You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah atresia berasal dari bahasa yunani yaitu a yang berarti tidak ada dan
trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah
suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal. Atresia aniadalah
malformasi kongenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,
1996). Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus
atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001). Sumber lain menyebutkan
atresia ani adalah kondisi dimana rektal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama
pertumbuhan dalam kandungan.
Keadaan ini disebabkan oleh karena gangguan perkembangan embrional
berupa tidaksempurnanya kanalisasi saluran pencernaan bagian bawah, yaitu
gangguan pertumbuhan septum urorektal, dimana tidak terjadi perforasi membran
yang memisahkan bagian entodermal dengan bagian ektodermal.
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui,

namun ada sumber

mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan
pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Angka kejadian rata-rata malformasi
anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000 kelahiran ( Grosfeld J, 2006). Secara
umum, atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan.
Oleh karena itu penting bagi seorang perawat memahami tentang Atresia Ani
ini, sehingga dapat melakukan tindakan keperawatan dengan baik dan pasien yang
mengalami Atresia Ani ini bisa mendapatkan perawatan yang maksimal.

Atresia Anus

Page 1

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Embriologi Anorektal
2. Bagaimana Anatomi Dan Fisiologi Anorektal
3. Bagaimana Vaskularisasi Anorektal
4. Bagaimana Definisi Dari Atresia Ani
5. Bagaimana Epidemiologi Dari Atresia Ani
6. Bagaimana Etiologi Dari Atresia Ani
7. Bagaimana Klasifikasi Dari Atresia Ani
8. Bagaimana Patofisiologi Dari Atresia Ani
9. Bagaimana Cara Mendiagnosis Dari Atresia Ani
10. Bagaimana Penatalaksanaan Dari Atresia Ani
11. Bagaimana Komplikasi Dari Atresia Ani
12. Bagaimana Prognosis Dari Atresia Ani
C.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Tujuan
Dapat memahami Embriologi Anorektal
Dapat memahami Anatomi Dan Fisiologi anorektal
Dapat memahami Vaskularisasi Anorektal
Dapat memahami Definisi Atresia Ani
Dapat memahami Epidemiologi Atresia Ani
Dapat memahami Etiologi Atresia Ani
Dapat memahami Klasifikasi Atresia Ani
Dapat memahami Patofisiologi Atresia Ani
Dapat memahami Cara Mendiagnosis Atresia Ani Antaralain Yaitu :
Anamnesa
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
10. Dapat memahami Penatalaksanaan Atresia Ani
11. Dapat memahami Komplikasi Atresia Ani
12. Dapat memahami Prognosis Atresia An

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. EMBRIOLOGI ANOREKTAL


Saluram pencernaan bawah dinentuk oleh Midgut, Midgut membentuk
usus halus, sebagian duodenum, caecum, apendiks, kolon ascenden sampai
pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membran
kloaka,membran ini tersusun dari endoderm kloakadan ektoderm dari

Atresia Anus

Page 2

protoderm/analpit.Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai


primitif gut.
Perkembangan anus dimulai dari pembentukan dua bagian, yaitu tuberkel
anal kanan dan kiri yang muncul di depan lipatan tulang ekor. Tuberkel ini
tumbuh ke arah ventral sampai mereka mengelilingi bagian akhir hindgut.
Cekungan di tengah tuberkel disebut dengan proctoderm. Kemudian bagian atas
kanalis ani dibentuk oleh bagian akhir hindgut dan bagian bawahnya dari
proctoderm. Otot sfingter ani eksternus dibentuk dari mesoderm yang
berkembang sendiri dan berada di perineum.

2.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Kanalis analis merupakan bagian yang paling sempit, tetapi normal dari
ampula rekti. Menurut definisi ini, maka sambungan anorektal terletak pada
permukaan atas dasar pelvis yang dikelilingi oleh muskulus sfingter ani
eksternus. Dua pertiga bagian atas kanal ini merupakan derivat hindgut,
sedangkansatu pertiga bawah berkembang dari anal pit. Kanalis analis berasal
dari proktoderm yang merupakan invaginasi ektoderm, sedangkan rektum
berasal dari entoderm.Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus, sedangkan
kanalis analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng
kulit luar[3].
Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis
epitel.Perubahan jenis epitel yang terjadi adalah dari kolumner ke stratified
squamous cell. Perubahan jenis epitel ini terletak pada linea dentata atau biasa
disebut garis anorektum, garis mukokutan, atau linea pektinata. Di daerah ini
terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum.Infeksi
yang terjadi di daerah ini dapat menimbulkan abses sehingga anorektumdapat
membentuk fistel.Kanalis analis dan kulit luar di sekitarnya kaya akan
persarafan sensoris somatik dan peka terhadap rangsangan nyeri, sedangkan
mukosa rektum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri.

Atresia Anus

Page 3

Kanalis analis memiliki panjang kurang lebih 3 sentimeter.Sumbunya


mengarah ke ventrokranial yaitu ke arah umbilikus dan membentuk sudut yang
nyata ke dorsal dengan rektum dalam keadaan istirahat.Lekukan antar-sfingter
sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok dubur
dan menunjukkan batas antara sfingter interna dan eksterna (garis Hilton).
Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter
interna dan sfingter eksterna. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari
fusi sfingter interna, otot longitudinal, bagian tengah dari otot levator
(puborektalis), dan komponen muskulus sfingter eksternus. Muskulus sfingter
internus terdiri atas serabut otot polos, sedangkan muskulus sfingter eksternus
terdiri atas serabut otot lurik.
Pada bayi normal, terdapat susunan otot serat lintang yang berfungsi
membentuk bangunan seperti cerobong yang melekat pada os. Pubis, bagian
bawah sakrum, dan bagian tengah pelvis. Ke arah medial otot-otot ini
membentuk diafragma yang melingkari rektum, menyusun ke bawah sampai
kulit perineum. Bagian atas bangunan cerobong ini dikenal sebagai muskulus
levator dan bagian terbawah adalah muskulussfingter eksternus. Pembagian
secara lebih rinci dari struktur cerobong ini adalahmuskulus ischiococcygeus,
illeococcygeus, pubococcygeus, puborectalis, deep external, sfingter eksternus
dan superficial external sphinter. Muskulus sfingter eksternus merupakan
serabut otot parasagital yang saling bertemu di depan dan belakang anus. Bagian
di antara muskulus levator dan sfingter eksternus disebut muscle complex atau
vertical fiber.

Gambar 2. Anatomi anus dan rektum

Atresia Anus

Page 4

2.3. Vaskularisasi anorektal


Kanalis analis dan rektum mendapatkan vaskularisasi dari arteri
hemoroidalis superior, arteri hemoroidalis media, dan arteri hemoroidalis
inferior. Arteri hemoroidalis superior merupakan akhir dari arteri mesenterika
inferior dan melalui dinding posterior dari rektum dan mensuplai dinding
posterior, juga ke kanan dan ke kiri dinding pada bagian tengah rektum,
kemudian turun ke lineadentata. Arteri hemoroidalis media merupakan cabang
dari arteri illiaca interna. Arteri hemoroidalis inferior merupakan cabang dari
arteri pudenda interna, ia berjalan di medial dan vertikal untuk mensuplai kanalis
analis di bagian distal dari linea dentata.
Darah vena di atas garis anorektum mengalir melalui sistem porta,
sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui cabang vena
illiaca.Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus
dan berjalan kearah kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya
melalui vena lienalis ke vena porta.Vena hemoroidalis inferior mengalirkan
darah ke dalam vena pudenda interna dan ke dalam vena iliaca interna dan
sistem kava.

Gambar 4. Vaskularisasi anorektal


Atresia Anus

Page 5

2.4. DEFINISI ATRESIA ANI


Atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu a yang berarti tidak ada dan
trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia
adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau
organ tubular secara kongenital yang disebut juga clausura.Dengan kata lain
tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran
atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi
kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu.
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforata meliputi anus, rektum, atau keduanya. Atresia ani adalah malformasi
kongenital dimana rektum tidak mempunyai lubang keluar (Gambar 1). Ada juga
yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan
embrionik pada bagian distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal.

Atresia Anus

Page 6

Gambar 1. Atresia ani

2.5. EPIDEMIOLOGI
Secara epidemiologi, atresia ani diperkirakan terdapat dalam 1:5000
kelahiran, dengan insiden yang sama antara laki-laki dan perempuan.Pada lakilaki, yang lebih sering terjadi adalah atresia ani dengan fistula rektouretral,
diikuti fistula rektoperineal kemudian fistula rektovesika, sedangkan pada
perempuanadalah fistula rektovagina dan fistula rektovestibuler kemudian
kloaka persisten.Empat puluh sampai tujuh puluh persen dari penderita
mengalami satu atau lebih defek tambahan dari sistem organ lainnya.Defek
urologi adalah anomali yang paling sering berkaitan dengan kelainan ini, diikuti
defek pada vertebra, ekstremitas, dan sistem kardiovaskular. [1,5,6,7,8]

2.6. ETIOLOGI
Etiologi secara pasti dari atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan bahwa kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Menurut
penelitian beberapa ahli, diduga faktor genetik berpengaruh terhadap terjadinya
atresia ani, namun masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang
Atresia Anus

Page 7

menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit
ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat
kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetik, kelainan kromosom,
atau kelainan kongenital lain juga berisiko untuk menderita atresia ani,
contohnya adalah penderita Down Syndrome.
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga
bayi lahir tanpa lubangdubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu/3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik
didaerah usus, rektum bagian distal, serta traktus urogenitalis, yang
terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
Sebanyak 60% pasien dengan atresia ani dapat disertai dengan beberapa
kelainan kongenital saat lahir yang disebut dengan Sindroma VACTERL
(Vertebrae,Anal, Cardial, Tracheoesophageal,Renal,Limb). Kelainan yang ada,
yaitu:
1.
2.
-

Kelainan pada sistem kardiovaskular


Atrial Septal Defect
Patent Ductus Arteriosus
Tetralogy of Fallot
Ventricular Septal Defect
Kelainan sistem pencernaan
Obstruksi duodenal
Kelainan tracheoesophageal
Kelainan yang sering terjadi adalah atresia esofagus.
3. Kelainan sistem perkemihan
Kelainan ini merupakan kelainan yang paling sering terjadi, dan terdapat
pada 50% pasien dengan atresia ani. Refluk vesikoureter dan hidronefrosis
merupakan kondisi yang paling sering terjadi, namun juga dapat terjadi
renal agenesis, horseshoe, dan dysplastic.Semakin tinggi letak anomali yang
ada, maka semakin besar frekuensi terjadinya abnormalitas urologi.
4. Kelainan tulang belakang
- Hemivertebrae
- Skoliosis
- Syringomyelia
- Spinal lipoma
- Myelomeningocele
Atresia Anus

Page 8

2.7. KLASIFIKASI
Secara tradisional, klasifikasi atresia ani dibagi menjadi dua berdasarkan
letak terminasi rektum terhadap dasar pelvis, yaitu:
1. Anomali letak rendah
Rektum menembus muskulus levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rektum paling jauh 1 cm. Anomali ini dapat berupa stenosis anus yang
hanya membutuhkan dilatasi membran atau merupakan membran anus tipis
yang mudah dibuka segera setelah anak lahir. Baik pada laki-laki maupun
perempuan, anomali letak rendah berhubungan dengan perineal fistula. Pada
laki-laki, fistula berhubungan dengan midline raphe dari skrotum atau penis
(Gambar 5). Pada perempuan, fistula dapat berakhir pada vestibulum vagina
(fistula rektovestibular), karena rektum lebih ke depan mendekati
vestibulum (Gambar 6). Terdapat sfingter internal dan eksternal yang
berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan
saluran genitourinarius.

Gambar 5. Anomali letak rendah pada laki-laki, perineal fistula midline


raphe

Atresia Anus

Page 9

Gambar 6. Fistula vestibular, pada fistula dimasukkan sebuah kateter

2. Anomali letak tinggi (supralevator)


Pada anomali letak tinggi, ujung rektum tidak mencapai tingkat muskulus
levator ani dengan jarak antara ujung buntu rektum sampai kulit perineum
lebih dari 1 cm.Hal ini biasanya berhubungan dengan fistel genitourinarius
rektovesikal (pria) atau rektovagina (perempuan).Pada perempuan,
anomali letak tinggi sering berhubungan dengan kloaka persisten. Jika
Atresia Anus

Page 10

fistula yang terbentuk adekuat, maka secara klinis tidak terdapat tanda-tanda
obstruksi. Sedangkan bila tidak adekuat, maka terdapat tanda-tanda
obstruksi yang lebih nyata.
Berdasarkan klasifikasi Wingspread, atresia ani dikelompokkan menurut
jenis kelamin.
1.

Laki laki, dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

golongan I pada laki-laki dibagi menjadi 4 kelainan yaitu


kelainan fistula urin, atresia rektum, perineum datar, dan
fistula tidak ada. Jika ada fistula urin, tampak mekonium
keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat
fistula ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis
menentukan letak fistula adalah dengan memasang kateter
urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistula
terletak uretra karena fistulatertutup kateter. Bila dengan
kateter urin mengandung mekonium maka fistula ke
vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita
memerlukan kolostomi segera. Jika fistula tidak ada dan udara
> 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera

dilakukan kolostomi.
Golongan II pada laki laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan
fistula perineum, membran anal, stenosis anus, dan fistula
tidak ada.Fistula perineum sama dengan pada wanita;
lubangnya terdapat pada anterior dari letak anus normal. Pada
membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah
selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan
terapi definitif secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama
dengan perempuan, tindakan definitif harus dilakukan. Bila
tidak ada fistula dan udara <1cm dari kulit pada invertogram,
perlu juga segera dilakukan pertolongan bedah.

2. Perempuan, dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:.

Atresia Anus

Page 11

golongan I Pada perempuan dibagi menjadi 5 kelainan, yaitu


kelainan kloaka, fistulavagina, fistula rektovestibular, atresia
rektum, dan fistula tidak ada. Pada fistula vagina, mekonium
tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses menjadi tidak lancar
sehingga

sebaiknya

dilakukan

kolostomi.

Pada

fistula

vestibulum, muara fistula terdapat di vulva. Umumnya


evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu.
Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan
makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita
dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada
pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis, dan
saluran cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna
sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada atresia rektum,
anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari
tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi
mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila
tidak ada fistula, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari

kulit perlu segera dilakukan kolostomi.


golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan, yaitu kelainan
fistulaperineum, stenosis anus, dan fistula tidak ada. Lubang
fistula perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat
letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu
menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus
terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.
Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya harus segera
dilakukan terapi definitif. Bila tidak ada fistula dan pada
invertogram udara <1 cm dari kulit, dapat segera dilakukan
pembedahan definitif. Dalam hal ini evakuasi tidak ada,
sehingga perlu dilakukan kolostomi.

Atresia Anus

Page 12

2.8. PATOFISIOLOGI
Asal anus dan rektum merupakan stuktur embriologis yang disebut
kloaka.Secara embriologis, saluran pencernaan berasal dari Foregut, Midgut,
dan Hindgut.Foregut akan membentuk faring, sistem pernapasan bagian bawah,
esofagus, lambung, sebagian duodenum, hati,sistem bilier, serta pankreas.
Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, caecum, apendiks, kolon
ascenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut
hingga ke membran kloaka,membran ini tersusun dari endoderm kloakadan
ektoderm dari protoderm/analpit.Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut
sebagai primitif gut.Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum
urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator.Sedangkan
anomali letak rendah atau translevator berasal dari defek perkembangan
proktoderm dan lipatan genital.Pada anomali letak tinggi, otot levator ani
perkembangannya tidak normal.Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus
dapat tidak ada atau rudimenter.
Atresia ani terjadi akibat kegagalan punurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Terjadinya atresia ani adalah karena kelainan kongenital
dimana saat proses perkembangan embriogenik tidak lengkap pada proses
perkembangan anus dan rektum.Dalam perkembangan selanjutnya, ujung ekor
dari belakang berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genito
urinari dans truktur anorektal. Atresia ani ini terjadi karena ketidaksempurnaan
migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7- 10 minggu selama
perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga karena gagalnya agenesis
sakral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada proses
obstruksi. Atresia ani dapat terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar
yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya
feses mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada
Atresia Anus

Page 13

keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ
sekitarnya.
Skema 1. Patofisiologi anomali letak tinggi
Agenesis sakral

Kegagalan perkembangan septum


urorektalis

Abnormalitas uretra
dan vagina
Fistula

Anomali letak tinggi

m. levator ani tidak normal

Urine

Feses

m. sfingter eksternus dan internus


tidak ada/rudimenter

2.9. DIAGNOSIS
Pasien dengan atresia ani biasanya berada dalam kondisi yang stabil dan
diagnosisnya segera tampak setelah kelahiran. Cara penegakkan diagnosis dalah
semua bayi yang lahir harus dilakukan pemasukan termometer melalui anusnya,
tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk mengetahui apakah
terdapat atresia ani atau tidak.Selain itu juga diperlukan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjangsecara cermat.
A. Anamnesis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya
mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rektal, adanya
membran anal, dan fistula eksternal pada perineum.

Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu 24-48
jam. Gejala itu antara lain:
-

Tidak dapat atau mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium (tidak


bisa buang air besar sampai 24 jam setelah lahir).

Atresia Anus

Page 14

Perut membuncit dan pembuluh darah di kulit abdomen terlihat menonjol


(Adele, 1996). Perut kembung biasanya terjadi antara empat sampai
delapan jam setelah lahir.
Muntah (cairan muntahan dapat berwarna hijau karena cairan empedu

atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium).


Adapun perbedaan gejala klinis antara anomali letak rendah dan letak
tinggi, yaitu:
-

Obstruksi usus halus letak tinggi memiliki gejala muntah lebih dahulu

dan dehidrasi yang sangat cepat.


Obstruksi usus halus letak rendah, nyeri lebih dominan pada sentral

distensi. Muntah biasanya lebih lambat.


B. Pemeriksaan fisik
Inspeksi dan Palpasi Perianal
-

Apakah terdapat anus atau tidak, bisa juga tidak ada anus dan hanya

berupa lengkungan (anal dimple).


Jika tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula.

Bila terdapat mekonium pada perineum mengindikasikan defek letak


rendah dan mekonium di urine merupakan bukti adanya fistula di
saluran kemih. Bila terdapat mekonium bercampur urin, maka terdapat
2 kemungkinan, yaitu fistula rektouretral atau rektovesika. Pada fistula
rektouretral didapatkan mekoneum mula-mula keluar bersama miksi,
urine selanjutnya makin lama makin jernih, dan dapat juga mekoneum
keluar tanpa melalui miksi. Sedangkan pada fistula rektovesika,
didapatkan miksi bercampur bersama dengan mekoneun dan dari awal
sampai

akhir

miksi

berwarna

kehitaman.

Selain

itu,

cara

membedakannya juga dapat dengan menggunakan kateter. Jika setelah


dipasang kateter didapatkan urin jernih, maka fistula rektouretral karena
fistula tertutup oleh kateter, sedangkan bila terdapat urin bercampur
mekonium maka fistula rektovesika.
-

Pada perempuan diperiksa genitalia eksterna (fistula vestibulum).

Pada perempuan jika urine bercampur mekonium dan terdapat


hematuria maka defek berupa letak tinggi. Jika dari uretra keluar

Atresia Anus

Page 15

mekonium, kencing jernih, dan terdapat fistula pada perineum maka


defek letak rendah.
-

Dilihat pada saat anak menangis apakah anus menonjol atau tidak, jika
menonjol maka anomali letak rendah, sedangkan jika tidak maka
anomali letak tinggi.

Pada bayi yang baru lahir, hal yang harus kita lakukan adalah mengukur
suhu rektum sekaligus melihat apakah terdapat adanya lubang pada
anus dengan menggunakan termometer yang sudah diberi gel.

Pemeriksaan abdomen:
Inspeksi

= perut tampak kembung

Palpasi

= distensi, nyeri tekan tidak dijumpai.

Perkusi

= hipertimpani

Auskultasi

= Peristaltik meningkat, dapat terdengar metalic sound

Jika dalam 24 jam pertama tidak tampak mekonium baik pada perineum
ataupun urin, dapat dilakukan cross table lateral x-ray dengan posisi
bayi tengkurap.

A. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :
a) Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
-

Invertogram (Radiografi Abominal Lateral dengan marker radiopaque


pada perineum)
Dilakukan agar dapat mengetahui anomali yang terjadi merupakan letak
rendah atau tinggi (Gambar 13).

b) Sinar X terhadap abdomen


Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
c) Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam
system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi
oleh karena massa tumor.
d) CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi.
Atresia Anus

Page 16

e) Pyelografi intra vena


Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f) Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius.
Gambar 13. Perbedaan invertogram pada anomali letak rendah (gambar
a) dan anomali letak tinggi (gambar b)
A

2.10. PENATALAKSANAAN
Atresia Anus

Page 17

Prinsip penatalaksanaan pada atresia ani berpusat pada penentuan


klasifikasinya, yaitu anomali letak tinggi atau letak rendah, ada atau tidak
adanya fistula, dan mengevaluasi apakah terdapat kelainan kongenital lain yang
menyertai. Dibutuhkan waktu sampai 24 jam sebelum fistula dapat ditemukan,
oleh karena itu, observasi pada neonatus sangat dibutuhkan sebelum operasi
definitif dilakukan. Semua pasien dimasukkan nasogastric tubesebelum makan
untuk melihat adanya atresia esofagus dan dimonitoring apakah terdapat
mekonium pada perineum atau urine. Selain itu, dalam 24 jam pertama, bayi
harus mendapatkan terapi cairan dan antibiotik. Pada anomali letak tinggi
dengan atau tanpa fistel dan atresia ani dengan fistula yang tidak adekuat, sifat
tatalaksananya adalah emergency, sedangkan pada ada atresia ani dengan
fistula yang adekuat dan anterior anus adalah elektif.
1. Penatalaksanaan Anomali Letak Rendah
Pada anomali letak rendah, tindakan yang dilakukan adalah operasi
perineal tanpa kolostomi. Operasi yang dilakukan berupa repair yaitu
anoplasti.Terdapat 3 pendekatan yang dapat dilakukan. Untuk anal stenosis,
dimana pembukaan anus berada pada lokasi yang normal, maka dilatasi serial
merupakan penatalaksanaan kuratif. Dilatasi dapat dilakukan sehari-hari oleh
orang tua atau pengasuh anak dan ukuran dari dilator harus dinaikkan secara
progresif (dimulai dari 8 atau 9 French dan dinaikkan ke 14 atau 16 French).
Jika pembukaan anal berada di sebelah anterior dari sfingter eksternus dengan
jarak yang kecil antara pembukaan dan bagian tengah dari sfingter eksternus,
dan perineal intak, maka anoplasti cutback dilakukan. Tindakannya terdiri dari
insisi dari orifisium anal ektopik menuju bagian tengah dari sfingter anus, dan
dengan demikian terjadi pelebaran pembukaan anal. Namun, jika jaraknya lebar
antara pembukaan anal dengan bagian tengah dari sfingter ani eksternus, maka
yang dilakukan adalah anoplasti transposisi, dimana pembukaan anal yang tidak
pada tempatnya dipindahkan ke posisi yang normal pada bagian tengah dari otot
sfingter, dan perineal di rekonstruksi.

2. Penatalaksanaan Anomali Letak Tinggi


Atresia Anus

Page 18

Penatalaksanaan

pada

anomali

letak

tinggi

dan

intermediat

membutuhkan tiga tahapan rekonstruksi. Tahapan pertama yang harus dilakukan


adalah kolostomi terlebih dahulu segera setelah lahir untuk dekompresi dan
diversi, diikuti dengan operasi definitif berupa prosedur abdominoperineal
pullthrough(Swenson, Duhamel, Soave) setelah 4-8 minggu (sumber lain
menyebutkan 3-6 bulan) dan diakhiri dengan penutupan dari kolostomi yang
dilakukan beberapa bulan setelahnya. Tindakannya berupa pemisahan fistula
rektourinari atau rektovagina secara pull-through dari kantong rektal bagian
terminal menuju posisi anus yang normal. Dilatasi anus dimulai 2 minggu
setelah operasi definitifdan dilanjutkan beberapa bulan setelahnya dengan
penutupan kolostomi.
Pena dan DeVries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi
definitif dengan pendekatan postero-sagital anorectoplasty (PSARP), yaitu
dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani
untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel dengan
stimulasi elektrik dari perineum. Jika terdapat adanya kloaka persisten, maka
traktus urinarius perlu dievaluasi secara hati-hati saat kolostomi untuk
memastikan terjadinya pengosongan yang normal dan menentukan apakah
vesica urinaria perlu di drainase dengan vesikostomi. Pada perempuan, jika
terdapat kloaka persisten maka perlu dilakukan rekonstruksi traktus urinarius
dan vagina. Jika terdapat keraguan dalam penentuan letak anomalinya, lebih
baik dilakukan kolostomi. Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari
fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya,
bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Sebagai tujuan akhirnya adalah
defekasi secara teratur dan konsistensinya baik.
Akhir-akhir ini, teknik operasi definitif dapat difasilitasi dengan prosedur
laparoskopi transabdominal sebagai penatalaksanaan untuk anomali letak tinggi
dan intermediat. Teknik ini memiliki keuntungan teoritis karena dilakukan
dengan penglihatan secara langsung dan menghindari pemotongan strukturstruktur lain yang ada. Namun, perbandingan hasil akhir jangka panjang antara
PSARP dan teknik ini belum diketahui.

Atresia Anus

Page 19

Penatalaksanaan pada anomali letak tinggi dilakukan secara operatif,


yaitu:
1. Kolostomi
Kolostomi

merupakan

kolokutaneostomi

yang

disebut

juga

anus

preternaturalis yaitu pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus


besar melalui dinding perut untuk mengeluarkan feses.Kolostomi dapat
dilakukan pada kolon transversalis ataupun sigmoid yang merupakan organ
intraabdominal. Kolon dipisahkan pada daerah sigmoid, dengan usus bagian
proksimal sebagai kolostomi dan usus bagian distal sebagai mukus fistula.
Pemisahan secara komplit dari usus akan meminimalkan kontaminasi feses
menuju fistula rektourinarius sehingga mengurangi risiko terjadinya
urosepsis. Selanjutnya, bagian distal usus di evaluasi secara radiografik
untuk menentukan lokasi dari fistula rektourinarius. Kolostomi dilakukan
pada kolon transversum sebelah kiri di flexura lienalis atas pertimbangan
sebagai proteksi karena di sebelah kiri tidak ada organ-organ penting, kolon
lebih mobile sehingga lebih mudah, dan pada daerah ini tidak terjadi
dehidrasi karena absorbsi elektrolit maksimal di daerah tersebut sehingga
konsistensi feces tidak keras.
Adapun indikasi kolostomi adalah sebagai berikut:
-

Dekompresi usus pada obstruksi


Stoma sementara untuk bedah reseksi usus pada radang atau perforasi
Sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk melindungi anastomosis
distal.

Manfaat kolostomi, yaitu:


a. Mengatasi obstruksi usus.
b. Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan
lapangan operasi yang bersih.
c. Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan
lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta
menemukan kelainan bawaan yang lain.

Atresia Anus

Page 20

Tipe kolostomi yang dapat digunakan pada bayi dengan atresia ani adalah
kolostomi loop yaitu dengan membuat suatu lubang pada lengkung kolon
yang dieksteriorisasi.Jenis anestesi pada tindakan kolostomi adalah anestesi
umum.
Gambar 17. Kolostomi

2. Posterosagital Anorectoplasty (PSARP)


Suatu tindakan operasi definitif pada pasien atresia ani dengan teknik
operasi menggunakan irisan kulit secara sagital mulai dari tulang koksigeus
sampai batas anterior bakal anus. Prosedur ini memberikan beberapa
keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistula rektourinaria maupun
rektovaginal dengan cara membelah otot dasar perlvis, sling, dan
sfingter.Saat ini, teknik yang paling banyak dipakai adalah minimal, limited
atau fullPSARP.
Macam-macam PSARP
1. Minimal PSARP
Atresia Anus

Page 21

Tidak dilakukan pemotongan otot levator maupun vertical fibre, yang


penting adalah memisahkan common wall untuk memisahkan rektum
dengan vagina dan yang dibelah hanya otot sfingter eksternus.Indikasi
dari minimal PSARP, yaitu dilakukan pada fistula perineal, anal stenosis,
anal membran, bucket handle dan atresia ani tanpa fistula yang akhiran
rektum kurang dari 1 cm dari kulit.
2. Limited PSARP
Yang dibelah adalah otot sfingter eksternus, muscle fiber, muscle
complex serta tidak membelah tulang koksigeus. Yang penting adalah
diseksi rektum agar tidak merusak vagina.Indikasi dari limited PSARP
adalahatresia ani dengan fistula rektovestibuler.
3. Full PSARP
Dibelah otot sfingter eksternus, muscle complex, dan koksigeus.Indikasi
dari full PSARP, yaitu atresia ani letak tinggi dengan gambaran
invertogram gambaran akhiran rektum lebih dari 1 cm dari kulit, pada
fistula rektovaginalis, fistula rektouretralis, atresia rektum, dan stenosis
rektum.

2.11. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi post operasi banyak disebabkan oleh karena
kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,
keterbatasan pengetahuan anatomi, dan keterampilan operator yang kurang serta
perawatan post operasi yang buruk.
Komplikasi awal dari PSARP adalah infeksi dari luka, perdarahan, anus
salah letak, fistula berulang, serta cedera pada uretra dan kandung kemih. Pada
komplikasi selanjutnya, pada umumnya terjadi stenosis, striktur anorektal,
prolaps, dan inkontinensia.

Atresia Anus

Page 22

Komplikasi awal dapat dihindari dengan penutupan luka yang adekuat


tanpa meninggalkan celah.Sebagian besar pasien yang melakukan operasi untuk
memperbaiki atresia ani memiliki berbagai derajat konstipasi. Gejala ini lebih
berat terjadi pada kelainan letak rendah dan intermediat.Pasien yang sebelumnya
dilakukan kolostomi baik didaerah proksiamal maupun distal dapat mengalami
obstipasi maka dari itu pasien memerlukan diet kaya serat dan kadang-kadang
sampai dibutuhkan obat pencahar.
2.12. PROGNOSIS
Morbiditas yang ada pasien berhubungan dengan anomali lain yang ada
pada pasien. Tujuan utama dari tatalaksana pada atresia ani adalah kontinensia
feses. Sebanyak 75% pasien memiliki pergerakan usus volunter. [8] Konstipasi
merupakan sekuele yang paling umum. Prognosis pada atresia dapat dievaluasi
dengan cara melihat fungsi klinisnya dan psikologisnya.
Evaluasi Fungsi Klinis
-

Kontrol feses dan kebiasaan buang air besar


Sensasi rektal dan soiling
Kontraksi otot yang baik pada colok dubur

Pada anomali letak rendah, hasil akhir yang sering terjadi adalah konstipasi,
sedangkan pada anomali letak tinggi adalah inkontinensia feses.
Evaluasi Psikologis
Fungsi kontinensi tidak hanya tergantung integritas atau kekuatan sfingter atau
sensasi saja, tetapi tergantung juga pada bantuan orangtua dan kerja sama serta
keadaan mental penderita.
Pasien dengan fistula perineal, atresia rektal, dan anus imperforata tanpa
fistula pada umumnya setelah dilakukan operasi perbaikan memiliki fungsi
defekasi yang baik. Sekitar 80% dapat mencapai kontrol usus anatara usia 3- 4
tahun.
Pasien pria dengan fistula prostat rektouretral

sekitar 60% dapat

mencapai kontrol usus pada usia 3 tahun. Pasien dengan fistula rektovesikal
Atresia Anus

Page 23

prognosisnya kurang baik sekitar 20% dapat mencapai kontrol usus atau buang
air besar secara normal pada usia 3 tahun. Pada sakrum yang tidak normal atau
letak rendah pada umumnya akan terjadi inkontinensia feses, dan sakrum yang
tidak normal pada umumnya terjadi pada fistula rektovesikal dan prostat
rektouretral.
Pasien wanita dengan fistula rektovestibular sekitar 90% dapat memiliki
gerakan usus yang normal pada usia 3 tahun. Pasien wanita dengan kloaka
dengan saluran kurang dari 3 cm sekitar 80% dapat mencapai gekaran usus
yang normal pada umur 3tahun. Bila saluran lebih dari 3cm pada umumnya juga
terdapat kelainan pada sakrum, maka prognosisnya sekitar 25 % terjadi
inkontinensia feses, dan 70 % dari pasien kloaka persisten dengan saluran lebih
dari 3 cm menbutuhkan katerisasi intermiten untuk mengosongkan kandung
kemih. Sedangkan Pasien dengan inkontinensia fekal dan diare pada umumnya
memerlukan kolostomi permanen.

BAB III
KESIMPULAN

atresia ani merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus
tidak sempurna yang disebabkan

oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan

pembentukan anus dari tonjolan embriogenik.


Berdasarkan letak anatomi, atresia ani dapat dibagi mejadi 3 yaitu letak
tinggi, intermediet, dan rendah. Dan dapat juga di klasifikasikan berdasarkan ada
atau tidaknya fistula dan letak fistula.
Atresia Anus

Page 24

Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.


Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya.Diagnosis didapatkan dengan melihat manifestasi klinis
yang muncul dan dengan inspeksi pada regio perianal. Tindakan yang dilakukan
untuk evakuasi feses yang utama yaitu dengan kolostomi dilanjutkan dengan
PSARP disesuaikan dengan kelainan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG,
Matthews JB, et al. Pediatric Surgery.

In: Schwartzs Principles of

Surgery. 9th edition. McGraw Hill; 2010.p. 2777-2780.


2

Sjamsuhidajat R. De Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.hlm. 668-70.

Pena A. Surgical Condition of the Anus, Rectum, and Colon. Pediatric


Surgery. Germany: Springer; 2006.p. 289 -312.

Atresia Anus

Page 25

Sadler T W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman: edisi ke-7. Jakarta:


EGC penerbit buku kedokteran

Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi


9. Jakarta : EGC; 1997.

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson, patofisiologi, konsep klinis


proses-proses penyakit dalam, edisi 6, Jakarta: penerbit EGC, 2006

Atresia Anus

Page 26

You might also like