You are on page 1of 17

Efek Kesehatan Pajanan

Radiasi Dosis Rendah


OLEH:
Zubaidah Alatas
Pusat Penelitian dan Pengembangan Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta ,Indonesia

ABSTRAK
Manusia terpajan radiasi alam dari sumber eksterna, termasuk radionuklida di bumi
dan radiasi kosmik, dan dari sumber radiasi interna oleh radionuklida turunan uranium dan
throrium yang masuk ke dalam tubuh. Sistem metabolisme tubuh mempunyai kemampuan
untuk mentoleransi pajanan radiasi dan radioaktivitas yang ada di alam. Tetapi adanya
aktivitas beberapa industri yang menggunakan sumber alam dapat meningkatkan radio
nuklida alam sampai mendekati suatu batas yang berpotensi menimbulkan risiko kesehatan
pada manusia dan lingkungan, bila tidak dikontrol. Efek radiasi pengion pada manusia
merupakan hasil proses fisik dan kimia yang terjadi segera setelah pajanan, kemudian diikuti
dengan proses biologik dalam tubuh. Proses tersebut meliputi rangkaian perubahan pada
tingkat molekuler, seluler, jaringan dan tubuh. Radiasi dengan dosis serendah berapapun,
dapat menimbulkan efek kesehatan karena sebuah kejadian ionisasi dapat merusak DNA.
Kerusakan DNA inti diangggap sebagai kejadian awal yang menyebabkan kerusakan pada sel
berupa induksi kanker dan penyakit herediter. Ternyata kerusakan sitogenetik juga dapat
terjadi pada sel yang tidak terpajan radiasi secara langsung, dikenal sebagai bystander effects
.Tulisan ini adalah sebuah ulasan mengenai risiko kesehatan pajanan radiasi dosis rendah
terhadap tubuh dalam menimbulkan efek sitotoksik, yaitu induksi kanker pada sel somatik
tubuh dan efek herediter atau pewarisan pada sel genetik. NORM (Naturally Occurring
Radioactive

Material)

dan

TENORM

(Technologically

Enhanced

Naturally

OccurringRadioactive Material) adalah isu yang penting dan kompleks karena melibatkan
ilmu pengetahuan, politik, bisnis dan masyarakat. Radiasi alam sudah ada sejak adanya bumi
ini, ada di mana-mana dan kita terpajan radiasi tersebut setiap hari. NORM dapat dijumpai
dalam tubuh, dalam makanan yang kita konsumsi, di berbagai tempat hidup dan bekerja,
ditanah dan juga di produk yang kita gunakan.

Hampir semua yang ada di alam mempunyai sejumlah kecil radioaktivitas alam.
Sistem metabolisme tubuh mempunyai kemampuan untuk mentoleransi pajanan radiasi dan
radioaktivitas yang ada di alam. Tetapi aktivitas beberapa industri yang
menggunakan sumber alam dapat meningkatkan tingkat pajanan radiasi dan radioaktivitas
alam mendekati batas yang berpotensi risiko kesehatan pada manusia dan lingkungan, bila
tidak dikontrol. Radiasi alam terdiri dari radiasi kosmik dan radiasi yang berasal dari
peluruhan radionuklida alam. Radionuklida alam meliputi bahan radioaktif primordial dalam
kerak bumi, hasil luruhannya, dan radionuklida yang dihasilkan oleh interaksi kosmik dengan
radiasi. Radionuklida primordial mempunyai waktu paruh sebanding dengan umur bumi.
Radionuklida kosmogenik dihasilkan secara terus menerus oleh penghancuran nuklida stabil
oleh sinar kosmik, terutama dalam atmosfer.
Dipresentasikan pada Seminar Aspek Keselamatan Radiasi dan Lingkungan
Pada Industri Non Nuklir, Jakarta 18 Maret 2003,.
Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007
Efek Pajanan Radiasi Dosis Rendah
Radionuklida utama dalam TENORM adalah rantai luruhan uranium-238 dan
thorium-232. Radon sebagai hasil luruhan dari U-238 adalah sumber radioaktivitas alam
terbesar bagi manusia. Radium dan radon adalah radionuklida yang digunakan untuk
mengukur NORM dan TENORM di lingkungan. Tingkat radioaktivitas TENORM sangat
bervariasi, demikian pula bentuk dan volumenya.
Manusia terpajan radiasi alam dari sumber eksterna, termasuk radionuklida di bumi dan
radiasi kosmik, dan dari sumber radiasi interna oleh radionuklida turunan uranium dan
throrium yang masuk ke dalam tubuh. Jalur masuk radionuklida adalah melalui ingesti
(mulut) dan inhalasi. Kategori khusus pajanan radiasi interna merupakan pajanan
paling besar dari sumber radiasi alam.
Efek radiasi pengion pada manusia merupakan hasil dari rangkaian proses fisik dan
kimia yang terjadi segera setelah pajanan (10-15detik beberapa detik), kemudian diikuti
dengan proses biologik dalam tubuh. Proses biologik meliputi rangkaian perubahan pada
tingkat molekuler, seluler, jaringan dan tubuh. Konsekuensi yang timbul dapat berupa
kematian sel atau perubahan pada sel, bergantung pada dosis radiasi yang diterima
tubuh.Pada pajanan akut dosis relatif tinggi, efek yang timbul merupakan hasil dari kematian
sel yang dapat menyebabkan gangguan fungsi jaringan dan organ tubuh, bahkan kematian.

Efek seperti ini disebut efek deterministik yang umumnya segera dapat teramati secara klinis
setelah tubuh terpajan radiasi dengan dosis di atas dosis ambang. Selain itu, radiasi
dapat tidak mematikan sel tetapi menyebabkan perubahan atau transformasi sel sehingga
terbentuk sel baru yang abnormal. Perubahan ini terutama karena rusaknya materi inti sel,
khususnya DNA dan kromosom. Perubahan ini berpotensi menyebabkan terbentuknya kanker
pada sebagian individu terpajan atau penyakit herediter pada turunan mereka. Probabilitas
timbulnya kanker dan penyakit herediter meningkat dengan bertambahnya dosis, tetapi tidak
halnya dengan keparahannya. Efek ini disebut efek stokastik yang terjadi akibat pajanan
radiasi tanpa ada dosis ambang.
Dengan demikian, radiasi pada dosis serendah berapapun, dapat menimbulkan efek
kesehatan karena sebuah kejadian ionisasi dapat menimbulkan kerusakan DNA. Dosis kecil,
10-100 mSv, meningkatkan sekitar 1% laju latar kerusakan DNA yang terjadi secara alamiah.
Tidak diragukan lagi bahwa tidak ada dosis atau laju dosis radiasi yang aman dalam hal
menimbulkan efek pada manusia. Adanya efek kesehatan radiasi pengion dosis rendah telah
mengubah pernyataan "small dose may cause harm" menjadi "small dose definitely will
cause harm".Sejumlah pendekatan fisik dan biologik telah dilakukan untuk menggambarkan
batasan dosis dan laju dosis rendah. Dari aspek mikrodosimetri, dosis rendah adalah di bawah
1 mGy. Sedangkan dari radiobiologi, sekitar 20mGy adalah dosis rendah. Studi epidemiologi
menyatakan bahwa dosis rendah adalah dalam orde 200 mGy, berapapun besar laju dosisnya.
Sedangkan studi induksi tumor pada hewan percobaan menyarankan bahwa laju dosis sekitar
0,1 mGy/menit adalah rendah, berapapun besar dosis totalnya.
Berbagai efek biomedik yang mungkin timbul sebagai akibat pajanan radiasi dosis
dan laju dosis rendah, yang meliputi perubahan gen dan kromosom harus diketahui dengan
baik. Studi terakhir tentang perubahan tersebut pada berbagai jenis sel termasuk sel limfosit
manusia, telah menambah pengetahuan yang berhubungan dengan mekanisme dan hubungan
dosis-respon. Di samping bukti bahwa kerusakan molekuler yang menimbulkan kerusakan sel
somatik dan sel genetik dapat disembuhkan pada tingkatan tertentu, data terakhir menyatakan
bahwa frekuensi efek tersebut meningkat pada radiasi tingkat rendah sebagai fungsi linear,
nonthreshold dari dosis.
Tulisan ini adalah sebuah ulasan mengenai risiko pajanan radiasi dosis rendah
terhadap tubuh dalam menimbulkan efek stokastik, yaitu induksi kanker pada sel somatik
tubuh dan penyakit herediter atau pewarisan pada sel genetik.

RADON SEBAGAI SUMBER RADIASI ALAM TERBESAR BAGI MANUSIA


Gas radon merupakan sumber radiasi alfa yang paling banyak di alam. Diperkirakan
radon banyak berada dalam rumah sekitar 50% dari dosis ekivalen yang diterima masyarakat
dari semua sumber radiasi, baik alam maupun buatan manusia. Gas radon yang ada di udara
secara spontan akan meluruh atau berubah menjadi atom lain. Anak luruh radon ini
bermuatan listrik dan dapat menempel pada partikel debu yang dapat dengan mudah
terinhalasi masuk ke paru dan dapat menetap di sel paru. Dengan demikian organ target
pajanan radon adalah sel epitel paru.
Radiasi alfa yang dipancarkan oleh radon dan turunannya berpotensi merusak sel
dalam organ paru, khususnya DNA yang ada di dalam inti sel. Karena jarak lintasan partikel
alfa sangat pendek, maka radiasi alfa dalam paru tidak dapat mencapai sel-sel organ lain.
Dengan demikian, kanker paru adalah risiko kanker terpenting akibat pajanan radon dari
udara. Radon itu sendiri tidak secara langsung menyebabkan kanker paru tapi partikel alfa
dari turunan radon secara langsung merusak sel2 target pada paru dan menginduksi
pembentukan kanker.
Terdapat perbedaan utama antara radiasi alfa sebagai radiasi dengan LET (Linear
Energy Transfer) tinggi dan radiasi gama/sinar x sebagai radiasi LET rendah, dalam hal
distribusi energi pada populasi sel atau jaringan yang terpajan. Ionisasi akan terjadi pada
setiap interval 100 nm atau lebih di sepanjang lintasan radiasi gamma/X yang akan
menembus suatu jaringan sejauh beberapa cm, sebelum melepaskan semua energinya. Ini
menyebabkan terjadinya distribusi energi yang merata dalam jaringan, dengan demikian dosis
radiasi yang diterima sel dalam jaringan adalah sama dengan tingkatan pajanan yang tidak
diragukan lagi bahwa tidak ada dosis atau laju dosis radiasi yang aman sangat rendah.
Sedangkan radiasi alfa, ionisasi akan terjadi pada setiap 0,2-0,5 nm, sehingga terjadi deposisi
energi yang besar pada satu lokasi tertentu. Umumnya partikel alfa melintas hanya sejauh
sekitar 50 m sebelum semua energinya habis dilepaskan.
Efek pada sel yang dilintasi oleh sebuah partikel alfa masih kontroversial. Diduga
sebagian besar sel yang dilintasi oleh sebuah partikel alfa akan mati akibat deposisi energi
yang besar dalam inti sel dan kerusakan pada DNA. Efek ini dapat bersifat tidak letal; pada
sebagian sel yang terpajan yang dapat bertahan hidup mengalami kejadian mutagenik.Tetapi
Hei dkk menunjukkan bahwa lintasan sebuah partikel alfa mempunyai probabilitas rendah
dalam mematikan sebuah sel, lebih dari 80% sel akan tahan hidup akibat pajanan tersebut.
Lebih jauh lagi, frekuensi mutasi gen meningkat sampai lebih dari 2 kali dari latar pada selsel yang tetap hidup.

Frekuensi mutasi akan meningkat lebih lanjut pada sel yang dilintasi sampai 4 partikel
alfa, masih dengan hanya efek sitotoksik yang sedang. Pajanan radon dosis rendah seperti
yang terjadi dalam rumah, merupakan faktor lingkungan utama yang berpotensi
menimbulkan kanker paru. Studi epidemiologi dan penelitian pada hewan menunjukkan
hubungan positif antara pajanan partikel alfa dari radon dan turunannya dengan kanker paru.
Berdasarkan laporan terakhir dari BEIR VI, diperkirakan bahwa 10 -14% dari semua
kematian akibat kanker paru di AS, berhubungan dengan pajanan gas radon dari lingkungan.
Mekanisme dasar partikel alfa menyebabkan kanker paru belum diketahui dengan
baik, tetapi sejumlah kerusakan genetik yang meliputi kerusakan kromosom, mutasi gen,
induksi mikronuklei dan sister chromatid exchanges (SCE) diketahui berhubungan dengan
kerusakan pada DNA akibat partikel alfa.Pada tingkat pajanan radon dalam rumah, sebagian
besar sel epitel bronchus tidak akan dilintasi oleh partikel alfa sama sekali berarti tidak
menerima dosis radiasi, dan sebagian lainnya akan dilintasi hanya oleh sebuah partikel.
Sebuah sel epitel paru sangat jarang dilintasi oleh lebih dari satu partikel alfa per sepanjang
hidup manusia. Sedangkan pada tingkat radon yang lebih tinggi, seperti tambang uranium, sel
bronchus sering terpajan oleh banyak lintasan partikel alfa dalam waktu yang singkat.
Meskipun proses perbaikan dapat berlangsung, lintasan sebuah partikel alfa tetap berpotensi
menimbulkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada sel yang tidak mati. Lintasan
tunggal sebuah partikel alfa diperkirakan akan menggandakan frekuensi mutasi spontan,
sedangkan peningkatan frekuensi mutasi sampai 2 3 kali lebih besar dapat terjadi akibat
lintasan sampai 4 partikel alfa per sel.
Ekstrapolasi pajanan radon dari dosis tinggi ke rendah dipengaruhi oleh efek laju
dosis yang nampaknya terjadi pada tingkat pajanan dengan lintasan banyak partikel per inti
sel terjadi. Hubungan dosis respon antara radon dengan risiko kanker adalah hubungan linier
tanpa dosis ambang. Meskipun demikian, selalu terdapat kemungkinan adanya sebuah
hubungan ambang antara pajanan dengan risiko kanker paru pada pajanan radon dengan dosis
yang sangat rendah.Perkiraan risiko radon terutama dari studi epidemiologi pada penambang
bawah tanah yang terpajan jauh lebih besar dari penduduk. Pajanan rerata turunan radon
terhadap para pekerja tambang di Colorado sekitar 2,8 Jhm-3/5 tahun (800 WLM). Berarti
sebuah inti sel pada epitel bronchus diperkirakan menerima rerata sekitar 1-5 lintasan partikel
alfa atau 0,567 Jhm-3 (162 WLM) per tahun. Sedangkan penduduk terpajan radon dalam
ruangan (sekitar 50 Bqm-3) sekitar kurang dari 1 dari 10 sel akan dilintas oleh lebih dari satu
partikel alfaatau 0,0007 Jhm-3(0,2 WLM) per tahun.

Diperkirakan kurang dari 1 dari 400 inti sel basal (atau kurang dari 1 dari 100 inti sel
sekretori) akan dilintas oleh sebuah partikel alfa per tahun.
Studi inhalasi radon menunjukkan bahwa frekuensi kanker sel kecil paru di bagian tengah
paru pada penambang uranium yang merokok sigaret lebih besar (30,8%) dari bukan
penambang (10,6%). Bagian ini menerima dosis radiasi paling tinggi pada sel epitel paru.
Jenis sel epitel saluran pernafasan yang juga berisiko tinggi terhadap kanker akibat radon
adalah sel sekretori. Sel basal dan sekretori dapat membelah dan berdifferensiasi. Sel
sekretori membelah sebagai respon terhadap trauma fisik atau kimia dan terlibat dalam proses
perbaikan sel di sepanjang traheobranchial.
EFEK RADIASI TINGKAT SELULER
Kerusakan tingkat sel dan jaringan akibat radiasi meliputi kerusakan DNA dan
kromosom yang berpotensi menyebabkan mutasi sel somatik dan genetik dan prosees
transformasi sel. Kerusakan dapat pula terjadi pada struktur seluler lain, yang mengakibatkan
kematian sel atau kerusakan subletal pada sel, kerusakan seperti ini umumnya tidak berakhir
dengan terbentuknya kanker atau penyakit herediter.
1. Efek Radiasi pada DNA
Target utama kematian sel yang diinduksi oleh radiasi adalah DNA. Radiasi dapat
menimbulkan efek pada DNA baik secara langsung maupun tidak langsung melalui radikal
bebas sebagai hasil interaksi radiasi dengan molekul air.Struktur DNA berbentuk heliks ganda
yang tersusun dari ikatan antara gugus fosfat dengan gula dioksiribosa yang membentuk
strand DNA, dan ikatan antar basa nitrogen yang menghubungkan kedua strand DNA.
Sebagian besar kerusakan DNA berupa kerusakan pada basa, hilangnya basa, putusnya
ikatan antar basa dan juga putusnya ikatan gula dengan fosfat sehingga terjadi patahan pada
salah satu strand yang disebut single strand break (ssb). Kerusakan di atas dapat dikonstruksi
kembali secara cepat tanpa kesalahan oleh proses perbaikan enzimatis dengan menggunakan
strand DNA yang tidak rusak sebagai cetakan.Sel mampu melakukan proses perbaikan
terhadap kerusakan DNA dalam beberapa jam, tetapi dapat tidak sempurna terutama terhadap
kerusakan DNA yang dikenal sebagai double strand breaks (dsb) yaitu patahnya kedua
strand DNA. Proses perbaikan dengan kesalahan dapat menghasilkan mutasi gen dan
abnormalitas kromosom yang merupakan karakteristik pembentukan malignansi.

Kerusakan dsb dianggap sebagai penyebab kerusakan genotoksik dan dengan tidak
adanya proses perbaikan yang efisien dapat menyebabkan timbulnya kerusakan jangka
panjang, bahkan pada dosis yang paling rendah. Trak tunggal, meskipun dari radiasi LET
rendah, mempunyai probabilitas untuk menghasilkan satu atau lebih dsb pada DNA. Oleh
karena itu konsekuensi seluler dari dsb atau interaksi antar dsb, mungkin terjadi pada dosis
dan laju dosis paling rendah. Probabilitas dsb/sel diperkirakan sekitar 4/sel/100 mGy. Rasio
ssb plus kerusakan basa dengan dsb yang diinduksi radiasi LET rendah adalah sekitar 50:1.
Kerusakan komponen sel lainnya (kerusakan epigenetik) mungkin mempengaruhi fungsi sel
dan progresi ke tingkat malignansi.
Terdapat perbedaan utama dalam hal tingkat atau spektrum ionisasi yang diinisiasi
oleh partikel alfa dan sinar gamma. Partikel alfa menghasilkan lebih banyak ionisasi multipel
dalam DNA dan pada molekul sekitar, dibandingkan radiasi gamma. Dengan demikian radiasi
alfa menghasilkan kerusakan lokal yang lebih parah (clustered damage) yang kecil
kemungkinannya dapat diperbaiki.
2. Efek Radiasi pada Kromosom
Radiasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur kromosom, Secara normal,
kromosom terdiri dari lengan atas dan lengan bawah yang dihubungkan dengan sebuah
sentromer. Radiasi dapat menyebabkan terbentuknya (1) fragmen asentrik yaitu delesi lengan
kromosom sehingga terbentuk fragmen kromosom tanpa sentromer, (2) kromosom disentrik
yaitu kromosom dengan dua sentromer, (3) kromosom cincin dan (4) translokasi, yaitu
perpindahan materi genetik antar lengan kromosom.
Frekuensi kromosom disentrik oleh radiasi latar pada sel darah limfosit sekitar 1dalam
1000 sel dan radiasi dapat menginduksi disentrik dengan laju sekitar 4/100 sel/Gy. Frekuensi
kromosom disentrik dan cincin meningkat dengan meningkatnya dosis kumulatif pada daerah
dengan radiasi latar tinggi. Sedangkan frekuensi translokasi latar lebih tinggi, sekitar 510/1000 sel limfosit dan lebih bervariasi sehingga relatif sulit untuk digunakan untuk
mengukur peningkatan respon pada dosis di bawah 200 -300 mGy. Dengan demikian
translokasi sebagai aberasi kromosom stabil mempunyai arti yang kecil dalam memperoleh
informasi tentang bentuk hubungan dosis respon pada dosis rendah.
Hasil penelitian in vitro pada sel limfosit manusia menunjukkan bahwa dosis radiasi
sinar X terendah yang dapat menginduksi aberasi kromosom tidak stabil (disentrik dan
cincin) dan mutasi adalah 20 mGy, sedangkan dosis radiasi sinar gamma untuk menginduksi
aberasi kromosom stabil (translokasi) adalah 250 mGy.

Beberapa studi tidak dapat memperoleh informasi tentang efek radiasi pada dosis jauh
di bawah sekitar 20 mGy untuk aberasi kromosom, 100 mGy untuk transformasi sel, dan 200
mGy untuk mutasi somatik.
Bentuk pasti dari respon untuk efek seluler pada dosis rendah masih belum jelas.
Radiasi LET tinggi jauh lebih efektif dari radiasi LET dalam menimbulkan efek
seluler berupa dsb, aberasi kromosom, transformasi dan mutasi dan juga efek seperti kanker
dan pemendekan umur pada hewan. Radiasi pengion termasuk radiasi alfa tidak efisien
khususnya dalam menimbulkan mutasi titik, tetapi menyebabkan sejumlah delesi interstisial
dan translokasi resiprokal dengan efisiensi tinggi .Telah dibuktikan bahwa dosis sangat
rendah partikel alfa dapat menginduksi sister chromatid exchanges (SCE) pada sel ovarium
hamster dan sel fibroblast manusia. Pada populasi sel ovarium hamster yang diradiasi
tersebut, dimana sekitar < 1% sel yang dilintas satu partikel alfa, terjadi peningkatan SCE
pada > 30% sel.
Studi aberasi kromosom menunjukkan bahwa terdapat hubungan dosis respon yang
linier untuk kerusakan sitogenetik akibat radiasi LET tinggi dan linier kuadratik akibat radiasi
LET rendah. Dosis fraksinasi atau dosis protraksi mempunyai efek kecil dalam induksi
aberasi kromosom setelah pajanan radiasi LET tinggi. Studi pada manusia dan sel rodent
menunjukkan bahwa setelah pajanan partikel alfa dosis rendah, jumlah sel dengan
peningkatan frekuensi aberasi sister chromatid exchange lebih besar dari jumlah inti sel yang
dilintasi partikel alfa.
3. Efek Radiasi pada Sel
Pada dosis rendah radiasi LET tinggi dan pada dosis sangat rendah radiasi LET
rendah, sebagian sel secara langsung dilintas oleh radiasi, tetapi sebagian sel lainnya tidak.
Dan diketahui bahwa jumlah sel yang merespon partikel alfa lebih dari jumlah sel yang
dilintas.Ternyata sel yang diiradiasi dapat berkomunikasi biokimia dengan sel terdekat
dengan mengirim sinyal yang akan menyebabkan kerusakan pada sel terdekat tersebut
(bystander cells). Efek yang dikenal sebagai bystander effects ini sangat nyata terutama pada
radiasi LET tinggi untuk berbagai macam efek secara in vitro. Selain itu, iradiasi pada
sitoplasma sel baik dengan satu atau sejumlah partikel alfa menyebabkan mutasi pada inti
dengan toksisitas rendah. Komunikasi ekstraseluler dari satu sel ke sel lainnya memicu proses
transduksi signal intraseluler pada sel penerima. Dengan demikian, target interaksi dengan
partikel alfa dapat menjadi lebih besar dari inti sel yang dilintas.

Hasil studi efek bystander yang diinduksi partikel alfa menyimpulkan bahwa (1)
Sebuah sel yang diiradiasi dapat mengirim signal yang menyebabkan sebuah respon
onkogenik pada bystander cells, yaitu sel yang intinya tidak terpajan radiasi, (2) suatu
populasi sel mempunyai sebuah supopulasi kecil yang hipersensitif terhadap proses
transformasi dengan adanya signal bystander, dan (3) respon sel bystander nampaknya
berupa ada atau tidak ada, artinya bila sebuah sel bystander telah menerima cukup signal,
maka signal berikutnya tidak akan meningkatkan respon sel. Hasil ini menunjukkan
bahwa efek bystander mungkin berperan penting dalam mekanisme induksi kanker.
Fenomena ini dapat dipertimbangkan sebagai efek karsinogenik radiasi dosis rendah terutama
LET tinggi seperti partikel alfa dari radon. Hanya sebagian kecil dari sel epitel bronchus yang
akan benar-benar dilintas oleh sebuah partikel alfa dari pajanan radon dalam rumah
(domestik) selama hidup seseorang.
Kerusakan jaringan dan kematian sel yang diinduksi oleh radiasi dapat mempercepat
mekanisme penggantian sel yang rusak melalui peningkatan aktivitas pembelahan sel.
Mekanisme apoptosis secara normal dan spontan, bersama dengan peningkatan proliferasi sel
dapat mengeliminasi sel yang rusak, berpotensi mereduksi risiko terjadinya transformasi
sel dan kanker. Di sisi lain, perubahan kinetika penggantian sel berpotensi meningkatkan
ekspansi klonal dari sel terubah atau sel abnormal sehingga meningkatkan risiko kanker.
Proliferasi sel adalah sebuah tahapan yang dibutuhkan selama induksi kanker dimana tanpa
itu kanker tidak akan terbentuk, oleh karena itu peningkatanan proliferasi sel dapat dilihat
sebagai suatu mekanisme baik dalam proses perbaikan jaringan atau dalam promosi proses
pembentukan kanker. Hilangnya kontrol apoptosis juga diyakini sebagai proses penting
dalam perkembangan neoplasia.
Telah diketahui bahwa radiasi pengion umumnya dan partikel alfa khususnya
mengakibatkan penundaan perjalanan atau progresi melewati tahap G2 dan g1 dari siklus sel.
Penundaan G2 dipostulasikan memberikan waktu lebih lama untuk berlangsungnya proses
perrbaikan terhadap kerusakan yang terjadi, sebelum memasuki tahap mitosis. Penundaan G1
bergantung pada fungsi dari protein p53 dan pada pengontrolan ekspresi gen Rb. Sel tumor
tanpa p53 atau dengan mutasi p53 telah kehilangan kemampuannnya untuk merespon
terhadap arrest siklus sel setelah pajanan sinar gamma.

KARSINOGENESIS RADIASI
Karsinogenesis adalah suatu proses pembentukan kanker yang terdiri dari banyak
tahap. Secara umum tahapan karsinogenesis dibedakan atas 3 bagian yaitu inisiasi, promosi
dan progresi. Pada tahap inisiasi, perubahan terjadi pada aspek sitogenetik sebuah sel normal
yang menyebabkan terbentuknya sel termodifikasi atau abnormal. Proses transformasi sel
normal ini akibat efek genotoksik dari suatu agen yang bersifat karsinogenik. Pada tahap
promosi sebagai efek epigenetik dari suatu agen, sel abnormal ini akan terinduksi untuk
melakukan pembelahan atau proliferasi secara aktif dan membentuk suatu klone atau sel yang
tidak normal. Sedangkan tahap progresi adalah tahap terjadinya peningkatan tingkat
keganasan.
Radiasi merupakan karsinogen bersifat universal yang dapat menginduksi kanker di
sebagian besar jaringan tubuh dari berbagai jenis organisma pada berbagai umur, termasuk
janin dalam kandungan. Kanker yang diinduksi oleh radiasi, tipe histologinya sama dengan
yang terbentuk secara spontan, tetapi distribusi jenisnya berbeda. Karena kemampuan radiasi
untuk menembus sel tubuh dan melepaskan energinya pada sel tersebut secara acak, maka
semua sel dalam tubuh berisiko rusak akibat radiasi pengion. Berdasarkan studi pada sistem
seluler dan diperkuat dengan studi pada hewan, diketahui bahwa radiasi adalah karsinogen
dan mutagen yang lemah dibandingkan dengan karsinogen bahan kimia, tetapi efeknya
dapat dimodulasi dengan berbagai faktor sekunder lain.
Radiasi dapat berperan dalam tahap inisiasi karsinogenesis hanya dengan sekali
pajanan. Radiasi LET tinggi dan rendah telah ditunjukkan mampu menginduksi perubahan
kromosomal dan mutasional yang muncul pada turunan dari sel yang terpajan beberapa
generasi setelah pajanan awal. Perubahan dapat terjadi pada sel yang tetap hidup setelah
pajanan, bahkan setelah dosis yang hanya memberikan rerata hanya satu lintasan
partikel alfa per sel. Radiasi terbukti juga berperan dalam tahap proses promosi dan juga
progresi. proses epigenetik (perubahanan non mutasi) seperti bystander effects dan
instabilitas genomik, diketahui mempengaruhi aspek respon seluler tertentu in vitro.
Selain itu terdapat dua jenis gen yang terlibat dalam inisiasi karsinogenesis yaitu proto
onkogen dan gen penekan tumor (tumor supressor gen atau anti onkogen). Kedua gen ini
mengontrol rangkaian biokimia yang sangat komplek yang meliputi signaling seluler dan
interaksi seluler, pertumbuhan, mitogenesis, apoptosis, stabilitas genomik dan diferensiasi.

Mutasi atau perubahan aktivitas kedua gen ini dapat mengubah mekanisme
pengaturan rangkaian biokimia yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan proses
multi tahap dari neoplasia. Pada tahap inisiasi, radiasi dapat mengaktivasi proto onkogen
menjadi onkogen dan menginaktivasi gen penekan tumor, antara lain melalui mekanisme
amplifikasi, translokasi dan delesi.Kanker tertentu yang diketahui diinduksi oleh
radiasi (seperti jenis leukemia dan sarkoma), terbentuk akibat delesi pada kromosom dan
translokasi .
Tabel 1. Berbagai kerusakan pada kromosom yang dijumpai pada
beberapa jenis karsinoma.
Abrasi Kromosom

Kanker

Delesi kromosom 5q
Delesi kromosom 1p (p31p36)
Delesi kromosom 3p
Delesi kromosom 13q14
Delesi kromosom 3p (p14p23)
Translokasi (6;14)(q21;q24)
Translokasi (8;14)(q24;q23)
Translokasi (8;14)(q24;q11)
Translokasi (8;22)(q34;q11)
Translokasi (9;22)(q34;q11)
Translokasi (11;14)(q13;q32)
Translokasi (9;22)(q34;q11)
Translokasi (X;8)(p11.2;q11.2)
Translokasi (`11;22)(q25;q11)

Colon carcinoma
Neuroblastoma
Renal cell carcinoma
Retinoblastoma
Small cell lung carcinoma
Ovarian carcinoma
Burkitt lymphoma
Acute T cell leukemia
Butkitt lymphoma
Chronic myelogenous leukemia
Chronic lymphocytic leukemia
Acute lymphocytic leukemia
Synovial sarcoma
Ewing's sarcoma

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


Sumber informasi utama tentang kanker yang diinduksi radiasi adalah Japanese Life
Span Study (LSS) atas korban bom atom Hiroshima & Nagasaki. Studi ini memberikan
informasi tentang hubungan dosis respon terhadap induksi tumor dan informasi kuantitatif
risiko kanker akibat pajanan radiasi dosis sedang/menengah sampai tinggi. Data memberikan
perkiraan terbaik risiko kanker akibat radiasi LET rendah dengan dosis dari 20 sampai 250
cGy. Risiko kanker pada dosis di bawah 20 cGy masih kontroversial.

Berdasarkan studi tersebut, ICRP dan NCRP merekomendasikan agar perkiraan


risiko kanker akibat pajanan radiasi dosis rendah diekstrapolasi dari dosis lebih tinggi dengan
menggunakan model hubungan dosis respon yang linier, tanpa dosis ambang. Rekomendasi
ini berdasarkan pada pemahaman bahwa DNA inti adalah target utama dari efek genotoksik
radiasi. Studi follow-up menunjukkan peningkatan nyata risiko kanker solid/mampat fatal
yang diinduksi radiasi pada rentang dosis 0 50 mSv.
Risiko kanker bergantung pada jenis kanker, usia dan seks dari individu yang terpajan,
besarnya dosis pada organ tertentu, kualitas radiasi, cara terpajan apakah kronik atau akut,
dan adanya pajanan karsinogen dan promoter lain yang mungkin berinteraksi dengan radiasi.
Diperkirakan bahwa jika 100.000 orang dari semua umur menerima radiasi gamma secara
akut seluruh tubuh sebesar 10 cGy, sekitar 800 kematian ekstra akibat kanker dapat terjadi
selama sisa hidupnya sebagai tambahan terhadap hampir 20.000 kematian akibat kanker yang
dapat terjadi tanpa radiasi.
EFEK GENETIK
Sejauh ini tidak ada penyakit pewarisan diinduksi radiasi yang dijumpai pada populasi
manusia yang terpajan radiasi pengion. Informasi kuantitatif tentang penyakit pewarisan
diinduksi radiasi diperoleh dari percobaan pada hewan. Efek radiasi pada gen dan kromosom
sel reproduktif diketahui dengan baik dari hasil pengamatan mutasi pada lokus spesifik
pada sel spermagonium tikus.
Ekstrapolasi data dari hewan ke manusia dengan demikian diperlukan untuk mengkaji
risiko efek genetik. Hal ini dilakukan karena tidak ada populasi manusia selain korban
bom atom yang dapat memberikan sebuah dasar substansial untuk studi epidemiologi genetik.
Dengan demikian dasar ilmiah dari ekstrapolasi harus bergantung pada hasil penelitian
tingkat seluler dan molekuler. Diketahui bahwa sensitifitas manusia dalam hal induksi mutasi
pada sel germinal oleh radiasi, lebih rendah dibandingkan mencit.
Efek genetik pada turunan dari individu yang terpajan secara konvensional dapat
dibedakan atas 3 jenis utama. (1). Kelainan pertumbuhan yang parah (kematian janin,
kematian neonatal, malformasi, penyakit keturunan, sterilitas) sebagai akibat dari mutasi
gross (genomik, kromosomal, gen-gen penting) yang bersifat dominan. Efek ini terbukti
terjadi pada rodensia, insekta dan ikan, tapi tidak pada manusia. Karena adanya mekanisme
seleksi yang kuat terhadap kelainan parah pada stadium awal kehamilan, efek genetik akibat
radiasi tampaknya sukar ditemukan pada manusia.

(2) Peningkatan risiko kanker sebagai konsekuensi dari bertambahnya kejadian


kanker secara spontan dan meningkatnya sensitivitas terhadap karsinogen. (3) Menurunnya
ketahanan tubuh sebagai efek kesehatan non karsinogenik. Kedua efek genetik yang terakhir
diperkirakan karena ketidakstabilan genomik sel anak.
Semua mutasi mempunyai efek berbahaya. Sebagian mutasi mempunyai efek drastis
yang diekspresikan segera, dan dieliminasi dari populasi secara cukup cepat. Mutasi lain
mempunyai efek menengah dan ada untuk beberapa generasi, menyebarkan kerusakan di
antara turunan individu. Meskipun demikian, banyak efek berlangsung lama yang tidak
mungkin diperkirakan berdasarkan data yang ada sekarang.
Tabel 2. Perkiraan efek genetik yang diinduksi oleh radiasi dengan dosis
1 rem per generasi dalam suatu populasi manusia
Jenis Kelainan

Kejadian/106 bayi

Penyakit Mendelian
Dominan autosom
Resesif autosom
Kromosom X (x-linked)
Translokasi
Trisomi
Kelainan bawaan

2500-7500
2500
400
600
3800
20.000-30.000

PENUTUP
Kerusakan DNA inti sel dianggap sebagai kejadian utama yang diinisiasi radiasi yang
menyebabkan kerusakan sel yang mengakibatkan pembentukan kanker dan penyakit
herediter.
Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa sel-sel yang tidak secara langsung
terpajan radiasi pengion, akan mengalami kerusakan karena berada di sekitar sel yang
terpajan radiasi. Fenomena yang dikenal sebagai bystander effects ini dijumpai terutama pada
pajanan radiasi dosis rendah. Oleh karena itu dalam memperkirakan risiko efek stokastik,
kedua jenis sel, yaitu sel yang menjadi target radiasi dan sel yang tidak menjadi target tetapi
berada di sekitar sel target, harus dipertimbangkan. Dengan demikian kemungkinan risiko
kesehatan yang mungkin timbul akan lebih besar dari yang diperkirakan. Selain itu telah
dibuktikan pula bahwa sebuah partikel alfa yang melintasi sebuah inti sel akan mempunyai
probabilitas tinggi dalam menimbulkan mutasi. Ini berarti bahwa efek yang mungkin timbul
akibat dari pajanan radiasi dosis rendah tidak dapat diabaikan. Berdasarkan dengan semua
informasi ini, proteksi radiasi terhadap pajanan radiasi dosis rendah sudah harus mulai
diperhatikan.

KEPUSTAKAAN
1. Bennet BG. Exposures to Natural Worldwide. In High Levels of Natural Radiation 1996.
Radiation Dose and health effects by Wei,L., Sugahara,T. dan Tao, Z. (Eds.). Elsevier Science
B.V,15-23. 1997.
2. Evaluation of EPA Guidelines for Exposure to Norm. Evaluation of Guidelines for
Exposures to Technologically Enhanced Naturally Occurring Radioactive Materials. National
Academy Press, Washington, DC. 1999.
3. Hall EJ. Radiobiology for the Radiologist. 3rded Lippincott William

&

Wilkins,Philadelphia, USA,2000.
4. Mossman KL. Radiation Risks and Linearity: Sound Science? Proc. Nordic Soc. for
Radiation Protection Seminar. Reykjavik. 26-29 August 1996.
5. Biological Effects of Ionizing Radiation V. Health Effects of Exposure to Low Levels of
Ionizing Radiation. National Academy Press, Washington, DC. 1990.
6. United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation 2000 Report to
the General Assembly. Sources and Effects of Ionizing Radiation. Vol. II. United Nations,
New York. 2000.
7. Little JB. What are the Risks of Low-Level Exposure to Radiation from Radon?. Proc.
Natl. Acad. Sci. USA. 94, 5996-5997. 1997.
8. Biological Effects of Ionizing Radiation VI. Health Effects of Exposure to Radon. National
Academy Press, Washington, DC. 1999.
9. Hei TK., Wu L, Liu S, Vannais D, Waldren C., Pehrson G. Mutagenic Effects of a Single
and an exact Number of Particles in Mammalian Cells. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 94, 37653770. 1997.
10. Desphande A, Goodwin EH, Bailey SM, Marrone BL, Lehnert BE. Alfa- Particle-Induced
Sister Chromated Exchange in Normal Human Lung Fibroblasts: Evidence for an
Extranuclear Target. Radiat. Res. 146, 260-267.
11. Miller RC, Randers-Pehrson G, Geard CR, Hall EJ, Brenner DJ. The Oncogenic
Transforming Potential of the Passage of Single Particles Through Mammalian Cell Nuclei.
Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 96, 19-22. 1999.
12. Little JB. Radiation Carcinogenesis. Carsinogenesis 21, 397-404, 2000.
13. Brenner DJ, Gerard CR, Hall EJ, Sachs RK. Are Bystander Effects Important at Low
Radiation Dose?. DOE/NASA Radiation Investigators' Workshop. Washington, DC. 27-30
June 2001.

14. Zhou H, Pehrson G, Waldren CA, Vannais D, Hall EJ, Hei TK. Induction of a Bystander
Mutagenic Effect of Alpha Particles in Mammalian Cells. Proc. Natl. Acad. Sci.USA.
97.2099-2104. 2000.
15. Croce CM. Role of Chromosome Translocations in Human Neoplasia. Cell, 49, 155-156,
1987.
16. International Commission on Radiological Protection. Recommendations Report No. 60.
Pergamon, New York. 1991.
17. National Council on Radiation Protection and Measurements. Report 116. NCRPM,
Bethesda. 1993.
18. United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation 2001 Report to
the General Assembly. Hereditary Effects of Radiation. United Nations, New York.2001.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/fies/154_09_Paparanradiasidosisrendah.pdf/154_09_Paparan
radiasidosisrendah.html

TUGAS RADIOBIOLOGI

EFEK KESEHATAN PAJANAN RADIASI DOSIS RENDAH

Oleh :
Nama

: LISNAWATI

NIM

: 0851600002

Semester

: VI (enam )

Prodi

: P. Biologi

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA
SUKOHARJO
2010

You might also like