Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Karsinoma kolorektal di Negara Barat merupakan kedua terbanyak dalam keganasan.
Tahun 2004 diperkirakan 146.940 kasus baru yang didiagnosis di AS, dengan 56.730
kematian. Kemungkinan untuk berkembang karsinoma kolorektal selama kehidupan bayi
lahir di AS saat ini sebesar 15 %. Insidensi kanker kolorektal cukup stabil sejak 40 tahun
terakhir, meskipun kematian menjadi turun, dan insidensi tampak menurun. Kemungkinan
turunnya insidensi pada kulit putih, karena efektiknya pencegahan.1
Scotland memiliki angka tertinggi di dunia dengan angka lebih tinggi dari Inggris,
Spanyol dan Portugal dengan angka rendah. Dua populasi yang memiliki risiko yang serupa
dengan Eropa barat adalah Israel dan etnis Cina di Singapura. Di Afrika memiliki insidensi
yang rendah juga di Amerika latin insidensinya bervariasi.
Di Indonesia data yang pasti belum jelas, tetapi terdapat data Depkes mendapatkan
1,8 per 100.000 penduduk.2
Perbedaan insidensi pada populasi dengan risiko rendah memiliki peningkatan
relative insidensi pada kanker sisi kanan, sedang komunitas dengan risiko tinggi memiliki
risiko kaganasan kolon kiri.
ETIOLOGI
Hipotesa Burkitt tentang penyebab kanker kolorektal adanya peranan diet rendah
ampas dan tinggi karbohidrat. Memperhatikan imigran, kanker kolorektal jarang pada Orang
Jepang Amerika dibanding warga kulit putih Amerika. Meskipun angka pada orang Jepang di
Amerka lebih tinggi dibanding orang Jepang yang tinggal di negerinya. Anak-anak para
imigran memiliki insidensi yang sama dengan warga asli.
Ras. Sedikit sekali perbedaan insidensi antara Amerika dan Afrika dan komunitas
kulit putih di negeri lain. Meskipun Indian Amerika insidensi lebih rendah dibanding kulit
putih.
Status sosioekonomi dan Pekerjaan. Beberapa penelitian memperlihatkan kematian
tinggi karena kanker kolorektal pada orang yang lebih makmur, di Kolombia pun dengan
insidensi rendah, angka tertinggi terjadi pada komunitas serupa.
Agama. Pada Yahudi insidensi tinggi dibanding yang lain, sedangkan umat gereja
(Mormons) memiliki insidensi rendah, karena melarang tembakau, alcohol, teh, dan kopi.
Demikian juga pada Advent, sangat rendah kejadian kanker kolorektal, karena
mengharamkan tembakau dan alcohol.
Alkohol dan Tembakau. Penelitian prospektif pada orang Jepang di Hawaii
menunjukkan suatu hubungan antara konsumsi alcohol dengan konsumsi bir 500 oz atau
lebih,
dengan kejadian kanker rectum. Demikian juga dengan tembakau, tetapi pada
penelitian lain, tidak ada hubungan yang bermakna antara merokok dan kanker rectum,
melainkan dengan kanker kolon proksimal.
Diet. Pada orang Afrika tampak rendah insidensinya karena mengkonsumsi makanan
tinggi serat, hal ini diduga karena apapun carcinogennya relatif terdilusi dan transit time
menurun karena dibuang cepat. Fleiszer dan Chen mendapatkan pemberian dimetilhidrazin
parenteral, sebagai carcinogen, berubah menjadi proteksi pada tikus dengan pemberian serat
yang tinggi. Suatu teori bahwa inositol heksafosfat yang banyak pada makanan kaya serat,
merupakan suatu agen yang berperan pada supresi dari karsinogenesis kolon. Satu dari teori
mekanisme peningkatan makanan berserat dalam memproteksi kanker usus, karena fiber
bersifat heterogen, yang bervariasi dalam usus, berhubungan dengan tinggi butirat di kolon
distal yang memproteksi kanker usus besar, sedangkan serat terlarut yang tidak meningkatkan
butirat tidak menjadi proteksi.
.
Kolesterol. Beberapa peneliti menunjukkan hubungan antara kanker kolon dan tinggi
intake lemak dan protein pada hewan. Pendapat lain bahwa konsumsi daging merah, lemak
jenuh memiliki hubungan yang lemah dengan berkembangnya kanker kolorektal.
Bakteri. Bakteri memainkan peranan dalam kanker kolon diduga dalam pencernaan
lemak atau metabolism, penelitian menunnjukan koloni kuman flora anaerobic lebih banyak
dan koloni aerobic lebih kecil pada orang di AS dan UK, sehingga diyakini menyebabkan
kanker karena koloni yang besar.
Cholesitektomi. Bukti klinik adanya peningkatan jumlah asam empedu sekunder pada
feses pasen dengan kaker usus, dan menjadi karcinogen kimia, maka cholesistektomi
berimplikasi sebagai faktor pencetus. Sebagian penelitian gagal menunjukkan bukti tapi
sebuah studi memperhatikan pasen wanita tua 10 tahun setelah cholecystectomy, meningkat
risikonya terutama kanker kolon kanan.
Operasi Ulkus. Terdapat laporan hubungan antara kanker kolorektal dan operasi ulkus
peptikum sebelumnya khususnya vagotomy trunkus.Hal ini diduga adanya gangguan
metabolism asam empedu dan meningkatkan risiko kanker kolorektel.
Aspirin. Giovannucci dkk, menentukan angkay kanker kolorektal pada wanita yang
dilaporkan sering menggunakan aspirin rutin dengan yang tidak, bahwa risiko meningkat
2
setelah sepuluh tahun atau lebih mengkonsumsi. Hal ini menunjukkan ada kaitan antara
aspirin dan NSAID lain dengan risiko kanker kolorektal.
Estrogen. Paganini-Hill meneliti 7701 wanita yang awalnya bebas kanker dan
menggunakan terapi sulih estrogen, secara statistic mengurangi insiden dan kematian kanker
kolorektal disbanding dengan individu yang tidak menjalani terapi.
Inflammatory Bowel Disease. Penderita, terutama colitis ulserativa, meningkat risiko
keganasannya sampai 60 % dengan 30 tahun mengalami IBD., kaitannya dengan Crohns
beberapa laporan berhubungan dengan enteritis regional dan karsinoma usus halus.
Radiasi. Terdapat laporan meningkatnya risiko pada wanita yang menjalani radiasi
kanker ginekologis, sebagia lagi memerlukan data yang lebih akurat.
Immunosuppressi. Pemberian immunosuppresi khususnya pasca transplantasi,
berhubungan dengan peningkatan risiko timbulnya keganasan termasuk tumor kolon dan
rectum, sehingga dibuat program colonoskopi.
Appendectomy. Mc Vay melaporkan meningkatnya insidensi kanker kolorektal pada
pasen yang telah dilakukan appendektomi, dan dia menerangkan hubungannya dengan factor
imunologi, meskipun demikian riwayat appendektomi sebelumnya menjadi suatu risiko
independent untuk menurun survival dan memperburuk prognosis untuk karsinoma caecum.
Extracolonic Tumors. Kanker kolon Metakronus meningkat risikonya seiring tumor
primer ekstra kolon, risiko pasen dengan kanker payudara memiliki risiko yang sama untuk
kanker kolon seama dengan tumor di payudara sebelahnya. Berkaitan dengan tumor kelenjar
sebacea dan kanker internal sudah dikenal sebagai Muir-Torre syndrome.1
Terdapat 3 kelompok KKR berdasarkan perkembangannya2, yaitu :
1. Kelompok yang diturunkan (inherited) yang mencakup kurang dari 10 % KKR
2. Kelompok sporadic, yang mencakup sekitar 70 %
3. Kelompok familial, mencakup 20 %.
Kelompok yang diturunkan adalah mereka yang dilahirkan sudah mutasi sel-sel
germinativum pada salah satu alel dan terjadi mutasi somatic pada alel yang lain, contohnya
pada FAP dan HNPPC. Kelompok sporadik membutuhkan 2 kali mutasi somatic pada
masing-masing alelnya, dan 80 % berkembang lewat model RER. Kelompok familial dapat
terjadi karena kebetulan tapi dapat juga karena pengaruh lingkungan.2
Dengan beragam etiologi yang masih memerlukan data pendukung, Kelompok Kerja
Adenokarsinoma Kolorektal
(2006), menyimpulkan2 :
3
1. Hindari makanan tinggi lemak, protein, kalori, daging merah dan putih, cukupkan
makanan dengan kalsium dan asam folat untuk menekan KKR (Rekomendasi C)
2. Pasca polipektomi adenoma disarankan pemberikan suplementasi kalsium
( rekomendasi A)
3. Disarankan suplementasi vitamin E, vitamin D serta asam folat dalam upaya
menekan kejadian KKR (Rekomendasi C)
4. Disarankan lebih banyak mengkonsumsi buah dan sayuran setiap harinya.
(rekomendasi C)
5. Disarankan mempertahankan BMI antara 18,5 25,0 kg/m2 sepanjang hidup.
(rekomendasi B)
6. Disarankan melakukan aktifitas fisik (misalnya jalan) paling tidak untuk paling
tidak untuk 30 menit sehari. (rekomendasi B)
7. Pada pasen AFP bisa diberikan NSAID yaitu piroksikam, sulindak atau aspirin
untuk mencegah terbentuknya adenoma dan menekan kekambuhan. (rekomendasi
C)
8. Untuk mencegah kejadian KKR dianjurkan tidak merokok (rekomendasi C)
9. Penggunaan estrogen replacement therapy khususnya untuk mencegah KKR tidak
direkomendasikan (rekomendasi C)
10. Kolonoskopi dan polipektomi pada pasen yang ditemukan adanya polip
(rekomendasi C)
11. Disarankan untuk skrining dengan tes darah samar sejak usia 40 tahun
(rekomendasi D)
PATOGENESIS
Defek Genetik3
Mutasi mungkin menyebabkan aktifasi dari onkogen (K-ras) dan atau inaktifasi dari
gen tumor suppressor (APC, DCC,p53). Diduga berkembang dari polip adenomatous dengan
akumulasi dari mutasi tadi.
Defek pada gen APC pertama digambarkan pada pasen dengan FAP, dengan
investigasi pada keluarganya, karakteristik mutasi gen APC diidentifikasi. Sekarang diketahui
dapat menjadi 80% dari kanker bersifat sporadic. Gen APC adalah gen tumor supresor ,
mutasi pada kedua alel penting dalam inisiasi formasi polip. Pada FAP, mutasi berhubungan
dengan tingkat keparahan dari penyakit. Sebagai contoh mutasi pada ujung 3 dan 5 dari gen
menghasilkan bentuk FAP, sementara mutasi di pusat gen menghasilkan penyakit yang lebih
virulen. Pengetahuan dari mutasi yang spesifik pada keluarga menolong panduan pembuatan
keputusan klinis.
Inaktifasi APC sendiri tidak mengakibatkan karsinoma, melainkan akumulasi dari
kerusakan genetik yang menghasilkan karsinoma melalui Loss of heterozygosity (LOH)
Pathway. Termasuk aktivasi K-ras onkogen dan hilangnya gen tumor supresor DCC dan p53.
K-ras adalah proto-onkogen karena produknya G-protein termasuk dalam sinyal
transduksi intra seluler yang berpengaruh pada siklus sel. Saat aktif K-ras mengikat Guanosin
trifosfat (GTP) menjadi guanosine difosfat yang mengikat G-protein tidak aktif. Sehingga
mutasi K-ras membuat G protein tetap aktif membiarkan sel tumbuh tak terkendali.
DCC adalah gen supresor tumor dan kehilangan kedua alel diperlukan untuk suatu
keganasan, tetapi peranan produk dari DCC ini masih sedikit diketahui, diduga terlibat dalam
diferensiasi sel. Mutasi DCC muncul pada 70% dari kanker kolorektal.
Gen p53, sudah diketahui benar pada beberapa kanker, protein p53 muncul untuk
memulai apoptosis sel dengan kerusakan yang tak bisa deperbaiki, dan muncul pada 75%
kejadian kanker kolorektal.
Pathway Genetic.
Terdapat 2 jalur utama untuk inisiasi tumor yaitu LOH pathway dan Replication Error
(RER). LOH dikarakterisasi dengan hilangnya kromosom, 80% kanker kolorektal melalui
LOH, sisanya melalui jalur RER, yang ditandai dengan kesalahan pada mismatch repair
selama duplikasi DNA. Sejumlah gen sudah diidentifikasi, gen mismatch repair termasuk
hMSH2, hMLH1, hPMS1, hPMS2 dan hMSH6/GTBP. Mutasi satu gen memicu mutasi sel
5
yang terjadi pada onkogen atau supresor, akumulasi kesalahan ini membuat ketidakstabilan
gen dan membuat kanker.
Predisposisi Genetik1
Diluar suatu poliposis syndrome, kanker kolon dilaporkan dari keluarga kanker yang
disebut sindroma kanker familial atau hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC),
berperan dalam 5 10 % dari kejadian kanker kolorektal.
Lynch dkk, memperkirakan risiko untuk berkembanga kanker kolorektal tiga kali lebih besar
dibanding pada populasi umum, dan mendefinisikan 2 varian klinis :
1. Lynch syndrome I atau HNPCC , yang ditandai dengan :
Autosom dominan
Histopathologic Types
Pathology
Prognosis
Adenocarcinoma
Mucinous adenocarcinoma
10%
of
cancers;
all
the
colorectal Controversial
extracellular
whether
an
independent
negative
prognostic factor
Extremely
cell)
the lung
poor
prognosis
metastasis
Small cell adenosquamous
carcinoma
Squamous cell carcinoma
Undifferentiated carcinoma
(medullary)
Tabel 1. Klasifikasi Histopatologi berdasarkan WHO
infiltrasi
ulseratif,
tetapi
sering
kombinasi.
Jarang
berupa
linitis
plastic.
Adenocarcinoma, sangat predominan pada kanker kolon, termasuk signet ring cell.
Dibanding dengan kanker nonmucinous, mucinous muncul dengan stadium lanjut dengan
prognosis yang buruk.
Pada tipe ini tumor tumbuh menonjol ke dalam lumen usus, berbentuk bunga kol dan
ditemukan terutama di sekum dan kolon ascendens.
2. Tipe skirus atau infiltratif,
Pada tipe ini biasanya mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala
obstruksi, terutama ditemukan pada kolon descendens, sigmoid dan rektum.
3. Tahap ulserasi
Pada tipe ini terjadi karena nekrosis di bagian sentral dan terletak di daerah rektum. Pada
tahap lanjut, sebagian besar tumor kolon akan mengalami ulcerasi menjadi tukak yang
maligna.
Distribusi kanker kolorektal bervariasi walaupun saat ini bergeser ke arah kolon kanan
dengan estimasi 45-55% pada rectum dan sigmoid, 25 35 % pada cecum atau kolon
asenden.
Pertumbuhan local melibatkan invasi sirkumferens dan transmural melalui dinding
kolon hingga peritoneum dan rongga peritoneum atau organ sekitarnya. Penyebaran terjadi
primer melalui akses limfatik kedalam nodus regional atau melalui darah sebagai metastasis
hematogen ke organ yang jauh. Penyebaran melalui darah yang paling sering adalah melalui
vena portal ke hati atau sekkunder ke paru, dan jarang pada ginjal atau tulang. Melalui
peritoneal seeding menghasilkan peritoneal carsinoamtosis. Secara gravitasi peritoneal
seeding banyak mengenai pelvic atau paracolica. Sekitar 20 % metastasis terjadi saat gejala
muncul.
Stadium.
Stadium modern yang digunakan adalah TNM (stadium I-IV), dengan T sebagai
invasi tumor, N keterlibatan nodul limfatik, dan M untuk menggambarkan metastasis.
Tambahan modifikasi menggunakan batasan patologi (p) atau clinical(c) dan ultrasound (u).
Klasifikasi terdahulu seperti Dukes dan Astlerr-Coller masih digunakan tetapi secara luas
sebaiknya ditinggalkan
Stage
Definition
Primary Tumor
(T)
TX
T0
Tis
T1
T2
T3
T4
Regional lymph
nodes (N)
NX
N0
N1
N2
Distant metastasis
(M)
MX
M0
No distant metastasis
M1
Distant metstasis
Extent of resection
RX
R0
No residual tumor
R1
R2
Stage
Tis
N0
M0
T1
N0
M0
Stage
T2
N0
M0
IIA
T3
N0
M0
IIB
T4
N0
M0
IIIA
T1T2
N1
M0
IIIB
T3T4
N1
M0
IIIC
Any T
N2
M0
IV
Any T
Any N
M1
Tabel 3. Staging System by American Joint Committee on Cancer (AJCC, 6th Edition) 1
Stadium system Dukes Modifikasi Astler-Coller :
Stadium A : Tumor terbatas pada lapisan mukosa.
Stadium B1 ; Tumor menginvasi sampai lapisan muskularis propia
Stadium B2 : Tumor menginvasi menembus lapisan muskularis propia
Stadium C1 : Tumor B1 dan ditemukan anak sebar pada kelenjar getah bening
Stadium C2 : Tumor B2 dan ditemukan anak sebar pada kelenjar getah bening
Stadium D
: Tumor bermetastase jauh.
DETEKSI DINI
Deteksi dini pada kanker kolon dilakukan untuk menurunkan mortalitas dengan
mengidentifikasi tumor pada stadium awal, mengangkat lesi jinak sebelum menjadi ganas,
dan mencegah berkembangnya suatu keganasan.
Beberapa guidelines telah dibuat oleh banyak organisasi salah satunya Society of
American Gastrointestinal Endoscopic Surgeons (SAGES), dipublikasikan tahun 1997, yaitu
1. Orang dengan gejala adanya kanker kolorektal atau polip sebaiknya menjalani evaluasi
diagnostic yang mencukupi, mereka bukan termasuk skrining.
2. Orang dengan faktor risiko keluarga perlu dipertimbangkan untuk skrining
3. Deteksi untuk kanker kolorektal dan polip adenomatous sebaiknya ditawarkan pada pria
atau wanita tanpa risiko setelah umur 50 tahun
4. Dokter harus merekomendasikan evaluasi diagnostic kolon untuk follow up dari hasil
skrining yang positif.
5. Follow up sebaiknya dilakukan setelah terapi kanker kolorektal atau pengangkatan
adenomatous polip atau adanya kondisi prakanker seperti IBD
6. Provider kesehatan perlu melakukan tes yang mencukupi dan benar
7. Skrining sebaiknya dibarengi dari kemauan pasen dan dokter dalam skrining dan follow
up diagnostik
8. Orang dengan kandidat untuk skrining perlu diberikan informasi yang adekuat dan
manfaat dari berbagai alat skrining.1
10
Terdapat dua kelompok yang dilakukan deteksi dini, yaitu populasi umum dan risiko
tinggi, sehingga :
1. Dilakukan deteksi dini pada populasi dilakukan kepada individu yang berusia di atas
40 tahun.
2. Deteksi dini dilakukan pada kelompok masyarakat yang memiliki risiko tinggi KKR
yaitu :
a. Penderita yang telah menderita colitis ulserativa atau Crohn > dari 10 tahun
b. Penderita yang telah menjalani polipektomi pada adenoma kolorektal
c. Individu dengan riwayat keluarga penderita KKR.
Kriteria tingkat risiko pada individu dengan riwayat penderita KKR (Kriteria Amsterdam)
Tinggi
Kriteria
Paling sedikit tiga anggota keluarga menderita KKR atau paling sedikit dua
dengan KKR dan satu dengan karsinoma endometrial pada paling sedikit dua
generasi.
Satu dari anggota keluarga telah menderita di bawah usia 50 tahun dan salah
satu anggota yang didiagnosis adalah silsilah pertama dari keluarga.
Sedang
45 tahun, atau
Dua anggota keluarga silsilah pertama menderita KKR (Seorang pada
Rendah
pertama.
Seorang yang tidak memenuhi kriteria tinggi dan sedang.
Tabel 4. Kriteria populasi berisiko KKR. 2
Kriteria
Usia Skrining
ginekologi
Tawarkan Upper GI endoskopi
tiap 2 tahun
Pertimbangkan
deteksi
dini
untuk
lainnya
yang
kanker
Usia 30 70 tahun
Untuk Ca gaster 50
-70 tahun
Rendah
HNPCC
Kolonoskopi tunggal
Usia 30 -35 tahun dan 55
Kolonoskopi ulang satu kali jika
tahun
kolonoskopi sebelumnya normal
Penyuluhan pada penderita untuk
-
13
Terdapat kriteria utama gejala dan tanda yang menunjukkan nilai prediksi tinggi akan
adanya KKR2
1. Keluhan Utama :
- Perdarahan peranum disertai peningkatan frekuensi defekasi dan atau diare
-
60 tahun)
Massa teraba pada fossa iliaka dekstra
Massa intra luminal di dalam rectum
Tanda-tanda obstruksi mekanik usus
14
Setiap penderita dengan anemia defisiensi Fe (Hb < 11 g% pada pria, <10g%
Dengan kelamahan :
dan di sekum
Rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi tipe datar.
Rendahnhya sensitivitas 70 95 % di dalam mendiagnosis polip < 1 cm
Mendapat paparan radiasi.
adalah 95%.
Kolonoskopi berfungsi sebagai alat diagnostic melalui biopsy dan terapi pada
polipektomi.
Kolonoskopi dapat mengidentifikasi dan melakukan reseksi synchronous polyp
Tidak ada paparan radiasi
Kerugian kolonoskopi :
15
TERAPI
Prinsip manajemen Bedah
Secara prinsip, kanker kolorektal menjadi indikasi bedah, kecuali terjadi penyebaran
tumor atau terdapat kontraindikasi dari pasen, dan secara bukti biopsi tidak dapat diterapkan
non operatif. Tujuan utama pembedahan adalah mencapai kuratif dari tumor dan ekstensinya.
Secara umum mengatasi tumor lokal adalah tujuan utama terapi primer mencegah
menjadi komplikasi seperti obstruksi, perforasi, perdarahan dan nyeri. Meskipun muncul
metastasis jauh ke hati, paru, reseksi tumor primer tetap menjadi prioritas yang beralasan.
Terapi bedah khusus dan strategi onkologik berdasar pada banyak faktor, lokalisasi
tumor, stadium, adanya sinkronus, atau underlying disease, umur pasen dan waktu.3
Prinsip Teknik Bedah
Tujuan pembedahan kanker kolon adalah melakukan reseksi kuratif dengan
mengangkat segmen kolon, dan mesenterium dengan perdarahan dan limfatiknya serta organ
lain yang terlibat. Panjangnya usus yang direseksi dan mesenteriumnya tergantung lokasi
16
tumor dan arteri yang memperdarahi, dengan margin reseksi yang aman 5 cm proksimal dan
distal. Reseksi yang meluas tidak memperlihatkan keuntungan survival. Bila terdapat
sinkronus tumor maka bila perlu dilakukan extended resection atau total colektomi, dengan
hanya satu anastomosis, tetapi pada tumor yang terpisah jauh, pilihan dua anastomosi dapat
dipilih untuk pertimbangan mempertahankan panjang kolon yang tersisa, untuk mencegah
diare poskolektomi,
17
yang baik, vaskularisasi jaringan baik, tidak ada tegangan pada ujung usus, dan status nutrisi
yang baik dengan albumin lebih dari 3,0 mg/dL. Kegagalan anastomosis adalah berupa
kebocoran yang menyebabkan infeksi dan sepsis. Stoma perlindungan tidak mencegah
kebocoran melainkan mencegah komplikasi dari kebocoran itu sendiri.
19
Reseksi usus dapat dilakukan secara open maupun laparoskopi, dari studi National
Cancer Institute, bahwa secara laparoskopis memiliki keuntungan dalam kualitas hidup, tetapi
tidak berbeda dalam outcome atau survival rate dibangdingkan dengan open.
Sejumlah 20 % pada pasen dengan kanker kolorektal, datang dengan keadaan
emergensi, yang memerlukan operasi untuk komplikasi yang ditimbulkan missal obstruksi,
perforasi atau perdarahan yang massif. Morbiditas dan mortalitas sangat tinggi dibandingkan
elektif. Faktor yang berperan dalam kebocoran adalah persiapan kolon, kondisi pasen yang
buruk khususnya ditandai dehidrasi, asites, anemia, gangguan elektrolit atau bahkan sepsis.
Risiko untuk luka dan infeksi intra abdomen tiga kali lebih tinggi.
Sekitar 16% penderita datang dengan obstruksi dan mengeluh nyeri perut yang kolik,
kembung, muntah, tidak bisa BAB, dan kadang dengan diare. CT scan dapat secara
karakteristik menggambarkan usus yang obstruksi tergantung seberapa proksimal lokasi dan
kompetensi katup iliocaecal. Perhatian pada diameter cecum, risiko perforasi bila diameter
mencapai 12 cm atau lebih. Diagnosa banding yang penting adalah pseudo-obstruction
(Ogilvies syndrome), yang dihasilkan kondisi medis yang memberikan gambaran obstruksi.
Untuk mengantisipasi lesi sinkronus yang sering terlewat, (terjadi 15 %), terdapat
strategi berikut :
1. Subtotal colectomi
2. Lavase di meja operasi dengan reseksi kolon segmental, kolonoskopi intra operatif,
dan anastomosis primer
3. Dua atau 3 tahap prosedur dengan satu tahap elektif .
Dahulu obstruksi tumor kolon kiri dilakukan 3 tahap, dimulai dengan loop kolostomi,
diikuti reseksi dan anastomosis, dan terakhir penutupan stoma. Hartmann procedure contoh
klasik prosedur 2 tahap, tahap pertama reseksi rectosigmoid dengan end kolostomi dan stump
rectum di tutup. Tahap kedua kolostomi diturunkan dan dianastomosis. Perforasi dapat terjadi
dalam 2 keadaan, pertama perforasi dari tumor itu sendiri, kedua karena kolon proksimal
sangat distensi karena katup iliocaecal yang kompeten. Kedua nya menghasilkan kondisi
peritonitis difuse dengan morbiditas dan mortalitas yang nyata.
20
21
Capecitabine (Xeloda), suatu agen oral didisain untk generasi 5FU perkembangan
baru dalam memberikan perbaikan. Studi randomized fase III membandingkan capecitabine
dengan 5 FU/LV menunjukkan angka respon lebih besar.2
5. Cetuximab 400 mg/m infuse pertama, selanjutnya 250 mg/m settiap minggu.
Secara umum radioterapi tidak memerankan peranan primer dalam terapi kanker
kolon, tetapi bagaimanapun perlu dipertimbangkan suatu locoregional radiasi dalam tumor
T4N0-N1 sebagai locally advanced.2
Daftar Pustaka
1. Corman, M. L. Colon and Rectal Surgery. 5; 2005 Lippincott Williams & Wilkins.
2. Kelompok Kerja Adenokarsinoma kolorektal, Panduan Pengelolaan Adenokarsinoma
Kolorektal. 2014.
3. Michael, J. Z. Tumor of Colon in Maingots Abdominal Operation. 11; 2007. The
McGraw-Hill Companies.
4. Schwartzs Principles of Surgery, Colon, rectum and Anus, 10;2014. The McGrawHill Companies.
23