You are on page 1of 11

ABSES FOSSA CANINA

Disusun Oleh :
Sheny Sarah

(2014-16-099)

Tara Amanda (2014-16-102)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA
2016

PENDAHULUAN
Rongga mulut merupakan tempat berkembang biaknya berbagai macam
mikroorganisme. Mikroorganisme yang secara normal ada dalam rongga mulut ini
dapat mengakibatkan infeksi apabila, yang pertama sifat mikroorganisme tersebut
berubah, baik kualitas maupun kuantitasnya; yang kedua, mukosa mulut dan pulpa
gigi terpenetrasi; dan yang ketiga, sistem kekebalan tubuh dan pertahanan seluler
terganggu, atau kombinasi dari hal-hal tersebut diatas. Infeksi bisa bersifat akut atau
kronis, dimana suatu kondisi akut biasanya disertai dengan pembengkakan dan rasa
sakit yang hebat dengan manifestasi sistemik yaitu malaise dan demam yang
berkepanjangan. Sedangkan bentuk kronis bisa berkembang dari penyembuhan
sebagian keadaan akut, serangn yang lemah atau pertahanan yang kuat.1
Infeksi merupakan suatu proses yang melibatkan proliferasi mikroorganisme
yang menimbulkan reaksi pertahanan tubuh, yaitu suatu proses yang disebut
inflamasi. Inflamasi adalah reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman
cairan, zat-zat terlarut dan sel-sel darah dari darah yang bersirkulasi kedalam jaringan
interstitial pada daerah yang cedera atau yang mengalami nekrotik. Inflamasi akut
adalah reaksi segera dari tubuh terhadap cedera atau kematian sel. Tanda tanda pokok
peradangan adalah dolor (rasa sakit), rubor (merah), calor (panas), tumor
(pembengkakan) dan fungsio laesa (perubahan fungsi). Untuk memahami perbedaan
antara jenis-jenis peradangan dianggap penting untuk mengetahui dan menentukan
terapi pengobatan.2
Infeksi odontogenik adalah penyakit yang paling umum ditemukan dan menjadi
masalah pada seluruh dunia maka dari itu menjadi alasan utama untuk mencari
perawatan gigi yang tepat.3 Infeksi odontogenik dapat berkembang dari gigi yang
rusak (karies), trauma pada daerah akar gigi, dikarenakan lokasi anatomi dan
topografi dari gigi, pathogen dalam mulut atau adanya mediator inflamasi dapat
dengan cepat menyusup kedaerah yang terdekat, misalnya trigonum submandibular
dan fossa canina. Hal ini dapat mengakibatkan terbentuknya cairan di jaringan lunak

dan pembentukan abses. Ini dapat meluas sampai daerah cranial, seperti pada kasus
abses fossa canina. Obstruksi saluran napas, abses periorbital dan abses intracranial
merupakan gejala yang paling sering dan sangat familiar ketika infeksi bertambah.4
Infeksi odontogenik merupakan masalah kesehatan umum dan berbahaya;
terutama ketika komplikasi yang mengancam jiwa terjadi. Infeksi ini menyebar
melalui tulang dan periosteum terhadap struktur dan ruang di dekatnya atau yang
lebih jauh yang meningkatkan risiko septikemia dan kematian untuk pasien yang
terkena. Abses fossa canina adalah infeksi odontogenik yang dapat menyebabkan
komplikasi yang mengancam jiwa. Keberhasilan pengobatan memerlukan pengenalan
lebih awal, penentuan faktor etiologi, dan manajemen medis dan bedah yang tepat.4,5
Untuk melakukan perawatan infeksi odontogenik, dokter gigi harus memahami
terminologi mengenai infeksi dan patofisiologi peradangan. Infeksi odontogenik
selalu berasal dari berbagai macam mikroba seperti bakteri aerob dan anaerob
fakultatif. 6
Faktor anatomi memainkan peran kunci dalam presentasi infeksi bakteri, setelah
menyebar di luar batas-batas rahang. Penyebaran infeksi cenderung mengikuti garis
paling berlawanan, yang ditentukan oleh tulang dan periosteum, otot dan fasia.6
Penentuan tingkat keparahan infeksi, evaluasi pertahanan tuan rumah,
manajemen bedah, dukungan medis, pemberian antibiotik, dan evaluasi berkala
pasien adalah jalur utama pengelolaan infeksi odontogenik. Tiga faktor utama yang
harus dipertimbangkan ketika menentukan keparahan infeksi pada kepala dan leher:
anatomi lokasi, laju perkembangan, dan kompromi jalan napas.7
Abses fossa canina adalah infeksi odontogenik yang dapat menyebabkan
komplikasi yang mengancam jiwa. Keberhasilan pengobatan memerlukan pengenalan
lebih awal, penentuan faktor etiologi, dan manajemen medis dan bedah yang tepat. 4,8
Penyebaran infeksi ke fossa canina biasanya berasal dari caninus rahang atas
atau gigi premolar atas, sering terlihat di atas otot businator. pembengkakan ini
menghilangkan lipatan nasolabial. Ruang ini berada di dekat kelopak mata bawah,
dan karena itu manajemen dini sangat penting untuk menghindari infeksi
sirkumorbital. Ada risiko penyebaran ke kranial, melalui sudut eksternal vena, yang

kemudian menjadi thrombos.7


PENATALAKSAAANNYA
Perawatan abses odontogenik akut dapat dilakukan secara lokal atau sistemik.
Perawatan lokal meliputi irigasi, aspirasi, insisi dan drainase, sedangkan perawatan
sistemik terdiri atas pengobatan untuk menghilangklan rasa sakit, terapi antibiotik dan
terapi pendukung.1 Insisi untuk drainase dilakukan secara intraoral pada lipatan
mukobukal (paralel dengan tulang alveolar) pada regio caninus. Anastesi dilakukan
ekstraoral didekat foramen infraorbital.8
Suatu hemostat kemudian dimasukkan sedalam mungkin pada akumulasi pus
sampai bersentuhan dengan tulang. Sementara itu jari telunjuk pada tangan satunya
melakukan palpasi di margin infraorbital. Akhirnya suatu rubber drain ditempatkan
dan dijahit pada mukusa untuk menstabilkannya.2
Rangkaian insisi dan drainase pasien abses fossa caninus apabila memungkinkan
sebaiknya pemilihan obat didasarkan pada hasil smear atau pewarnaan garam, kultur
dan tes sensitivitas. Antibiotik yang dipilih diresepkan dengan dosis yang adekuat dan
jangka waktu yang lama.1
Radiasi dan indurasi

yang

sangat

sakit

pada

sudut

medial

orbital

mengindikasikan adanya kemungkinana infeksi melaui vena angular. Infeksi ini dapat
menyebar melalui vena ini menuju sinus cavernosus.8
Namun, karena komplikasi ini menimbulkan tuntutan khusus dalam mengelola
penyakit, diagnosis tersebut harus diperhatikan secara serius, dan pasien biasanya
membutuhkan perawatan yang serius dan bahkan dirawat inap secara khusus, abses
fossa canina dan selulitis memerlukan perawatan cepat untuk mengontrol bakteremia
lebih lanjut (misalnya, melalui vena sudut). Telah dijelaskan kasus abses fossa canina
yaitu terjadi setelah trauma pada gigi taring yang lebih rendah dan memberikan
penjelasan yang komprehensif dari patogenesis dan prosedur bedah yang terlibat
Selain operasi, pasien diberi terapi antibiotik dan anti-inflamasi untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut dari infeksi inflamasi ke dalam jaringan lunak dan untuk
mencegah kerusakan lanjutan sebagai akibat dari edema. Pasien diberi 1 mg
amoksisilin atau asam klavulanat dan 0,5 mg metronidazol, baik intravena tiga kali

sehari. pasien juga diberi 75 mg natrium diklofenak intravena tiga kali sehari untuk
mencegah pembengkakan. Terapi intravena dipertahankan selama satu minggu.
Rongga abses dibilas hamper setiap hari. Dalam radiografi, kami mengamati
repneumatization lengkap lesi apikal saat ini.4
Penisilin adalah jenis antibiotik yang paling sering digunakan pada infeksi
odontogen, baik yang alami maupun semisintesis. Antibiotik ini mempunyai aktifitas
bakteriosid yang luas dan bekerja dengan cara mengganggu pembentukan dan
keutuhan dinding sel bakteri.1

gambar 2: proses insisi untuk drainase dari abses, Sumber : Fragiskos D. Oral
Surgery. Berlin : Springer ; 2007. p.221.

gambar 3: a. insersikan hemostat di daerah kavitas abses untuk drainase; b.


penempatan rubber drain pada lokasi drainase, Sumber : Fragiskos D. Oral
Surgery. Berlin : Springer ; 2007. p.221.

gambar 4: insisi daerah vestibulum folt untuk drainase abses fossa canina,
Sumber : Fragiskos D. Oral Surgery. Berlin : Springer ; 2007. p.222.

gambar 5: insersikan hemostat dan eksplorasikan daerah abses sampai


permukaan tulang untuk memudahkan drainase pus, Sumber : Fragiskos D.
Oral Surgery. Berlin : Springer ; 2007. p.222.

PEMBAHASAN
Untuk semua tujuan praktis sebagian besar infeksi berasal dalam tulang rahang

bawah dan rahang dari sumber odontogenik, biasanya didapatkan dari infeksi
periapikal, infeksi periodontal, kista, sisa akar, infeksi yang tersisa, poket perikorona
dan lain-lain.12
Penyebab dan diagnosis infeksi odontogenik serius dan kecenderungannya untuk
menyebar telah dijelaskan secara luas dalam literatur. Abses fossa canina merupakan
salah satu jenis infeksi odontogenik yang memiliki beberapa faktor pemicu. Hal ini
dapat dihubungkan dengan karies gigi, abses periapikal atau periodontal,
perikoronitis, pulpitis, dan osteitis. 4,5
Alur dari penyebaran Infeksi Orofacial, yaitu langsung melalui jaringan; melalui
sistem limfatik ke kelenjar getah bening regional dan kemudian ke dalam aliran
darah; dan langsung melalui aliran darah.9
Penyebaran infeksi ke fossa canina biasanya berasal dari gigi caninus rahang atas
atau gigi anterior lainnya dan gigi premolar atas, sering terlihat di atas otot businator.
pembengkakan ini menghilangkan lipatan nasolabial. Ruang ini berada di dekat
kelopak mata bawah, dan karena itu manajemen dini sangat penting untuk
menghindari infeksi circumorbital. Ada risiko penyebaran ke kranial, melalui sudut
eksternal vena, yang kemudian menjadi thrombos. 7,10
Kasus pertama memperlihatkan pembengkakan pada pipi sebelah kanan
kemudian meluas ke bawah mata. Hasil radiografi panoramik menunjukkan tampakan
radiolusen pada daerah apeks gigi 13. Sedangkan untuk kasus kedua memperlihatkan
tanda klinis ekstraoral yang hampir sama, tetapi dari hasil radiografi periapikal
terdapat area radiolusen di daerah apeks gigi 12 dengan tambalan pada bagian
mahkota.
Pemeriksaan radiografi merupakan komponen penting dari manajemen masalah
gigi. Radiografi Periapikal, oklusal dan panoramik biasanya dapat memberikan
informasi yang diperlukan. 4
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mathew dkk, menunjukkan sebesar 16%
infeksi odontogenik mengenai ruang fossa canina. Sumber infeksi utama berasal dari
infeksi pada pulpa (70.8%). Tanda dan gejala yang menyertai infeksi ini berupa,
pembengkakan, rasa nyeri, trismus, demam, disfagia, dan pengeluaran pus.11

Infeksi odontogenik merupakan infeksi polimikrobial, gabungan dari jenis


bakteri aerobik, anaerob fakultatif dan anaerob yang spesifik. Mikro-organisme yang
paling umum pada Infeksi dentoalveolar adalah Streptokokus viridans.6
Sejalan dengan laporan terbaru yang telah mengkonfirmasi bahwa infeksi rongga
mulut / gigi melibatkan anaerob fakultatif, seperti kelompok Streptokokus viridans
dan kelompok Streptococcus anginosus, dengan anaerob dominan yang spesifik,
seperti Anaerob kokus, spesies Prevotella dan Fusobacterium. Penggunaan metode
non-kultur canggih telah mengidentifikasi mikroorganisme lebih luas , seperti spesies
Treponema

dan

anaerob

batang

Gram-positif

seperti

Bulleidia

extructa,

Cryptobacterium curtum, dan Mogibacterium timidum.7


Objek utama dari perawatan infeksi fasial adalah menghilangkan rasa sakit,
pemulihan fungsi, mempertahankan struktur anatomi, dan mencegah penyebaran dan
rekurensi dari infeksi. Prinsip penatalaksaan infeksi odontogenik yang parah telah
dikenal selama berabad-abad, yaitu ekstraksi gigi dan drainase pus.5,6
Pada kasus ini, perawatan yang dilakukan memliputi insisi drainase intraoral
pada daerah apeks gigi 13 dilanjutkan dengan pemberian antibiotik untuk kasus
pertama, sedangkan untuk kasus kedua yang melibatkan gigi 12 dilakukan drainase
melalui pulpa dan sekaligus perawatan saluran akar dan selanjutnya dilakukan
kuretase dan pemotongan ujung akar gigi 12. Insisi drainase abses harus dilakukan
dengan hati-hati untuk menghindari trauma nervus infraorbital.10
Praktisi dokter gigi atau tenaga medis lainnya, memiliki peran penting dalam
penatalaksaan infeksi odontogenik. Mereka dapat mengobati pasien dengan hanya
antibiotik, menangani dengan perawatan yang benar atau merujuk ke spesialis bedah
mulut dan maksilofasial. Pada awalnya antibiotik akan bekerja efektif, tetapi jika
pasien tidak melanjutkan ke manajemen definitive, masalah akan muncul kembali
dengan peningkatan keparahan infeksi. Antibiotik adalah faktor predisposisi dalam
beberapa sumber berbeda yang telah diterbitkan. Infeksi odontogenik dapat terjadi
dari perawatan gigi ketika praktisi mencoba untuk mempertahankan gigi dengan
manajemen konservatif.6
Secara empiris, terapi antibiotik amoksisilin dengan kalium klavulanat dan

metronidazole, bersama dengan insisi drainase memberikan hasil perawatan yang


sangat baik untuk semua pasien. Antibiotik beta-laktam telah digunakan untuk
mengobati infeksi odontogenik, karena mereka sangat efektif terhadap bakteri
tertentu, murah, dan memiliki efek samping kecil. Meningkatnya resistensi betalaktam karena munculnya organisme yang memproduksi beta-laktamase telah
menyebabkan kekhawatiran mengenai efektivitas antibiotik beta-laktam beberapa
tahun terakhir. 11
Untuk menghindari trauma fossa canina yang disebabkan oleh gesekan terhadap
caninus rahang bawah, dokter gigi harus memeriksa kasus ini dengan hati-hati.4

KESIMPULAN

Infeksi yang parah dapat mengancam jiwa dengan pembentukan abses di


sekitar struktur jaringan. Oleh karena itu penting bahwa dokter gigi menyadari cara
yang mungkin di mana infeksi odontogenous dapat menyebar dan mereka tahu
bagaimana menangani komplikasi seperti dalam kasus darurat. Abses fossa kanina
adalah infeksi odontogenik yang dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam
jiwa. Keberhasilan pengobatan memerlukan penenalan lebih awal, penentuan faktor
etiologi, dan manajemen medis dan bedah yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Petersen, GW. Oral surgery. 1

th

Ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company;

1996. P. 191-197.

10

2. Fragiskos, FD. Oral surgery. Germany: Springer Verlag Berlin Heldelberg;


2007. P. 205-223.
3. Lopez-piriz L, Aguilar Lorenzo, Gimenez Josa Maria. (2007) Management of
Odontogenic Infection of Pulpa and Periodontal Origin. Med oral patol oral
cir bukal. 154-159.
4. Agacayak S. Atilgan S, Belgin G. Case Report: Canine Fossa Abscess; A
Rare Etiological Factor: The Lower Canine Tooth. Journal of International
Dental & Medical Research; 2013, 6(1), pp 36-39.
5. Veronez B, De Matos, Monnazzi MS. Maxillofacial infection. A retrospective
evaluation of eight years. Brazil Journal of Oral Science. 2014; 13(2): pp 98103.
6. Uluibau IC, Jaunay T, Goss AN. Severe odontogenic infections. Australian
Dental Journal Medications. 2005;50(4). Pp 74-80.
7. Onur Gonul, Sertac Aktop, Tulin Satilmis, Hasan Garip and Kamil Goker.
Odontogenic Infections. A Textbook of Advanced Oral and Maxillofacial
Surgery. Intech. Turkey. 47-49.
8. Sailer, H.F. dan Parajola, G.F.(1999).Oral Surgery for General Dentist. New
York :Thieme.
9. Orofacial

Infection

and

Its

Spread.

Website:

http://www.jaypeedigital.com/books/9788180616372/Chapter%20wise
%20Pdf/10160/Chapter-18_Orofacial%20Infection%20and%20Its
%20Spread.pdf?AspxAutoDetectCookieSupport=1. Diakses pada 16 juli
2015.
10. Sailer HF, Pajarola GF. Oral surgery for general dentist. 1999. Thieme: New
York. P 155.
11. Mathew GC , Ranganathan LK, Gandhi S. Odontogenic maxillofacial space
infections at a tertiary care center in North India: a five-year retrospective
study. International Journal of Infectious Diseases. 2012; 16 (1). Pp 296302.
12. Archer, H. W. Oral and Maxillofacial Surgery. Fifth edition.

11

You might also like