Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
a. Anatomi
Dinding Thorax
Dinding thorax terdiri atas kulit, fascia, saraf, otot, dan tulang. Kerangka dinding
thorax membentuk sangkar dada osteokartilaginous yang melindungi jantung, paru-paru,
dan beberapa organ rongga abdomen. Kerangka thorax terdiri dari vertebra thoracica dan
discus intervertebralis, costae dan cartilago costalis, serta sternum.
Beberapa
a.
otot
pernafasan
yang
melekat
pada
dinding
dada
antara
lain:
Otot-otot inspirasi
M. intercostalis externus, M. levator costae, M. serratus posterior superior, dan M
scalenus
b.
Otot-otot ekspirasi
M. intercostalis internus, M. transversus thoracis, M. serratus posterior inferior,
M. subcostalis.
Traktus Respiratorius
Traktus respiratorius dibedakan menjadi dua, yaitu traktus respiratorius bagian atas dan
bagian bawah. Traktus respiratorius bagian atas terdiri dari cavum nasi, nasofaring,
hingga orofaring. Sementara itu, traktus respiratorius bagian bawah terdiri atas laring,
trachea, bronchus (primarius, sekundus, dan tertius), bronchiolus, bronchiolus
respiratorius,
ductus
alveolaris,
dan
alveolus.
Paru-paru kanan terdiri atas 3 lobus (superior, anterior, inferior), sementara paru-paru kiri
terdiri atas 2 lobus (superior dan inferior). Masing-masing paru diliputi oleh sebuah
kantung pleura yang terdiri dari dua selaput serosa yang disebut pleura, yaitu pleura
KEGAWAT DARURATAN
Page 1
HEMOTHORAX
cairan
pleura
yang
berfungsi
melumasi
permukaan
pleura
sehingga
terhisap
sehingga
mengembang
dan
volumenya
membesar,
tekanan
intrapulmoner pun menurun. Oleh karena itu, udara yang kaya O2 akan bergerak dari
lingkungan luar ke alveolus. Di alveolus, O2 akan berdifusi masuk ke kapiler sementara
CO2
akan
berdifusi
dari
kapiler
ke
alveolus.
Sebaliknya, proses ekspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal lebih besar dari tekanan
atmosfer. Kerja otot-otot ekspirasi dan relaksasi diafragma akan mengakibatkan rongga
dada kembali ke ukuran semula sehingga tekanan pada kavum pleura menjadi lebih
positif dan mendesak paru-paru. Akibatnya, tekanan intrapulmoner akan meningkat
sehingga udara yang kaya CO2 akan keluar dari peru-paru ke atmosfer.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1- Hemothorax
KEGAWAT DARURATAN
Page 2
HEMOTHORAX
Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah
interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul.
Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks. Biasanya
perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi. Hemotoraks akut yang
cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber
besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko
terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor
kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga memungkinkan dilakukannya
penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik. Walaupun banyak faktor
yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi operasi pada penderita hemotoraks, status
fisiologi dan volume darah yang kelura dari selang dada merupakan faktor utama. Sebagai
patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila
darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jamuntuk 2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan
transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah herus dipertimbangkan.
- Hemotoraks masif
yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1.500 cc di dalam rongga pleura. Hal ini sering
disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada
hilus paru. Hal ini juga dapat disebabkan trauma tumpul. Kehilangan darah menyebabkan
hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat, tetapi kadang dapat
ditemukan distensi vena leher, jika disertai tension pneumothorax. Jarang terjadi efek mekanik
dari adarah yang terkumpul di intratoraks lalu mendorong mesdiastinum sehingga menyebabkan
distensi dari pembuluh vena leher. Diagnosis hemotoraks ditegakkan dengan adanya syok yang
disertai suara nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami trauma. Terapi
awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan bersamaan
dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan
jarum besar dan kemudian pmeberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari
rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk autotransfusi.
Bersamaan dengan pemberian infus, sebuah selang dada (chest tube) no. 38 French dipasang
setinggi puting susu, anteriordari garis midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya.
KEGAWAT DARURATAN
Page 3
HEMOTHORAX
Ketika kita mencurigai hemotoraks masif pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi. Jika
pada awalnya sudah keluar 1.500 ml, kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan
torakotomi segera. Beberapa penderita yang pada awalnya darah yang keluar kurang dari 1.500
ml, tetapi pendarahan tetap berlangsung. Ini juga mamebutuhkan torakotomi. Keputusan
torakotomi diambil bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200 cc/jam dalam
waktu 2 sampai 4 jam, tetapi status fisiologi penderita tetap lebih diutamakan. Transfusi darah
diperlukan selama ada indikasi untuk toraktomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume
darah awal yang dikeluarkan dengan selang dada (chest tube) dan kehilangan darah selanjutnya
harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah (arteri atau
vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk dipakai sebagai dasar dilakukannya
torakotomi. Luka tembus toraks di daerah anterior medial dari garis puting susu dan luka di
daerah posterior, medial dari skapula harus disadari oleh dokter bahwa kemungkinan dibutuhkan
torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus dan jantung
yang potensial menjadi tamponade jantung. Torakotomi harus dilakukan oleh ahli bedah, atau
dokter yang sudah berpengalaman dan sudah mendapat latihan.
2.4
PATOFISIOLOGI
Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipokasia
jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh karena
hipivolemia ( kehilangan darah ), pulmonary ventilation/perfusion mismatch ( contoh kontusio,
hematoma, kolaps alveolus ) dan perubahan dalam tekanan intratthorax ( contoh : tension
pneumothorax, pneumothorax terbuka ).
Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan
intrathorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi
dari jaringan ( syok ).
2.5
GEJALA KLINIS
KEGAWAT DARURATAN
Page 4
HEMOTHORAX
Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke dalam
rongga
pleura
dan
luasnya
paru-paru
yang
mengalami
kolaps
(mengempis).
Sesak nafas
Mudah lelah
2.6
DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya penurunan suara
pernafasan pada sisi yang terkena.Trakea (saluran udara besar yang melewati bagian depan leher)
bisa
terdorong
ke
salah
satu
sisi
karena
terjadinya
pengempisan
paru-paru.
Rontgen
dada
2.7
PENATALAKSANAAN
KEGAWAT DARURATAN
(untuk
Page 5
menunjukkan
adanya
udara
diluar
paru-paru)
HEMOTHORAX
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan udara dari rongga pleura, sehingga paru-paru bisa
kembali mengembang.Pada pneumotoraks yang kecil biasanya tidak perlu dilakukan pengobatan,
karena tidak menyebabkan masalah pernafasan yang serius dan dalam beberapa hari udara akan
diserap.
Penyerapan total dari pneumotoraks yang besar memerlukan waktu sekitar 2-4 minggu.
Jika pneumotoraksnya sangat besar sehingga menggangu pernafasan, maka dilakukan
pemasangan sebuah selang kecil pada sela iga yang memungkinkan pengeluaran udara dari
rongga pleura. Selang dipasang selama beberapa hari agar paru-paru bisa kembali mengembang.
Untuk menjamin perawatan selang tersebut, sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit.
Untuk
mencegah
serangan
ulang,
mungkin
perlu
dilakukan
pembedahan.
Hampir 50% penderita mengalami kekambuhan, tetapi jika pengobatannya berhasil, maka tidak
akan
terjadi
komplikasi
jangka
panjang.
Pada orang dengan resiko tinggi (misalnya penyelam dan pilot pesawat terbang), setelah
mengalami serangan pneumotoraks yang pertama, dianjurkan untuk menjalani pemedahan.
Pada penderita yang pneumotoraksnya tidak sembuh atau terjadi 2 kali pada sisi yang sama,
dilakukan
pembedahan
untuk
menghilangkan
penyebabnya.
Pembedahan sangat berbahaya jika dilakukan pada penderita pneumotoraks spontan dengan
komplikasi atau penderita pneumotoraks berulang. Oleh karena itu seringkali dilakukan
penutupan rongga pleura dengan memasukkan doxycycline melalui selang yang digunakan untuk
mengalirkan
udara
keluar.
Untuk mencegah kematian pada pneumotoraks karena tekanan, dilakukan pengeluaran udara
sesegera mungkin dengan menggunakan alat suntik besar yang dimasukkan melalui dada dan
pemasangan selang untuk mengalirkan udara.
2.8
PROGNOSIS
Hasil dari pneumothorax tergantung pada luasnya dan tipe dari pneumothorax.
KEGAWAT DARURATAN
Page 6
HEMOTHORAX
kecil, adalah jauh lebih serius dan membawa angka kematian sebesar 15%. Secondary
pneumothorax memerlukan perawatan darurat dan segera. Mempunyai satu pneumothorax
meningkatkan risiko mengembangkan kondisi ini kembali. Angka kekambuhan untuk keduanya
primary dan secondary pneumothorax adalah kira-kira 40%; kebanyakan kekambuhan terjadi
dalam waktu 1.5 sampai dua tahun.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara pada rongga pleura (berasal dari
perlukaan paru atau traktus trakheobronkhial, atau berasal dari perlukaan dinding dada), yang
mengakibatkan hilang atau meningkatnya tekanan negatif dalam rongga pleura.1Pneumotoraks
dapat dibagi spontan atau traumatik.
KEGAWAT DARURATAN
Page 7
HEMOTHORAX
DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall,2009,Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,EGC: Jakarta
Robbins, et al. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta : EGC.
Price, S. A., et al : Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Buku I,
Penerbit EGC, Jakarta, 2000.
Amin. Zulkifli. Dan Bahar Asril., 2009, Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid III, ed. V. Hal.
2230-2238. Jakarta : Interna Publishing.
Rab, Tabrani. 2010. Penyakit Pleura. Jakarta : TIM
KEGAWAT DARURATAN
Page 8