You are on page 1of 18

lLAPORAN PRAKTIKUM SURVEY DAN PEMETAAN

Kelompok 3B
Fitria Minami Subiyantoro 1306448741
Gita Novianti

1306369320

Muwatha Malik

1406642920

Rengga Pradana Putra

1306391926

Oby Robini

1406642933

Judul Praktikum

: Pemetaan Situasi

Tanggal Praktikum

: 12 April 2015

Asisten Praktikum

: Indra Nurrahman

Tanggal Disetujui

Nilai

Paraf Asisten

LABORATORIUM SURVEY LAPANGAN


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2015

BAB V
PEMETAAN SITUASI

5.1 TUJUAN
a. Untuk mengumpulkan data geometris pada permukaan bumi dan segala sesuatu yang
ada di atasnya, baik alami maupun buatan manusia.
b. Melakukan pemetaan situasi, yaitu menggambarkan data-data geometris di permukaan
bumi ke suatu bidang datar dengan skala tertentu.
c. Memilih cara yang tepat dalam menentukan kerangka dasar pengukuran situasi sesuai
dengan kondisi lapangan pada alat yang dipakai.

5.2 LANDASAN TEORI


Pemetaan situasi dan detail adalah pemetaan suatu daerah atau wilayah ukur
yang mencakup penyaian dalam dimensi horisontal dan vertikal secara bersama-sama
dalam suatu gambar peta.
Untuk penyajian gambar peta situasi tersebut perlu dilakukan pengukuran
sebagai berikut:
a. Pengukuran titik fundamental (Xo, Yo, Ho, dan ao)
b.
Pengukuran kerangka horisontal (sudut dan jarak)
c.
Pengukuran kerangka tinggi (beda tinggi)
d. Pengukuran titik detail (arah, beda tinggi dan jarak terhadap titik detail
yang dipilih sesuai dengan permintaan skala)

Pada dasarnya prinsip kerja yang diperlukan untuk pemetaan suatu daerah
selalu dilakukan dalam dua tahapan, yaitu:
1. Penyelenggaraan kerangka dasar sebagai usaha penyebaran titik ikat

2. Pengambilan data titik detail yang merupakan wakil gambaran fisik bumi
yang akan muncul di petanya.
Kedua proses ini diakhiri dengan tahapan penggambaran dan kontur.
Dalam pemetaan medan pengukuran sangat berpengaruh dan ditentukan oleh
kerangka serta jenis pengukuran. Bentuk kerangka yang didesain tidak harus sebuah
polygon, namun dapat saja kombinasi dari kerangka yang ada. Poligon merupakan
sebuah rangkaian garis lurus yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai koordinat
tertentu sehingga membuat suatu bentuk tertentu (segi banyak beraturan atau segi banyak
yang tidak beraturan).
a. Pengukuran Horisontal
Terdapat dua macam pengukuran yang dilakukan untuk posisi horisontal yaitu
pengukuran polygon utama dan pengukuran polygon bercabang.
b. Pengukuran Beda Tinggi
Pengukuran situasi ditentukan oleh dua jenis pengukuran ketinggian, yaitu:
- Pengukuran sifat datar utama.
- Pengukuran sifat datar bercabang.
Dari hasil pengukuran beda tinggi dapat diperoleh juga suatu kontur tanah dari
bangunan.
c. Pengukuran Detail
Pada saat pengukuran di lapangan, data yang diambil untuk pengukuran detail
adalah:
- Beda tinggi antara titik ikat kerangka dan titik detail yang
-

bersangkutan.
Jarak optis atau jarak datar antara titik kerangka dan titik detail.
Sudut antara sisi kerangka dengan arak titik awal detail yang
bersangkutan, atau sudut jurusan magnetis dari arah titik detail yang
bersangkutan.

Adapun metode pengukuran situasi sendiri ada dua, yaitu:


1. METODE OFFSET

Pada metode ini alat utama yang digunakan adalah pita / rantai dan alat
bantu untuk membuat siku (prisma). Metode offset terdiri dari dua cara,
yaitu:
a. Metode siku-siku (garis tegak lurus)

Titik detail diproyeksikan siku-siku terhadap garis ukur AB. Kemudian


diukur jarak-jaraknya dengan mengukur jarak aa, bb,cc, dd, posisi
titik a, b, c, dan d secara relatif dapat ditentukan.
b. Metode Mengikat (Interpolasi)
Titik detail diikat dengan garis lurus pada garis ukur.
Ada dua cara:
1. Pengikatan pada sembarang titik.

Tentukan sembarang garis pada garis ukur AB titik-titik a,a, b,


b, c, c. Usahakan segitiga aaa, bbb, ccc merupakan
segitiga samasisi atau samakaki. Dengan mengukur jarak Aa, Aa,
Ab, Ab, Ac, Ac, Bc, Bc, Bb, Ba, aa, aa, bb, bb, cc, cc
maka posisi titik a, b, c dapat ditentukan.

2. Perpanjangan Sisi

3. Cara Trilaterasi Sederhana

2. METODE POLAR
Metode ini mengukur posisi 3 pada dimensi, yaitu dimensi x,y,z. Pada
metode ini posisi detil ditentukan dengan komponen azimuth, jarak dan
beda tinggi dari titik ikat.
Alat: theodolit kompas (misal To) atau theodolit repetisi
1. Dengan unsur azimuth dan jarak

2. Dengan unsur sudut dan jarak


Pengukuran sudut dilakukan dari titik dasar teknik
Pengukuran jarak datar dilakukan dengan pita ukur atau EDM.

`
Dalam menentukan titik batas dibutuhkan minimal tiga data
ukuran yang diukur dengan menggunakan minimal dua titik tetap
(referensi).
Contoh:
1. Sudut, sudut, sudut

2. Sudut, sudut, jarak

3. Sudut, jarak, jarak

Setelah pengukuran pemetaan situasi dan detail telah selesai dilaksakan


langkah berikutnya yaitu melakukan perhitungan terhadap data yang telah
diperoleh dan menyajikannya dalam bentuk penggambaran peta yang
dilengkapi dengan garis kontur.

Garis kontur adalah yang ada dipermukaan bumi yang menghubungkan


titik-titik dengan ketinggian yang sama dari suatu bidang referensi tertentu.
Konsep dari garis kontur ini dapat mudah dipahami dengan membayangkan
kolam air. Jika air dalam keadaan tenang, maka tepi dari permukaan air itu
akan menunjukan garis yang ketinggiannya sama. Garis tersebut akan menutup
pada tepi kolam dan membentuk garis kontur.
Adapun kegunaan dari garis kontur ini antara lain:
1. Sebagai dasar untuk menentukan penampang tegak suatu permukaan
tanah.
2. Sebagai dasar untuk perencanaan besarnya galian atau timbunan.
3. Memperlihatkan ketinggian tanah dalam lokasi atau peta terebut, dan
sebagainya.
Rumus-rumus yang dipakai dalam praktikum ini:
t = TA D. tan bt
D = 100 (a b) cos2
Dimana:
t = seilisih tinggi antara tempat theodolit dengan titik yang ditembak
TA = tinggi alat
D = jarak horisontal antara tempat theodolit dengan titik yang
ditembak.
bt = benang tengah (dalam meter)
a = benar atas (dalam meter)
b = benang bawah (dalam meter)
= sudut miring / sudut vertikal
Dengan rumus-rumus diatas, serta rumus-rumus dasar untuk menentukan
koordinat, yaitu:
XQ = XP + DPQ sin PQ
YQ = YP + DPQ cos PQ

Dimana
DPQ = jarak dari P ke Q
PQ = sudut jurusan dari P ke Q

5.3 PERALATAN
1. Digital Theodolit Nikon NE-100 series

1 buah

2. Rambu ukur

1 buah

3. Meteran

1 buah

4. Patok

5 buah

5. Payung

1 buah

6. Statif

1 buah

7. Unting-unting

1 buah

5.4 PROSEDUR
PERSIAPAN
1. Melakukan survey lapangan dan membuat sketsa.
2. Memilih cara pengukuran kerangka dasar yang sesuai.
3. Menentukan titik acuan yang sesuai dengan cara pengukuran kerangka dasar yang
dipilih.
4. Mencantumkan di dalam sketsa, titik-titik pengikat rencana (titik-titik poligon)
sedemikian rupa sehingga seluruh detail yang diperlukan dapat dijangkau.
5. Mempersiapkan peralatan yang diperlukan.
PELAKSANAAN
1. Memasang theodolit di titik pengikat pertama lalu mengukur tinggi alat.
2. Melakukan pengukuran tinggi matahari untuk menentukan besarnya Koreksi
Boussole.
3. Membidik titik acuan dan melakukan pengukuran hingga didapat azimuth, beda
tinggi dan jaraknya.

4. Membidik titik pengikat yang lain lalu melakukan pengukuran yang diperlukan untuk
mendapatkan kerangka dasar pengukuran situasi (mendatar & tinggi).
5. Membidik titik-titik detail yang diperlukan, termasuk titik-titik detail untuk
membentuk garis kkontur. Titik-titik detail yang khusus hendaknya diberi keterangan.
5.5 DATA PENGAMATAN
4
2

1
D

C (BM

B (BM1)

Gambar Sketsa Awal Praktikan

TITIK
ACUAN
A

TITIK
TEMBAK
1
2
3
1
3
4

BA
128,2
137,9
134,6
143,9
140,2
130,5

BT
120,8
120,1
118,1
130
133,5
113

BB
113
102,2
102
116
126,8
95,4

SUDUT
9915'00"
11840'15"
64 52' 40"
6752'45"
11653'40"
12533'20"

Sumber: Data Pengamatan Praktikan


TITIK ACUAN
A

TITIK TEMBAK
1
2
3

D Lapangan
1500
3650
3300

TINGGI A
145
145
145
144
144
144

1
3
4

2850
1300
3600

Sumber: Data Pengamatan Praktikan

Sisi
1-3
1-2
2-4
3-4

Panjang
Lapangan
21,64 m
21,64 m
21,64 m
21,64 m

Sumber: Data Pengamatan Praktikan

5.6 PENGOLAHAN DATA


1. Menentukan jarak horisontal antara tempat theodolit dengan titik yang
ditembak.
Sesuai dengan rumus yang diberikan diatas, jarak horizontal dari theodolit ke titik
yang dituju dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
D = 100(BA-BB) cos2 (90-)
Dimana BA merupakan batas atas pembacaan theodolit, BB merupakan batas bawah
pembacaan theodolit, dan merupakan sudut vertikal. Pada percobaan ini, sudut
vertikalnya adalah sebesar 90. Dari rumus tersebut, maka jarak horizontal dari
theodolit ke titik yang dituju pada percobaan ini adalah sebagai berikut
TITIK
ACUAN
A

TITIK
TEMBAK
1
2
3
1
3
4

BA
128,2
137,9
134,6
143,9
140,2
130,5

BB
113
102,2
102
116
126,8
95,4

D (JARAK OPTIS)
1520
3570
3260
2790
1340
3510

Sumber: Pengolahan Data Praktikan


2. Menentukan perbedaan tinggi
Perbedaan tinggi ini dapat dihitung sesuai dengan rumus
t = TA D. tan bt.

Dimana TA adalah tinggi alat, D merupakan jarak horizontal antara theodolit dengan
titik yang dituju, merupakan sudut vertikal atau sudut miring, serta bt adalah batas
tengah pembacaan pada theodolit. Dari rumus tersebut, maka didapatkan hasil
perbedaan tinggi adalah sebagai berikut

TITIK
ACUAN
A

TITIK
TEMBAK
1
2
3
1
3
4

TINGGI
ALAT
145
145
145
144
144
144

BT
120,8
120,1
118,1
130
133,5
113

h
24,2
24,9
26,9
14
10,5
31

Sumber: Pengolahan Data Praktikan


3. Menentukan Koordinat
Koordinat bangunan yang dituju dapat diketahui dengan menghitung koordinat titik
yang dituju. Untuk mengetahui koordinat tersebut, maka persamaan yang digunaakan
adalah persamaan berikut:
XQ = XP + DPQ sin PQ
YQ = YP + DPQ cos PQ
dimana DPQ merupakan jarak dari P ke Q, dan PQ merupakan sudut jurusan
dari P ke Q. Dengan menggunakan rumus tersebut, maka dapat diketahui koordinat
titik nya adalah sebagai berikut:
TITIK
ACUAN

TITIK
TEMBAK

1520

3570

3260

2790

1340

3510

SUDUT
9915'0
0"
11840'
15"
64 52'
40"
6752'4
5"
11653'
40"
12533'
20"

x= d sin
1500,2344
77
3132,3090
32
2951,4298
01
2584,4649
22
1195,0086
9
2855,4094
34

Sumber: Pengolahan Data Praktikan

y= d cos
-244,3286997
-1712,758048
1384,435673
1051,019061
-606,2625105
-2041,258671

Dari koordinat diatas, praktikan dapat menggambarkan pemetaan situasi


sebagai berikut

Gambar sketsa gedung BP3 menggunakan AutoCad

4. Kesalahan Relatif
DlapanganDOptis
KR D =
x 100 %
D Lapangan

TITIK ACUAN
A

TITIK TEMBAK
1
2
3
1
3
4

KR rata-rata = 2,055%

5. Luas Bangunan
Panjang garis 1-2 dari hasil percobaan
= 118,67 - 99,25 = 19,42

D (jarak Optis)
1520
3570
3260
2790
1340
3510

D Lapangan
1500
3650
3300
2850
1300
3600

KR(%)
1,33
2,19
1,21
2,1
3
2,5

Garis 1-2 =
=

A 12 + A 222 A 1 A 2 cos

15,22 +35,702 2 15,2 35,70 cos 19,42

= 21,95 m
Panjang garis 1-2 dari hasil pengukuran lapangan = 21, 64 m
Panjang garis 1-3 dari hasil percobaan
= 99,25 - 64,87 = 34,38
2
2
Garis 1-3 = A 1 + A 3 2 A 1 A 3 cos
=

15,22 +32,602 2 15,2 32,60 cos 34,38

= 21,81 m
Panjang garis 1-3 dari hasil pengukuran lapangan = 21, 64 m

Panjang garis 3-4 dari hasil percobaan


= 125,56 - 116,9 = 8,66
2
2
Garis 3-4 = D3 + D 4 2 D 3 D 4 cos
=

13,402+35,10 22 13,40 35,10 cos 8,66

= 21,95 m
Panjang garis 3-4 dari hasil pengukuran lapangan = 21, 64 m
Panjang garis 2-4 dari percobaan sama dengan garis 1-3 yaitu 21,81 m.
Panjang garis 2-4dari hasil pengukuran lapangan = 21,64 m
Luas Bangunan gedung BP3 berdasarkan hasil percobaan = 21,81 m x 21,95 m =
478,73 m2
Luas Bangunan gedung BP3 berdasarkan hasil pengukuran panjang di lapangan =
21,64 m x 21,64 m = 468,28 m2
KR Luas Bangunan Gedung BP3 =
=

LuaslapanganLpercobaan
x 100 %
LLapangan
468,28478,73
x 100 %
468,28

= 2, 23 %
5.7 ANALISIS

Analisis Percobaan
Praktikum pemetaan situasi ini memiliki beberapa tujuan, yaitu untuk
mengumpulkan data geometris pada permukaan bumi dan segala sesuatu yang berada
diatasnya, melakukan pemetaan situasi dengan menggambarkan data-data geometris
di permukaan bumi ke suatu bidang datar dengan skala tertentu, serta memilih cara
yang tepat dalam menentukan kerangka dasar pengukuran situasi sesuai dengan
kondisi lapangan pada alat yang dipakai.
Pada praktikum ini, bangunan yang digunakan untuk pemetaan adalah gedung
BP3. Untuk melakukan pemetaan situasi pada gedung BP3, praktikan menempatkan
dua titik acuan, yaitu titik A dan titik D. Setiap titik acuan menembak ke tiga titik
pada gedung BP3. Dalam percobaan ini, praktikan menggunakan dua titik Banch
Mark, yaitu titik BM1 dan BM2. Dimana sudut yang diperoleh dari titik A dihitung
terhadap titik BM1 dan sudut yang diperoleh dari titik D dihitung terhadap titik BM2.
Sebelum memulai percobaan, praktikan melakukan sketsa bangunan yang
dituju serta titik-titik acuan. Setelah itu, praktikan mempersiapkan alat-alat yang
diperlukan. Pertama, praktikan menempatkan theodolit di titik A lalu memastikan
bahwa theodolit tersebut telah terpasang dengan benar yaitu dengan mengecek
kelurusan alat dengan menggunakan nivo. Setelah theodolit terpasang dengan benar,
praktikan lalu mengukur tinggi alat serta memastikan bahwa sudut vertikalnya adalah
900000. Setelah itu, praktikan langsung membidik ke titik acuan yaitu titik 1, 2,
dan 3 dengan membaca benang atas, benang tengah, dan benang bawah pada
theodolit, serta mencatat sudut horizontal yang terbaca pada theodolit. Setelah
penembakkan dari titik A selesai, praktikan melanjutkan penembakan ke titik tembak
D dengan menembak titik acuan 1, 3, dan 4. Sama seperti pada saat menembak dari
titik tembak A, praktikan terlebih dahulu menempatkan theodolit serta memastikan
bahwa theodolit telah terpasang dengan benar lalu mengukur tinggi alat serta
memastiikan sudut vertikalnya adalah 900000. Setelah pembidikan selesai, maka
praktikan memperoleh data pembacaan benang atas, benang tengah, benang bawah,
serta sudut horizontal pada setiap titik acuan. Data-data yang telah diperoleh tersebut
kemudian dapat diolah untuk menentukan jarak horizontal antara tempat theodolit
dengan titik yang di tembak, selisih tinggi antara tempat theodolit dengan titik yang
ditembak, seta koordinat titik acuan. Dari hasil pengolahan data tersebut, maka

praktikan dapat menggambarkan pemetaan situasi gedung BP3 serta menghitung luas
gedung BP3.
Analisis Hasil
Dari percobaan ini, praktikan mendapatkan data berupa pembacaan benang
atas, benang tengah, dan benang bawah serta sudut horizontal dari tiap titik acuan.
Dari data-data tersebut, praktikan dapat menghitung jarak optis dari theodolit ke titik
acuan, sehingga praktikan dapat menghitung panjang sisi gedung BP3. Perhitungan
jarak optis hasil percobaan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
D = 100 (BA-BB) cos2 (90-)
dimana BA merupakan pembacaan benang atas, BB merupakan pembacaan benang
bawah, serta merupakan sudut vertikal. Dari hasil perhitungan, didapatkan hasil
jarak optis tiap titik tidak sama persis dengan jarak yang diukur dengan
menggunakan meteran. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya kesalahan relatif,
dimana nilai kesalahan relatif untuk hasil D adalah sebesar 2,055%.
Selain jarak optis, pada percobaan ini juga dapat diperoleh perbedaan
ketinggian. Perbedaan ketinggian ini bertujuan untuk mengetahui beda tinggi setiap
titik terhadap bench mark. Dari data perbedaan tinggi tersebut, maka dapat dibuat
kontur tanah pada gedung BP3. Adapun perbedaan tinggi dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus:
t = TA D. tan bt.
Dimana TA adalah tinggi alat, D merupakan jarak optis, merupakan sudut vertikal,
sementara BT merupakan pembacaan benang tengah.
Adapun panjang sisi gedung BP3 dapat digambarkan melalui koordinat yang
didapat dari perhitungan pada setiap titik tembak dengan menggunakan AutoCad.
Koordinat-koordinat tersebut dapat dicari dengan menggunakan rumus:
XQ = XP + DPQ sin PQ
YQ = YP + DPQ cos PQ
Dari koordinat-koordinat tersebut, maka pemetaan situasi gedung BP3 dapat
digambarkan dan diketahui setiap panjang sisi gedung tersebut sehingga dapat
dihitung luasnya. Luas gedung BP3 juga dapat dihitung secara matematis, yaitu
dengan menggunakan rumus trigonometri untuk menghitung tiap sisi gedung BP3.
Adapun rumus trigonometri yang digunakan adalah sebagai berikut:
AB =

A 2+B 22 A B cos

Dengan menggunakan rumus tersebut diperoleh panjang sisi bangunan BP3 adalah
sebagai berikut:

Sisi
1-3
1-2
2-4
3-4
Luas

Panjang
Lapangan
21,64 m
21,64 m
21,64 m
21,64 m
468,28

Panjang berdasarkan perhitungan


matematis
21,81
21,95
21,81
21,95
478,72

Adanya perbedaan luas yang diperoleh menunjukkan adanya kesalahan relatif saat
praktikan melakukan percobaan. Adapun besar kesalahan relatif yang diperoleh pada
perhitungan luas gedung BP3 adalah sebesar 2,23%.

Analisis Kesalahan
Adapun kesalahan pada percobaan ini dapat terjadi karena beberapa hal,
diantaranya adalah sebagai berikut:
-

Kesalahan praktikan saat menempatkan theodolit yang tidak tepat pada titik acuan
serta kesalahan praktikan saat menempatkan theodolit yang belum lurus atau sejajar

sehingga dapat mempengaruhi kesalahan pada pembacaan pada tinggi alat.


Kesalahan praktikan saat membaca rambu pada theodolit karena posisi rambu yang

miring sehingga menyulitkan pembacaan.


Kesalahan penempatan rambu yang tidak tepat di titik acuan.
- Kesalahan pada pengolahan data akibat adanya pembulatan angka yang tidak sesuai
-

dengan pembulatan angka penting.


Kesalahan pengukuran jarak lapangan akibat terhalangnya rambu atau meteran oleh
pohon-pohon di lapangan BP3.

KESIMPULAN
- Dari percobaan pemetaan situasi ini dapat diketahui kerangka bangunan yang
dijadikan objek percobaan dimana dalam percobaan ini adalah gedung BP3.

Jumlah sudut dalam total seharusnya memenuhi polygon tertutup dimana titik awal

sama dengan titik akhir.


Perhitungan luas bangunan gedung BP3 dapat dihitung secara matematis maupun

grafis (dengan menggunakan AutoCad)


Luas bangunan:
1. berdasarkan hasil matematis dari data percobaan: 478,72 m2,
2. berdasarkan hasil perhitungan lapangan: 468,28 m2
Kesalahan relatif luas bangunan adalah 2,23%.

LAMPIRAN

Gambar 1.
Pembacaan Rambu
pada titik 4

REFERENSI

Gambar 2.
Pembacaan Rambu pada titik 3

Gambar 3.
Pengecekan sudut vertikal

Pedoman Praktikum Ilmu Ukur Tanah. Laboratorium Survey dan Pemetaan.


Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia

You might also like