You are on page 1of 5

Adverse Drugs Reaction (Drugs

Allergy)
dr. wiwik Kusumawati, MKes
Rabu, 8 Juni 2011
Editor : Ika (gamma 10) | Layouter : Tata (gamma 09)
Penemuan suatu obat itu membutuhkan waktu yang lama. Kalo uda
diperoleh bahan calon obatnya, maka calon obat itu akan menempuh
berbagai macam ujian dalam waktu yang lama sebelum diresmikan. Uji
yang ditempuh oleh calon obat ini dinamakan uji praklinik dan uji
klinik.
Uji praklinik merupakan persyaratan uji untuk calon obat, dari uji ini diperoleh
informasi tentang efikasi (efek farmakologi), profil farmakokinetik dan toksisitas
calon obat. Setelah uji praklinik dianggap tidak berbahaya bagi tubuh manusia,
maka percobaan dilanjutkan ke uji klinik.
Uji klinik terdiri dari 4 fase yaitu :
Fase I
: calon obat diuji pada sukarelawan yang sehat untuk
mengetahui apakah sifat yang diamati pada hewan percobaan juga
terlihat pada manusia. Pada fase ini ditentukan hubungan dosis dengan
efek yang ditimbulkannya dan profil farmakokinetik obat pada manusia.
Fase II
: calon obat diuji pada pasien tertentu, diamati efikasi
pada penyakit yang diobati. Yang diharapkan dari obat adalah mempunyai
efek yang potensial dengan efek samping rendah atau tidak toksik. Pada
fase ini mulai dilakukan pengembangan dan uji stabilitas bentuk sediaan
obat.
Fase III
: melibatkan kelompok besar pasien, di sini obat baru
dibandingkan efek dan keamanannya terhadap obat pembanding yang
sudah diketahui.
Fase IV
: pada fase ini walaupun obat sudah dipasarkan, obat
tersebut tetap dipantau untuk melihat apakah ada efek samping
berbahaya yang muncul (efek yang tidak muncul saat obat dalam proses
penelitian). Ini disebut dengan studi pasca pemasaran (post
marketing surveillance) yang diamati pada pasien dengan berbagai
kondisi, berbagai usia dan ras, studi ini dilakukan dalam jangka waktu
lama untuk melihat nilai terapeutik dan pengalaman jangka panjang
dalam menggunakan obat. Setelah hasil studi fase IV dievaluasi masih
memungkinkan obat ditarik dari perdagangan jika membahayakan sebagai
contoh cerivastatin suatu obat antihiperkolesterolemia yang dapat
merusak ginjal.

Pendahuluan

Lebih dari 5 % akibat efek samping obat pada praktik umum masuk RS

20 % pasien memiliki pengalaman mengalami efek samping obat dan 0.5


% - 1 % meninggal di RS
Efek Samping obat itu ada yang berhubungan dengan dosis dan bukan
dosis.
a) DOSE RELATED
Efek samping yang berhubungan dengan dosis dapat diprediksi,
maksudnya semakin tinggi dosis maka resiko efek sampingnya semakin
besar.
Contohnya pemberian insulin. Bila pemberian insulin melebihi dosis dapat
menyebabkan hipoglikemi.
b) NON-DOSE RELATED
Ini misalnya pada orang dengan hipersensitivitas. Efek obat dapat menjadi
berlebihan pada orang2 yang hipersensitif.

DOSE RELATED

Type A
Predictable (dapat diprediksi karena berhubungan dengan dosis)
Low therapeutic index (obat2 yang memiliki indeks terapi yang sempit,
maksudnya semakin sempit/kecil indeks terapinya maka batas
keamanannya semakin sempit).
Jadi jangan bermain2 dengan dosis obat..!!!
Drug interactions are involved in 10 20 % of adverse drug reaction
(Elderly)
Anticoagulants, Digoxin, Anti-Arrythmics, Insulin, Immunosuppressive
drugs, Aminoglycosides, Xanthines, Morfin

DRUG INTERACTIONS

Pharmacodynamics
Similar actions
Benzodiazepine & alcohol (efeknya merugikan)
ACE-inhibitor & Diuretics (efeknya menguntungkan)
Opposing actions
-blocker & -agonists (efeknya merugikan)
Theophyllin & CTM (efeknya menguntungkan)

Farmakokinetik
1. Absorption
Adalah proses masuknya obat ke dalam sirkulasi darah. Misalnya dari usus
halus/lambung ke sirkulasi darah
2. Distribution
Dalam darah, obat akan diikat protein plasma dengan berbagai ikatan
lemah dan dibawa ke seluruh tubuh. Obat akan keluar ke jaringan (ke
tempat kerja obat).
3. Metabolism
Metabolisme obat terutama dihati yakni di membrane endoplasmic
reticulum dan cytosol. Tujuan metabolism adalah mengubah obat yang
nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut dalam air) agar mudah
disekresikan.

4. Excretion
Organ utama yang mengeksresikan obat adalah ginjal, agar tidak menjadi
racun bagi tubuh kita.

Kasus 1
A 14 years old woman who presented to ED with a high fever, vomiting,
diarrhea, and 3 days history of a skin rash. The rash is maculo papular with
blisters and has spread to involve 75% of her body surface area. She had UTI
about 11/2 weeks ago and was prescribed a 7 days course of
trimethoprime sulfa methoxazole (TMP/SMX), she adhered to the
regimen; her urinary tract symtomps is dysuria and frequency and her
abdominal discomfort resolve with in 2-3 days.
This was her first UTI. She continued to take TMP/SMX as directed. Seven
days after starting therapy, she notice red spots on her arm and leg that
began to spread over the whole body. The rash began to blister. She became
febrile, and last night she began vomiting and had two bouts of diarrhea. This
morning her mother brought her to the ED and she was admitted to the ICU,
where she was immediately intubated to protect her airway patency.

Pada kasus diatas pasien mengalami hipersensitivitas, pasien menderita


Steven Johnson Syndrome. SJS adalah salah satu manifestasi allergy yang
berbahaya selain syok anafilaksis. trimethoprime sulfa methoxazole sering
menimbulkan SJS. Gejalanya adalah adanya kemerahan pada kulit lalu
munculnya maculo popular.
Kasus 2
A 40 years old woman come to hospital because of dyspneu and history of
hipertension. She had difficulty of breathing after taking some drugs from
primary health centered. She had received prescribed of propranolol for 2
weeks and salbutamol for 3 days

Propranolol memiliki efek yang bertolak belakang dengan salbutamol. Ini


merupakan pemberian obat yang tidak rasional. Kedua obat ini memiliki
efek yang antagonis. Disini pasien memiliki riwayat hipertensi dan sesak
nafas. Propanol ini sebagai anti hipertensi ( blocker non selektif).
Propanol bekerja dengan memblok reseptor 1 dan 2, sedangkan
salbutamol bekerja memacu sebagai agonis 2.
Ini merupakan interaksi farmakodinamik yang bersifat antagonistic. Ini
termasuk efek yang merugikan.
Kasus 3
A 5 years old boy suffering from wide cutaneous infection on his two legs. He
get some prescriptions consists of antibiotic (tetracycline) and topical agent.

His mother want her child recover quickly, so she give the antibiotic with milk
at the same time .

Kasus ini melibatkan efek farmakokinetik obat (proses reabsorbsi).


Tetrasiklin bila diberikan bersama2 dengan logam (Fe) maka dia tidak
akan dapat direabsorbsi secara sempurrna dilambung. Jadi ini termasuk
interaksi obat yang merugikan.
NON- DOSE RELATED

Type B
Relative jarang ditemukan
Penyebab kematian terbanyak
karena ini bukan tergantung dengan dosis sehingga respon individu tidak
dapat di prediksi, tiap individu itu responnya berbeda2 (unpredictable).
Alergi obat merupakan akibat dari reaksi hypersensitivitas (tipe I-IV)
Menyebabkan Syok ANAPHYLAXIS
Reaksi Hypersensitivitas terhadap obat melibatkan reaksi immunologi
alergi obat biasanya terjadi pada pasien yang memiliki riwayat penyakit
atopic (hay fever, asthma, aczema)

Alergi Obat
Reaksi Tipe I (Anaphylaxis)
Reaksi anafilaksis yaitu terjadinya interaksi antara antibodi IgE pada sel
mast dan leukosit basofil dengan obat atau metabolit, menyebabkan
pelepasan mediator yang menyebabkan reaksi alergi, misalnya histamin,
kinin, 5-hidroksi triptamin, dll. Manifestasi efek samping bisa berupa
urtikaria, rinitis, asma bronkial, angio-edema dan syok anafilaktik. Syok
anafilaktik merupakan efek samping yang paling ditakuti.
Obat-obat yang sering menyebabkan adalah Penicilline,
Cephalosporine, Sulphonamides, Contrast media

Reaksi Tipe II (Cytotoxics/blood dyscrasias)

Reaksi Tipe III (Serum sickness)

Reaksi sitotoksik yaitu interaksi antara antibodi IgG, IgM atau IgA dalam
sirkulasi dengan obat, membentuk kompleks yang akan menyebabkan lisis
sel, Contohnya adalah trombositopenia karena kuinidin/kinin, digitoksin,
dan rifampisin, anemia hemolitik..
Obat-obat yang sering menyebabkan adalah
Hemolytic anaemia
: Penicilline, Quinidine, methyldopa
Agranulocytosis : Carbimazole, clozapine
Thrombocytipenia
: Quinidine, Heparin

Reaksi imun-kompleks yaitu interaksi antara antibodi IgG dengan antigen


dalam sirkulasi, kemudian kompleks yang terbentuk melekat pada jaringan
dan menyebabkan kerusakan endotelium kapiler. Manifestasinya berupa
keluhan demam, artritis, pembesaran limfonodi, urtikaria, dan ruam

makulopapular. Reaksi ini dikenal dengan istilah "serum sickness", karena


umumnya muncul setelah penyuntikan dengan serum asing (misalnya
anti-tetanus serum).
Obat-obat yang sering menyebabkan adalah Penicilline,
Sulphonamides, Thiazides

Reaksi Tipe IV (T-cell mediated)


Reaksi dengan media sel yaitu sensitisasi limposit T oleh kompleks
antigen-hapten-protein, yang kemudian baru menimbulkan reaksi setelah
kontak dengan suatu antigen, menyebabkan reaksi inflamasi.
Obat-obat
yang
sering
menyebabkan
adalah
Penicilline,
Cephalosporine, Local Anaesthetics, phenytoin

TERATOGENESIS
Perkembangan janin yang tidak normal disebabkan oleh penggunaan obat
pada trisemester pertama kehamilan. Beberapa obat yang dapat
menimbulakan efek teratogenis adalah alcohol, anticancer drugs, warfarin,
valproate, carbamazepine, anticonvulsants, tetracyclines

CARCINOGENESIS
Efek carcinogenic masih sangat langka dan mekanismenya belum diketahui
Immunosuppresan (Azathioprine dengan prednisolone) dikaitkan dengan
peningkatkan resiko lymphomas. Cyclophosphamide dapat menyebabkan
non lymphocytic leukaemias

You might also like