Professional Documents
Culture Documents
50
Penanggungjawab :
Dr. Ir. Parluhutan Manurung
Penulis :
Teguh Fayakun Alif, ST
Akhmad Yulianto Basuki, S. Kom
Ratih Destarina, ST
Andrian Libriyono, ST
Dr. Khafid
Agus Makmuriyanto, ST, M.Si
Nursugi, ST
Dr. Haryadi Permana
M. Hasanudin, ST, MT
Priyadi Dwi Santoso, ST
Ir. Yudhi Antasena, M.Sc
Dr. Udrekh
Dr. Imam Mudita
Kol. Laut Surya Cendra Kelana
Mayor Laut Agus Sutrianto
Mayor Laut M. Yasin
Kapt. Laut M. Qisthi Amarona
Ir. Mustafa Hanafi, M.Si
Dr. Eka Djunarsah
Ir. Berny A. Subki, Dip. OC
Eko Triarso, ST, M.Si
Editor :
Dr. Ir. Parluhutan Manurung
Dr. Ing. Khafid
Agus Makmuriyanto, ST, M.Si
Desain dan Tata Letak :
Agus Setiawan
Daftar Isi
Sambutan VI
Abstrak VIII
I . Laut Lestari Sebagai Perwujudan Kesejahteraan rakyat Serta Pemersatu Bangsa 1
A. Pendahuluan 1
B. Tujuan 4
C. Dasar Hukum 4
D. Pola Pikir Kebijakan Kelautan 6
E. Kebijakan Kelautan Nasional dalam mendukung MP3EI 7
II . Ekonomi Kelautan : the next strategy towards innovation driven economy 2025 8
A. Potensi Kelautan Indonesia 8
B. Peningkatan Potensi Ekonomi Kelautan 12
C. Pemanfaatan Data Geospasial Kelautan 23
III. Pemetaan Terpadu Sumber Daya Kelautan Nasional 25
A. Urgensi Pemetaan Kelautan Terpadu 25
B. Bisnis Proses Penyediaan Data Geospasial Kelautan 27
C. Tahapan Pemetaan Terpadu Sumber Daya Kelautan Nasional 28
D. Produk Pemetaan Terpadu Sumber Daya Kelautan Nasional 30
E. Sinergi Pelaksanaan dan Pengelolaan antar Instansi 32
F. Struktur Pembiayaan 33
Lampiran A Status Data Batimetri Nasional 38
Lampiran B Kemampuan Pemetaan Kelautan Instansi Pemerintah 44
Sambutan
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu alaikum Wr.Wb,
ita-cita merupakan hal yang penting dalam kehidupan. Dengan cita-cita, kita memiliki
arah serta tujuan hidup dan berusaha sedikit demi sedikit mencapainya. Begitu pula suatu
bangsa harus memiliki cita-cita yang ingin dicapai. Bangsa yang tidak memiliki cita-cita
menjalankan roda kehidupannya bagai hidup segan, mati tak mau. Bangsa yang semacam
itu akan dengan mudah tergilas derasnya arus globalisasi dan segera menghilang dalam percaturan dunia.
Apakah bangsa Indonesia memiliki cita-cita? Tentu. Sebagaimana telah dirumuskan oleh para tokoh
pendahulu, cita-cita bangsa Indonesia termaktub dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang
pada paragraf kedua berbunyi sebagai berikut :
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia
dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara
Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Kata makmur mengisyaratkan tingkat kehidupan yang sejahtera baik secara ekonomi maupun sosial.
Namun kondisi Indonesia setelah lebih dari 60 tahun lepas dari penjajahan, World Bank (World Development
Report 2007) masih mengkategorikan Indonesia sebagai negara dengan status Lower-Middle Income.
Dengan Percapita Gross National Income (PPP) pertahun sebesar $3,720, Indonesia masih menduduki
kelompok bawah pada rangking kondisi ekonomi negara-negara di dunia, tidak terlalu jauh berbeda dengan
pencapaian Vietnam, Nicaragua, Syria, dan masih dibawah Phillipina ($5,300) apalagi Malaysia ($10,320).
Diperkirakan sekitar 7,5% dari penduduk Indonesia masih dikategorikan sebagai penduduk miskin dengan
penghasilan dibawah International Poverty Line sebesar $1 sehari, dan masih kurang dari setengah jumlah
penduduk Indonesia yang berpenghasilan di atas $2 per hari.
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) diharapkan dapat
menjadi senjata andalan untuk mewujudkan kemakmuran Indonesia dengan mencapai taraf innovation
driven economy pada tahun 2025 yang dengan sendirinya akan mengkatrol posisi Indonesia di mata dunia.
Struktur ekonomi Indonesia yang mengekstraksi dan mengumpulkan hasil alam akan bergeser pada industri
yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah produk, proses produksi dan distribusi. Untuk itu, perlu
penyediaan infrastruktur untuk mendukung ekspansi dan integrasi perkonomian.
Penyediaan infrastruktur yang mendorong konektivitas antar wilayah akan menurunkan biaya transportasi
dan biaya logistik sehingga dapat meningkatkan daya saing produk, dan mempercepat gerak ekonomi.
Sebagai negara yang dua per tiga wilayahnya berupa lautan, sudah selayaknya jika laut dimanfaatkan sebagai
sarana konektivitas utama antar daerah. Sejalan dengan program new inisiative pada RKP 2012, Bakosurtanal
bekerjasama dengan instansi terkait di Indonesia mengajukan program Pemetaan Terpadu Sumber Daya
Kelautan Nasional dalam rangka Mendukung Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI). Program ini diharapkan dapat mendukung MP3EI dalam pemerataan konektivitas di
seluruh Indonesia melalui media laut, sekaligus menghilangkan kesenjangan ekonomi antara Kawasan Barat
Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Kami berharap, agar rencana yang termuat di dalam proposal ini dapat dilaksanakan sesegera mungkin
dan dengan sebaik-baiknya oleh semua pihak terkait demi terwujudnya cita-cita Bangsa Indonesia. Saatnya
kita untuk memulai langkah dan tindakan yang lebih nyata membangun terobosan, daya dorong, dan daya
ungkit yang lebih baik untuk meraih kemandirian, kemajuan, keadilan, dan kemakmuran bagi bangsa dan
rakyat Indonesia secara keseluruhan.
Wassalamualaikum Wr Wb.
Deputi Bidang Pemetaan Dasar
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
viii
Abstrak
mencapai 5.200 km dan lebar mencapai 1.870 km. Dengan wilayah seluas itu, tidak
mengherankan jika Indonesia juga memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Sumber
daya alam tersebut tersebar tidak hanya di daratan, tetapi juga di lautan. Oleh karena
itu laut juga merupakan modal utama dalam mewujudkan tujuan utama MP3EI.
Laut bukanlah pemisah tetapi pemersatu negara kepulauan Indonesia, demikian
pernyataan politik yang telah dicanangkan dalam menyatakan NKRI adalah sebagai Benua
Maritim Indonesia. Laut merupakan salah satu moda transportasi perekonomian Indonesia
yang mendistribusikan bahan konsumsi, material dan mobilisasi sumberdaya manusia
antar pulau. Selain itu, laut telah memberikan kita sumber daya alam hayati perikanan
dan kaya akan cadangan mineral, dan energi yang menjadi salah satu sumber utama
perekonomian nasional. Lingkungan laut yang begitu kaya dengan keindahan pantai
dan alam bawah laut dapat mendorong pertumbuhan infrastruktur dan menciptakan
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang baru.
Sumatera Timur
25
KalimantanP
Sulawesi Barat
awa Timur Bali-NTT
apua
Dengan ditetapkannya Masterplan Percepatan dan Perluasan Perekonomian
Indonesia (MP3EI), maka program Pemetaan Terpadu Sumber Daya Kelautan Nasional
ini sangat dibutuhkan dalam mendukung keberadaan 6 koridor ekonomi, dimana koridor
ekonomi Indonesia dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi tersebut membutuhkan
konektivitas sebagai penghubung yang dapat menyatukan seluruh wilayah Indonesia
serta mendorong pemerataan pembangunan antar daerah. Konektivitas Nasional
merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari
1.
2.
3.
4.
Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif,
efisien, dan terpadu. Konektivitas Nasional Indonesia mengacu pada visi Terintegrasi
secara lokal, terhubung secara global.
Yang dimaksud terintegrasi secara lokal adalah pengintegrasian sistem konektivitas
untuk mendukung perpindahan komoditas, yaitu barang, jasa, dan informasi secara efektif
dan efisien dalam wilayah NKRI. Oleh karena itu, diperlukan integrasi simpul dan jaringan
transportasi, pelayanan inter-moda tansportasi, komunikasi dan informasi serta logistik.
Sedangkan yang dimaksud terkoneksi secara global adalah sistem konektivitas
nasional yang efektif dan efisien yang terhubung dan memiliki peran kompetitif dengan
sistem konektivitas global melalui jaringan pintu internasional pada pelabuhan dan
bandara (international gateway/exchange) termasuk fasilitas custom dan trade/industry
facilitation. Efektivitas dan efisiensi sistem konektivitas nasional dan keterhubungannya
dengan konektivitas global akan menjadi tujuan utama untuk mencapai visi tersebut.
Konektivitas lokal dan global ini berusaha memaksimalkan pemanfaatan Sea Lane of
Communication (SloC) maupun ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) dalam usahanya
untuk mengakselerasi MP3EI. Negara Indonesia bisa meraih banyak keuntungan dari
modalitas maritim ini untuk mengakselerasi pertumbuhan di berbagai kawasan di
Indonesia (khususnya Kawasan Timur Indonesia), membangun daya saing maritim, serta
meningkatkan ketahanan dan kedaulatan ekonomi nasional.
Dalam rangka penguatan konektivitas nasional yang memperhatikan posisi geostrategis regional dan global, perlu ditetapkan pintu gerbang konektivitas global yang
memanfaatkan secara optimal keberadaan Sea Lane of Communication (SloC) dan ALKI
sebagai modalitas utama percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia.
Konsepsi tersebut akan menjadi tulang-punggung yang membentuk postur konektivitas
Kedua, elemen pilar, yaitu unsur hukum yang menopang keutuhan dan kedaulatan
NKRI serta terjaganya dari pelanggaran hukum yang dalam bagian ini terdapat 11
undang-undang, yaitu UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati
dan Ekosistemnya, UU No. 9/1992 tentang Keimigrasian, UU No. 16/1992 tentang
Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, UU No. 5/1994 tentang Pengesahan Konvensi
Keanekaragaman Hayati, UU No. 2/2002 tentang Kepolisian Negara RI, UU No. 3/2004
tentang Pertahanan Negara, UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No.
33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, UU No. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, UU No. 17/2006 jo UU
No. 10/1995 tentang Kepabeanan dan UU No. 23/2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Ketiga, elemen plafon, yaitu unsur hukum yang mengatur pemanfaatan sumberdaya
ekonomi di wilayah laut yang pada bagian ini terdapat 10 undang-undang yaitu UU
No. 5/1960 tentang Ketentuan Dasar Pokok-pokok Agraria, UU No. 22/2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi, UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal, UU No. 26/2007
tentang Penataan Ruang, UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil, UU No. 30/2007 tentang Energi, UU No. 17/2008 tentang Pelayaran,
UU No. 42/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No. 10/2009 tentang
Kepariwisataan, UU No. 45/2009 jo UU No. 31/2004 tentang Perikanan.
Keempat, elemen atap, yaitu unsur hukum yang menjadi payung hukum dalam
membangun Indonesia sebagai negara kepulauan, yaitu Undang-undang Kelautan dan
Undang undang Informasi Geospasial. Dengan demikian arsitektur hukum di bidang
kelautan perlu undang-undang yang menjadi payung hukum yaitu UU Kelautan.
Empat Elemen
dalam arsitektur
landasan hukum:
Elemen Pondasi
Elemen Pilar
Elemen Plafon
Elemen Atap
kewilayahan dan keruangan. Data - data ini dapat memberikan gambaran yang
akurat mengenai kondisi existing wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
E. Kebijakan Kelautan Nasional dalam mendukung MP3EI
Untuk membangun suatu negara bahari yang makmur, diperlukan suatu kebijakan
yang berperan memayungi bidang kelautan (ocean policy) yang bersifat lintas sektoral
dan institusi. Dengan adanya kebijakan kelautan, diharapkan sumberdaya kelautan dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Secara historis, kebijakan kelautan Indonesia sudah ada sejak 13 Desember 1957
melalui Deklarasi Djuanda yang memberikan dasar tentang Wawasan Nusantara yang
menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan kesatuan
wilayah, kesatuan politik dan kesatuan ekonomi. Kemudian muncul beberapa kebijakan
dan peraturan berkaitan kelautan yang antara lain UU No. 4/Prp /1960 tentang Perairan
Indonesia, Pengumuman pemerintah tentang Landas Kontinen, UU No. 1/1973 tentang
Landas Kontinen Indonesia dan peraturan perundangan pendukungnya, UU No. 5 tahun
1983 tentang ZEE Indonesia, Konvensi Hukum Laut 1982 (UU No. 17 tahun 1985) sebagai
pengganti UU No 4/1960, Undang-undang No: 9 tahun 1985 tentang Perikanan dan
UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
Kebijakan serta peraturan-peraturan tersebut mengukuhkan tentang yurisdiksi
perairan Indonesia. Namun demikian sampai saat ini kebijakan pemerintah tentang
kelautan belum muncul sebagai sebuah kebijakan politik dan ekonomi yang signifikan
dalam pembangunan bangsa secara nasional sebagai negara bahari. Sekalipun dalam
GBHN 1994 telah dimunculnya point tentang kelautan, namun demikian kebijakan
kelautan (Ocean Policy) belum dapat disusun secara komprehensif, padahal agar dapat
dicapai pengembangan sumberdaya kelautan yang optimal perlu dukungan kebijakan.
Dengan potensi sumberdaya kelautan yang besar, maka sangatlah logis jika sektor
kelautan dijadikan tumpuan dalam pembangunan ekonomi nasional saat ini dan masa
mendatang.
Untuk mencapai hal itu, maka secara ekonomi-politik sektor kelautan harus menjadi
arus utama (mainstream) dalam kebijakan pembangunan ekonomi nasional. Sehingga
secara ekonomi pada tataran kebijakan pembangunan, bidang kelautan menjadi arus
utama dalam kebijakan ekonomi nasional (Kusumastanto, 2007). Kebijakan kelautan
Indonesia dalam mendukung MP3EI meliputi:
1) Pengembangan aktivitas ekonomi kelautan dalam mendukung konektivitas nasional
2) Pembangunan infrastruktur kelautan untuk menciptakan pusat-pusat perekonomian
baru di daerah prioritas MP3EI
3) Penguatan pengelolaan wilayah daerah aliran sungai, pesisir, laut dan pulau-pulau
kecil secara terpadu
4) Penyelesaian batas wilayah dan yurisdiksi negara di laut, dan negara-negara
tetangga.
5) Pengentasan kemiskinan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil,
6) Penatakelolaan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan
7) Mencegah, mengurangi dan menanggulangi dampak bencana, pencemaran dan
perubahan iklim
8) Pembangunan kelautan melalui pola perencanaan pembangunan nasional secara
proporsional antara matra darat dan laut
10
Adapun perkiraan potensi ekonomi kelautan Indonesia dapat dilihat pada tabel di
bawah ini (Djunarsjah, 2011) :
Selain potensi ekonomi kelautan terdapat juga beberapa potensi Kelautan lainnya,
baik itu dari sisi keruangan dan kewilayahan, sumberdaya alam dan letak geopolitisnya.
Adapun beberapa potensi Kelautan Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Potensi Fisik
Potensi wilayah pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari
Perairan Nusantara seluas 2.8 juta km2, Laut Teritorial seluas 0.3 juta km2. Perairan
Nasional seluas 3,1 juta km2, Luas Daratan sekitar 1,9 juta km2, Luas Wilayah Nasional
5,0 juta km2, luas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) sekitar 3,0 juta km2, Panjang garis
pantai lebih dari 81.000 km dan jumlah pulau lebih dari 17.000 pulau.
b. Potensi Pembangunan
Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi Pembangunan adalah
sebagai berikut:
Sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti: perikanan, hutan mangrove,
terumbu karang, industri garam, industri bioteknologi kelautan.
Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui seperti : minyak dan gas bumi, bahan
tambang dan mineral lainnya serta harta karun dari kapal karam.
Energi Kelautan seperti: pasang surut, gelombang, angin, Ocean Thermal Energy
Conversion (OTEC).
Jasa-jasa Lingkungan seperti: pariwisata, perhubungan dan kepelabuhanan serta
penampung (penetralisir) limbah.
c. Potensi Sumberdaya Pulih (Renewable Resource)
Potensi sumber daya pulih adalah sumber protein utama, sebab 99% hasil sektor
perikanan berada pada daerah tangkapan tidak melebih 320 km jauhnya dari pantai
dan 50% produksi protein kelautan berlangsung di daerah pantai. Potensi wilayah
pesisir dan lautan lndonesia dipandang dari segi perikanan Indonesia total sekitar
US$ 71.935.651.400 dan yang baru sempat dimanfaatkan sekitar US$ 17.620.302.800
atau 24,5%. Potensi tersebut belum termasuk hutan mangrove, terumbu karang
serta energi terbarukan serta jasa seperti transportasi, pariwisata bahari yang
11
12
beberapa selat strategis yang berada di wilayah NKRI yakni Selat Malaka, Selat
Sunda, Selat Lombok, Selat Makasar dan Selat Ombai-Wetar. Potensi geopolitis ini
dapat digunakan Indonesia sebagai kekuatan Indonesia dalam percaturan politik
dan ekonomi antar bangsa.
f. Potensi Sumberdaya Manusia
Potensi wilayah pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi SDM adalah sekitar
60% penduduk Indonesia bermukim di wilayah pesisir, sehingga pusat kegiatan
perekonomian seperti: Perdagangan, Perikanan tangkap, Perikanan Budidaya,
Pertambangan, Transportasi laut, dan Pariwisata bahari. Potensi penduduk yang
berada menyebar di pulau-pulau merupakan aset yang strategis untuk peningkatan
aktivitas ekonomi antar pulau sekaligus pertahanan keamanan negara.
B. Peningkatan Potensi Ekonomi Kelautan
Keberlimpahan sumber daya alam dan potensi yang dimiliki Indonesia tidak serta
merta menjadikan Indonesia bangsa yang unggul dan berdaya saing tinggi. Oleh karena
itu, untuk mencapai visi Indonesia 2025 yaitu terwujudnya Masyarakat Indonesia
yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur, maka MP3EI mengembangkan tiga strategi
utama, yaitu :
1. Pengembangan potensi ekonomi melalui koridor ekonomi;
2. Penguatan konektivitas nasional; dan
3. Penguatan kemampuan SDM dan IPTEK nasional
13
Perkapalan
Indonesia yang memiliki lebih dari
17.000 pulau dimana sebagian besar
merupakan pulau-pulau kecil. Pulaupulau tersebut dikelilingi oleh lautan
sehingga sulit dijangkau menggunakan
alat transportasi udara maupun darat.
Sebagai negara maritim, sarana
transportasi yang memungkinkan
sebagai alternatif untuk menjangkau
pulau-pulau dan menghubungkan
daratan yang satu ke daratan yang
lainnya adalah kapal. Keberadaan kapal
tidak hanya sebagai sarana transportasi
penumpang dan barang, namun juga
untuk mendukung sistem pertahanan
di wilayah perairan Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Presiden No.
28 tahun 2008, industri perkapalan
merupakan salah satu industri prioritas
yang menjadi andalan di masa depan,
Kondisi industri pelayaran dan bisnis maritim di Indonesia sangat kondusif dan
sedang berkembang. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, industri perkapalan
di Indonesia menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Pada bulan Maret 2010,
Indonesia telah memiliki armada sebanyak 9.309 unit kapal (11,95 juta Gros Ton)
atau meningkat sebanyak 3.268 unit kapal (54,1%) dibandingkan dengan bulan Maret
2005 yang hanya memiliki 6.041 unit kapal (5,67 juta Gros Ton) (IPERINDO,2011).
Peningkatan prestasi dunia perkapalan di
Indonesia tidak serta merta menguatkan posisinya
di mata dunia. Indonesia yang merupakan negara
maritim terbesar di dunia, dalam peranan
pembangunan kapal di dunia masih jauh di bawah
Vietnam. Saat ini Indonesia berada di posisi ke18, sementara Vietnam berada di posisi ke-5.
Posisi puncak dipegang oleh Cina, disusul oleh
Korea Selatan dan Jepang (Investor Daily, 2009;
IPERINDO,2011).
14
15
Berdasarkan data United Nations Environmental Programme (UNEP, 2009)
terdapat 64 wilayah perairan Large Marine Ecosystem (LME) di seluruh dunia yang
disusun berdasarkan tingkat kesuburan, produktivitas, dan pengaruh perubahan
iklim terhadap masing-masing LME. Indonesia memiliki akses langsung kepada 6
(enam) wilayah LME yang mempunyai potensi kelautan dan perikanan yang cukup
besar, yaitu: LME 34 Teluk Bengala; LME 36 Laut Cina Selatan; LME 37 Sulu
Celebes; LME 38 Laut-laut Indonesia; LME 39 Arafura Gulf Carpentaria; LME
45 Laut Australia Utara. Sehingga, peluang Indonesia untuk mengembangkan
industri perikanan tangkap sangat besar.
Produksi perikanan Indonesia menunjukkan kecenderungan (trend) positif
dimana pada tahun 2009 mencapai 5.285.020 ton atau bernilai Rp 177.773,9
milyar dan menyumbang sekitar 3,45% dari total PDB (BPS, 2010). Jumlah ini naik
dua kali lipat dari produksi perikanan pada tahun 1992. Namun demikian, jumlah
ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan negara-negara produsen perikanan
lainnya seperti China (17 juta ton/tahun) dan Peru (10,7 juta ton/tahun). Produksi
perikanan ini hampir sama dengan negara-negara yang luas lautnya jauh lebih kecil
dari Indonesia seperti Jepang (5 juta ton/tahun) dan Chile (4,3 juta ton/tahun).
Gambar II.4 :
Lumbung ikan
(wilayah Maluku)
16
17
Gambar II.3 :
Kegiatan perikanan sebagai
penggerak perekonomian
(KKP, 2011)
18
19
20
Kadaster laut juga dapat digunakan sebagai salah satu solusi penyelesaian konflik,
misalnya akibat penggunaan trawl dan pelanggaran jalur penangkapan ikan. Pemetaan
Terpadu Sumber Daya Kelautan Nasional yang merupakan gabungan dari Peta LPI
seluruh Indonesia, dapat digunakan sebagai peta dasar untuk melakukan plotting dan
kompilasi data yang diperoleh dari DKP, Polisi air maupun kanto pelabuhan terkait.
Setelah itu dilakukan analisa, untuk menghasilkan rekomendasi penyelesaian konflik
di perairan dengan kadaster laut. Solusi untuk pemecahan permasalahan pelanggaran
trawl adalah memberikan penegasan hak kepada nelayan dengan mencantumkan
pemilik hak, syarat penetapan hak, masa berlaku hak, jenis pengawasan dan sanksi
pelanggaran hak. Sedangkan rekomendasi untuk pemecahan masalah pelanggaran
jalur tangkap ikan adalah adanya penegasan batas-batas wilayah jalur tangkap ikan
menggunakan titik-titik koordinat acuan pada sistem navigasi kapal.
Kawasan Teluk Tomini merupakan salah satu prototype yang dapat mewakili kondisi
wilayah pesisir di Indonesia, yang umumnya memiliki kondisi kemiskinan dan banyak
pengangguran, kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah serta keterbatasan
infrastruktur.
21
Problematika tersebut dapat teratasi dengan adanya data spasial kelautan yang
dihasilkan oleh Pemetaan Terpadu Sumber Daya Kelautan Nasional. Dari data
spasial yang ada, dapat dilakukan identifikasi dan perhitungan potensi yang dimiliki
oleh kawasan Teluk Tomini, yaitu perikanan, industri pengolahan, wisata bahari,
perdagangan dan jasa. Sebagai contoh, berikut adalah perhitungan potensi perikanan.
Tabel II.4 Rata-rata perikanan budidaya dalam ton menurut wilayah tahun 2006-2010
(www.bps.go.id, 2011)
Dari perhitungan dan data-data diatas, diketahui bahwa potensi perikanan Teluk
Tomini berkontribusi besar terhadap produksi perikanan nasional, yaitu hingga
8,20% jika dikelola secara maksimal. Untuk itu, dapat disusun suatu kebijakan
pengembangan untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh Teluk Tomini.
22
Dari penjabaran diatas terlihat gambaran seberapa besar kontribusi sektor perikanan
terhadap perekonomian nasional jika dikelola dengan baik. Jika dari contoh diatas
dimana perhitungan hanya pada sektor perikanan dan satu daerah sudah berpengaruh
besar terhadap perekonomian nasional, seberapa besar kontribusi bidang kelautan
jika semua sektor kelautan di seluruh Indonesia dihitung? Tentu akan menghasilkan
nominal yang signifikan.
Gambar II.9 :
Peta rencana zonasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau
kecil (KKP, 2011)
23
Salah satu contoh zonasi wilayah laut adalah Peta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (PRZWP3K) yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil, Kementrian Kelautan dan Perikanan. Peta tersebut digunakan
untuk mengatur pemanfaatan kawasan pesisir. Dengan adanya Pemetaan Terpadu
Sumber Daya Kelautan Nasional, diharapkan zonasi wilayah laut dapat menjangkau
wilayah yang lebih luas, bukan hanya di wilayah pesisir tetapi menjangkau seluruh
wilayah laut Indonesia.
Data-data yang didapatkan dari Pemetaan Terpadu Sumber Daya Kelautan Nasional
berupa data batimetri, geologi, oseanografi, metereologi laut dan informasi lainnya.
Data tersebut adalah data dasar yang belum mempunyai arti bagi penerimanya
apabila tidak diolah dan diproses terlebih dahulu. Data yang akan didapatkan
diperoleh dalam bentuk berbagai format dan menggunakan alat yang berbeda
pula. Oleh karena dibutuhkan SOP yang disepakati bersama dalam hal pengolahan
dan pengelolaan data. Hal ini disebabkan karena masing-masing perangkat lunak
(software) dan piranti survei (hardware) mempunyai struktur data yang berlainan,
baik dari segi konsep maupun dari segi teknik penyimpanan dan pengelolaan data.
Hasil analisa tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk pengambilan keputusan/
kebijakan (Decision Support System) yang diantaranya dapat dimanfaatkan untuk
mendukung MP3EI, mitigasi bencana, pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir, dan
lain sebagainya.
24
25
26
Kondisi hingga saat ini, Indonesia belum memiliki data spesifik dan akurat
tentang data Geospasial kelautan yang lengkap dan terpadu. Data Geospasial kelautan
yang ada hingga saat ini belum mencakup keseluruhan wilayah Indonesia, tersebar di
masing-masing instansi pemerintah dengan ketelitian dan akurasi yang berbeda-beda
serta belum terintegrasi dengan baik.
Berdasarkan kondisi tersebut, Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan
(PDKK) Bakosurtanal bersama beberapa instansi terkait berkoordinasi untuk melakukan
kegiatan Pemetaan Terpadu Sumber Daya Kelautan Nasional. Kegiatan ini merupakan
rangkaian kegiatan dimulai dari inventarisasi, akuisisi, pengolahan, serta integrasi dan
sharing data kelautan. Dengan kegiatan ini, diharapkan wilayah laut Indonesia yang
menjadi fokus pembangunan nasional sesuai dengan MP3EI dapat terpetakan dengan
tingkat ketelitian dan akurasi sesuai dengan kebutuhan.
Kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat dan Kawasan Timur Indonesia
tidak bisa dibiarkan berlanjut di masa yang akan datang. MP3EI saat ini dicanangkan
sebagai langkah awal dari pergerakan menuju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
lebih merata. Adapun strategi pengembangan potensi ekonomi melalui 6 koridor ekonomi
mustahil dilakukan tanpa adanya data spasial kelautan yang lengkap. Dengan adanya
Pemetaan Terpadu Sumber Daya Kelautan Nasional, potensi sumber daya kelautan
Indonesia dapat diketahui dan dihitung keberadaannya.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia juga menghadapi tantangan akibat perubahan
iklim global. Beberapa indikator perubahan iklim yang berdampak signifikan terhadap
berlangsungnya kehidupan manusia adalah: kenaikan permukaan air laut, kenaikan
temperatur udara, perubahan curah hujan, dan frekuensi perubahan iklim yang ekstrem.
Demikian pula, pengaruh kombinasi peningkatan suhu rata-rata wilayah, tingkat
presipitasi wilayah, intensitas kemarau/banjir, dan akses ke air bersih, menjadi tantangan
bagi percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia. Pemetaan Terpadu
Sumber Daya Kelautan Nasional ini akan dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan
27
Gambar III.2 Skema peraturan yang berlaku, kebutuhan pengguna, komponen proyek
Kebutuhan data dan informasi geospasial kelautan saat ini, harus disesuaikan
dengan peraturan internasional dan nasional yang berlaku saat ini. Data dan informasi
geospasial kelautan harus memenuhi kebutuhan para penggunanya. Data-data tersebut
dianggap sangat bernilai strategis untuk keamanan nasional sehingga perlu dijaga
kerahasiaannya dari penguasaan pihak asing. Akuisisi data serta pengolahan datanya
harus diupayakan dengan mengoptimalkan kemampuan nasional secara mandiri tanpa
bantuan asing. Melihat aktivitas yang telah dilakukan instansi dalam survei kelautan
secara sektoral dan kemampuan swasta nasional dalam akuisisi data khususnya dalam
kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi dan daya dukung peralatan yang dimiliki
28
hingga saat ini, dapat dikatakan kemampuan nasional untuk menyelenggarakan survei
sistematis meliputi seluruh Indonesia tidak dapat diragukan lagi. Terlebih kemampuan
personil akan lebih optimal bila disertai penambahan investasi peralatan dan sistem
pengolahan yang berteknologi tinggi.
C. Tahapan Pemetaan Terpadu Sumber Daya Kelautan Nasional
hingga saat ini, dapat dikatakan kemampuan nasional untuk menyelenggarakan survei
sistematis meliputi seluruh Indonesia tidak dapat diragukan lagi. Terlebih kemampuan
personil akan lebih optimal bila disertai penambahan investasi peralatan dan sistem
pengolahan yang berteknologi tinggi.
C. Tahapan Pemetaan Terpadu Sumber Daya Kelautan Nasional
Proses penyelenggaraan program Pemetaan Terpadu Sumber Daya Kelautan
Nasional dapat dibagi menjadi 3 tahap utama, yaitu :
1. Studi Kelayakan
Setelah infrastruktur data kelautan nasional tersedia, maka kemudian dilakukan
studi kelayakan. Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi dan mendefinisikan
apakah infrastruktur data kelautan nasional yang tersedia mampu mendukung
tujuan studi yaitu mendukung MP3EI dalam bidang kelautan, serta menguji relevansi
antara tujuan proyek Pemetaan Terpadu Sumber Daya Kelautan Nasional dengan
tujuan studi tersebut.
29
30
Produk yang akan dihasilkan dalam Pemetaan Terpadu Nasional ini salah satunya
adalah Peta Lingkungan Pantai (LPI) Skala1:50.000 dan 1:250.000. Peta LPI ini mempunyai
cakupan wilayah darat dan laut sesuai dengan indeks rencana pemetaan.
31
Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) yang dihasilkan nantinya disimpan ke dalam
database yang terintegrasi dengan Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN). Sehingga
instansi-instansi pemerintah yang tergabung dengan program Pemetaan Terpadu Sumber
Daya Kelautan Nasional ini akan mendapatkan akses secara langsung terhadap data
Geospasial Kelautan melalui jaringan Infrastruktur Data Spasial Nasional. Berikut dapat
dilihat skema proses pengolahan dan basis data Geospasial Kelautan :
32
Gambar III.7
Sinergi Instansi pemerintah dalam
PTSDKN
Sinergi antar instansi merupakan cara paling optimal dalam percepatan penyelesaian
Pemetaan Terpadu Sumber Daya Kelautan Nasional meliputi perairan laut Indonesia.
Masing-masing instansi seperti BAKOSURTANAL, DISHIDROS, LIPI, PPPGL dan BPPT
memiliki kemampuan sesuai dengan tugas fungsinya untuk melakukan akuisisi data,
pengelolaan dan pemanfaatan data. Sinergi pelaksanaan yang akan dilakukan secara
komprehensif demi kepentingan nasional meliputi antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
33
F. Struktur Pembiayaan
Bappenas akan bertindak sebagai koordinator dalam perencanaan program dan
budgeting yang dilaksanakan bersama antar instansi yang terkait dalam pembangunan
informasi geospasial terpadu ini agar pelaksanaannya dapat lebih tepat sasaran dan
efektif.
Pengembangan SDM
34
35
No
Uraian
Volume
Satuan
3p
aket
paket4
00
6p
aket
5003
12
paket3
50
1,2
4,2
10,65
36
37
LAMPIRAN
Lampiran A Status Data Batimetri Nasional
Lampiran B Kemampuan Pemetaan Kelautan Instansi Pemerintah
38
ingga saat ini belum ada instansi pemerintah yang secara spesifik menangani
data batimetri. Pemetaan batimetri di Indonesia ditangani oleh beberapa
instansi, sehingga menimbulkan tumpang tindih pemetaan pada daerah
yang sama dan belum terintegrasi. Status data batimetri yang ditangani oleh tiap-tiap
instansi antara lain :
BAKOSURTANAL
BAKOSURTANAL telah berkontribusi aktif dalam upaya pemetaan sistematis
wilayah laut dan pesisir Indonesia pada kurun waktu tahun 1993-1998 melalui
program Marine Resource Evaluation and Planning (MREP). Kemudian disusul dengan
program Marine Coastal Resource Mapping Project (MCRMP ) di bawah koordinasi
DKP pada tahun 2002-2006. Dan program kegiatan rutin sebagai kelanjutan MREP ,
yaitu survei hidrografi dan pembuatan Pemetaan Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)
Gambar 1 Status indeks peta LPI skala 50.000 dan 250.000 hingga tahun 2010
Dengan keterbatasan dana yang tersedia, hingga saat ini area wilayah
pantai dan laut yang telah disurvei dan dipetakan oleh Bakosurtanal
yaitu seperti terdapat pada Tabel 1.
39
Tabel 1. Status indeks peta LPI dan LLN hingga tahun 2009
DISHIDROS TNI-AL
Instansi lain yang berkompeten dalam pemetaan wilayah pantai dan laut yaitu
Dinas Hidro Oseanografi TNI AL, adapun area yang telah disurvei dan dipetakan
hingga sampai tahun 2010 yaitu :
Gambar 2. Status indeks area yang telah disurvei dan dipetakan oleh Dishidros TNI AL hingga tahun 2008
(Sumber : Workshop Data Batimetri Nasional,2010)
Sedangkan data peta wilayah pantai dan laut yang dimiliki oleh Dishidros-TNI AL
hingga tahun 2010 yaitu seperti terdapat pada Tabel 2.
40
Tabel 2. Status indeks peta laut dan produk peta lainnya hingga tahun 2009
Gambar 1 Status indeks peta LPI skala 50.000 dan 250.000 hingga tahun 2010
Gambar 1 Status indeks peta LPI skala 50.000 dan 250.000 hingga tahun 2010
41
BPPT- Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam (PTISDA) dan Balai Teknologi
Survei Kelautan (BTSK)
PTISDA merupakan salah satu unit di BPPT yang bergerak aktif di bidang
Pengkajian Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam, salah satu di antaranya
adalah sumber daya kelautan dan pesisir. Ketersediaan data batimetri di PTISDA
tergolong cukup banyak berkat adanya kerjasama dengan kapal-kapal asing yang
mempunyai kemampuan pengambilan data batimetri. Program kerjasama yang
menghasilkan data batimetri antara PTISDA LIPI Kerjasama dengan negara asing
adalah sebagai berikut:
1. Survey GINCO (SO 137-139) tahun 1999-2000 (Indonesia German)
2. Sinkai 6500 (YK02XX) tahun 2002 (Indonesia Jepang)
3. HMS Scott 2005 (Inggris, open data)
4. Survey Natusushima (NT0502) 2005 (Indonesia Jepang)
5. Survey Sumatra Aftershocks (MD149) 2005 (Indonesia Perancis).
6. Survey Sumatra 2006 (Indonesia German)
7. Survey SINDBAD (SO 190) 2006 (Indonesia - German)
8. Survey Sumatra Aftershocks 2 2006 (Indonesia Perancis)
9. Survey Sea-Cause (SO 186)-2006 (Indonesia - German)
10. Survey Paleoquakes (RR0705) 2007 (Indonesia Amerika)
11. Survey Kaiyo (KY0909) 2009 (Indonesia Jepang)
42
43
Catatan : Data tersebut merupakan hasil perhitungan dari gabungan dari masingmasing instansi, kecuali data dari Dishidros TNI-AL yang belum masuk kedalam
overlay data batimetri.
44
erikut ini merupakan kajian awal tentang kemampuan instansi pemerintah yang
mempunyai kewenangan dalam pengumpulan data batimetri, dengan wahana
dan peralatan yang dimilikinya:
BAKOSURTANAL
Dishidros TNI-AL
45
Awak 50 ABK
Awak 60 ABK
KAL VEGA
Awak 36ABK
Awak 35 ABK
KAL ARIES
46
Geomarin I
Geomarin II
Geomarin III
Gambar 9. Armada Kapal Survei yang dimiliki P3GL ESDM (Sumber : P3GL - ESDM)
47
Gambar 10. Armada Kapal Survei yang dimiliki P2O LIPI (Sumber : P2O - LIPI)
Daftar Isi
Apridar. 2010. Ekonomi Kelautan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2011. Rencana Kerja Pemerintah Tahun
2011 Buku I : Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro
dan Pembiayaan Pembangunan. Jakarta : Bappenas.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2011. Rencana Kerja Pemerintah Tahun
2011 Buku II : Prioritas Pembangunan Bidang. Jakarta : Bappenas.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2011. Rencana Pembangunan Berdimensi
Kewilayahan. Jakarta : Bappenas.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2011. Buku Saku Rangkuman Rencana
Pembangungan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 Prioritas
Bidang Wilayah dan Tata Ruang. Jakarta : Bappenas.
Dahuri, Rokhmin. Kelautan, Potensi Memakmurkan Rakyat. Kompas, 25 Juni 2005.
Dewan Kelautan Indonesia. 2008. Evaluasi Kebijakan Dalam Rangka Implementasi
Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) di Indonesia. Jakarta
: Departemen Kelautan dan Perikanan.
Djunarsjah, Eka. 2011. Lingkup Keilmuan dan Aplikasi Hidrografi (presentasi).
Kusumastanto, Tridoyo. 2007. Analisis Ekonomi Kelautan dan Arah Kebijakan
Pengembangan Jasa Kelautan. Bogor : Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir
dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
Kusumastanto, Tridoyo. 2007. Ocean Policy dalam Membangun Negara Bahari. Bogor
: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
____________. 2011. Deklarasi Djuanda. URL : http://id.wikipedia.org/wiki/Deklarasi
Djuanda.
Dikunjungi pada 11 September 2011 Pukul 02.06 WIB.
50
50