You are on page 1of 9

TINJAUAN PUSTAKA

Varicella Zooster

Johanes Mayolus Davy Putra


10-2010-197
BP 2

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Johanes_davy@yahoo.com
Pendahuluan
Pada scenario kali ini didapati seorang anak perempuan berusia 5 tahun datang
dibawa orang tuanya ke puskesmas dengan keluhan timbul lenting berisi cairan jernih pada
badan dan wajah sejak 1 hari yang lalu.
Sebagai bagian pertahanan tubuh yang paling luar, kulit rentan sekali mengalami
gangguan. Pada kasus ini, gangguan yang dialami berupa infeksi virus, yaitu Varicella
Zooster virus yang merupakan golongan dari Herpes virus, yang terdiri atas genom DNA
double stranded, tertutup inti yang mengandung protein dan dibungkus oleh glikoprotein.
Varicella atau biasanya lebih dikenal dengan cacar air atau chicken pox merupakan salah satu
penyakit yang mudah dan penularannya sangat cepat.2
Pada pembahasan kali ini akan dibahas mengenai pemeriksaan-pemeriksaan yang
mungkin dilakukan untuk menegakkan varicella, gambaran klinis, etiologi, patogenesis,
epidemiologi, beserta dengan penatalaksanaan, komplikasi, dan pencegahan yang mungkin
dilakukan.

Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan melalui suatu percakapan antara
seorang dokter dan pasien secara langsung atau melalui perantara orang lain yang menfetahui
kondisi pasien dengan tujuan untuk mendapatkan data pasien berserta permasalahan
medisnya. Apabila anamnesis dilakukan dengan cermat maka informasi yang didapatkan
sangat berharga untuk menegakan suatu diagnosis.4
Anamnesis pada standarnya diawali dengan menanyakan identitas pasien (nama,
umur, alamat ,dll). Pada kasus ini yang penting kita tanyakan adalah keluhan utama pasien
beserta dengan onset terjadinya, rasa / sensasi yang timbul setelah muncul keluhan, keadaan
sebelum timbul keluhan, dan keluhan lain yang menyertai. Selain itu, pada kasus
dermatologis ini penting untuk mengetahui morfologi dari lesi mulai dari awal timbul hingga
saat pasien berobat.5
Riwayat penyakit keluarga atau keadaan lingkungan sekitar juga perlu ditanyakan
guna mengetahui sumber dan penyebaran penyakit yang terjadi. Riwayat penggunaan obat
untuk penyakit yang dideritanya maupun untuk penyakit lain untuk mengetahui tindakan
pengobatan selanjutnya dan adanya kemungkinan alergi obat. Anamnesis pada dermatologis
ini tidak perlu terperinci namun terarah kepada diagnosis banding dan dapat dilakukan
bersamaan dengan inspeksi.3
Dari anamnesa pasien didapatkan bahwa pasien muncul bintil-bintil yang dirasakan
gatal dan semakin banyak sejak satu hari yang lalu dan satu minggu terakhir pasien
mengalami flu dan demam ringan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan dimana kontak pasien dengan dokter
secara langsung. Pada pemeriksaan fisik, selain memeriksa keadaan organ-organ pasien,yang
harus dilakukan adalah memeriksa keadaan umum pasien (pemeriksaan tanda vital) yang
terdiri dari tekanan darah, pernafasan, nadi, suhu.6
Keadaan umum dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien yang mencakup 1.
Kesan keadaan sakit. 2. Kesadaran pasien. 3. Status gizi pasien. Dengan penilaian keadaan
umum maka dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan akut yang memerlukan
pertolongan segera atau pasien dalam keadaan relatif stabil sehingga dapat dilakukan
anamnesis secara lengkap baru dilakukan pertolongan.6
Setelah mendapat kesan mengenai kesehatan penderita, memebuat diagnosis penyakit
kulit dimulai dengan melihat aspek morfologi kelainan kulit melalui inspeksi. Tindakan

inspeksi ini dapat dilakukan dengan bantuan kaca pembesar dan dalam ruangan yang terang.
Anamnesis terarah biasanya ditanyakan pada penderita bersamaan dengan inspeksi. Pada
inspeksi perlu diperhatikan lokalisasi, warna, bentuk, ukuran, penyebaran, batas, dan
efloresensi yang khusus.3
Setelah inspeksi selesai dilanjutkan dengan palpasi. Pada pemeriksaan palpasi,
diperhatikan adanya tanda-tanda radang akut atau tidak, ada tidaknya indurasi, fluktuasi, dan
oembesaran kelenjar regional maupun generalisata.3 Pada kasus ini didapatkan tampak
vesikel-vesikel berukuran miliar generalisata.
Pemeriksaan Penunjag
Pemeriksaan laboratorium untuk virus varicella zoster dapat dilakukan beberapa test
Tzanck smear : membuat sediaan hapus yang diambil dari discraping dasar vesikel
yang masih baru kemudian diwarna dengan perwarnaan Giemsa dan dilihat
menggunakan mikroskop cahaya. Hasilnya akan dijumpai multinucleated giant cells.
Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes

simplex virus.
Direct Flourescent Assay (DFA) : preparat diambil dari scraping dasar vesikel, tetapi
apabila sudah berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA menjadi kurang sensitif.
Hasil pemeriksaannya cepat dan memerlukan mikroskop fluorescence. Test ini
digunakan untuk menemukan antigen virus varicella zoster sehingga dapat

membedakannya dengan virus herpes simplex.


Polymerase Chain Reaction (PCR) : pemeriksaan metode ini sangat cepat dan sensitif,
serta dapat menggunakan berbagai jenis preparat (seperti scraping dasar vesikel dan
krusta dapat juga digunakan sebagai preparat. Test ini dapat menemukan nucleic acid

dari virus dari virus varicella zoster.


Biopsi kulit : tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan
acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphotic infiltrate.2,3,7

Diagnosis differential

Variola : penyakit yang disebabkan oleh virus pox yang disertai keadaan umum yang
buruk, dapat menyebabkan kematian, efloresensinya bersifat monomorf terutama
terdapat di perifer tubuh. Penyakit ini disertai gejala prodromal dengan terdapat nyeri
kepala, tulang dan sendi yang disertai dengan demam tinggi. Penyebaran lesi banyak
terjadi di bagian muka dan ekstremitas termasuk di bagian telapak tangan dan kaki.3

Herpes Zoster : penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, banyak menyerang orang dewasa, merupakan reaktivasi
virus yang terjadi setelah infeksi primer. Lokasinya biasanya unilateral dan jarang
melewati garis tengah tubuh, terutama sering dijumpai dermatom T3 hingga L2 dan
nervus ke V dan VII. Pada pasien immunokompromais, lesi pada kulitnya biasanya
sembuh lebih lama dan dapat mengalami nekrosis, hemorrhagik, dan terbentuk
jaringan parut.3,10

Impetigo bullosa : penyakit yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus.


Penyakit ini tidak mempengaruhi keadaan umum. Tempat predileksi di ketiak, dada,
dan punggung dan bersifat miliar. Dapat menyerang anak-anak maupun orang dewasa.
Kelainan kulit yang ditimbulkan berpa eritema, bula, dan bula hipopion. Jika
vesikel/bulla telah pecah maka akan tampak kolaret dan eritema.3

Etiologi
Varisela disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV) yang termasuk ke dalam
kelompok Herpes Virus. Virus ini berkapsul dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus
atau capsid berbentuk ikosahedral, terdiri dari protein dan DNA berantai ganda. Lapisan ini
bersifat infeksius.
VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita. Pada sel yang
terinfeksi dan dilihat di bawah mikroskop elektron, maka akan tampak adanya sel raksasa
berinti banyak (multinucleated giant cell) dan adanya badan inklusi eosinofilik jernih
(intranuclear eosinophilic inclusion bodies). Reaktivasi virus ini dapat menyebabkan Herpes
Zoster 3,8
Patogenesis
Masa inkubasi varisela 10-21 hari pada anak imunokompeten (rata-rata 14-17 hari)
dan pada anak yang imunokompromais biasanya lebih singkat yaitu kurang dari 14 hari.
Virus Varicella Zoster masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi dari sekresi
pernapasan (droplet infection) ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet infection
dapat terjadi sebelum hingga lima hari setelah timbul lesi di kulit.
VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernapasan bagian atas,
orofaring, ataupun konjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi pada hari ke 2-4 yang
berlokasi pada lymph nodes regional kemudian diikuti penyebaran virus dalam jumlah sedikit
melalui darahdan kelenjar limfe, yang mengakibatkan terjadinya viremia primer (biasanya

terjadi pada hari ke 4-6 setelah infeksi pertama). Pada sebagian besar penderita yang
terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang
belom matang sehingga akan berlanjut dengan siklus replikasi virus ke 2 yang terjadi di hepar
dan limpa, yang mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. Pada vase ini partikel virus akan
menyebar ke seluruh tubuh dan mencapai epidermis pada hari ke 14 16 yang mengaki
batkan lesi di kulit yang khas.2
Seorang anak yang menderita varicella akan dapat menularkan kepada yang lain yaitu
2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit.2
Epidemiologi
Varisela terdapat di seluruh dunia, terutama kosmopolit, dan tidak ada perbedaan ras
dan jenis kelamin. Mengenai terutama anak-anak berusia di bawah 20 tahun terutama usia 3-6
tahun. Hanya sekitar 2 % yang terjadi pada orang dewasa.
Penyakit varisela ini sangat menular. Transmisi penyakit ini terjadi secara aerogen
( kontak langsung dengan lesi dan dengan rute pernapasan atau cairan vesikular) dengan
masa penularannya kurang lebih tujuh hari dihitung dari timbulnya gejala kulit dan dapat
memanjang pada keadaan imunodefisiensi. 2,3
Manifestasi Klinik
Varisela merupakan infeksi akut primer oleh virus varicella-zoster yang menyerang
kulit dan mukosa. Terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, dan berlokasi di bagian
sentral tubuh. Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari dengan rata-rata 1518 hari. Pasien akan bersifat infeksius / menular pada 1-2 hari sebelum eksantem / kemerahan
muncul dan 4-5 hari setelah eksantem hingga vesikel mengering.3
Varisela pada anak-anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa biasanya
didahului dengan gejala prodromal yaitu demam, malaise, nyeri kepala, mual, dan anoreksia,
yang terjadi 1-2 hari sebelum timbulnya lesi kulit, sedamgkan pada anak kecil yang
imunokompeten, gejala prodromal jarang dijumpai. Hanya terkadang demam dan malaise
ringan dan timbulnya bersamaan dengan lesi di kulit.8
Lesi pada varisela diawali pada daerah badan dan kemudian menyebar secara
sentrifugal ke daerah muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata,
mulut, dan saluran napas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran

kelenjar getah bening regional. Infeksi primer varisela akan lebih berat jika terjadi pada
dewasa dibandingkan anak-anak. Lesi pada varisela biasanya sangat gatal dan terdapat semua
stadium lesi secara bersamaan pada suatu saat.2,3,8
Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada daerah dada, kemudian
berubah cepat menjadi papul eritematosa dalam waktu 12-14 jam dan dalam beberapa jam
berubah menjadi vesikel yang mengandung cairan yang jernih dengan dasar eritematosa.
Vesikel ini mempunyai gambaran klasik, yaitu letaknya superfisial dan mempunyai dinding
yang tipis sehingga terlihat seperti kumpulan tetesan air di atas kulit (tear drop), berdiameter
2-3 mm, berbentuk elips, dengan aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit atau
tampakvesikel seperti titik-titik embun di atas daun bunga mawar (dew drop on a rose petal).
Cairan vesikel cepat menjadi keruh disebabkan masuknya sel radang sehingga pada hari ke 2
akan berubah menjadi pustula. Lesi akan mengering yang diawali pada bagian tengah
sehingga terbentuk umbilikasi dan akhirnya akan menjadi krusta dalam waktu yang bervariasi
antara 2-21 hari, kemudian krusta akan lepas dalam waktu 1-3 minggu.

Pada fase

penyembuhan varisela jarang terbentuk jaringan parut / scar apabila tidak disertai dengan
infeksi sekunder bakterial.2,3,9
Pencegahan
Pada anak imunokompeten yang telah menderita varisela tidak diperukan tindakan
pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditunjukkan pada kelompok yang berisiko tinggi
untuk menderita varisela yang fatal seperti neonatus, pubertas ataupun orang dewasa, dengan
tujuan untuk mengurangi gejala varisela. Tindakan pencegahan yang dapat diberikan yaitu
imunisasi pasif menggunakan Varicella Zoster Immunoglobulin yang diberikan dalam waktu
3 hari setelah terpajan VZV, pada anak imunokompeten terbukti untuk mencegah varisela
sedangkan pada anak imunocompromised dapat meringankan gejala.
VZIG dapat diberikan pada anak-anak <15tahun yang belum pernah menderita
varisela atau herpes zoster, usia pubertas >15 tahun yang belum pernah menderita varisela
atau herpes zoster dan tidak mempunyai antibodi VZV. Selain itu, dapat juga diberika kepada
bayi yang baru lahir dimana ibunya menderita varicella dalam kurun waktu 5 hari sebelum
atau 48 jam setelah melahirkan, bayi premature dan bayi usia dibawah 14 hari yang ibunya
belum pernah menderita varisela, dan anak-anak yang menderita leukimia atau lymphoma

yang belum menderita varisela. Dosis yang diberikan 125 IU dan dosis maksimal 625 IU
secara IM dan tidak diberikan secara IV. Perlindungan yang didapat hanya bersifat smeentara.
Imunisasi aktif juga dapat dilakukan dengan menggunakan vaksin varisela virus ( oka
strain) dan kekebalan yang didapat bertahan hingga 10 tahun. Vaksin ini efektif jika diberkan
pada umur 12-18 bulan. Anak yang berusia dibawah 13 tahun dan belum menderita varisella
direkomendasikan diberikan dosis tunggal dan anak lebih tua diberikan dalam 2 dosis dengan
jarak 4-8 minggu secara subkutan. Namun, vaksin ini sering memberikan efek samping
berupa demam atau reaksi lokal seperti ruam makulopapular atau vesikel dan timbul 10-21
hari setelah pemberian pada lokasi penyuntikan. Vaksin varicella berupa varivax tidak boleh
diberikan pada wanita hamil karena dapat menyebabkan terjadinya kongenital varicella.7,9,12
Penatalaksanaan
Pada anak imunokompeten, biasanya tidak diperlukan pengobatan yang spesifik dan
pengobatan yang diberikan bersifat simptomatis. Saat lesi masi berbentuk vesikel, dapat
diberikan bedak agar tidak mudah pecah. Vesikel yang sudah pecah atau berbentuk krusta
dapat diberikan salep antibiotika untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Antipiretik dan
analgetik juga dapat diberikan, tetapi tidak boleh golongan salisilat untuk menghindari
terjadinya Reye syndrome. Kuku jari tangan dan kaki sebaiknya dipotong untuk menghindari
terjadinya infeksi sekunder akibat garukan. Selain itu, perawatan harus dilakukan dengan
teliti dan memperhatikan higiene sehingga jaringan yang parut yang dapat timbul menjadi
sangat sedikit.7-9
Pemberian obat antivirus dapat dilakukan untuk mengurangi lama sakit,
keparahan,dan waktu penyembuhan akan lebih singkat. Pemberiannya sebaiknya dalam
jangka waktu kurang dari 48-72 jam setelah erupsi kulit muncul. Golongan antivirus yang
dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir, famsiklovir. Dosis antivirus oral untuk
pengobatan varisella :
Neonatus : Acyclovir 500 mg/m2 IV setiap 8 jam selama 10 hari
Anak (2-12 tahun) : Acyclovir 4 x 20 mg /kgBB/hari/oral selama 5 hari
Pubertas dan dewasa : Acyclovir 5 x 800 mg/hari/oral selama 7 hari
Valacyclovir 3 x 1 gr/hari/oral selama 7 hari
Famcyclovir 3 x 500 mg/hari/oral selama 7 hari.7,9
Komplikasi
Pada anak yang imunokompeten, biasanya dijumpai varicella yang ringan sehingga
jarang dijumpai komplikasi. Namun, beberapa komplikasi yang mungkin terjadi antara lain:
1. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri. Lesi pada kulit tersebut
menjadi tempat masuk untuk organisme yang virulen dan apabila infeksi meluas dapat

menimbulkan impetigo, furunkel, cellulitis, dan erysipelas. Organisme yang infeksius


yang sering menjadi penyebabnya adalah Streptococcus group A dan Staphylococcus
aureus.
2. Timbulnya scar yang berhubungan dengan infeksi Staphylococcus atau Streptococcus
yang berasal dari garukan
3. Herpes zoster merupakan reaktivasi dari varisela sehingga tergolong komplikasi
lambat. Timbul beberapa bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer.
Merupakan VZV yang menetap pada ganglion sensoris.
4. Reye syndrome ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty. Keadaan ini
berhubungan dengan penggunaan aspirin.7,11,12
Prognosis
Varisela dan herpes zoster pada anak imunokompeten tanpa disertai dengan
komplikasi prognosisnya sangat baik, sedangkan pada anak immunocompromised, angka
morbiditas dan mortalitasnya signifikan.3

Daftar Pustaka
1. Watson R. Anatomi and physiology.Jakarta: EGC;1997.p.403.
2. Harper J. Varicella (chicken pox). In : Textbook of Pediatric Dermatology vol 1. USA:
Blackwell Science;2000.p.336-39.
3. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Ilmu
penyakit kulit dan kelamin.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2010.h.34,
40,
4. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h.7.
5. Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNPAD/RSHS.Standar pelayanan medik
ilmu kesehatan kulit dan kelamin. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK UNPAD/RS dr. Hasan Sadikin;2005.h 365-77.

6. Bickley Lynn S. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi ke-5.
Jakarta: EGC.2008.h.155-8.
7. Sugito TL. Infeksi virus varicella-zoster pada bayi dan anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2003.h.17-33.
8. Lichenstein R. Pediatrics, chicken pox or varicella. Diunduh dari www.emedicine.com,
21 Oktober 2002.
9. Frieden IJ, Penney NS.Varicella-zoster infection in pediatric dermatology 2 nd. New York :
Churchill Livingstone;1995.p.1272-75.
10. Hurwitz S.Herpes zoster in clinical pediatric dermatology a textbook of skin disease of
childhood and adolescence 2nd..Philadelphia: W.B. Saunders Company;1999.p.324-27.

You might also like