Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Metode titrimetri yang dikenal juga sebagai metode volumetri merupakan
analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri kimia. Dalam setiap
metode titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen analit dengan zat
pendeteksi yang disebut titran. Pencapaian titik ekivalen umumnya ditandai oleh
perubahan zat tertentu yang sengaja dimasukkan ke dalam larutan analit yang
dikenal sebagai indikator. Perubahan indikator terjadi bila semua analit telah
bereaksi dengan titran.[1]
1
Titrasi kompleksometri atau kelatometri adalah suatu jenis titrasi dimana reaksi
antara bahan yang dianalisis dan titrat akan membentuk suatu kompleks senyawa.
Kompleks senyawa ini dsebut kelat dan terjadi akibat titran dantitrat yang saling
mengkompleks. Kelat yang terbentuk melalui titrasi terdiri dari dua komonen yang
membentukligan dan tergantung pada titran serta titrat yang hendak diamati. Kelat
yang terbentuk melalui titrasi terdiri dari dua komponen yang membentuk ligan dan
tergantung pada titran serta titrat yang hendak diamati.[2]
Setiap ion logam dapat dititrasi dengan menggunakan EDTA pada pH tertentu
untuk setiap logam, kadar kalsium (Ca) dalam suatu sampel dapat ditentukan
dengan
menggunakan
titrasi
kompleksometri
menggunakan
garam
natrium
(Na2H2Y) yang akan menunjukkan perubahan warna saat titik ekivalen telah
tercapaiakibat reaksi antara kompleks logam-indikator. Berdasarkan latar belakang
di atas, maka dilakukanlah percobaan ini.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari percobaan ini adalah berapa kadar kalsium (Ca) dalam
sampel dengan metode titrasi kompleksometri ?
C. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar kalsium (Ca)
secara kompleksometri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Reaksi harus sederhana, mudah dituliskan dengan suatu persamaan reaksi. Analit
harus dapat bereaksi secara kuantitatif dengan titran.
2. Reaksi harus dapat terjadi dengan cepat (bila perlu tambahkan katalisator atau
suhu tinggi).
3. Saat titik ekivalen, harus terjadi perubahan baik sifat fisik maupun sifat kimia
dalam larutan yang cukup jelas.
4. Indikator harus dapat memberikan ketentuan (perubahan warna atau struktur yang
jelas) pada saat tercapainya titik ekivalen.
Menurut M. Sodiq Ibnu, et. al. (2005), jenis metode titrimetri didasarkan pada
jenis reaksi kimia yang terlibat dalam proses titrasi. Berdasarkan jenis reaksinya,
maka metode titrimetri dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: asidi-alkalimetri,
oksidimetri, kompleksometri dan titrasi pengendapan.
1. Asidi-alkalimetri didasarkan pada reaksi asam basa atau prinsip netralisasi. Larutan
analit yang berupa larutan asam dititrasi dengan titran yang berupa larutan basa
atau sebaliknya. Metode ini cukup luas penggunaannya untuk penetapan kuantitas
analit asam atau basa. Jika HA mewakili asam dan BOH mewakili basa, maka reaksi
antara analit dengan titran dapat dirumuskan secara umum sebagai berikut :
HA + OH- A- + H2O (analit asam, titran basa)
BOH + H3O+ B+ + 2H2O (analis basa, titran asam)
Titran umumnya berupa larutan standar asam kuat atau basa kuat, misalnya larutan
asam klorida (HCl) dan larutan natrium hidroksida (NaOH).
2. Kompleksometri didasarkan pada pembentukan kompleks stabil hasil reaksi antara
analit dengan titran. Misalnya reaksi antara Ag + dan CN- yang mengikuti persamaan
reaksi :
Ag+ + 2CN-
Reaksi antara Ag+ dengan CN- dikenal sebagai metode Liebig untuk penetapan
sianida. Reagen lain adalah EDTA (etilen diamina tetraasetat) yang banyak
digunakan sebagai pengompleks berbagai ion logam melalui metode titrasi.
3. Oksidimetri didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi antara analit dan titran.
Analit yang mengandung spesi reduktor dititrasi dengan titran yang berupa larutan
standar dari oksidator atau sebaliknya. Berbagai reaksi redoks dapat digunakan
sebagai dasar reaksi oksidimetri, misalnya penetapan ion besi(II) (Fe 2+) dalam analit
dengan menggunakan titran larutan standar cesium(IV) (Ce 4+) yang mengikuti
persamaan reaksi :
Fe2+ + Ce4+ Fe3+ + Ce3+
Oksidator
lain
yang
banyak
digunakan
dalam
oksidimetri
adalah
kalium
permanganat (KMnO4), misalnya pada penetapan kadar ion besi(II) dalam suasana
asam.
4. Titrasi pengendapan didasarkan reaksi pengendapan analit oleh larutan standar
titran yang mampu secara spesifik mengendapkan analit. Metode ini banyak
digunakan untuk menetapkan kadar ion halogen dengan menggunakan pengendap
Ag+, yang reaksi umumnya dapat dinyatakan dengan persamaan :
Ag+ + X- AgX(s) (X- = Cl-, Br-, I-, SCN-)
B. Titrasi Kompleksometri
Titrasi
kompleksometri
meliputi
reaksi
pembentukan
ion-ion
kompleks
Menurut Achmad Mursyidi dan Abdul Rohman (2008), cara-cara titrasi dengan
EDTA terbagi menjadi 5, yaitu :
1. Titrasi langsung merupakan metode yang paling sederhana dan sering dipakai.
Larutan ion yang akan ditetapkan ditambah dengan dapar, misalnya dapat pH 10
lalu ditambahkan indikator logam yang sesuai dan dititrasi langsung dengan larutan
baku dinatrium edetat.
2. Titrasi kembali, cara ini penting untuk logam yang mengendap dengan hidroksida
pada pH yang dikehendaki untuk titrasi. Untuk senyawa yang tidak larut misalnya
sulfat, kalsium oksalat, untuk senyawa yang membentuk kompleks yang sangat
lambat dan ion logam yang membentuk kompleks lebih stabil dengan natrium
edetat daripada dengan indikator. Pada keadaan demikian, dapat ditambahkan
larutan baku dinatrium edetat berlebihan kemudian larutan di dapa pada pH yang
diinginkan dan kelebihan dinatrium edetat dititrasi kembali dengan larutan baku ion
logam.
3. Titrasi substitusi, cara ini dilakukan bila ion logam tersebut tidak memberikan titik
akhir yang jelas apabila dititrasi secara langsung atau dengan titrasi kembali, atau
juga jika ion logam tersebut membentuk kompleks dengan dinatrium edetat lebih
stabil daripada logam lain seperti magnesium dan kalsium.
4. Titrasi tidak langsung, cara titrasi tidak langsung dapat digunakan untuk
menentukan kadar ion-ion seperti anion yang tidak bereaksi dengan pengkelat.
Sebagai contoh barbiturat tidak bereaksi dengan EDTA akan tetapi secara
kuantitatif dapat diendapkan dengan ion merkuri dalam keadaan basa sebagai ion
kompleks 1:1. Setelah pengendapan dengan kelebihan Hg(II), kompleks dipindahkan
dengan cara penyaringan dan dilarutkan kembali dalam larutan baku EDTA
berlebihan. Larutan baku Zn(II) dapat digunakan untuk menitrasi kelebihan EDTA ini
menggunakan indikator yang sesuai untuk mendeteksi titik akhir.
5. Titrasi alkalimetri, pada metode ini proto dari dinatrium edetat (Na 2H2Y)
dibebaskan oleh logam berat dan dititrasi dengan larutan baku alkali sesuai dengan
persamaan reaksi berikut :
Mn+ + H2Y2- (MY)+n-4 + 2H+
Larutan logam yang ditetapkan dengan metode ini sebelum dititrasi harus dalam
suasana
netral
terhadap
indikator
yang
dipergunakan.Penetapan
titik
akhir
C. Indikator
penting
dari
indikator
ini
adalah
pada
titrasi
kalsium
secara
5. Kalmagit
Kalmagit
merupakan
asam
1-(1-hidroksil-4-metil-2-fenilazo)-2-naftol-4-
sulfonat (V), mempunyai perubahan warna yang sama seperti hitam solokrom
(Hitam Eriokrom T), tetapi perubahan warnanya agak lebih jelas dan tajam.
Kelebihan indikator ini adalah tetap stabil hampir tanpa batas waktu. Zat ini
digunakan sebagai ganti Hitam Solokrom (Hitam Eriokrom T) tanpa mengubah
eksperimen untuk titrasi kalsium ditambah magnesium.
(Gambar 5. Kalmagit)
BAB III
METODE PERCOBAAN
A. Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat dilaksanakannya percobaan ini, yaitu sebagai berikut :
Hari/Tanggal : Rabu/ 6 Juni 2012
Pukul
Tempat
C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada percobaan ini, yaitu sebagai berikut :
1. Pembuatan CaCO3 0,01 M
a. Menimbang 0,1 gram padatan kalsium karbonat (CaCO 3) menggunakan neraca
analitik.
b. Melarutkan padatan kalsium karbonat (CaCO 3) dengan memberikan sedikit
aquabides dalam gelas kimia.
c. Memindahkan padatan yang telah larut ke dalam labu takar 100 mL.
d. Mengimpitkan sampai tanda batas menggunakan aquabides dan menghomogenkan
larutan.
e. Menyaring larutan yang telah dibuat menggunakan kertas saring biasa.
2. Titrasi Kompleksometri
a. Memipet 25 mL larutan kalsium karbonat (CaCO 3) 0,01 M dan memasukkan ke
dalam erlenmeyer 250 mL.
b. Menambahkan 25 mL aquabides ke dalam erlenmeyer, mengocok erlenmeyer.
c. Menambahkan 1 mL buffer natrium hidroksida (NaOH) 2 M ke dalam erlenmeyer
hingga pH = 12, mengecek pH larutan menggunakan pH meter.
d. Menambahkan 3 tetes indikator EBT ke dalam erlenmeyer dan menghomogenkan
larutan.
e. Menitrasi larutan dengan Na2EDTA 0,0089 M sampai larutan berubah warna
menjadi biru.
f.
Melakukan secara duplo dan menghitung kadar kalsium (Ca) dalam sampel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil pengamatan dari percobaan ini, yaitu sebagai berikut :
1. Tabel Pengamatan
No.
1.
Perlakuan
Hasil
25 mL kalsium karbonat
Larutan berwarna
(CaCO3) 0,01 M + 25 mL
bening
aquabides
2.
mL
natrium
hidroksida (NaOH) 2 M
3.
Larutan berwarna
bening
Larutan berwarna
merah anggur
4.
15
+ titrasi dengan
Na2EDTA 0,089 M
Larutan berwarna
biru
2. Analisa Data
a. Pembuatan kalsium karbonat (CaCO3) 0,01 M
Keterangan
Diketahui : Mr CaCO3
= 100 gram/mol
Volume larutan
= 25 mL
M CaCO3
= 0,01 M
= 6 mL
Volume titrant2
= 4,1 mL
M Na2EDTA
= 0,0089 M
Ar Ca
= 40 gram/mol
Ditanyakan : % Ca .?
Penyelesaian :
% kalsium (mg/L) = x 100 %
= x 100 %
= 0,0719 x 100 % = 7,19 %
% kalsium (ppm) =
=
= 71,91 mg/L = 71,91 ppm
B. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan percobaan titrasi kompleksometri menggunakan
pengompleks
garam
etilen
diamin
tetra
asetat
(Na 2EDTA).
Sampel
yang
sendiri
merupakan
larutan
standar
primer
sehingga
tidak
perlu
distandarisasi lebih lanjut. Kompleks logam dengan menggunakan titran ini mudah
larut dalam air dimana titik ekivalennya segera tercapai dalam titrasi. Sebelum
melakukan titrasi, dilakukan penambahan buffer natrium hidroksida (NaOH) ke
dalam larutan sampel karena warna dari zat kompleks logam-indikator sangat
dipengaruhi oleh pH larutan, oleh karena itu penting untuk menggunakan larutan
buffer untuk dapat menjaga pH yang dikehendaki selama titrasi. Setelah itu,
dilakukan penambahan indikator EBT ke dalam larutan yang kemudian dilakukan
titrasi. Indikator EBT digunakan dalam percobaan ini karena indikator ini dapat
menitrasi secara langsung ion kalsium (Ca2+) menggunakan indikator EBT ini.
Pada saat penambahan indikator terjadi reaksi antara ion kalsium (Ca 2+)
dengan indikator EBT, seperti reaksi di bawah ini :
CaCO3 + In3- CaI(ungu)
Kompleks logam-indikator yang terbentuk menghasilkan warna ungu dimana
setelah penambahan garam EDTA, ion logam akan bebas dan berikatan dengan
Na2EDTA sehingga indikator akan berubah warna dari warna indikator yang
membentuk kompleks dengan ion logam ke warna indikator yang bebas dari ion
logam. Hal ini disebabkan karena kompleks logam-indikator lebih lemah daripada
kompleks logam-EDTA sehingga EDTA yang ditambahkan selama titrasi akan
mengikat ion logam bebas. Reaksi yang terjadi antara ion logam, Na 2EDTA dan
indikator dapat terlihat di bawah ini :
CaI- + Na2EDTA CaEDTA + I3- + 2Na+
(ungu)
(biru)
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil analisa data, kadar kalsium yang
diperoleh adalah 1,79 % dan 71,91 ppm. Dari hasil analisa data dapat diketahui
bahwa dalam 1 liter sampel yang digunakan terdapat 71,91 mg ion kalsium (Ca 2+).
Dalam percobaan ini, pH larutan yang digunakan adalah 12 sedangkan trayek
pH untuk indikator EBT adalah 8,0 10,3 sehingga perubahan warna yang
dihasilkan pada saat terjadi titik ekivalen tidak signifikan dan tidak memberikan
perubahan warna yang tajam sehingga kesalahan titrasi yang lebih besar dapat
terjadi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini adalah kadar kalsium (Ca) dalam sampel
kalsium karbonat (CaCO3) 0,01 M yang digunakan adalah 1,79 %, sedangkan kadar
kalsium (Ca) dalam ppm adalah 71,91 ppm.
B. Saran
Saran dari percobaan ini adalah sebaiknya pada percobaan berikutnya
digunakan indikator lain yang memiliki trayek pH 12 seperti indikator mureksid
sehingga perubahan warna yang terbentuk saat titrasi lebih jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Chadijah, Sitti. Dasar-dasar Kimia Analitik (Kimia Analitik I). Kendari: Universitas Haluoleo,
2001
Firdaus, Ikhsan, Contoh Indikator Ion Logam. Chem-is-try.org-Situs Kimia Indonesia. 5
Maret
2009.
http://www.chem-istry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kompleksometri/contoh-indikator-ionlogam/. Diakses pada tanggal 10 Mei 2012
_______, Kestabilan Kompleks-kompleks Logam EDTA. Chem.-is-try.org-Situs Kimia
Indonesia. 7
Maret
2009.http://www.chem-istry.org_kimia/instrumen_analisis/kompleksometri/kestabilan-kompleks-komplekslogam-edta. Diakses pada tanggal 10 Juni 2012
Ibnu, M. Sodiq Ibnu, et al.. Kimia Analitik I . Malang: Universitas Negeri Malang, 2005
Khopkar, S. M.. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia, 2010
Mursyidi, Achmad dan Abdul Rohman. Volumetri dan Gravimetri. Yogyakarta: UGM-Press,
2008
Titrasi
Kompleksometri. Wikipedia
The
Free
Encylopedia.
31
Mei
2012.
http://id.wikipedia.org/wiki/Titrasi_kompleksometri. Diakses pada tanggal 10 Juni
2012
[1]M. Sodiq Ibnu, et. al., Kimia Analitik I (Malang: Universitas Negeri Malang,
2005), h. 89-90
[2]Titrasi Kompleksometri, Wikipedia The Free Encylopedia. 31 Mei 2012.
http://id.wikipedia.org/wiki/Titrasi_kompleksometri (10 Juni 2012)
[3]Sitti Chadijah, Dasar-dasar Kimia Analitik (Kimia Analitik I) (Kendari: Universitas
Haluoleo, 2001), h. 45
[4]S. M. Khopkar, Konsep Dasar Kimia Analitik (Jakarta: Universitas Indonesia,
2010), h. 76-77