OLEH : FATIMATUZZAHROH 105070204131001 PSIK (K3LN)
BAB XIII SISTEM POLITIK ISLAM
Kata politik berasal dari bahasa latin politicos atau
politicus yang berarti relating to citizen ( hubungan warga negara), keduanya berasal dari kata polis yang berarti kota. Dalam bahasa Arab,politik bisa diterjemahkan dengan kata siyasah, kata ini diambil dari kata saasa-yasuusu yang diartikan mengemudi,mengendalikan, dan mengatur .
Abdul Qadir Zallum menyatakan
bahwa politik atau siyasah mempunyai makna mengatur urusan rakyat,baik dalam maupun luar negeri.
Sekurang-kurangnya ada lima kerangka
konseptual yang dapat digunakan untuk memahami politik,yaitu: 1.
Pengembangan pemerintahan Orde Baru :
Melalui Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, didirikan banyak masjid di beberapa daerah di Indonesia.
Tetapi pada tahun-tahun terakhir Orde Baru, terdapat
sikap akomodatif negara terhadap aspirasi-aspirasi Islam. Hal itu ditandai dengan : 1. disahkanya Undang-Undang Peradilan Agama (UUPA),th.1989 2. pembentukan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI),th.1990 3. didirikanya Bank Muamalat Indonesia (BMI),th.1991 4. komplikasi Hukum Islam,th.1991 5. kebijakan hijab,th.1991 6. adanya SKB tentang BAZIS,th.1991 7. dianulirnya SDSB,th.1993 (Effendy, 2001)
Namun, kenyataan sejarah juga membuktikan bahwa :
tahun 1973 pemerintahan Orde Baru mengharuskan PPP yang merupakan basis Islam (saat itu), untuk mengganti simbol Kabah dan asasnya (Islam) dengan simbol Bintang dan asas Pancasila. .
Sejak Mei 1998 pemerintahan Orde Baru runtuh.
Hal ini mendorong umat Islam untuk mengembangkan peran politiknya kembali, dengan semangat luar biasa dari para cendekiawan, tokohtokoh islam dan ulama dalam mendirikan par taipartai politik atau sekadar bergabung dengan suatu partai tertentu.
Para tokoh,cendekiawan dan ulama-ulama
dari partai-partai politik besar seperti : 1. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 2. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 3. Partai Bulan Bintang (PBB) 4. Partai Amanat Nasional (PAN) 5. Partai Keadilan (PK) 6. Partai Golongan Karya (Golkar)
Politik Islam terjebak oleh kekeliruan-kekeliruan lama.
Mereka lebih suka marah daripada melakukan politisasi, lebih senang mengurusi kulit daripada isi, masih terpesona pada ketokohan atau figur bukan pada nilai-nilai dan wacana yang diproduksinya. Perilaku umat islam banyak dilakukan sebagai reaksi daripada sebagai sebuah proaksi, kalangan umat Islam masih suka membuat kerumunan daripada sebuah barisan yang kokoh.