You are on page 1of 40

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah


Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan (indera penglihatan, penciuman, rasa dan raba), sebagai


manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo S, 2003 : 127).
Pengetahuan juga mempengaruhi perilaku manusia dalam kesehariannya salah
satunya adalah menjaga kesehatan seperti pemberian mobilisasi pada pasien post
operasi fraktur ekstremitas. Mobilisasi merupakan pembuatan bagian yang dapat
digerakkan yang terfiksasi, ini sangat diperlukan pada pasien post operasi fraktur
mengingat sebagian besar pasien yang mengalami fraktur seringkali menimbulkan
komplikasi nekrosis avaskuler atau fraktur dapat mengganggu aliran darah ke
salah satu fragmen, sehingga fragmen tersebut kemudian mati, hal ini sering
terjadi pada fraktur caput femaris dan gerakan ujung patahan akibat mobilisasi
yang jelek dapat menyebabkan mal union, hal ini dapat diatasi dengan
menghilangkan penyebabnya yaitu imobilisasi yang benar. Sedangkan fraktur
sendiri merupakan putusnya kesinambungan tulang, ini memerlukan tindakan
yang baik dan benar dan untuk mencapai hal itu diperlukan pengetahuan yang
baik dalam pemberian tindakan (Henderson M A, 1997 : 222). Dari hal diatas
motivasi dapat mempengaruhi pelaksanaan mobilisasi karena motivasi merupakan
proses pembangkitan gerak agar seseorang bergerak untuk melakukan sesuatu.
Insiden terjadinya fraktur di Indonesia akibat dari kecelakaan pada tahun
2003 sejumlah 13.399 jiwa, yang mengalami kematian sebanyak 9.865 orang,

luka berat 6.142 orang dan luka ringan dengan fraktur sebanyak 8.694 orang
(Http://penjelajahwaktu.blogspot.com/2007/09/artikel-trauma-pada-kecelakaanlalu.html). Sedangkan data yang diperoleh dari RSU Unit Swadana Dr. R.
Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro pada tahun 2006 diketahui insiden
terjadinya fraktur akibat kecelakaan 503 orang, pada tahun 2007 668 orang.
Di Ruang Anyelir pada satu bulan terakhir ada 27 pasien post operasi fraktur
ekstremitas (Medical Record RSU Unit Swadana Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo
Bojonegoro, April 2008), dari survey awal pada 5 pasien didapatkan 2 (40%)
pasien mengerti tentang pelaksanaan mobilisasi post operasi fraktur ekstremitas.
Salah satu sebab pentingnya pengetahuan klien dalam pelaksanaan
mobilisasi adalah setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji
pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti darah dan saraf. Dampak
yang bisa terjadi apabila kurangnya pengetahuan tentang mobilisasi dapat
mengakibatkan masalah yang serius antara lain mobilisasi yang diberikan sebelum
terjadi union maka kemungkinan terjadinya union sangat besar dan imobilisasi
yang sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang
akan mengganggu penyembuhan fraktur, sehingga hal ini sangat mempengaruhi
proses dari fraktur itu sendiri (Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi : 102). Disamping
itu motivasi juga dapat mempengaruhi pelaksanaan mobilisasi karena motivasi
merupakan proses pembangkitan gerak agar seseorang bergerak untuk melakukan
sesuatu.
Mengingat banyaknya masalah di atas maka pengetahuan klien tentang
mobilisasi sangat penting untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan lunak

seperti darah dan saraf juga membantu mempercepat proses penyembuhan pada
pasien fraktur dengan cara-cara mobilisasi meliputi flexi dan ekstensi jari-jari,
insersi dan efersi kaki, flexsi dan ekstensi pergelangan kaki, flexsi dan ekstensi
lutut (Ereeves). Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui
hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang mobilisasi dengan motivasi
pelaksanaan mobilisasi post operasi fraktur ekstremitas di Ruang Anyelir RSU
Unit Swadana Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Tahun 2008.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut :
Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang mobilisasi dengan
motivasi pelaksanaan mobilisasi post operasi fraktur ekstremitas di Ruang Anyelir
RSU Unit Swadana Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Tahun 2008 ?

1.3
1.3.1

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang mobilisasi dengan

motivasi pelaksanaan mobilisasi post operasi fraktur ekstremitas di Ruang Anyelir


RSU Unit Swadana Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Tahun 2008
1.3.2

Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengidentifikasi tingkat pengetahuan pasien tentang mobilisasi pada


post operasi fraktur ekstremitas di Ruang Anyelir RSU Unit Swadana Dr. R.
Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Tahun 2008.

1.3.2.2 Mengidentifikasi motivasi pelaksanaan mobilisasi pasien post operasi


fraktur ekstremitas di Ruang Anyelir RSU Unit Swadana Dr. R. Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro Tahun 2008.
1.3.2.3 Menganalisa hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang mobilisasi
dengan motivasi pelaksanaan mobilisasi post operasi fraktur ekstremitas di Ruang
Anyelir RSU Unit Swadana Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Tahun
2008.

1.4
1.4.1

Manfaat Penelitian
Bagi Responden
Untuk membantu peningkatan pemahaman mobilisasi pada pasien post

operasi fraktur ekstremitas.


1.4.2

Bagi Institusi
Memberikan informasi bagi istitusi yang berwenang tentang pelaksanaan

mobilisasi post operasi fraktur ekstremitas.


1.4.3

Bagi Profesi Perawat


Sebagai bahan dari perawat dan mahapasien post operasi keperawatan dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien post operasi fraktur ekstremitas.


1.4.4

Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman pertama

dalam melakukan penelitian dengan

menggunakan metode analitik.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan dibahas tentang teori sebagai landasan dalam penelitian
meliputi konsep pengetahuan, konsep mobilisasi, konsep motivasi, konsep
perawatan post operasi, konsep fraktur ekstremitas, kerangka konsep dan hipotesa.

2.1

Konsep Pengetahuan

2.1.1

Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah

melakukan pengindraan terhadap

suatu

obyek tertentu (Notoatmodjo, 2003

: 127). Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
2.1.2

Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat,

yakni :
2.1.2.1 Tahu atau know
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan
dan sebagainya.

2.1.2.2 Memahami atau comprehension


Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.
2.1.2.3 Aplikasi atau aplication
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
2.1.2.4 Analisis atau analisys
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
2.1.2.5 Sintesis atau sintesys
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
2.1.2.6 Evaluasi atau evaluation
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

2.1.3

Cara Memperoleh Pengetahuan


Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua


(Notoatmodjo S, 2002 : 10-18), yakni :
2.1.3.1 Cara tradisional atau non-ilmiah
1.

Cara coba-salah (trial and error)


Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan
masalah

dan apabila

kemungkinan

tersebut

tidak berhasil,

dicoba

kemungkinan yang lain. Metode ini telah meletakkan dasar-dasar menemukan


teori-teori dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan juga merupakan
pencerminan dari upaya memperoleh pengetahuan.
2.

Cara kekuasaan atau otoritas


Pengetahuan ini diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik
tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin, agama, maupun ahli ilmu
pengetahuan. Pendapat yang dikeluarkan oleh tokoh-tokoh ilmu pengetahuan
atau filsafat selalu digunakan sebagai referensi dalam memecahkan berbagai
permasalahan yang dihadapi.

3.

Berdasarkan pengalaman pribadi


Pengalaman pribadi merupakan sumber pengetahuan atau merupakan suatu
cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, namun tidak semua
pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan
dengan benar, hal ini diperlukan berpikir kritis dan logis.

4.

Melalui jalan pikiran


Manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh
pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya baik melalui
induksi maupun deduksi. Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara
melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pertanyaan- pertanyaan
yang dikemukakan, kemudian dicari hubungannya sehingga dapat dibuat
suatu kesimpulan.

2.1.3.2 Cara modern


Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini
lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut Metode Penelitian Ilmiah
atau lebih populer disebut metodologi penelitian (Recearch Methodology).
2.1.4

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

2.1.4.1 Pendidikan
Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin
baik pula tingkat pengetahuannya (Nursalam, 2001 : 163), dan pendidikan itu
sendiri adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan
orang lain menuju kearah cita-cita tertentu (Nursalam, 2001 : 132 ).
2.1.4.2 Usia
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Nursalam, 2001 : 134 ).

2.1.4.3 Pekerjaan
Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan untuk menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Bekerja pada umumnya adalah
keluarga yang menyita waktu bekerja akan mempengarugi terhadap kehidupan
keluarga (Nursalam dan Siti Pariani, 2001 : 133).
2.1.4.4 Pendapatan
Penghasilan yang rendah akan mengurangi kemampuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan lainnya, seperti kebutuhan keluarga mereka terhadap
gizi, perumahan dan lingkungan sehat, pendidikan dan kebutuhan-kebutuhan
lainnya. Jelas semuanya itu akan dengan mudah dapat menimbulkan penyakit
(Effendy N, 1998 : 40).

2.2
2.2.1

Konsep Mobilisasi
Pengertian mobilisasi
Semua manusia yang normal memerlukan kemampuan untuk dapat

bergerak, kehilangan kemampuan bergerak walaupun pada waktu yang singkat


memerlukan tindakan-tindakan tertentu yang tepat baik pasien maupun perawat
(Priharjo Robert, 1993 : 1).
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah, teratur dan mempunyai tujuan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup
sehat (F. Gary, 2005 : 456).
Imobilisasi adalah ketidakmampuan seseorang untuk berjalan, bangkit
berdiri dan lain-lain sebagaimana ketidakmampuan seseorang dalam melakukan
aktiviats sehari-hari (Hinchliff Sue, 1999 : 284).

10

2.2.2

Tujuan mobilisasi
Status mobilisasi mempunyai kesehatan mental dan efektifitas fisik tubuh.

1. Harga diri dan body image.


2. Sistem tubuh, aktivitas yang teratur.
3. Meningkatkan kesehatan.
4. Mencegah ketidakmampuan.
5. Memperlambat serangan penyakit degeneratif.
2.2.3

Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi


Menurut Priharjo Robert (1993 : 5) faktor-faktor yang mempengaruhi

mobilisasi adalah :
2.2.3.1 Tingkat perkembangan tubuh
Usia akan mempengaruhi tingkat perkembangan neuromuskuler dan tubuh
secara proporsional, pastur, pergerakan dan reflek akan berfungsi secara optimal.
2.2.3.2 Kesehatan fisik
Penyakit, cacat tubuh dan immobilisasi akan mempengaruhi pergerakan
tubuh.
2.2.3.3 Keadaan nutrisi
Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot dan obesitas dapat
menyebabkan pergerakan menjadi kurang bebas.
2.2.3.4 Gaya Hidup
Beberapa budaya menilai aktivitas fisik itu lebih penting dari yang lain, gaya
hidup ini bermula. Beberapa anak dianjurkan keluarga untuk bermain di luar
sedangkan yang lain menghabiskan waktu untuk menonton televisi, beberapa
orang ikut berpartisipasi pada aktivitas fisik yang reguler untuk menjaga atau
meningkatkan kesehatan mereka.

10

11

2.2.3.5 Ketidakmampuan
Menurut Tarwoto (2003 : 69) ketidakmampuan merupakan sebuah disfungsi
mental atau fisik atau kelemahan yang menghambat seseorang melakukan
aktivitas yang normal dari hidup dan pekerjaan. Kelemahan fisik dan mental yang
menghalangi seseorang untuk melaksanakan aktifitas kehidupan ada 2 macam :
1. Ketidakmampuan primer
Disebabkan langsung oleh karena penyakit atau trauma.
Contoh : paralisis atau karena injuri spinal curd.
2. Ketidakmampuan sekunder
Dampak atau akibat ketidakmampuan primer.
Contoh : kelemahan otot karena bedrest.
2.2.4

Mekanika tubuh
Mekanika tubuh menurut Priharjo Robert (1993 : 7) adalah :

2.2.4.1 Body aligment atau postur


Postur yang baik karena menggunakan otot dan rangka tersebut secara
benar.
2.2.4.2 Keseimbangan
Keadaan postur yang seimbang sesuai dengan garis sumbu dengan
sentralnya.
2.2.4.3 Koordinasi pergerakan tubuh
Kemampuan

tubuh

dalam

mempertahankan

kemampuan benda.
2.2.5

Manfaat Mobilisasi

11

keseimbangan

seperti

12

Menurut Priharjo Robert (1993 : 4) manfaat mobilisasi adalah :


1. Mencegah kontraktur.
2. Meningkatkan kardiak out put.
3. Mengatur ekspansi paru (memudahkan pertukaran O2 dan CO2).
4. Mencegah urine statis.
5. Melancarkan eliminasi alvi.
6. Mencegah kerusakan kulit.
7. Meningkatkan fungsi psikologis.
2.2.6
1.

Pelaksanaan Mobilisasi

Lama mobilisasi
Minimal 15 menit - 2 jam tergantung pada kebutuhan klien.

2.

Frekuensi mobilisasi
2-12 kali tiap hari tergantung kebutuhan klien.

3.

Cara mobilisasi
Ada enam posisi tubuh yang dapat digunakan yaitu :
1) Terlentang.
2) Miring kanan.
3) Miring kiri.
4) Tengkurap.
5) Sim kanan.
6) Sim kiri.

2.3
2.3.1

Konsep Motivasi
Pengertian Motivasi

12

13

Motif adalah suatu istilah-istilah psikologis yang berasal dari bahasa Latin
movere. Menurut Branca (Mahli Syarkawi, 2000 : 15) movere berarti bergerak.
Selanjutnya pengertian motif lebih banyak dihubungkan dengan faktor penyebab
timbulnya aktifitas dalam suatu proses terjadinya aktifitas itu sendiri.
Hal tersebut sesuai seperti yang dinyatakan oleh Withaker (Mahli Syarkawi,
2000 : 17) bahwa motif adalah kondisi internal yang membuat orang aktif dan
mengarahkannya untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagian ahli berpendapat
bahwa istilah motif dan motivasi mengandung pengertian yang sama. Namun
sebagian lagi berpendapat berbeda. Menurut Atkinson yang dikutip (Mahli
Syarkawi, 2000 : 15) mengartikan motivasi sebagai perwujudan motif yang
berbentuk tingkah laku yang nyata. Pendapat yang sedikit berbeda ialah pendapat
Muharli (Mahli Syarkawi, 2000:15) yang mengatakan motif adalah alasan atau
dorongan yang menggerakkan orang untuk melakukan sesuatu, sedangkan
motivasi adalah proses pembangkitan gerak agar seseorang bergerak untuk
melakukan sesuatu.
Pengertian tersebut mengandung tiga elemen penting sebagai berikut :
1. Bahwa motivasi ini mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap
individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa energi di
dalam system Neurophysiological yang ada pada organisme manusia, karena
menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu sendiri muncul
dari dalam diri manusia). Penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik
manusia.

13

14

2. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau feeling afeksi seseorang.


Motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan afeksi dan emosi yang
dapat menentukan tingkah laku manusia.
3. Motivasi akan dirangsang karena ada tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini
sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi yaitu tujuan. Motivasi dapat juga
dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu,
sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, jadi motivasi ini dapat
dirangsang oleh faktor dari luar, walau motivasi itu sendiri tumbuhnya dari
dalam diri seseorang.
Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu : kebutuhan, dorongan dan
tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidak seimbangan antara apa
yang ia miliki dan apa yang ia harapkan; dorongan merupakan kekuatan mental
untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan, sedangkan tujuan
adalah hal yang ingin dicapai oleh seseorang individu, artinya tujuanlah yang
mengarahkan perilaku seseorang itu.
Dalam kaitannya dengan kegiatan pelaksanaan mobilisasi, motivasi dapat
dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak didalam diri individu yang
menimbulkan kegiatan pelaksanaan mobilisasi, yang menjamin kelangsungan dari
kegiatan pelaksanaan mobilisasi dan yang memberi arah pada kegiatan
pelaksanaan mobilisasi sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek
pelaksanaan mobilisasi itu dapat tercapai.

2.3.2

Asal dan Perkembangan Motivasi

14

15

Seseorang sejak lahir telah membawa motif-motif atau dorongan-dorongan


tertentu. Makin dewasa seseorang itu makin mengalami perkembangan motif
melalui proses pelaksanaan mobilisasi, yang disebut motif-motif yang dipelajari
(learnerd motive).
Dorongan yang timbul dari dalam diri pribadi seseorang sifatnya lebih lestari
dibandingkan dengan motivasi karena pengaruh dari luar. Perilaku karena
dorongan dari dalam dirinya akan lebih terarah dan konsisten dalam mencapai
tujuannya. Sebaliknya perilaku yang terjadi karena pengaruh dari luar, perilaku itu
akan kurang terarah, tidak konsisten dan sering mengalami pasang surut.
Demikian juga aktivitas mobilisasi pasien post operasi tidak sama, tergantung
pada motivasi mereka masing-masing (Pusdiknakes, 1995 : 5).
2.3.3

Kekuatan Motif dan Motivasi


Setelah kita membahas pengertian motif dan motivasi, selanjutnya kita ingin

mengetahui kekuatan dari motivasi itu. Sebagai aspek psikologis, motivasi tidak
dapat diukur secara langsung, melainkan hanya diukur gejala dari motivasi itu
yang dinamakan tingkah laku. Dengan demikian untuk mengetahui kekuatan
motivasi seseorang, juga dengan mengamati perilaku mereka yang berkaitan
dengan aktifitas-aktifitas pelaksanaan mobilisasi.
Telah banyak para ahli mengadakan penyelidikan untuk menemukan cara
mengukur intensitas atau kekuatan motif dan motivasi, di antaranya Skinner
dengan menggunakan metode penghalang atau obstruction methode.
Dari hasil eksperimen itu Skinner (Mahli Syarkawi, 2000 : 16) mengambil
kesimpulan bahwa kekuatan motivasi dapat diukur dengan mengamati atau

15

16

menilai tingkat kemampuan organisme dalam mengatasi hambatan dan rintangan


yang dihadapi, artinya semakin besar rintangan yang dapat diatasi berarti memiliki
motivasi yang kuat pula.
Demikian pula halnya dengan motivasi pelaksanaan mobilisasi pasien post
operasi, semakin besar rintangan yang diatasi, berarti semakin kuat juga motivasi
pelaksanaan mobilisasi yang ia miliki, atau dengan kata lain semakin besar dan
kuat motivasi pelaksanaan mobilisasi yang dimiliki, akan semakin mampu
mengatasi hambatan dan masalah yang dihadapi.
2.3.4

Teori Motivasi

2.3.4.1 Teori motivasi kebutuhan


Maslow kebutuhan defisiensi adalah kebutuhan-kebutuhan fisiologis
keamanan, dicintai serta diakui dalam kelompoknya dan harga diri atau prestasi.
Kebutuhan ini tergantung pada orang lain.
2.3.4.2 Kebutuhan Pengembangan
Adalah kebutuhan anktualisasi diri, keinginan untuk mengetahui dan
memahami dan yang terakhir kebutuhan estetis. Kebutuhan ini tidak memerlukan
orang lain, ia menjadi lebih tergantung pada diri sendiri (Mangkunegara, 2001:
95).

2.3.4.3 Teori Dorongan (Drive Theories)

16

17

Teori ini mengatakan bahwa tingkah laku seseorang didorong kearah suatu
tujuan tertentu karena adanya suatu kebutuhan. Dorongan tersebut adalah sesuatu
yang dibawa sejak lahir atau bersifat intrinsik. Dorongan dapat dipelajari dan
berasal dari pengalaman-pengalaman dimasa lalu, sehingga berbeda untuk tiap
orang (Morgan at.al, 1996 : 8).
2.3.5

Bentuk-bentuk Motivasi
Menurut Mahli Syarkawi (2000 : 18) bentuk-bentuk motivasi adalah :

2.3.5.1 Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya


1.

Motivasi bawaan
Adalah motivasi yang dibawa sejak lahir, motivasi itu ada tanpa dipelajari.
Motivasi ini seringkali disebut motivasi yang disyaratkan secara biologis
(Physiological Driver), misalnya dorongan untuk makan, dorongan untuk
bekerja dan lain-lain.

2.

Motivasi yang dipelajari


Adalah motivasi yang timbul karena dipelajari. Motivasi ini seringkali
disebut motivasi yang disyaratkan secara sosial karena manusia hidup dalam
lingkungan sosial dengan sesama manusia yang lain (Affialiative Needs),
misalnya : dorongan untuk pelaksanaan mobilisasi suatu cabang ilmu
pengetahuan dan lain-lain.

2.3.5.2 Motivasi berdasarkan sifat


Motivasi berdasarkan sifat menurut W.S. Winkel (1994 : 8) adalah :
1.

Motivasi Intrinsik

17

18

Bentuk motivasi yang di dalamnya aktifitas pelaksanaan mobilisasi yang


dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan yang secara mutlak
berhubungan dengan aktifitas pelaksanaan mobilisasi. Motivasi intrinsik
merupakan dorongan pelaksanaan mobilisasi yang timbul dan berasal dari
dalam individu sendiri tanpa adanya pengaruh dari luar. Motivasi ini
memberikan dampak yang baik terhadap aktifitas pelaksanaan mobilisasi
pasien post operasi. Dengan motivasi intrinsik ini pasien post operasi akan
selalu melakukan aktifitas pelaksanaan mobilisasi yang terarah dalam
mempelajari dan memahami suatu pelajaran, karena motivasi pelaksanaan
mobilisasi yang tertanam dalam dirinya memang bertujuan untuk sematamata mempalajari dan memahami yang dipelajari dengan sebaik-baiknya.
2.

Motivasi Ekstrinsik
Adalah motivasi yang menimbulkan aktifitas pelaksanaan mobilisasi yang
dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan yang tidak mutlak
berkaitan dengan aktifitas pelaksanaan mobilisasi. Motivasi ekstrinsik timbul
bukan berasal dari dirinya, akan tetapi terjadi karena adanya pengaruh dari
luar. Motivasi ini memberikan dampak yang kurang baik terhadap aktifitas
pelaksanaan mobilisasi pasien post operasi. Ia pelaksanaan mobilisasi bukan
semata ingin memahami suatu pelajaran secara hakiki, akan tetapi ia
pelaksanaan mobilisasi karena adanya pengaruh dan rangsangan dari luar
dirinya yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan aktifitas pelaksanaan
mobilisasi. Rangsangan dari luar itu dapat berupa penghargaan, pujian,
imbalan dan lain sebagainya.

2.3.6

Motivasi berdasarkan tingkatan-tingkatan dari bawah sampai ke atas


(Hirarkhi)

2.3.6.1 Motivasi Primer

18

19

1.

Kebutuhan fisiologis, seperti lapar, haus dan lain-lain.

2.

Kebutuhan akan keamanan, seperti terlindung, bebas dari ketakutan dan lainlain.

2.3.6.2 Motivasi Sekunder


1.

Kebutuhan akan cinta dan kasih, rasa diterima dan dihargai dalam suatu
kelompok.

2.

Kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri misalnya mengembangkan bakat


dengan usaha mencapai hasil dalam bidang pengetahuan, sosial, pembentukan
pribadi.

2.3.7

Ciri-ciri Motivasi
Menurut Azwar (1999 : 150) ciri-ciri orang yang memiliki motivasi

berprestasi yang tinggi adalah :


1. Melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya.
2. Melakukan sesuatu dengan sukses.
3. Mengerjakan sesuatu dan menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan usaha
dan keterampilan.
4. Ingin lebih baik dari orang lain.
5. Mengerjakan sesuatu yang sangat berarti atau penting.
6. Melakukan sesuatu pekerjaan yang sukar dengan baik.
7. Menyelesaikan sesuatu yang sukar.
8. Melakukan sesuatu yang lebih baik dari orang lain.
9. Membuat sesuatu yang hebat dan bermutu.
2.3.8

Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi


Menurut Tri Rusmi Widayatun (1999 : 116) faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi adalah :

19

20

1. Faktor fisik dan proses mental.


2. Faktor herediter, lingkungan dan kematangan atau usia.
3. Faktor instrinsik seseorang.
4. Fasilitas (sarana dan prasana)
5. Situasi dan kondisi.
6. Program dan aktivitas.
7. Audio Visual Aid (Media)
2.3.9

Cara meningkatkan motivasi


Menurut Tri Rusmi Widayatun (1999 : 116) cara meningkatkan motivasi

adalah :
1. Dengan tehnik verbal
2. Tehnik tingkah laku (meniru, mencoba, menerapkan)
3. Tehnik intensif dengan cara mengambil kaidah yang ada.
4. Supervisi

(kepercayaan

akan

suatu

cara

logis,

namun

membawa

keberuntungan)
5. Citra atau image yaitu dengan imagenasi atau daya khayal yang tinggi maka
individu termotivasi.

2.4

Konsep Perawatan Post Operasi


(Rondhianto, 29 January 2008. Keperawatan Perioperatif. Universitas

Jember.http://www.blogger.com/email-post.g?blogID=5565340717432598598&
post ID=322244381720216687)
2.4.1

Pengertian Perawatan Post Operasi


Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan

perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan

20

21

kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri


dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera
membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan
nyaman.
Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah
masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan
yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang
memperlama perawatan di rumah sakit atau membayakan diri pasien.
2.4.2

Tahapan Keperawatan Post Operasi


Perawatan post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :

1. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi


(Recovery Room)
2. Perawatan post anastesi di ruang pemulihan (Recovery Room)
3. Transportasi pasien ke ruang rawat
4. Perawatan di ruang rawat
2.4.3

Pemindahan Pasien Dari Kamar Operasi Ke Ruang Pemulihan


Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit

perawatan pasca anastesi (PACU : Post Anasthesia Care Unit) memerlukan


pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertimbangan itu diantaranya adalah letak
incisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan. Letak incisi bedah harus selalu
dipertimbangkan setiap kali pasien pasca operatif dipidahkan. Banyak luka ditutup
dengan tegangan yang cukup tinggi, dan setiap upaya dilakukan untuk mencegah
regangan sutura lebih lanjut. Selain itu pasien diposisikan sehingga ia tidak
berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase.

21

22

Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi
ke posisi lainnya. Seperti posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi
lateral ke posisi terlentang. Bahkan memindahkan pasien yang telah dianastesi ke
brankard dapat menimbulkan masalah gangguan vaskuler juga. Untuk itu pasien
harus dipindahkan secara perlahan dan cermat. Segera setelah pasien dipindahkan
ke barankard atau tempat tidur, gaun pasin yang basah (karena darah atau cairan
lainnya) harus segera diganti dengan gaun yang kering untuk menghindari
kontaminasi. Selama perjalanan transportasi tersebut pasien diselimuti dan
diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk
mencegah terjadi resiko injury.
2.4.4

Perawatan Post Anastesi Di Ruang Pemulihan (Recovery Room)


Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat sementara di

ruang pulih sadar (Recovery Room : RR) sampai kondisi pasien stabil, tidak
mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang
perawatan (bangsal perawatan).
PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini
disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien untuk ;
1. Perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat anastesi)
2. Ahli anastesi dan ahli bedah
3. Alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.
Alat monitoring yang terdapat di ruang ini digunakan untuk memberikan
penilaian terhadap kondisi pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat
bantu pernafasan : oksigen, laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial,
kateter nasal, ventilator mekanik dan peralatan suction.

22

23

2.4.5

Komplikasi Post Operasi

2.4.5.1 Syok
Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik,
syok nerogenik jarang terjadi. Tanda-tanda syok secara klasik adalah pucat, kulit
dingin, basah, pernafasan cepat, sianosis pada bibir, gusi dan lidah, nadi cepat,
lemah dan bergetar, penurunan tekanan darah dan irine pekat
2.4.5.2 Perdarahan
Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien
diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20
derajat dari tempat tidur sementara lutut harus dijag tetap lurus.
Penyebab perdarahan harus dikaji dan diatasi. Luka bedah harus selalu
diinspeksi terhadap perdarahan. Jika perdarahan terjadi, kassa steril dan balutan
yang kuat dipasangkan dan tempat perdarahan ditinggikan pada posisi ketinggian
jantung. Pergantian cairan koloid disesuaikan dengan kondisi pasien.
2.4.5.3 Trombosis vena profunda
Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada pembuluh
darah vena bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah
embolisme pulmonari dan sindrom pasca flebitis.

2.4.5.4 Retensi urin


Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum,
anus dan vagina. Atau juga setelah herniofari dan pembedahan pada daerah
abdomen bawah. Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter kandung kemih.

23

24

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter


untuk membantu mengeluarkan urine dari kandung kemih.
2.4.5.5 Infeksi luka operasi (dehisiensi, evicerasi, fistula, nekrose, abses)
Infeksi luka psot operasi seperti dehiseinsi dan sebaginya dapat terjadi
karena adanya kontaminasi luka operasi pada saat operasi maupun pada saat
perawatan di ruang perawatan. Pencegahan infeksi penting dilakukan dengan
pemberian antibiotik sesuai indikasi dan juga perawatan luka dengan prinsip
steril. Salah satu syarat dilakukan mobilisasi pada fraktur adalah keadaan luka
yang tertutup dengan jahitan dan tidak terjadi infeksi dan biasanya keadaan
tersebut terjadi pada hari ke 5-7.
2.4.5.6 Sepsis
Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman
berkembang biak. Sepsis dapat menyebabkan kematian bagi pasien karena dapat
menyebabkan kegagalan multi organ.
2.4.5.7 Embolisme Pulmonal
Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan
lemak) yang terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah.
Embolus ini bisa menyumbat arteri pulmonal yang akan mengakibatkan pasien
merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk dan sesak nafas, cemas dan sianosis. Intervensi
keperawatan seperti ambulatori pasca operatif dini dapat mengurangi resiko
embolus pulmonal.
2.4.5.8 Komplikasi Gastrointestinal

24

25

Komplikasi pada gastrointestinal paling sering terjadi pada pasien yang


mengalami pembedahan abdomen dan pelvis. Komplikasinya meliputi obstruksi
intestinal, nyeri dan juga distensi abdomen.

2.5
2.5.1

Konsep Fraktur
Pengertian Fraktur (patah tulang)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis

dan luasnya (Suddarth&Brunner, 2002 : 2357).


Menurut Mansjoer Arif (2000 : 346), faktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa.
2.5.2

Etiologi fraktur
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan

puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrim. Meskipun tulang patah
jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan, lunak,
perdarahan ke otot dan sendi, doslokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan
kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cidera akibat gaya
yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen.
2.5.3

Klasifikasi fraktur

2.5.3.1 Fraktur komplet


Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran
(bergeser dari posisi normal).
2.5.3.2 Fraktur tidak komplet

25

26

Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.


2.5.3.3 Fraktur tertutup (Fraktur simpel)
Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit.
2.5.3.4 Fraktur terbuka (fraktur komplikata atau kompleks)
Merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai
kepatahan tulang. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat :
Derajat I

: Luka bersih, panjang kurang dari 1 cm.

Derajat II

: Luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.

Derajat III : Luka sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan


lunak ekstensif.
2.5.4

Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,

pemendekan ekstremiter, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan warna.


1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi.
2. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekatan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan dibawah tempat fraktur.
4. Teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan
antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

26

27

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur,
kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisus atau fraktur impaksi
atau permukaan patahan saling terdesak ke tempat lain. Diagnosis fraktur
bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar X pasien. Biasanya
pasien mengeluh mengalami cidera pada daerah tersebut (Suddart & Brunner,
2002 : 2257-2359).
2.5.5

Penatalaksanaan
Fraktur biasanya menyertai trauma, untuk itu sangat penting untuk

melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas atau air way, proses pernafasan atau
breathing, sirkulasi atau circulation, apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah
dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan pantang ditanyakan untuk
mengetahui berapa lama sampai di rumah sakit, mengingat golden periode 1-6
jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto
radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan
mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain
memudahkan proses pembuatan foto (Mansjoer Arif, 2000 : 348).
2.5.6

Penyembuhan Fraktur

2.5.6.1 Stadium pembentukan hematom


1.

Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh
darah yang robek.

2.

Hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar (Periosteum dan otot).

3.

Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam.

27

28

2.5.6.2 Stadium proliferasi sel


1.

Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur.

2.

Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast.

3.

Sel-sel ini aktif tumbuh kearah fragmen tulang.

4.

Proliferasi juga terjadi dijaringan sumsum tulang.

5.

Terjadi setelah hari ke 2 kecelakaan terjadi.

2.5.6.3 Stadium pembentukan kalus


1.

Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)

2.

Kallus memberikan rigiditas pada fraktur.

3.

Jika terlihat massa kallus pada X-Ray berarti fraktur teraba telah menyatu.

4.

Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan.

2.5.6.4 Stadium Konsolidasi


1.

Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu.

2.

Secara bertahap menjadi tulang mature.

3.

Terjadi pada minggu ke 3 10 minggu setelah kecelakaan.

2.5.6.5 Stadium remodelling


1.

Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur.

2.

Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklas (Fagosit).

3.

Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, dewasa masih ada penebalan


tulang.

2.6

Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah konsep yang dipakai sebagai landasan berpikir

dalam kegiatan ilmu (Nursalam, 2003 : 56).

28

29

Faktor-faktor yang
mempengaruhi
pengetahuan :
1. Usia.
2. Pendidikan.
3. Pekerjaan.
4. Penghasilan

Perawatan Post
operasi

Mobilisasi :
1. Pengertian mobilisasi
2. Tujuan mobilisasi
3. Faktor-faktor yang
mempengaruhi
mobilisasi
4. Mekanika tubuh
5. Manfaat Mobilisasi
6. Waktu pelaksanaan
mobilisasi.
7. Frekuensi mobilisasi.
8. Cara mobilisasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi


motivasi :
1. Faktor fisik dan proses mental.
2. Faktor herediter, lingkungan
dan kematangan atau usia.
3. Faktor instrinsik seseorang.
4. Fasilitas (sarana dan prasana)
5. Situasi dan kondisi.
6. Program dan aktivitas.
7. Audio Visual Aid (Media)

Tingkat pengetahuan
pasien tentang mobilisasi:
1. Tahu
2. Memahami
3. Aplikasi
4.
5.
6.

Baik

Pelaksanaan mobilisasi post


operasi fraktur ekstremitas

Analisis
Sintesis
Evaluasi

Baik

Cukup

Cukup

Kurang

Kurang

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang


Mobilisasi Dengan Motivasi Pelaksanaan Mobilisasi Post Operasi
Fraktur Ekstremitas Di Ruang Anyelir RSU Unit Swadana Dr. R.
Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Tahun 2008.
2.7 Hipotesa Penelitian

29

30

Hipotesa adalah suatu asumsi pernyataan tentang hubungan antara dua atau
lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pernyataan dalam riset
(Nursalam, 2001 : 34).
H0 : Tidak ada hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang mobilisasi dengan
motivasi pelaksanaan mobilisasi post operasi fraktur ekstremitas di Ruang
Anyelir RSU Unit Swadana Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro
Tahun 2008.

30

31

BAB 3
METODE PENELITIAN

Metode adalah merupakan cara utama yang digunakan untuk mencapai suatu
tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa dengan menggunakan tehnik
serta alat-alat tertentu (Notoatmodjo S, 2002 : 3). Pada bab ini akan diuraikan
tentang desain penelitian, kerangka kerja (frame work), populasi, sampel,
sampling dan waktu penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional, tehnik
pengumpulan data, masalah etika dan keterbatasan.

3.1

Desain Penelitian
Desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting yang memungkinkan

pemaksimalan kontra beberapa faktor yang bisa mempengaruhi akurasi suatu


hasil (Nursalam, 2003 : 77).
Pada penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik dengan
pendekatan observasi cross sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara fenomena baik antara faktor resiko dengan faktor efek dengan cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus suatu saat (point time
approach) (Notoatmodjo S, 2003 : 85).

31

32

3.2

Kerangka Kerja
Kerangka kerja merupakan bagan kerja terhadap rancangan kegiatan

penelitian yang akan dilakukan, meliputi siapa yang akan diteliti (subjek
penelitian), variabel yang akan diteliti dan variabel yang mempengaruhi dalam
penelitian, ini dapat digambarkan :
Populasi : Seluruh pasien post operasi fraktur ekstremitas di Ruang Anyelir RSU Unit
Swadana Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Tahun 2008,
sebanyak 27 responden.
Sampel

: Seluruh pasien post operasi fraktur ekstremitas di Ruang Anyelir RSU Unit Swadana
Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Tahun 2008, sebanyak 27 responden
yang memenuhi kriteria inklusi.
Sampling
Total sampling
Identifikasi variabel

Variabel Independent :
Pengetahuan pasien post ops fraktur
ekstremitas tentang mobilisasi

Variabel dependent :
Motivasi pelaksanaan mobilisasi pasien
post operasi fraktur ekstremitas

Pengumpulan data : Kuesioner

Pengumpulan data : Kuesioner

Pengolahan data dengan cara coding, skoring, tabulating


Analisa data dengan uji Spearmans rho
Penyajian hasil
Kesimpulan
Gambar 3.1 Kerangka Kerja Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Mobilisasi
Dengan Motivasi Pelaksanaan Mobilisasi Post Ops Fraktur Ekstremitas Di Ruang
Anyelir RSU Unit Swadana Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Tahun
2008
32

33

3.3

Populasi, Sampel dan Sampling

3.3.1

Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian atau objek yang akan

diteliti (Nursalam, 2003 : 93). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
post operasi fraktur ekstremitas di Ruang Anyelir RSU Unit Swadana Dr. R.
Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Tahun 2008, sebanyak 27 responden.
3.3.2

Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi (Nursalam, 2003 : 95), yang dijadikan

sampel dalam penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria inklusi yaitu
karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target dan terjangkau
yang akan diteliti. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien post operasi
fraktur ekstremitas di Ruang Anyelir RSU Unit Swadana Dr. R. Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro Tahun 2008 yaitu sebanyak 27 responden yang
memenuhi kriteris inklusi.
Menurut Arikunto (2002 : 112) apabila populasi kurang dari 100, maka
sampel diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Pada penelitian ini sampel adalah jumlah populasi yang memenuhi kriteria
inklusi.
Kriteria inklusi adalah karateristik sampel yang dapat dimasukkan atau yang
layak untuk diteliti adalah :
1. Pasien dengan post operasi fraktur ekstremitas.
2. Pasien yang bersedia diteliti.
3. Pasien yang bersedia menandatangani informed consent.

33

34

3.3.3

Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dalam populasi untuk mewakili

populasi. Tehnik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam


pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan
keseluruhan penelitian (Nursalam, 2003 : 97). Pada penelitian ini menggunakan
Total sampling yaitu penelitian menggunakan seluruh jumlah populasi sebanyak
sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi.

3.4

Identifikasi Variabel
Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu

kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda yang dimiliki oleh kelompok
tersebut (Nursalam, 2001 : 41).
3.4.1

Variabel independent
Variabel independent adalah stimulasi aktivitas yang menipulasi oleh

peneliti untuk menciptakan suatu dampak pada variabel dependent (Nursalam,


2001 : 66). Variabel independent pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan
pasien post operasi fraktur ekstremitas tentang mobilisasi.
3.4.2

Variabel dependent
Variabel dependent adalah variabel yang nilainya di tentukan oleh variabel

lain (Nursalam, 2003 : 102). Variabel dependent pada penelitian ini adalah
motivasi pelaksanaan mobilisasi pasien post operasi fraktur ekstremitas.
3.5

Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2003 : 106).

34

35

Tabel 3.1Definisi Operasional Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang


Mobilisasi Dengan Motivasi Pelaksanaan Mobilisasi Post Operasi
Fraktur Ekstremitas Di Ruang Anyelir RSU Unit Swadana Dr. R.
Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Tahun 2008.
Definisi
Operasional
Variabel
Segala sesuatu
independent : yang diketahui
Pengetahuan oleh pasien
pasien post
tentang
operasi
mobilisasi pada
fraktur
operasi pasien
ekstremitas
post operasi
tentang
fraktur
mobilisasi.
ekstremitas.
Variabel

Variabel
dependen :
Motivasi
pelaksanaan
mobilisasi
pasien post
operasi
fraktur
ekstremitas.

3.6
3.6.1

Motivasi
pelaksanaan
mobilisasi pada
pasien post
operasi fraktur
ekstremitas.

Indikator

Alat Ukur

Skala

Skor

Pengetahuan pasien
tentang :
1. Pengertian
mobilisasi.
2. Tujuan
mobilisasi.
3. Faktor yang
mempengaruhi
mobilisasi.
4. Mekanika
tubuh.
5. Manfaat
mobilisasi.

Kuesioner

Ordinal

Pelaksanaan
mobilisasi selama
15 menit-2 jam
dengan posisi :
1. Terlentang.
2. Miring
kanan.
3. Miring kiri.
4. Tengkurap.
5. Sim kanan.
6. Sim kiri.

Kuesioner

Ordinal

Ya : 1
Tidak : 0
Dengan kriteria :
1. Pengetahuan baik, bila
responden bisa
menjawab ya 4-5
pertanyaan (76-100%).
2. Pengetahuan cukup,
bila responden bisa
menjawab ya 3
pertanyaan (56-75%).
3. bila responden bisa
menjawab ya 2
pertanyaan ( 55%).
Ya : 1
Tidak: 0
Dengan Kriteria :
1. Pelaksanaan baik, bila
responden bisa
menjawab ya 8-10
pertanyaan (76-100%).
2. Pelaksanaan cukup,
bila responden bisa
menjawab ya 6-7
pertanyaan (56-75%).
3. Pelaksanaan kurang,
bila responden bisa
menjawab ya 5
pertanyaan ( 55%).

Pengumpulan Data Dan Analisa Data


Pengumpulan data

35

36

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan


proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian
(Nursalam, 2003 : 115).
3.6.1.1 Proses pengumpulan data
Dalam proses pengumpulan data peneliti mendapatkan ijin dari Direktur
Akademi Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro, Kepala Dinas Kesbanglinmas
Bojonegoro, Kepala Dinas Kesehatan, Direktur RSU Unit Swadana Dr. R.
Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro dan responden. Cara pengumpulan data
dengan memberikan lembar pertanyaan kepada responden. Jika ada kesulitan
dalam pengumpulan data, peneliti memberikan penjelasan pada responden tentang
tujuan dan manfaat penelitian.
3.6.1.2 Instrumen penelitian
Instrument penelitian adalah hal-hal yang akan digunakan untuk
pengumpulan data (Notoatmodjo S, 2002 : 48). Jenis instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2002 : 128).
3.6.1.3 Tempat dan waktu penelitian
1. Tempat penelitian ini dilakukan di RSU Unit Swadana Dr. R. Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro dengan alasan :
a. Belum pernah dilakukan penelitian serupa ditempat tersebut.
b. Tempat penelitian mudah dijangkau.

2. Waktu penelitian

36

37

Penelitian dan mulai pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai
dengan Juli Tahun 2008.
3.6.2

Analisa data

3.6.2.1 Editing
Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi kesalahan-kesalahan data yang
telah dikumpulkan. Juga memonitor jangan sampai terjadi kekosongan data yang
dibutuhkan.
3.6.2.2 Coding
Setiap responden diberi kode sesuai dengan nomor urut responden. Untuk
jawaban data variabel independent pengetahuan pasien post operasi fraktur
ekstremitas tentang mobilisasi baik diberi kode 3, cukup diberi kode 2 dan kurang
diberi kode 1. Sedangkan variabel motivasi pelaksanaan mobilisasi pasien post
operasi fraktur ekstremitas, Baik di beri kode 3, cukup diberi kode 2 dan kurang
diberi kode 1.
3.6.2.3 Skoring
Pada variabel independent, diberi skor 0 jika jawaban tidak dan diberi skor 1
jika jawaban ya. Dan pada variabel dependent di beri skor 1 jika mobilisasi baik
dan skor 2 jika mobilisasi tidak baik. Dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
N

Sp
x100%
Sm

Keterangan :
N

: Nilai yang didapat.

Sp

: Skor yang didapat.

Sm

: Skor tertinggi maksimal (Arikunto S, 2002 : 249).

37

38

Setelah

dilakukan

prosentase,

kemudian

tingkat

pengetahuan

di

interpretasikan dengan :
1.

Baik

: bila responden bisa menjawab pertanyaan dengan nilai (76-100%).

2.

Cukup : bila responden bisa menjawab pertanyaan dengan nilai (56-75%).

3.

Kurang : bila responden bisa menjawab pertanyaan dengan nilai ( 55%).

3.6.2.4 Tabulating
Dari pengelolaan data yang dilakukan kemudian dimasukkan dalam tabel
distribusi yang dikonfirmasikan dalam bentuk prosentase dan narasi kemudian
dilakukan tabulasi silang untuk mengetahui hubungan antara variabel independent
dan dependent. Dan hasil penelitian didistribusikan ke dalam tabel. Uji korelasi
pada penelitian ini menggunakan uji korelasi spearmans rho dengan tehnik
komputerisasi SPSS 12 dengan taraf siginifikasi 0,05 dimana H 0 ditolak jika nilai
signifikasi lebih kecil dari taraf nyata ( = 0,05). Spearmans rho akan
menunjukkan korelasi antara dua gejala ordinal.
Untuk indeks korelasi dapat diketahui 4 hal, yaitu :
1. Arah korelasi
Dinyatakan dalam tanda + (plus) dan (minus), tanda (minus) menunjukkan
adanya korelasi sejajar berlawanan arah.
2. Ada tidaknya korelasi
Dinyatakan dalam rangka pada indeks. Betapapun kecilnya indeks korelasi
jika bukan 0,000 dapat diartikan bahwa kedua variabel yang dikorelasikan
terdapat adanya korelasi.

38

39

3. Signifikan tidaknya harga r


Signifikan tidaknya korelasi.
4. Interpretasi mengenai tinggi rendahnya korelasi
Tabel 3.2 Tabel interpretasi nilai r
Besarnya nilai r
Antara 0,800 sampai dengan 1,00
Antara 0,600 sampai dengan 0,800
Antara 0,400 sampai dengan 0,600
Antara 0,200 sampai dengan 0,400
Antara 0,000 sampai dengan 0,200
(Arikunto, 1998 : 247).
3.7

Interpretasi
Tinggi
Cukup
Agak rendah
Rendah
Sangat rendah

Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin kepada

Direktur RSU Unit Swadana Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro untuk


mendapatkan persetujuan dengan menekankan masalah etika yang meliputi :
3.7.1

Lembar persetujuan menjadi responden


Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti, peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan riset yang dilakukan serta dampak yang mungkin
terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika klien dengan post operasi
fraktur bersedia diteliti, maka klien harus menandatangani lembar persetujuan
tersebut dan bila klien menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa
dan tetap menghormati hak-haknya.
3.7.2

Annonimity (tanpa nama)


Untuk menjaga kerahasiaan klien dengan post operasi fraktur, peneliti tidak

mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, cukup dengan


memberikan nomor kode masing-masing lembar tersebut.

39

40

3.7.3

Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subyek dijamin oleh peneliti.

3.8
3.8.1

Keterbatasan
Pengumpulan data dengan kuesioner memungkinkan jawaban kurang valid

karena lebih banyak dipengaruhi oleh sikap dan harapan-harapan pribadi yang
bersifat subyektif, sehingga hasilnya kurang mewakili secara kwalitatif).
3.8.2

Waktu penelitian terbatas, sehingga sampel yang didapatkan terbatas

jumlahnya, biaya yang tersedia serta kemampuan peneliti yang masih sangat
terbatas (peneliti pemula), sehingga hasil yang diharapan kurang sempurna dan
kurang memuaskan.

40

You might also like