You are on page 1of 8

KOLABORASI PERAWAT DAN DOKTER

DALAM EDUKASI PREDIALYSIS


Jenal Miftah
Unit Pelayanan Dialisis Rumah Sakit Setia Mitra
Jakarta

A. PENDAHULUAN
Sekian banyak pengertian kolaborasi yang dikemukakan oleh para ahli,
profesional maupun praktisi dengan sudut pandang yang berbeda tergantung
subjek maupun objek yang dihadapinya, namun demikian secara prinsip
kolaborasi mengandung makna kebersamaan, kerja sama, kesetaraan, saling
menghargai dalam lingkup pemikiran, maupun cara penyelesaian suatu
permasalahan.
Kolaborasi digunakan untuk menjelaskan praktik dua pihak atau lebih
dalam mencapai tujuan bersama dan melibatkan proses kerja masing masing
maupun kerja bersama dalam mencapai tujuan bersama tersebut. Motivasi
utama adalah memperoleh hasil-hasil kolektif yang tidak mungkin dicapai jika
masing masing pihak bekerja sendiri-sendiri, para kolaborator
mengharapkan hasil hasil yang inovatif, merupakan terobosan, serta
prestasi yang memuaskan. Kolaborasi dilakukan agar memungkinkan muncul
saling pengertian dan realisasi visi bersama dalam lingkungan dan sistem yang
komplek.
Efektivitas hubungan kolaborasi profesional memberikan respek yang
saling menguntungkan baik setuju maupun ketidak setujuan yang dicapai
dalam interaksi tersebut. Kerjasama, berbagi tugas, tanggung jawab dan
tanggung gugat yang didasari kepentingan bersama dalam mencapai tujuan
bersama untuk akan mencapai outcome yang lebih baik.
Tentu kolaborasi tidak mudah terwujud, jika masing-masing
kolaborator tidak menyadari kekurangannya yang tidak mungkin dapat
terpenuhi oleh dirinya. Kolaborasi memerlukan sharing pengetahuan yang
direncanakan bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama guna mencapai
hasil yang optimal, sebagaimana dikemukakan oleh Gray (1989) bahwa
kolaborasi sebagai proses berfikir dimana pihak yang terlibat memandang
aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah serta menemukan solusi dari
perbedaan tersebut dan keterbatasan pandangan mereka terhadap apa yang
dilakukan.Kolaborasi juga harus saling melengkapi kekurangan dari masingmasing kolaborator.
Berbagai masalah mungkin timbul ketika kolaborasi diciptakan tanpa
kesadaran dari masing masing pihak untuk saling menyadari dan perlunya
orang lain untuk menutupi kekurangan yang ada pada dirinya. Kesetaraan
tidak dipaksakan tetapi saling mengakui dan menghargai. Pemeliharaan ego,
superior hal yang sering menjadi hambatan karena dilain pihak merasa
dominan dalam peran dan pada sisi yang lain merasa tidak ada penghargaan.
1

Kolaborasi harusnya tercipta karena kebutuhan masing masing pihak


yang sama karena merasa tidak mungkin optimal atau mungkin merasa akan
lebih baik kalau bisa saling melengkapi, sehingga semuanya bisa berjalan
dengan baik, masalah masalah dapat terselesaikan dengan baik, justru ketika
semuanya bisa bekerja sama dengan baik.
B. KOLABORASI ANTARA DOKTER DAN PERAWAT
Pada saat ini berkembang paradigma baru dalam upaya pemberian
palayanan kesehatan yang bermutu dan konfrehensif, tentu hal ini dipicu
ketika WHO pada tahun 1984 mendefinisikan sehat yang meliputi sehat
fisik,sehat psikis,sehat sosial, dan sehat spiritual. Dulu orang memandang
masing masing berdiri sendiri, hanya sedikit keterkaitan antara satu sama
lainnya. Oleh karena itu penanganan kesehatan pada
umumnya akan
melibatkan berbagai elemen disiplin ilmu yang saling menunjang.
Hubungan dokter dan perawat dalam pemberian asuhan kesehatan
kepada pasien merupakan hubungan kemitraan ( partnership) yang lebih
mengikat dimana seharusnya terjadi harmonisasi tugas, peran dan tanggung
jawab dan sistem yang terbuka.Sebagaimana American Medical Assosiasi
( AMA ), 1994, menyebutkan kolaborasi yang terjadi antara dokter dan
perawat dimana mereka merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega,
bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktek
mereka dengan berbagai nilai nilai yang saling mengakui dan menghargai
terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga
dan masyarakat.
Apabila kolaborasi antara dokter dan perawat berjalan sebagaimana
dimaksudkan tentu berdampak langsung terhadap pasien, karena banyak
aspek positif yang dapat dihasilkan tetapi pada kenyataannya terutama dalam
praktek banyak hambatan kolaborasi antara dokter dan perawat sehingga
kolaborasi sulit tercipta.
1. Hambatan Kolaborasi Dokter dan Perawat
a. Dominasi Kekuasan
Dari pengamatan penulis terutama dalam praktek Asuhan Keperawatan
perawat belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi dengan baik
khususnya dengan dokter walaupun banyak pekerjaan yang seharusnya
dilakukan dokter dikerjakan oleh perawat, walaupun kadang tidak ada
pelimpahan tugasnya dan wewenang. Hal ini karena masih banyaknya
dokter yang memandang bahwa perawat merupakan tenaga vokasional.
Degradasi keperawatan ke posisi bawahan dalam hubungan kolaborasi
perawat-dokter, secara empiris hal ini menunjukkan bahwa dokter
berada di tengah proses pengambilan keputusan dan perawat
melaksanakan keputusan tersebut. Pada tahun 1968, psikiater Leonard
Stein menggambarkan hubungan perawat-dokter pada kenyataanya
perawat menjadi pasif.
b. Perbedaan Tingkat Pendidikan/Pengetahuan
Perbedaan tingkat pendidikan dan pengetahuan dokter dan perawat
secara umum masih jauh dari harapan hal ini dapat berdampak pada
interprestasi terhadap masalah kesehatan pasien yang berbeda, tentu
juga akan berdampak pada mutu asuhan yang diberikan.
2

c. Komunikasi
Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif,
bertanggungjawab dan saling menghargai antar kolaborator, catatan
kesehatan pasien akan menjadi sumber utama komunikasi yang secara
terbuka dapat dipahami sebagai pemberi informasi dari disiplin profesi
untuk pengambilan keputusan. Kesenjangan tingkat pendidikan dan
pengetahuan akan menghambat proses komunikasi yang efektif.
d. Cara Pandang
Perbedaan antara dokter dan perawat dalam upaya kolaboratif terlihat
cukup mencolok. Dokter dapat menentukan atau memandang kolaborasi
dalam perspektif yang berbeda dari perawat. Mungkin dokter berpikir
bahwa kerjasama tersirat dalam tindak lanjut sehubungan dengan
mengikuti perintah /instruksi daripada saling partisipasi dalam
pengambilan keputusan. Meskipun komunikasi merupakan komponen
yang diperlukan, itu saja tidak cukup untuk memungkinkan kolaborasi
terjadi. Gaya maupun cara berkomunikasi juga berpengaruh terhadap
efektivitas komunikasi. Pelaksanaan instruksi dokter oleh perawat
dipandang sebagai kolaborasi oleh dokter sedangkan perawat merasa
mereka sedang diperintahkan untuk melakukan sesuatu. Kemungkinan
kedua adalah bahwa perawat tidak merasa nyaman "menantang" dokter
dengan memberikan sudut pandang yang berbeda.. Atau, mungkin input
yang perawat berikan tidak dihargai atau ditindaklanjuti, sehingga
interaksi tersebut tidak dirasakan oleh perawat sebagai kolaborasi.
C. PROGRESIVITAS PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK)
Peningkatan jumlah pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir (ESRD)
merupakan masalah nyata dalam kedokteran modern, pada tahun 1996 di
Amerika Serikat kejadian ESRD dilaporkan adalah 268 per juta penduduk per
tahun. Di seluruh dunia kejadian stadium akhir penyakit Ginjal ( ESRD) terus
meningkat dengan tingkat pertumbuhan 6-8 % pertahun. Di Indonesia
sebagaimana dilaporkan Suhardjono ( 2009) dari data PT ASKES Indonesia
tampak jumlah pasien yang dilakukan Dialysis dari tahun ke tahun semakin
meningkat, dengan prevalensi 433 perjuta penduduk.
Dari sekian banyaknya pasien yang memerlukan terapi pengganti hanya
sedikit yang dapat menikmati pelayanan kesehatan sampai dengan dialysis
sebagain besar meninggal sebelum melakukan dialysis. Tentu hal ini menjadi
keprihatinan kita bersama
untuk lebih berperan dalam menekan laju
pertumbuhan dan progresivitas penyakit ginjal, dengan mempertahankan
kualitas kesehatan pasien secara optimal
Berbagai program telah dilakukan untuk baik pengobatan, pengendalian
faktor resiko, pengaturan diet, maupun pencegahan dengan memberikan
informasi kesehatan. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesadaran kepada
masyarakat tentang Penyakit Ginjal disampaing resiko kematian yang tinggi
juga tidak sedikit biaya yang dibutuhkan. Terutama ditujukan bagi mereka
yang sudah mempunyai faktor resiko seperti Penyakit Hypertensi, DM, dan
Penyakit Ginjal lainnya. Dan untuk mereka yang sudah menderita penyakit
3

Ginjal Kronik diperlukan pemahaman tentang Terapi Pengganti Ginjal ( TPG),


agar dapat menghambat laju progresivitas penyakit tersebut ke tahap akhir.
Peran penting ini perlu dilakukan baik oleh dokter, perawat maupun
tenaga kesehatan lainnya yang telah dilatih sebagai tenaga edukator maupun
fasilitator. Informasi ini perlu diberikan segera setelah clereance kreatinin
turun menjadi 20-25 ml/menit pada stadium 4 ( K-Doqi)

D. PENDIDIKAN KESEHATAN
Salah satu fungsi dan tugas keperawatan adalah melakukan Pendidikan
Kesehatan terhadap klien/ masyarakat, yang dipandang perlu dan setelah
ditentukan diagnose keperawatan hal ini dilakukan sebagai langkah awal dalam
intervensi keperawatan. Berbagai macam metode yang dapat dilakukan salah
satunya atau penggabungan dari berbagai metode, hal ini dilakukan untuk
mendapat hasil lebih baik , pemberian pendidikan kesehatan kepada klien/
masyarakat harus didukung oleh nilai-nilai sensitif seperti umur pasien, jenis
kelamin,kondisi ekonomi, tingkat pendidikan, latar belakang budaya, dan
spiritual. Secara umum langkah- langkah yang harus dilakukan dalam
pelaksanaan Penkes :
1) Menentukan Tujuan Pendidikan Kesehatan ( Penkes)
Pada dasarnya tujuan utama penkes mencakup 3 hal, yaitu :
Peningkatan pengetahuan atau sikap klien: Ini merupakan pernyataan
tentang apa yang akan dicapai dalam periode waktu tertentu yang
berhubungan dengan status kesehatan pasien.
Peningkatan perilaku klien: Merupakan deskripsi perilaku yang
dicapai untuk mengatasi masalah kesehatan yang ada
Peningkatan status kesehatan klien: Merupakan pendidikan atau
pembelajaran yang harus tercapai (perilaku yang diinginkan). Oleh
sebab itu, tujuan perilaku berhubungan dengan pengetahuan dan
sikap.
2) Menentukan Sasaran
Di dalam penkes yang dimaksud dengan sasaran adalah, yaitu
individu, kelompok/ keluarga maupun keduanya
3) Menentukan Isi/Materi Penkes
Isi penkes harus dibuat sesederhana mungkin sehingga mudah
dipahami oleh sasaran. Bila perlu buat menggunakan gambar dan
bahasa setempat sehingga sasaran mau melaksanakan isi pesan
tersebut
4) Menentukan Metode
1. Pengetahuan : penyuluhan langsung, pemasangan poster, spanduk,
penyebaran leaflet, dll
2. Sikap : memberikan contoh konkrit yang dapat menggugah emosi,
perasaan dan sikap sasaran, misalnya dengan memperlihatkan foto,
slide atau melalui pemutaran film/video

4.

3. Keterampilan : sasaran harus diberi kesempatan untuk mencoba


keterampilan tersebut
Pertimbangkan sumber dana & sumber daya

5) Menetapkan Media
1. Teori pendidikan : belajar yang paling mudah adalah dengan
menggunakan media.
2. Media yang dipilih harus bergantung pada jenis sasaran, tingkat
pendidikan, aspek yang ingin dicapai, metode yang digunakan dan
sumber daya yang ada
6) Menyusun Rencana Evaluasi
Harus dijabarkan tentang kapan evaluasi akan dilaksanakan, dimana
akan dilaksanakan, kelompok sasaran yang mana akan dievaluasi &
siapa yang akan melaksanakan evaluasi tersebut
7) Menyusun Jadwal Pelaksanaan

Merupakan penjabaran dari waktu,tempat & pelaksanaan yang


biasanya disajikan dalam bentuk gan chart

E. EDUKASI PREDIALYSIS
Pendidikan persiapan dianggap sebagai proses penting untuk
memfasilitasi adaptasi pasien baik fisik dan psikososial untuk menjalani
tahap pengobatan penyakit ginjal. Program edukasi ini semestinya dilakukan
dengan melibatkan sebuah tim yang terdiri Neprologis , perawat, ahli gizi,
dokter bedah, tenaga sosial dan sebagainya. Tetapi pada keadaan tertentu
bahwa lebih banyak perawat yang akan mendampingi pasien tentu hal ini tidak
lantas menjadi tugas pokok perawat untuk melakukan penkes. Tetapi
kolaborasi antara tim kesehatan perlu dibina dan terjalin dengan baik
sehingga program pendidikan kesehatan ini memberikan manfaat untuk
pasien.
Semua pasien Gagal Ginjal Kronik ( GGK )sebaiknya ketika nilai
Cleareance Kreatinin ( CCT ) antara 20 25 ml /menit sudah masuk dalam
program ini, mengingat bahwa perawat yang akan terlibat lebih besar
porsinya dalam menghadapi pasien sebaiknya program ini dilakukan olah
perawat sebagai tenaga edukator dan bertanggungjawab atas perawatan,
pengobatan sebagai modalitas pasien.
Melalui program seperti itu, pada tahap awal cakupan informasi yang
luas dapat disediakan kepada pasien dan keluarganya, sebuah Program
Edukasi Predialysis ( PEPD) harus mencakup proses penyakit, modalitas
pengobatan yang berbeda, dan obat , diet, dll, Tujuan PEPD adalah membantu
pasien dengan informasi yang obyektif tentang pengobatan alternatif ESRD,
membantu mereka membuat pilihan pengobatan yang tepat dan motivasi
perawatan diri. Pasien dapat diskusi lebih lanjut dengan tim kesehatan
5

sehingga pasien dapat mengambil keputusan pengobatan sesuai dengan


modaliti- dirinya.
Pasien dengan ESRD memerlukan beberapa jenis terapi pengganti
ginjal untuk bertahan hidup dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialysis
( hemodialysis atau PD). Memutuskan tentang apa yang paling cocok untuk
seorang individu pasien tergantung fungsi ginjal sisa dan modalitas yang
tersedia, sehingga membuatnya lebih mudah untuk pasien dan dokter yang
merawat dalam membuat keputusan tentang cara terapi yang akan dilakukan,
yang akan memberikan manfaat maksimal dan kualitas terbaik dari kehidupan
pasien.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Gomez dkk, paket
informasi standar yang digunakan sebagai program dasar pendidikan pasien
cukup efektif meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien tentang
ESRD dan pilihan pengobatan yang tersedia. Pasien dengan ESRD menghadapi
masa depan yang tidak pasti dengan perubahan pola kehidupan,Selain itu,
orang dengan ESRD diharapkan untuk mempelajari informasi baru,
keterampilan dan strategi untuk perawatan diri, dan perubahan jangka
panjang dalam gaya hidup.
F. PROGRAM EDUKASI PREDIALYSIS ( PEPD )
Banyak faktor yang menyebabkan ketidak rutinan atau kepatuhan
pasien dalam menjalani dialysis. Faktor- faktor tersebut antara lain yaitu
tingkat pengetahuan penderita, tingkat ekonomi, sikap pasien, usia, dukungan
keluarga, jarak dengan pusat dialysis, nilai dan keyakinan tentang kesehatan,
derajat penyakit yang diderita pasien, faktor lamanya menjalani hemodialisa,
dan faktor keterlibatan tenaga kesehatan. Proses dialysis yang lama akan
menimbulkan stress. Stress tersebut dapat muncul akibat dari prosedur
terapi dialysis itu sendiri. Oleh kerana itu diperlukan dukungan dari semua
pihak baik dari tenaga kesehatan (dokter, perawat, ahli gizi, tenaga sosial
maupun dari pemerintah), terutama dukungan keluarga.
1)

Tujuan Program Edukasi Predialysis


Adalah untuk menyediakan program pendidikan terencana yang
memungkinkan pasien memahami proses penyakit mereka , pilihan
pengobataan yang tersedia, dan perubahan gaya hidup yang akan
dijalani,
Memfasilitasi pasien agar mencapai kualitas hidup yang optimal dari
sudut pandang pasien, dan untuk mencapai potensi optimal dalam
proses rehabilitasi mereka.
2) Hasil yang diharapkan
Setelah selesai mengikuti program edukasi ini pasien diharapkan:

Memahami implikasi pengobatan penyakit ginjal tahap akhir yang


berhubungan dengan diet, cairan, obat-obatan dan dialysis

Sadar akan persiapan pendidikan dan klinis untuk perawatan dialysis

Berkomitmen terhadap prinsip-prinsip pengobatan perawatan diri

Mengerti bahasa medis dan keperawatan yang berhubungan dengan


penyakit ginjal tahap akhir

Menyadari layanan dukungan yang tersedia

Mengevaluasi pilihan-pilihan dialysis pengobatan dari perspektif


mereka.

Kurang cemas dan takut tentang dialysis yang akan datang.

3) Langkah-langkah untuk melakukan program ini:


a. Perencanaa Klinik
Secara umum berkaitan dengan:
Program pendidikan ( lama pendidikan, waktu pembelajaran,
menentukan sasaran, menentukan media, menentukan metoda
pembelajaran, penyusunan rencana evaluasi ).
Mengidentifikasi masalah.
Memasukkan data base identifikasi pasien.
b. Pendidikan dan Pelatihan
Penyampaian informasi kesehatan secara konfrehenship yang
menyangkut penyakit ginjal, manifestasinya, pilihan pengobatan,
diet dan perubahan gaya hidup.
Menyediakan forum tanya jawab dan isu-isu yang harus
ditangani.
Menyampaikan informasi tetang modalitas pengobatan
Melakukan penilaian kemampuan fisik pasien sebagai modalitas
dialysis
Mengidentifikasi masalah yang berkaiatan dengan preferensi
perawatan khusus
Memberikan gambaran realistis tentang terapi pengganti ginjal
( TPGG) hemodialysis, peritoneal dialysis dan tranplantasi.
c. Pemilihan Pengobatan
Penentuan pilihan pengobatan.
Menyiapkan Akses dialysis ( persiapan pembuatan akses fistula,
perencanaan implant catater peritoneal, dan perawatan jangka
panjang)
Sistim rujukan
d. Evaluasi
Evaluasi program pendidikan / pelatihan.
Penilaian kemajuan pasien dengan pilihan pengobatan.
Tindak lanjut tentang masalah yang timbul.
G. KESIMPULAN
1) Istilah kolaborasi biasanya digunakan untuk menjelaskan praktik dua
pihak atau lebih untuk mencapai tujuan bersama dan melibatkan
7

2)

3)

4)
5)

proses kerja masing - masing maupun kerja bersama dalam mencapai


tujuan bersama.
Kolaborasi antara dokter dan perawat masih mengalami hambatan
karena adanya perbedaan cara pandang, pendidikan/pengetahuan, dan
kekuasaan.
Program pendidikan kesehatan predialysis bagi pasien HD dianjurkan,
dan secara umum, intervensi pendidikan ini meningkatkan pengetahuan
pasien atau staf medis dalam sebuah studi oleh Juergensen dkk, hasil
pendidikan dapat meningkatan kepatuhan pasien untuk dialysis lebih
dari 95 %
Program Edukasi Predialysis sebaiknya segera diberikan setelah
clearance kreatinin ~ 20-25 ml / menit,
Pemilihan program pengobatan yang dilakukan secara mandiri setelah
pasien memahami segala konsekuwensi yang akan dihadapi akan dapat
meningkatkan kualitas kesehatan lebih optimal. Tentu hal ini dapat
memperlambat terjadinya komplikasi skunder.

H. SARAN-SARAN
1) Mengingat pentingnya Program Edukasi Predialysis dan masih
kurangnya tenaga edukator kiranya PPGII perlu mempertimbangkan
untuk mendidik para perawat dialysis menjadi tenaga edukator.
2) PPGII dan Pernepri perlu merumuskan , mengenai metoda, materi
pembelajaran, evaluasi dan segala sesuatu yang berkaitan dengan
Edukasi Pasien Pradialysis.
I. DAFTAR PUSTAKA
1) Ariyanto S.Terapi Penganti Ginjal: Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Ketidakpatuhan Perawatan Hemodialis. Last update 29 Agustus 2008.
Diakses
tanggal
24
Desember
2008.
http://contohaskep.blogspot.com/2008/08/faktor-faktor-mempengaruhi.html
2) Ghafari A, Sepehrvand N, Hatami S, Ahmadnejad E, Ayubian B,
Maghsudi R, Kargar C. Effect of an educational program on awareness
about peritoneal dialysis among patients on hemodialysis. Saudi Ginjal
Transpl Dis J 2010; 21:636-40
3) Indonesia Sehat. Pelayanan Konseling akan Meningkatkan Kepatuhan
Pasien pada Terapi Obat. Last update 2 Juni 2007. Diakses tanggal 5
juli 2009. http://www.indonesiasehat.com
4) Joy Curtis , Ethics in Nursing: Cases, Principles, and Reasoning, 4th
edition
5) Konsep Kepatuhan. Last update 18 Januari 2009. Diakses tanggal 24
Sep 2010. http: //syakira - blog. blogspot.com / 2009/ 01 / konsepkepatuhan.html
6) Suhardjono. Prof.,DR.,Dr., SpPD.,KGH.,Kger. Pidato Pengukuhan Guru
Besar Tetap dalam Ilmu Penyakit dalam FKUI Jakarta.
7) Taufik Tatang. Kemitraan, Koordinasi/Kerjasama, dan Kolaborasi.
artikel.
8) Thomas Nicolas., Renal Nursing, Baillire Tindal, Second Edition, 2002
8

You might also like