You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Limbah merupakan suatu bahan berupa padat, cair dan gas yang dihasilkan

serta dapat merusak lingkungan. Pemanfaatan limbah yang tidak optimal dapat
menjadi masalah bagi masyarakat dan lingkungan. Selama ini masyarakat
memanfaatkan limbah peternakan hanya sebagai sumber bahan pupuk dan biogas.
Pemanfaatan lainnya dari limbah cair seperti urine sapi dapat dijadikan sebagai
bahan mempercepat perkecambahan benih tanaman. Saat ini masyarakat masih
kurang pengetahuan tentang upaya pemanfaatan limbah terutama limbah cair
urine sapi terhadap perkecambahan benih padi.
Dalam budidaya tanaman padi secara konvensional, kendala yang
ditemukan dilapangan adalah benih tidak berkecambah secara cepat dan seragam.
Untuk mengatasi hal ini salah satu cara yang didapatkan dengan pemberian zat
pengatur tumbuh (ZPT). Penggunaan zat pengatur tumbuh alami selain
mempercepat pertunasanan juga dapat menguntungkan bagi petani karena relatif
murah dan mudah didapat. Contoh bahan alami yang dapat digunakan sebagai
sumber zat pengatur tumbuh adalah urine sapi. Urine sapi diketahui mempunyai
kandungan hormon auksin dan giberelin. Hormon ini berasal dari pakan yang
dimakan oleh sapi. Dalam Uji Cobanya Budiharjo, dkk (2003) menyimpulkan
bahwa pencelupan stek anggur dalam urine sapi konsentrasi 20 % dapat
memberikan hasil pada jumlah daun, jumlah akar, jumlah tunas dan panjang tunas
tanaman anggur.

Sehubungan

dengan

lamanya

waktu

yang

diperlukan

untuk

perkecambahan dan peranan zat pengatur tumbuh yang terkandung dalam urine
sapi bagi pertumbuhan kecambah, maka Uji Coba ini dilakukan untuk
mempercepat perkecambahan benih padi. Uji Coba ini dilakukan dengan
mengaplikasikan perbedaan konsentrasi urine sapi terhadap lama perendaman
benih padi.

1.2 Tujuan Uji Coba


Tujuan dari uji coba ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi urine sapi terhadap daya
kecambah benih padi.
2. Untuk mengetahui lamanya waktu perendaman benih padi dengan urine
sapi terhadap daya kecambah benih padi.
1.3. Manfaat Uji Coba
Manfaat dari uji coba yang dilakukan adalah:
1. Mengoptimalisasikan

pemanfaatan

limbah

urine

sapi

untuk

perkecambahan benih padi.


2. Membantu pemerintah dalam rangka pemanfaatan sumberdaya alam
terbaru untuk percepatan pembangunan bidang pertanian melalui
peningkatan mutu benih padi.
3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan limbah
peternakan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Daya Kecambah Benih Padi
Menurut Ance ( 2003 ), benih bermutu ialah benih yang telah dinyatakan
sebagai benih yang berkualitas tinggi dari jenis tanaman unggul. Benih berkualitas
unggul memiliki daya tumbuh yang lebih dari 95% dengan ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
a. Memiliki viabilitas atau dapat mempertahankan kelangsungan
pertumbuhannya menjadi tanaman yang baik (berkecambah, tumbuh
dengan normal, merupakan tanaman yang menghasilkan benih yang
matang).
b. Memiliki kemurnian (Trueness seeds), artinya terbebas dari kotoran,
terbebas dari benih jenis tanaman lain, terbebas dari benih varietas
lain dan terbebas pula dari biji herba serta hama dan penyakit.

Benih yang bermutu dapat diuji dengan daya kecambah. Daya kecambah
dapat diartikan sebagai mekar dan berkembangnya bagian-bagian penting dari
embrio, suatu benih yang menunjukkan kemampuannya untuk tumbuh secara
normal pada lingkungan yang sesuai. Dengan demikian pengujian daya tumbuh
atau daya berkecambah benih ialah pengujian akan sejumlah benih, beberapa
persentase dari jumlah benih tersebut yang dapat atau mampu berkecambah pada
jangka waktu yang telah ditentukan. Yang dimaksud dengan kemampuan tumbuh

secara normal yaitu dimana perkecambahan benih tersebut menunjukkan


kemampuan untuk tumbuh yang baik dan normal (Ance, 2003).
Menurut Aditya Kusumawardana

dan Dina (2007) Penentuan daya

berkecambah benih mengacu pada Internatinal Seed Testing Assotiation (ISTA)


Handbook of Seedling Evaluation. Untuk memudahkan, ISTA mengelompokkan
tipe perkecambahan dalam tujuh tipe perkecambahan (A-G). Perkecambahan
benih padi digolongkan sebagai tipe D yaitu tanaman budidaya, kelas monokotil,
perkecambahan hipogeal dan tidak ada perpanjangan tunas serta tunas pucuk
terlindungi dalam koleoptil. Tipe D terdiri dari 3 jenis yaitu kecambah yang harus
mempunyai akar primer, misalnya pada Lolium, kecambah yang akar primernya
dapat digantikan oleh sejumlah akar sekunder seperti pada padi.

2.2. Unsur yang Terkandung dalam Urine Sapi


Urine adalah zat cairan buangan yang terhimpun didalam kandung kemih
dan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui saluran kemih. Jadi urine sapi adalah
zat cair buangan yang terhimpun didalam kandung kemih sapi dan dikeluarkan
dari dalam tubuh sapi melalui saluran kemih sapi, Ruwanto (2001:13).
Urine sapi mengandung zat perangsang tubuh yang dapat digunakan
sebagai pengatur tubuh diantaranya adalah IAA, Anty (1987:25). Baunya yang
khas urine ternak juga dapat mencegah datangnya berbagai hama tanaman
sehingga urine sapi juga dapat berfungsi sebagai pengendalian hama tanaman dari
serangan (Phrimantiro,1995:12).

Kandungan unsur hara yang terdapat pada urine sapi dapat dilihat pada
tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Kandungan Hara Urine Sapi
Kandungan Hara Urine Sapi
N(%)
1,00
P(%)
0,50
K(%)
1,50
Air(%)
92
Sumber : Lingga (1991:75)
2.3.

Zat Pengatur Tumbuh


Didalam dunia tumbuhan, zat pengatur tumbuh mempunyai peranan

penting dalam pertumbuhan dan perkembangan (growth and development) untuk


kelangsungan hidupnya. Mengenai hal ini oleh seorang ahlifisiologi bangsa
Jerman (Went) telah dikemukakan bahwa ohne wuchstoff, kein wachstum
artinya : tanpa zat pengatur tumbuh berarti tidak ada pertumbuhan.
Secara terminology, oleh para ahli fisiologi tumbuhan telah diberi batasanbatasan tentang zat pengatur tumbuh, hormone dan hara. Zat pengatur tumbuh
pada tanaman adalah senyawa organic yang bukan hara, yang dalam jumlah
sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat merubah proses fisiologi
tumbuhan. (Abidin, Z (1985).
Hormone tumbuh adalah zat organic yang dihasilkan oleh tanaman yang
dalam kosentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis. Hormone biasanya
bergerak dari bagian tanaman yang menghasilkan menuju kebagian tanaman
lainnya. Zat pengatur tumbuh didalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu
auksin, sitokinin, giberelin, inhibitor dan etilen yang memiliki ciri khas dan
pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis. Auksin adalah senyawa yang

dicirikan oleh kemampuannya dalam mendukung terjadinya perpanjangan sel


pada pucuk, dengan dicirikan oleh adanya Indole ring. Sedangkan yang dimaksud
dengan giberellin adalah senyawa yang mengandung giban skeleton, yang
mestimulasi pembelahan sel, perpanjangan sel atau keduanya. Zat pengatur
tumbuh ketiga adalah sitokinin. Zat pengatur tumbuh ini adalah senyawa yang
memiliki bentuk dasar Adenine (6-amino purin) yang mendukung terjadinya
pembelahan sel. Zat pengatur tumbuh keempat yaitu etylen, merupakan senyawa
yang sangat sederhana sekali yang terdiri dari 2 atom karbon dan 4 atom
hodrogen.
Dalam keadaan normal zat pengatur tumbuh etylen ini akan membentuk
gas, mempunyai peranan penting dalam proses pematangan buah dalam fase
climacteric. Dan zat pengatur tumbuh yang lain yaitu

inhibitor. Inhibitor ini

adalah kelompok zat pengatur tumbuh yang menghambat dalam proses biokimia
dan fisiologis bagi keempat aktifitas zat pengatur tumbuh tersebut.

BAB III
METODOLOGI UJI COBA

3.1. Waktu dan Tempat

Uji Coba ini dilakukan mulai tanggal 20 Maret sampai dengan tanggal 10
April 2014 di laboratorium Biologi Sekolah Menengah Kejuruan Pembangunan
Pertanian (SMK-PP) Negeri Saree Aceh.
3.2. Alat dan Bahan.
A. Alat
a. Tabung erlemenyer 1000 ml 4 buah
b. Tabung erlemenyer 500 ml 9 buah
c. Gelas ukur 100 ml 1 buah
d. Spatula 2 buah
e. Pinset 2 buah
f. Kertas merang 2 pak
g. Kertas plastik Kg
h. Karet 1 0ns
i. Sarung tangan 2 set
j. Masker 2 buah
k. Kertas label
l. Saringan
m. Keranjang plastik
B. Bahan
a. Benih padi 0,5 kg
b. Urine sapi 500 ml
c. Air 4 liter
3.3. Metodologi
1. Persiapan alat dan bahan kerja
2. Membuat konsentrasi larutan urine sapi K1 = 5%, K2 = 10 % dan K3 =
3.

15% dalam 1000 ml air serta diaduk sehingga menjadi homogen.


Setiap masing-masing konsentrasi larutan urine sapi dibagi menjadi 3
bagian untuk pengujian lama perendaman selama L1 = 12 jam, L2 = 24
jam, dan L3 = 36 jam. Sehingga didapatkan 12 bagian dan masingmasing bagian segera diberi label seperti Tabel 2.
Tabel 2. Kode Perlakuan Konsentrasi Urine Sapi dan Lama Perendaman.
Konsentrasi (K) %
K0 = 0 %
K1 = 5 %

Lama Perendaman (L) Jam


L1= 12 Jam
L2 = 24 Jam L3 = 36 Jam
K0 L1
K0 L2
K0 L3
K1 L1
K1 L2
K1 L3

K2 = 10 %
K3 = 15 %

K2 L1
K3 L1

K2 L2
K3 L2

K2 L3
K3 L3

4.

Ke-12 bagian perlakuan tersebut dimasukkan benih masing-masing

5.

sebanyak lebih kurang 300 benih dan direndam selama waktu yang diuji.
Kesembilan bagian dilakukan pengecambahan dengan menggunakan uji
kertas digulung (UKdP). 1 buah UkdP diatur sebanyak 100 biji yang
diatur 10 baris dengan setiap antar baris diatur secara zigzag.

Untuk

setiap bagian terdapat 12 UkdP yang diperuntukkan : Misalnya K1 L1


memiliki uji daya kecambah 3 ulangan =
6.

I,

II,

III. Begitu juga

seterusnya untuk kesembilan bagian.


Lakukan pengamatan kecambah normal dan abnormal untuk uji daya
kecambah pada umur 5 dan 7 hari setelah semai.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Daya Kecambah
Setelah dilakukan pengujian, maka hasil yang diperoleh terhadap benih
padi pada umur benih semai 3 hari semua parameter tidak menunjukkan adanya
kecambah normal, tetapi daya kecambah yang telah normal terjadi pada umur 5
hari semai.
Adapun daya kecambah yang paling baik dapat kita lihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Persentase Rata-rata Daya Kecambah pada Umur 5 dan 7 Hari Setelah
Semai pada Berbagai Konsentrasi Urine dan Lama Perendaman
Rerata Persentase Kecambah Normal (%)

Konsentrasi

5 Hst
(K)%

7 Hst

Jumlah

12

24

36

12

24

36

12

24

36

jam

jam

jam

jam

jam

jam

jam

jam

jam

0,0

81,0

81

0,0

6,0

7,0

0,0

86,0

87,0

87,3

92,7

89,0

2,0

0,3

2,0

89,3

93,0

91,0

10

85,3

87,7

81,3

2,7

1,3

6,7

89,0

89,0

88,3

15

84,3

85,0

79,3

0,0

0,3

5,0

84,3

85,3

84,3

Pada tabel 3. Diatas dapat kita lihat bahwa hari ke 5 dan ke 7 hari setelah
semai daya kecambah ternyata lebih tinggi terjadi kecambah normal pada
konsentrasi urine sapi 5 % dengan lama perendaman 24 jam. Kemungkinan
dengan konsentarasi yang 5 % merupakan konsentrasi optimum yang dapat

memacu kecambah normal (93%). Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusuma, Z
(1990) bahwa; penggunaan zat pengatur tumbuh bertujuan untuk merangsang
pertumbuhan akar, perkembangan tunas, mempertinggi hasil dan mempertinggi
jumlah akar dan daun. Sedangkan dengan lama perendaman 24 jam memberikan
waktu benih untuk dapat berimbibisi lebih baik.
Sedangkan pada konsentrasi urine sapi 10%, 15%
perendaman 12, 24 dan 36 jam, kecambah normal

dengan lama

semakin lama semakin

menurun. Abidin, Z (1985) menambahkan bahwa hormon tumbuh adalah zat


organik yang dihasilkan oleh tanaman yang dalam konsentrasi tinggi akan
terganggu proses fisiologisnya tanaman. Sementara pada konsentrasi kontrol
kecambah normal tetap memberikan pengaruh yang tidak terlalu berbeda nyata.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama benih direndam, benih dapat
berimbibisi lebih banyak sehingga kandungan zat pengatur tumbuh didalam urine
sapi lebih cepat berperan dalam titik tumbuh akar dan plumula menjadi kecambah
yang kuat pada benih padi.
Kusumo(1990) juga menyatakan bahwa: konsentrasi IAA yang tinggi
menghambat pemanjangan sel akar

sedangkan konsentrasi IAA yang rendah

(<10-5 g/l) memacu pemanjangan sel-sel akar. Sementara pada konsentrasi


kontrol kecambah normal tetap memberikan pengaruh yang tidak terlalu berbeda
yang nyata.
Berbeda dengan kontrol yang tidak menggunakan urine sapi, daya
kecambah benih menurun (86 %). Hal ini diduga bahwa air hanya menjadi
pengerak titik tumbuh yang ada dalam benih sehingga penambahan zat pengatur

10

tumbuh yang ada hanya diandalkan dari titik tumbuh dalam benih itu sendiri. Jadi
daya kecambah benih hanya memberikan benih tersebut berkecambah normal
saja.
Sesuai yang dikemukakan oleh Kusuma (1990) bahwa Auksin akan
menstimulasi pertumbuhan hanya pada kisaran konsentrasi tertentu; yaitu antar
10-8M sampai 10-4M. Pada konsentrasi yang tinggi; auksin akan menghambat
perpanjangan sel, mungkin dengan menginduksi produksi etilen, yaitu suatu
hormon yang pada umumya berperan sebagai inhibitor pada perpanjangan sel.
Sementara pada konsentrasi kontrol kecambah normal pada parameter potensi
tumbuh tetap memberikan pengaruh yang tidak terlalu berbeda yang nyata.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Pemanfaatan limbah urine sapi kepada benih padi dengan lama
perendaman memberikan pengaruh terhadap daya kecambah benih padi.

11

2. Pemberian konsentrasi Urine sapi 5 % kepada benih padi memberikan


pengaruh yang baik dengan lama perendaman 12 jam terhadap daya
kecambah benih padi (93%).
3. Pemberian konsentrasi Urine sapi 15 % kepada benih padi memberikan
pengaruh yang tidak baik yaitu adanya penurunan daya kecambah pada
waktu perendaman 24 dan 36 jam.
4. Pemberian konsentrasi urine yang tinggi ternyata bukan memacu
perkecambahan tetapi menghambat perkecambahan apa bila direndam
lebih lama.
5. Pemberian tanpa urine (kontrol) dengan lama perendaman 12 jam tidak
berpengaruh yang baik terhadap daya kecambah benih padi. Tetapi dapat
berkecambah normal pada lama perendaman 24 dan 36 jam.
5.2. Saran
1. Sebaiknya pemanfaatan limbah urine sapi dengan konsentrasi 5 % sangat
baik digunakan untuk perkecambahan benih.
2. Lama perendaman selama 24 jam dan 36 jam dengan konsentrasi 5 %
dapat memacu daya kecambah benih padi. Untuk itu perlu dilakukan Uji
Coba lebih lanjut dan mendetail mengenai uji viabilitas dan vigor benih
padi dengan teknik yang berbeda dan perlakuan media yang berbeda,
untuk melihat seberapa besar mampu benih padi untuk dapat tumbuh dan
memiliki kekuatan tumbuh. Begitu juga terhadap benih-benih pangan dan
hortikultura lainnya.

12

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z (1985) Dasar-dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh,


Bandung. Aksara
Affandi21.xanga.com
Ance G. Kartasapoetra Ir, 1989, Teknologi Benih, Jakarta.
Budihardjo, K., M. Astuti, dan D. Susilo, 2003. Pemanfaatan Limbah Urin Sapi
Sebagai Upaya Peningkatan Pertumbuhan Bibit Anggur (Vitis
vinivera) Buletin Agro Industri.
Http: //alhikmahcrew.blogspot.com/2009/11/ Teknik Pengujian Daya Kecambah
Benih. html
Http: //wawaorchid.wordpress.com/2009/05/05/ Kandungan Urine Sapi/.
Kamil, J. 1896. Teknologi Benih. Angkasa Raya, Bandung.
Kusuma (1990). Zat Pengatur Tumbuh Tanaman, CV. Yasa guna. Bogor
Noerhidayati, 2005, Pemanfaatan Limbah Sapi dan Fermentasi Urine Sapi
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Baby Buncis (Phaseulus
vulgaris, Lvarietas Monel). Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman
Samarinda.
Sutopo, Lita, 1993 Teknologi Benih. Fakultas Universitas Brawijaya.

13

14

You might also like