karena proses penyakit serius, pemikiran terkait kesehatan serta
keprihatinan fungsi tubuh tertentu seperti gerak peristaltik atau jantung berdetak,kelainan
lainnya , tanda-tanda, dan sensasi seperti batuk sesekali, menarik otot, atau memar pada
kulit ,keluhannya samar dan ambigu seperti "kepala kosong" atau "tulang lemah;"atau
organ tertentu (misalnya, ginjal), bagian tubuh (misalnya, kelenjar prostat), atau penyakit
(misalnya, rabies, kanker).3
Hal ini disebabkan dari interpretasi pasien yang tidak realistis dan tidak akurat
terhadap gejala atau sensasi fisik tubuhnya yang menyebabkan preokupasi dan dan
ketakutan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, meskipun tidak ditemukan

penyebab medis yang pasti. Preokupasi ini menyebabkan penderitaan yang bermakna
bagi pasien dan mengganggu kemampuan mereka dalam fungsi sosial, pekerjaan dan
peranan personal.3
Pasien hipokondriasis lebih menekankan pada pemeriksaan untuk mendeteksi
penyakitnya bahkan pada pemeriksaan mahal sekalipun dan selalu mendesak dokter
untuk melakukan hal tersebut. Jika dokter tidak mau menuruti keinginan pasien, pasien
biasanya akan mencari dokter lain sehingga pada pasien seperti ini sering ditemukan
adanya riwayat kunjungan ke dokter yang sangat banyak. 3

I.DEFINISI
Istilah hipokondriasis didapatkan dari istilah medis yang lama hipokondrium
yang berarti dibawah rusuk, dan mencerminkan seringnya keluhan abdomen yang
dimiliki pasien dengan gangguan ini.1 Hipokondriasis Merupakan dari interpretasi pasien
yang tidak realistik dan tidak akurat terhadap gejala atau sensasi fisik yang menyebabkan
preokupasi dan ketakutan bahwa mereka menderita penyakit yang serius kendatipun tidak
ditemukan penyebab medis yang diketehui. Preokupasi pasien yang menyebabkan
penderitaan yang bermakna bagi pasien dan mengganggu kemampuan mereka untuk
berfungsi didalam peranan personal, social dan pekerjaan. 3 Hipokondriasis juga dapat
dikatakan sebagai kepercayaan,ketakutan, serta keyakinan bahwa seseorang memiliki
penyakit medis yang serius, meski tidak ada dasar medis yang membuktikan untuk
keluhan penyakit.4
II. EPIDIMIOLOGI
Prevalensi hipokondriasis dalam populasi umum memiliki diperkirakan mencapai
di mana saja antara 0,02% dan 7,7%.,dalam pengaturan perawatan primer,perkiraan
berkisar dari 0,8% menjadi 8,5%. Pada prevalensinya 1,2% antara pasien rawat jalan
kardiologi dan 1,0% di antara pasien sakit kronis, Laki-laki dan wanita mempunyai
perbandingan yang sama untuk menderita hipokondriasis. Walaupun onset penyakit dapat
terjadi pada keseluruhan tingkatan umur, hipokondriasis paling sering terjadi pada umur
20 sampai 30 tahun.3

III.ETIOLOGI
Etiologi menurut criteria kriteria diagnosis untuk hipokondriasis, DSM-IV-TR
mengindikasikan bahwa gejala yang timbul menunjukkan misinterpretasi pada gejala
fisik yang dirasakan.1 Banyak data menunjukkan bahwa orang dengan hipokondriasis
memperkuat dan memperberat sensasi somatik yang mereka rasakan sendiri. Pasien ini
mempunyai batasan toleransi yang rendah terhadap ketidaknyamanan fisik. Sebagai
contoh, pada orang normal merasakan itu sebagai tekanan pada perut, pasien
hipokondriasis menganggapnya sebagai nyeri pada perut. Mereka menfokuskan diri pada
sensasi pada tubuh, salah menginterpretasikannya, dan menjadi selalu teringat oleh
sensasi tersebut karena kesalahan skema kognitifnya. Teori yang lain mengemukakan
bahwa hipokondriasis dapat suatu sifat yang dipelajari yang dimulai dari masa kanakkanak dimana pada anggota keluarganya sering terpapar oleh suatu penyakit. Etiologi lain
yang diajukan adalah bahwa hipokondriasis adalah bagian dari gangguan depresi atau
obsesif-kompulsif dengan fokus gejala pada keluhan fisik.4
IV.GAMBARAN KLINIS
Pada pasien dengan gangguan hipokondriasis datang dengan gejala yang khas
yaitu ketakutan akan penyakitnya, dibandingkan dengan gelaja yang dirasakaan nya pada
saat itu. Pasien dengan gangguan hipokondriasis menyakini dan menpercaya bahwa
mereka sedang mengalami penyakit yang serius yang belum pernah ditemukan
sebelumnya,keyakinan ini terus menerus dipertahankan oleh penderita gangguan
hipokondriasis bahwa mereka memiliki penyakit yang amat serius. Sering kali gangguan
hipokondriasis disertai depresi dan axietas.4
Walaupun pada DSM-IV membatasi bahwa gejala yang timbul telah berlangsung
paling kurang 6 bulan, keadaan hipokondriasis yang sementara dapat muncul setelah
stress yang berat, paling sering adalah akibat kematian atau penyakit yang sangat serius
dari seseorang yang sangat penting bagi pasien, ataupun penyakit serius yang yang
pernah diderita oleh pasien namun telah sembuh, yang dapat meninggalkan keadaan
hipokondriasis

sementara

pada

kehidupan

pasien.

Keadaan

diatas

dimana

perlangsungannya kurang dari enam bulan, maka di diagnosis sebagai gangguan

somatoform yang tak tergolongkan. Untuk memungkinkan penentuan bahwa ini


gangguan hipokondriasis atau tidak maka kita perlu melakukan pemeriksaan fisik Tidak
adanya kelainan pada pemeriksaan fisis, pada pemeriksaan yang serial, mendukung
diagnosis hipokondriasis. Namun demikian, pasien tetap harus menerima pemeriksaan
fisis untuk meyakinkan tidak ada kelainan organik. 6
Pada pemeriksaan fisis, pada pasien hipokondriasis bisa didapatkan penampakan
umum, kelakuan dan pembicaraan baik, penampilan biasa rapi,kooperatif dengan
pemeriksa, namun gelisah dan tidak mudah untuk ditenangkan ,dapat menunjukkan gejala
anxietas berupa, tangan yang berkeringat, dahi

berkeringat, suara yang tegang atau

gemetar, dan tatapan mata yang tajam ,status psikomotor tidak dapat beristrahat dengan
tenang

selalu bergerak merubah posisi ,pergerakan lambat apabila pasien kurang

tidur,mood dan afek antara lain bersemangat,atau cemas, depresi. Afek terbatas,
ketakutan, atau afek yang bersemangat.,proses berpikir berbicara spontan dengan kadangkadang secara tiba-tiba merubah topik yang sedang dibicarakan ,berespon terhadap
pertanyaan tetapi dapat mengalihkan kecemasannya pada hal lain,tidak ada blocking,Isi
pikiran Preokupasi bahwa ia sedang sakit ,berbicara tentang apa yang dipikirkan bahwa
dalam tubuhnya telah terjadi kesalahan,.Dapat merasa putus asa dan tidak ada lagi
harapan tentang penyakitnya, walaupun keadaan ini biasa juga tidak terjadi tidak terdapat
keinginan untuk bunuh diri, walaupun secara bersamaan terdapat depresi.Fungsi kognitif:
Penuh perhatian.Orientasi waktu,tempat dan orang baik,jarang mengalami kesulitan
dalam konsentrasi,dapat mengenali sensasi yang muncul pada tubuhnya,daya nilai sering
tidak terganggu ,Dapat terganggu bila bersamaan dengan depresi ,tidak ada pemeriksaan
laboratorium untuk mendeteksi hipokondriasis. Pemeriksaan laboratoriun hanya
digunakan untuk menyingkirkan adanya penyebab organik pada pasien.Tes psikologi
(contohnya MMPI) pada umumnya menunjukkan adanya preokupasi akan gejala
somatoforom dan dapat disertai dengan depresi dan anxietas.4
V.KRITERIA DIAGNOSA
Dalam menentukan criteria diangnosa kita dapat mengunakan pedoman diangnosa
dari PPDGJ-III,F45.2 yang menjadi kriteria diangnosa yang digunakan di Indonesia.

1. Keyakinan yang menetap akan adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang
serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulangulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya
preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk
penampakan fisiknya (tidak sampai waham).
2. Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhankeluhannya.8
Dalam diangnosis hipokondriasis bisa juga digunakan DSM-IV-IR criteria adalah.
1. Preokupasi dengan ketakutan bahwa yang bersangkutan mempunyai atau adanya idea
tentang penyakit serius berdasarkan misinterpretasi dengan gejala-gejala tubuhnya.
2. Preokupasi ini menetap meskipun adanya evaluasi medis yang memadai disertai
penjelasan untuk meyakinkannya.
3. Keyakinan tidak setingkat waham (seperti pada gangguan waham tipe somatis) dan
tidak hanya pada kepedulian tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik).
4. Preokupasi ini menyebabkan penderitaan yang bermakna klinis atau di area-area
sosial, okupasional, dan yang penting lainnya.
5. Durasi gangguan sedikitnya 6 bulan.
6. Preokupasi tidak dapat digolongkan sebagai gangguan cemas menyeluruh, panik,
depresif mayor, cemas perpisahan atau gangguan somatoform lainnya.1
VI.DEFERENSIAL DIANGNOSA
Untuk mendeferensial diangnosa pasien dengan gangguan hipokondriasis
pertama-tama yang kita harus lakukan yaitu menyingkirkan kelainan fisik yang terjadi
baik itu dari penyakit neurologi,endokrinelogi dan penyakit sistemik lainnya karena
ketika ada keluhan seperti ini maka pasien tidak dapat didiangnosa sebagai gangguan
hipokondriasis. Deferensial diangnosa pada psikiatri antara lain yaitu gangguan
somatoforom lainnya, dan gangguan kecemasan.

Ganguan soamatisasi

Ciri utama gangguan somatisasi adalah adanya gejala-gejala fisik yang


bermacam-macam (multiple), berulang dan sering berubah-ubah, yang biasanya sudah
berlangsung beberapa tahun sebelum pasien datang ke psikiater. Kebanyakan pasien
mempunyai riwayat pengobatan yang panjang dan sangat kompleks, baik ke pelayanan
kesehatan dasar, maupun spesialistik, dengan hasil pemeriksaan atau bahkan operasi yang
negatif. Keluhannya dapat mengenai setiap sistem atau bagian tubuh manapun, tetapi
paling lajim mengenai keluhan gastrointestinal (perasaan sakit, kembung, mual, muntah),
kesulitan menelan, nyeri di lengan dan tungkai, napas pendek yang tidak berhubungan
dengan aktivitas dan keluhan-keluhan perasaan abnormal pada kulit (perasaan gatal, rasa
terbakar, kesemutan, baal,dan pedih.), serta bercak-bercak pada kulit keluhan mengenai
seks dan haid juga lazim terjadi. Penderitaan psikologis dan masalah interpersonal adalah
menonjol, dan sering sekali terdapat anxietas dan depresi yang nyata sehingga
memerlukan terapi khusus. Pasien biasanya tetapi tidak selalu menggambarkan
keluhannya dengan cara yang dramatik, emosional, dan berlebih-lebihan, dengan bahasa
yang gamblang dan bermacam-macam. Pasien wanita dengan gangguan somatisasi
mungkin berpakaian eksibisionistik. Pasien mungkin merasa tergantung, berpusat pada
diri sendiri, haus akan pujian atau sanjungan dan manipulatif.5

VII. TERAPI
Terapi pasien dengan kondisi hipokondriasis sebenarnya lebih bertumpu pada
upaya psikoterapi dan psikoedukasi. Tiga pilar utama dalam penanganan kasus somatisasi
dan hipokondrik adalah (a)hubungan dokter pasien yang kuat di antara keduanya,
(b)edukasi pasien tentang sebab dan asal mula keluhan somatik,serta (c) dukungan dan
bantuan yang menenangkan pasien. Hubungan dokter pasien yang kuat adalah pilar
utama dan terpenting dalam penanganan pasien dengan keluhan somatisasi. Pasien yang
datang ke psikiater biasanya sudah mengalami berbagai macam pengalaman yang kurang
menyenangkan dengan dokter sebelumnya. Salah satu hal yang sering diungkapkan
pasien adalah kekesalan mereka pada dokter-dokternya terdahulu yang mengatakan
bahwa keluhan mereka itu tidak benar, dibuat-buat, atau semua itu ada di kepala.3

Fokus utama hubungan antara dokter dan pasien adalah bahwa dokter percaya
bahwa gejala dan penderitaan yang dialami pasien adalah benar. Kepercayaan terhadap
pasien akan memperlihatkan bahwa dokter mempunyai minat terhadap kondisi pasien dan
niat yang tinggi untuk membantu masalahnya. Dokter harus mendapatkan riwayat medis
dan latar belakang psikososial pasien secara lengkap. Penilaian pasien harus secara jelas
dan luas mengenai riwayat kondisi fisik medis dan pemeriksaan apa saja yang telah
dilakukan. Kemudian menginfirmasi diagnosisnya, serta menegaskan hubungan sebab
akibat yang mungkin terjadi antara gejala yang dialamidengan stres psikososial yang
pernah atau masih dialami pasien. Ketika diagnosis ditegakkan dan hubungan dokter
pasien. terbina baik, dokter dapat mulai merencanakan terapi terbaik untuk pasiennya.3
Langkah kedua dalam penanganan adalah edukasi pasien. Pasien perlu dijelaskan
secara detil mengenai apa yang membuatnya mengalami kondisi demikian. Keluhan
somatic adalah keluhan yang dikenal di dalam dunia medis. Untuk itu dokter yang
menangani pasien seperti ini perlu mempunyai pengetahuan yang cukup tentang konsep
biopsikososial,patofisiologi gangguan kejiwaan, neuropsikiatri, ilmu perilaku,dan
psikoneuroimunologi sebagai salah satu cabang ilmu terbaru yang mendukung penjelasan
tentang faktor stress psikososial dan hubungannya dengan terjadinya keluhan
hipokondriasis pasien.3
Langkah ketiga adalah selalu memberikan kepastian kepada pasien. Pasien
dengan gangguan somatisasi dan hipokondrik seringkali tetap selalu memperhatikan
tentang keluhan somatiknya dari waktu ke waktu. Suatu waktu dalam masa
kehidupannya, keluhan somatiknya akan berulang dan inilah saat dokter diuji dalam
memberikan dukungan kepastian tentang keadaan yang sebenarnya Hubungan yang kuat
antara dokter dan pasien menjadi hal yang sangat penting untuk memberikan keamanan
dan kenyamanan bagi pasien. Pasien harus diberikan pemahaman bahwa segala hal yang
dianggap sebagai faktor penyebab kondisinya telah dinilai. Tujuan jangka panjangnya
adalah mengubah diskusi pasien mengenai keluhannya menjadi diskusi tentang
kehidupan pasien sehari-hari.3

pasien dengan hipokondriasis paling baik diterapi dengan psikoterapi, pada


praktiknya sering ditemukan dasar dari keluhan tersebut adalah gangguan cemas dan
depresi. Gangguan cemas yang paling sering dialami oleh pasien adalah gangguan panik
dan gangguan cemas menyeluruh,hampir semua gejala kecemasan melibatkan sistem
saraf otonom sehingga menimbulkan gejala khas, seperti palpitasi, nafas pendek, mual
atau perasaan tidak nyaman di perut, serta mulut kering,beberapa obat golongan
benzodiazepin yang sering digunakan dalam pengobatan keluhan cemas adalah
alprazolam, clonazepam, lorazepam, dan diazepam. Alprazolam dan clonazepam telah
lama dipakai sebagai obat untuk gangguan panik karena efektif dan cepat mengatasi
gejala serangan panik. Dosis alprazolam yang digunakan untuk pengobatan gangguan
cemas panik lebih besar daripada pengobatan gangguan cemas menyeluruh. Rentang
dosis yang biasa digunakan dalam praktik sehari-hari adalah 0,5 mg sampai 1,5 mg untuk
kondisi gangguan panik dengan dosis terbagi. Menurut pedoman pengobatan terkini
American Psychiatric Association (APA) dan Food Drug Administration (FDA),
gangguan panik yang sering menjadi dasar keluhan psikosomatik diobati dengan
antidepresan golongan serotonin selective reuptake inhibitor (SSRI) yaitu sertralin dan
paroxetin. Walaupun demikian, terdapat juga obat golongan trisiklik yang efektif untuk
mengobati gangguan cemas panic Amitriptilin dapat digunakan dengan dosis antara 12,550 mg. Obat tersebut merupakan antidepresan trisiklik yang sangat murah dan banyak
terdapat di pusat pelayanan primer di Indonesia.

VIII.PROGNOSIS
Perjalanan penyakit biasanya episode-,episode berlangsung dari beberapa bulan
sampai beberapa tahun dan dipisahkan oleh periode tenang yang sama panjangnya.
Mungkin terdapat hubungan jelas antara gejala hipokondriasis dan stressor psikososial.
Walaupun hasil penelitian besar yang dilakukan belum dilaporkan, diperkirakan sepertiga
sampai setengah dari semua pasien akhirnya membaik secara bermakna. Prognosis yang
baik adalah berhubungann dengan status social ekonomi yang tinggi, onset gejala yang
tiba-tiba, tidak adanya gangguan kepribadian dan tidak adanya kondisi medis non

psikiatrik yang menyertai. Sebagian besar anak hipokondriakal menjadi sembuh pada
masa remaja akhir atau pada dewasa awal.

IX. KESIMPULAN
Hipokondriasis merupakan kepercayaan,ketakutan, serta keyakinan bahwa
seseorang memiliki penyakit medis yang serius, meski tidak ada dasar medis yang
membuktikan untuk keluhan penyakit, untuk mendiangnosis suatu hipokondriasis kita
perlu memperhatikan kriteria diangnostik dari PPDGJ III dan DSM-IV-IR sehingga
dapat menetapkan diangnosti hipokondriasis dengan tepat. Seperti kelainan psikiatri lain,
gangguan hipokondriasis membutuhkan perencanaan terapi yang kreatif, dan bersifat
biopsikososial oleh klinisi yang meliputi dokter umum, sub-spesialis dan ahli psikiatri
professional serta strategi penatalaksanaan.3

DAFTAR ISI

1. Dr.dr maslim R.spKk,MKes,diangnostik and statistic manual mental disorder.edisi ke


empat,Jakarta 2013
2. Jn PRAKO , Tom DIVEK, Ale GRAMBAL , Dana KAMARDOV 2 Klra
LTALOV Axietas, its Treatment, and Exposure to the Imaginative Illness and
Death Experience: University Hospital Olomouc:p.1-6 : 2010-04-20.
3. 2. J Indon Med Assoc, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,
Jakarta The Biopsychosocial Concept in Psychosomatic Complaints Volum: 61,
Nomor: 9, September 2007.
4. Mantja, Zulkarnaen. 2008. Simtomatologi psikiiatri, hal 59. Departemen of psikiatri
medical faculty. Bandar lampung.
5. M. Noor Rochman Hadjam,2003, peranan kepribadian dan stres kehidupan
terhadap gangguan somatisasi, Universitas Gadjah Mada, 1, 36 56
6. American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorderr, page 77. Washington DC : APA
7. Behrman, Richard E, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson bab 552 kelainan
neurodegeneratif masa anak, halaman 2103. EGC. Jakarta
8. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas
PPDGJ III, halaman 84. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya. Jakarta

You might also like