You are on page 1of 66

LAJU INFILTRASI TANAH PADA TEGAKAN JATI

(Tectona grandis Linn F) DI BKPH SUBAH KPH


KENDAL UNIT I JAWA TENGAH

Oleh:
Wahyu Sejati Andayani
E14204083

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

LAJU INFILTRASI TANAH PADA TEGAKAN JATI


(Tectona grandis Linn F) DI BKPH SUBAH KPH
KENDAL UNIT I JAWA TENGAH

Wahyu Sejati Andayani


E14204083

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kahutanan
Pada Falkultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

Abstract
WAHYU SEJATI ANDAYANI (E14204083). Laju Infiltrasi Tegakan Jati
(Tectona grandis Linn F) Di BKPH Subah KPH Kendal. Under the direction
of Dr. Ir. Basuki Wasis, MS

Infiltration is the movement of water through the soil. These is one of


hidrologycal cycles. Infiltrate which annoyed at one area will influence the cycle
hidrology on that area. So, management of soil is important to keep the
equilibrium of the cycles. Beside that, it is important to use as plant which will
give forest productivity. Forest productivity can be conducted with ground quality
and availibility of ground water through infiltrateing. Soil phisic is a number of
factors impact soil infiltration. They are, bulk density, porosity, permeability, soil
water content, ect.
Infiltration measured by double ring infiltrometer and soil sample have
taken by method not disturbed. Then, soil sample were collected analysed on soil
Laboratory of Agriculture Faculty. Regretion have made between soil phisic and
infiltration. Regretion also have made between infiltration and stand density.
Result showed that infiltration have strong relation with soil phisic. But,
infiltration does not have relation with stand density. Infiltration also influences
by organic matter, tillage, open cwron, temperature and topography.

RINGKASAN

WAHYU SEJATI ANDAYANI (E14204083). Laju Infiltrasi Pada Tegakan


Jati (Tectona grandis Linn F) Di BKPH Subah KPH Kendal. Dibimbing oleh
Dr. Ir. Basuki Wasis, MS
Air merupakan sumber daya yang sangat penting bagi kehidupan mahkluk
hidup. Keberadaan air di bumi tidak pernah lepas dengan adanya siklus hidrologi.
Sikus hidrologi sangat erat kaitannya dengan keseimbangan alam. Infiltrasi
merupakan bagian dari siklus hidrologi. Infiltrasi yang terganggu pada suatu
kawasan akan mempengaruhi siklus hidrologi yang ada pada kawasan tersebut.
Laju infiltrasi sangat mempengaruhi kandungan air dalam tanah. Oleh karena itu,
perlu usaha pelestarian tanah agar infiltrasi dalam tanah hutan dan ketersediaan air
hutan terus terjaga.
Besarnya infiltrasi yang masuk sangat ditentukan oleh penutupan tanah oleh
vegetasi dan tajuk, faktor fisik tanah, kelerengan, aktivitas biologi, faktor iklim
dan faktor-faktor yang lain. Sifat fisik tanah yang mempengaruhi infiltrasi antara
lain: porositas, permeabilitas, kadar air tanah, bulk density, pori drainase dan lainlain.
Penentuan laju infiltrasi perlu untuk dilakukan karena dapat digunakan
sebagai suatu informasi yang sangat berharga bagi perencanaan, pengelolaan
hutan dan pemilihan jenis yang tepat untuk ditanam di lahan hutan tersebut.
Peningkatan produktivitas hutan dapat dilakukan dengan kualitas tanah dan
ketersediaan air tanah melalui infiltrasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh sifat fisik tanah
terhadap infiltrasi dan mengkaji pengaruh penutupan lahan pada berbagai kelas
umur tanaman Jati serta keterbukaan lahan terhadap infiltrasi. Manfaat dari
penelitian ini adalah memberikan masukan dan informasi tentang besarnya laju
infiltrasi tanah pada berbagai kelas umur Jati Perum Perhutani terutama pada
BKPH Subah KPH Kendal Unit I Jawa Tengah.
Penelitian ini dilakukan di areal tegakan Jati BKPH Subah KPH Kendal
Unit I Perum Perhutani Jawa Tengah. Penelitian dilaksankan pada bulan Maret

sampai April 2008. Untuk analisis sifat fisik dilakukan di Laboratorium Ilmu
Tanah Fakultas Pertanian IPB dengan pengambilan contoh tanah dengan metode
tanah tidak terusik. Hasil analisis sifat fisik tanah selanjutnya akan diregresikan
dengan hasil infiltrasi pada berbagai lokasi penelitian.
Berdasarkan hubungan regresi didapatkan hasil bahwa bulk density
memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju infiltrasi dalam taraf 5%.
Persamaan regresi yang terbentuk adalah Y=9,40-4,14X. Porositas juga
mempunyai pengaruh yang nyata terhadap

laju infiltrasi dalam taraf 5%.

Persamman regresi yang terbentuk adalah Y=-1,50 +0,109X. Permeabilitas


membentuk persamaan regresi yaitu, Y=3,49+0,274X. Hal ini berari permeabilitas
memberikan pengaruh yang nyata terhadap infiltrasi dalam taraf 5%.

Laju

Infiltrasi dipengaruhi oleh besarnya kadar air tanah. Laju infiltrasi meningkat
seiring dengan berkurangnya kadar air dalam tanah.
Kesimpulan yang diambil pada penelitian ini adalah laju infiltrasi
berpengaruh nyata terhadap sifat fisik tanah. Sifat fisik tanah yang baik dapat
menaikkan atau menurunkan laju Infiltrasi. Hubungan laju Infiltrasi berbanding
terbalik dengan bulk density dan kadar air tanah. Sehingga semakin tinggi bulk
density dan kadar air tanah maka laju infiltrasinya paling rendah. Laju infiltrasi
berbanding lurus dengan porositas dan permeabilitas. Sehingga, semakin tinggi
porositas dan permeabilitas maka laju infiltrasinya makin tinggi.

Kerapatan

tegakan tidak mempengaruhi laju infiltrasi. Kerapatan tegakan semakin mengecil


pada kelas umur jati yang semakin tua. Sehingga, dapat dikatakan bahwa Kelas
Umur Jati tidak mempengaruhi laju infiltrasi. KU III mempunyai nilai infiltrasi
tertinggi, kemudian KU IV, Tanah Terbuka, dan KU I. KU II mempunyai laju
infiltrasi paling kecil.

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Laju Infiltrasi
Pada Tegakan Jati (Tectona grandis Linn F) Di BKPH Subah KPH Kendal
adalah karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah
diajukan dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi manapun. Sumber informasi
berasal dari karya yang dikutip dari karya yang diterbitkan ataupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

Wahyu Sejati Andayani


NRP E14204083

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009


Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan dan menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusuna kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : LAJU INFILTRASI TANAH PADA TEGAKAN JATI
(Tectona grandis Linn F) DI BKPH SUBAH KPH
KENDAL
Nama

: WAHYU SEJATI ANDAYANI

NIM

: E14204083

Menyetujui:
Pembimbing

Dr. Ir. Basuki Wasis, MS


NIP. 131 950 983

Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan

Dr. Ir. Hendarayanto M.Agr


NIP. 132 578 788

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati, penulis panjatkan puji dan syukur ke
hadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayahnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Laju Infiltrasi Tegakan Jati
(Tectona grandis) DI BKPH Subah KPH Kendal.
Laju infiltrasi menentukan kandungan air tanah dan sangat ditentukan oleh
sifat fisik tanah. Pengelolaan tanah yang baik dapat meningkatkan sifat fisik tanah
sehingga produktivitas hutan dapat meningkat pula. Karena itu, upaya
peningkatan laju infiltrasi hutan jati sebagai upaya pengelolaan hutan yang
berlandaskan sosial, ekonomi dan lingkungan perlu dikaji. Penentuan laju
infiltrasi bisa menjadi intensif dan memacu pengelolaan hutan Jati yang lebih
baik.
Akhirnya, semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat.

Bogor, Januari 2009

Wahyu Sejati Andayani

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini telah banyak pihak yang
membantu memberikan bantuan, bimbingan dan dorongan dan doa yang akan penulis
kenang dan syukuri. Sebagai rasa syukur kepada Allah SWT, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak, Ibu, Erni H Purnamasari, Budi Hernowo, Buang Yudha Adi Candra dan
Soedardji Prawiro Martono atas dukungan, semangat dan doanya.
2. Bapak Dr. Ir. Basuki Wasis, MS selaku dosen pembimbing atas segala bantuan,
motivasi, semangat, bimbingan dan inspirasi yang telah dibagikan.
3. Bapak R.M Widianto, S. Hut. For Sc (KKPH Kendal), Bapak Ir. Sunarto (Kasi
PSDH), Ibu Novi (KTU), Bapak Mulyadi (KSS Perencaraan), Bapak Luckyarto,
S.Hut (KBKPH Subah), Bapak Amad (KBKPH Boja), Bapak Budi Sutomo, SP
(KBKPH Mangkang) dan seluruh staff KPH Kendal atas dukungan, bantuan dan
bimbingan selama penulis melaksanakan proses pengambilan data.
4. Bapak Heru beserta keluarga atas segala kebaikan hati dan bantuannya selama
penulis berada di KPH Kendal.
5. Teman-teman seperjuangan, Gayatri Joan Tatra, Indah Riyadi, Azizah, Sandi
Imam Maulana, N. A. Eka W, serta keluarga besar BDH 41 semua atas segala
bantuan, doa dan semangat yang telah diberikan.
6. Keluarga besar Lab Pengaruh Hutan, Bu Atikah, Mbak Veve, Desti, Chandra,
Prabu, Ayu atas bantuan dan dukungannya.
7. Kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Blora tanggal 16 Juni 1986 dari Ayah bernama


Sanyoto Suhardi dan Ibu Rahayu Sari Tjahyani. Penulis merupakan anak ketiga
dari tiga bersaudara.
Pada tahun 1992 penulis masuk di Sekolah Dasar Negeri Kartini 02
Semarang. Tahun 1998 penulis melanjutkan di SLTP Negeri 2 Kendal. Tahun
2001 penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 5 Surakarta sampai tahun
2004. Tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Penulis memilih program Studi Budidaya
Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Selama

perkuliahan

penulis

mengikuti

praktek

pengenalan

dan

Pengelolaan Hutan (P3H). Praktek Umum Kehutanan (PUK) dilaksanakan di


Cilacap-Baturaden, Jawa Tengah dan Prakterk Umu Pengelolaan Hutan (PUPH)
di KPH Blora Getas Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Serta Praktek Kerja
Lapang (PKL) di KPH Kendal Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Penulis juga
pernah menjadi asisten mata kuliah dendrologi tahun ajaran 2006/2007 dan
Pengaruh Hutan tahun ajaran 2007/2008.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i
DAFTAR TABEL ............................................................................................... .ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.2. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.3. Tujuan ...................................................................................................... 2
1.4. Manfaat .................................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jati (Tectona grandis.Linn F)................................................................... 3
2.2. Siklus Hidrologi ...................................................................................... 3
2.3. Air Tanah...................................... .......................................................... 4
2.4. Infiltrasi................................................. ................................................... 6
2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Infiltrasi.......................................... 8
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. ...... 13
3.2Alat dan bahan .................................................................................... ........ 13
3.3Metode Penelitian ........................................................................................ 13
3.3.1 Pengukuran Laju Infiltrasi.13
3.3.2 Pengukuran Sifat Fisik Tanah .. 14
3.3.3 Pengukuran Kerapatan Tegakan ........................................................... 14
3.3.4 Metode Analisis Tanah ......................................................................... 15
3.4 Analisis Data ..................................................................................... ........ 15
3.4.1 Analisis Regresi.................................................................................... 15
3.4.2 pF .......................................................................................................... 15
BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak ........................................................................................................... 17
4.2 Topograsfi .................................................................................................. 18
4.3 Tanah .......................................................................................................... 18

4.4 Iklim ........................................................................................................... 18


BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Lokasi Penelitian .......................................................................... 20
5.2 Pengukuran Sifat Fisik Tanah .................................................................... 20
5.2.1 Bulk Density (Kerapatan Lindak) ........................................................ 20
5.2.2 Porositas ............................................................................................... 23
5.2.3 Permeabilitas ........................................................................................ 24
5.2.4 Kadar Air, pori Drainase dan Air Tersedia .......................................... 25
5.3 Pengukuran Infiltrasi .................................................................................. 27
5.4 Hubungan Laju Infiltrasi Dengan Sifat Fisik Tanah .................................. 29
5.4.1 Hubungan Laju Infiltrasi Dengan Bulk Density ................................... 29
5.4.2 Hubungan Laju Infiltrasi Dengan Porositas ......................................... 30
5.4.3 Hubungan Laju Infiltrasi Dengan Permeabilitas .................................. 31
5.4.4 Hubungan Laju Infiltrasi Dengan Kadar Air ........................................ 31
5.5 Kerapatan Tegakan ..................................................................................... 33
5.6 Vegetasi ...................................................................................................... 35
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ................................................................................................. 37
6.2 Saran ........................................................................................................... 37
IV.DAFTAR PUSTAKA ....... ............................................................................ 38
LAMPIRAN ......................................................................................................... 41

ii

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Permeabilitas Tanah......................................................................................... 10
2. Hubungan Antara Satuan Tegangan Dalam Air.............................................. 11
3. Hubungan Laju Tegangan Air Dengan Kondisi Kelembaban Tanah............... 12
4. Metode Analisis Sifat Fisik Tanah................................................................... 15
5. Sebaran Potensi Hutan BKPH Subah, KPH Kendal......................................... 17
6. Kondisi Lokasi Penelitian..................................................................................20
7. Permeabilitas Tanah.......................................................................................... 25
8. Permeabilitas Tanah Pada Berbagai lokasi........................................................25
9. Kadar Air Tanah Pada pF.................................................................................. 27
10. Pori Drainase (% Volume) dan Air Tersedia (% Volume)..............................27
11. Pengukuran Laju Infiltrasi Pada Berbagai Lokasi........................................... 28
12 Hubungan Laju Infiltrasi dan Tekstur Tanah................................................... 29
13. Hubungan Laju Infiltrasi dan Tekstur tanah Pada Berbagai Lokasi................29
14. Hubungan Kerapatan Tegakan Dengan Laju infiltrasi.................................... 33

iii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Siklus Hidrologi, Dimodifikasi dari konsep Gunung
Unggaran . 4
2. Distribusi Air Tanah......................................................................................... 6
3. Hubungan Laju Infiltrasi dan Waktu................................................................ 7
4. Pengukuran Infiltrasi dengan Infiltrometer. 14
5. Lokasi Penelitian.. 18
6. Bulk Density Pada Berbagai Lokasi..22
7. Porositas Pada Berbagai Lokasi 23
8. Permeabilitas Pada Berbagai Lokasi. 24
9. Kurva Hubungan Antara Laju Infiltrasi Dengan Bulk Density.30
10. Kurva Hubungan Antara Laju Infiltrasi Dengan Porositas..30
11. Kurva Hubungan Antara Laju Infiltrasi dengan Permeabilitas31
12. Kurva pF Pada Berbagai Lokasi Pengukuran..32
13. KU I.47
14.KU II.47
15. KU III..47
16. KUIV...47
17. Tanah Terbuka.47

iv

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Laju Infiltrasi Pada Setiap Lokasi Pengukuran KU


I42

2. Hubungan Regresi Laju Infiltrasi Dengan Sifat Fisik


Tanah ........45
3. Dokumentasi Lokasi Penelitian.47
4. Tabel Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah..48
5.

Kawasan Hutan KPH


Kendal49

6. Peta Air Kabupaten Batang.......................50

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan sumber daya yang sangat penting bagi kehidupan mahkluk
hidup. Keberadaan air di bumi sangat terkait dengan adanya siklus hidrologi.
Sikus hidrologi sangat erat kaitannya dengan keseimbangan alam. Infiltrasi
merupakan bagian dari siklus hidrologi. Infiltrasi yang terganggu pada suatu
kawasan akan mempengaruhi siklus hidrologi yang ada pada kawasan tersebut.
Sehingga, keseimbangan alam tidak terpenuhi.
Kawasan hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam siklus
hidrologi karena fungsi hutan salah satunya adalah sebagai penjaga tata air pada
suatu luasan daerah tertentu atau Daerah Aliran Sungai (DAS). Hutan sebagai
regulator air, artinya memasok air pada musim tertentu dan mengeluarkannya
pada musim kering. Oleh karena itu, keseimbangan air dalam hutan harus terus
terjaga karena pemanfaatannya yang yang terus meningkat. Namun, ketersediaan
air dalam tanah akan berubah jika siklus hidrologi daerah berhutan terganggu.
Air dapat terus masuk ke dalam tanah karena adanya tarikan gaya grafitasi
dan gaya kapiler tanah. Infiltrasi yang masuk sangat ditentukan oleh adanya
besarnya diameter pori-pori tanah (Asdak 2004). Besarnya infiltrasi yang masuk
sangat ditentukan oleh penutupan tanah oleh vegetasi dan tajuk, faktor fisik tanah,
kelerengan, aktivitas biologi, faktor iklim dan faktor-faktor yang lain. Menurut
Kusnaedi (2005), daya permukaan tanah hutan terhadap air nilainya lebih tinggi
daripada tanah pertanian. Keterbukaan lahan akan meningkatkan laju erosi tanah.
Apabila hal ini terus terjadi maka besarnya laju infiltrasi tanah akan berkurang.
Oleh karena itu, perlu usaha pelestarian tanah agar infiltrasi dalam tanah hutan
dan ketersediaan air hutan terus terjaga.
Tegakan jati sangat rentan terhadap erosi. Sehingga, dapat dikatakan
bahwa tidak mempunyai sistem tata air tegakan jati tidak baik. Jika erosi pada
tegakan jati tinggi maka laju infiltrasi pada tegakan jati tersebut rendah. Tanah
tegakan jati banyak mengandung lempung (Qadriyah 2008). Akibatnya, tanah
akan mudah memadat pada musim hujan dan mudah menimbulkan celah pada

musim kemarau. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui laju infiltrasi
tanah pada tegakan jati.
Keberadaan air dalam tanah sangat terkait dengan kualitas tanah yang
menyimpannya. Tanah yang mempunyai sifat fisik yang baik sangat dipengaruhi
oleh struktur, terkstur, permeabilitas tanah, kadar air tanah, bulk density, ukuran
pori dan lain-lain. Pengukuran tentang sifat fisik tanah sangat diperlukan untuk
menentukan kualitas tanah.
Penentuan laju infiltrasi dan sifat fisik tanah perlu untuk dilakukan karena
dapat digunakan sebagai suatu informasi yang sangat berharga bagi perencanaan,
pengelolaan hutan dan pemilihan jenis yang tepat untuk ditanam di lahan hutan
tersebut. Pengelolaan hutan yang baik sangat terkait dengan pengelolaan sumber
daya air dan tanah. Peningkatan produktivitas hutan dapat dilakukan dengan
peningkatan kualitas tanah dan ketersediaan air tanah melalui infiltrasi.

1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji pengaruh sifat fisik tanah terhadap infiltrasi.
2. Mengkaji pengaruh penutupan lahan pada berbagai kelas umur tanaman
Jati dan keterbukaan lahan terhadap infiltrasi.

1.3 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan masukan dan informasi
tentang besarnya laju infiltrasi tanah pada berbagai kelas umur Jati Perum
Perhutani terutama pada BKPH Subah KPH Kendal Unit I Jawa Tengah.

BAB II
TINJAUAN PUSATAKA

2.1

Tectona grandis. Linn. F


Jati (Tectona grandis. Linn. F) merupakan pohon yang termasuk dalam

family Verbenaceae. Areal penyebaran alaminya terdapat di India, Myanmar,


Thailand dan bagian barat Laos. Jati tersebar pada batas utara garis 250 LU di
Myanmar, batas selatan pada garis 90 LS di India dan 700-1000 BT. Penyebaran
Jati di dunia terutus-putus karena hutan jati banyak terpisahkan oleh pegunungan,
tanah-tanah datar, tanah-tanah pertanian dan tipe hutan. Di Indonesia, jati bukan
tanaman asli, tetapi sudah tumbuh sejak beberapa abad lalu di Pulau Kangean,
Muna, Sumbawa dan Jawa.
Jati tumbuh baik pada tanah sarang, terutama pada tanah yang
mengandung kapur. Jati dapat hidup baik pada daerah dengan musim kering yang
nyata, yaitu dengan tipe curah hujan C sampai F. Jumlah hujan rata-ratanya 12002000 mm per tahun, pada ketinggian 0-700 mdpl (Balai Penelitian Hasil Hutan
1981).
Tinggi jati dapat mencapai 45 m dengan bebas cabang 15-20 cm. Kondisi
ini dapat ditemukan pada tapak yang bagus dengan percabangan yang kurang dan
rimbun. Diameter jati dapat mencapai 220 cm, umumnya 50 cm, bentuk batang
tidak teratur dan beralur. Pohon tua sering beralur dan berbanir. Kulit batang
tebal, abu-abu atau coklat muda keabu-abuan. Daunnya lebar mencapai 15-35 cm
dan panjangnya 25-50 cm. Bentuk daun ellips dan terletak bersilangan. Bagian
bawahnya abu-abu dan tertutup bulu berkelenjar warna merah. Pohon Jati dewasa
sering menggugurkan daun pada musin kemarau (Direktorat Perbenihan Tanaman
Hutan 2002).

2.2 Siklus Hidologi


Siklus hidrologi adalah rangkaian peristiwa yang terjadi saat air dari awan
jatuh ke bumi hingga menguap ke udara untuk kemudian jatuh lagi ke bumi
(Arsyad 1989). Menurut Asdak (2004), air hujan yang mencapai permukaan
sebagian akan terserap ke dalam tanah (infiltrasi). Sedangkan air hujan yang tidak

terserap dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk


kemudian mengalir di atas permukaan tanah yang lebih rendah menjadi aliran
permukaan untuk selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di
dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban air
tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah jenuh maka air hujan yang
masuk ke dalam air tanah akan bergerak secara lateral (horisontal) untuk
selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah dan
akhirnya mengalir ke sungai. Alternatif lain, air hujan yang masuk ke dalam dan
menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Air tersebut akan mengalir pelanpelan ke sungai, danau dan tempat penampungan air alamiah (baseflow).

Gambar 1. Siklus Hidrologi, Dimodifikasi dari Konsep Gunung Unggaran


Air Tanah
Air tanah berasal dari air hujan akan yang tertahan oleh tanah sehingga
pada waktu tertentu, tanah tidak dapat meresapnya. Disamping itu, akan terjadi
percampuran dengan bahan mineral dan bahan organik. Keberadaan air dalam
tanah akan tertahan atau terserap oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap

air, atau karena keadaan drainase yang kurang baik. Air dapat meresap atau
ditahan oleh tanah karena adanya gaya-gaya adhesi, kohesi, dan grafitasi.
Kelebihan dan kekurangan air dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
Kegunaan air bagi pertumbuhan tanaman adalah:
1. Sebagai unsur hara tanaman
Tanaman memerlukan air dari tanah dan CO2 dari udara untuk membentuk
gula dan karbohidrat dalam proses fotosintesis.
2. Sebagai pelarut unsur hara.
Unsur hara yang terlarut dalam air diserap dalam air diserap oleh akar-akar
tanaman dari larutan tersebut.
3. Sebagai bagian dari sel-sel tanaman.
Persediaan air dalam tanah tergantung dari:
1. Banyaknya curah hujan atau air irigasi.
2. Kemampuan tanah menahan air.
3. Besarnya evapotranspirasi.
4. Tingginya muka air tanah (Hardjowigeno 2003).
Daerah atau wilayah dimana air yang berada di permukaan tanah baik air
hujan ataupun air permukaan mengalami proses penyusupan (infiltrasi) secara
gravitasi melalui lubang pori tanah/batuan atau celah/rekahan pada tanah/batuan.
Proses penyusupan air ini kemudian berakumulasi pada satu titik dimana air
tersebut menemui suatu lapisan atau struktur batuan yang bersifat kedap air
(impermeable). Titik akumulasi ini akan membentuk suatu zona jenuh air
(saturated zone) yang seringkali disebut sebagai daerah luahan air tanah
(discharge zone). Perbedaan kondisi fisik secara alami akan mengakibatkan air
dalam zonasi ini akan mengalir secara gravitasi karena perbedaan tekanan, kontrol
struktur batuan dan parameter lainnya. Kondisi inilah yang disebut sebagai aliran
air tanah. Daerah aliran air tanah ini selanjutnya disebut sebagai daerah aliran
(flow zone). Dalam perjalananya aliran air tanah ini seringkali melewati suatu
lapisan akifer yang diatasnya memiliki lapisan penutup yang bersifat kedap air
(impermeable). Hal ini mengakibatkan perubahan tekanan antara air tanah yang
berada di bawah lapisan penutup dan air tanah yang berada diatasnya. Perubahan
tekanan inilah yang didefinisikan sebagai air tanah tertekan (confined aquifer) dan

air tanah bebas (unconfined aquifer). Dalam kehidupan sehari-hari pola


pemanfaatan air tanah bebas sering kita lihat dalam penggunaan sumur gali oleh
penduduk, sedangkan air tanah tertekan dalam sumur bor yang sebelumnya telah
menembus lapisan penutupnya. Air tanah bebas

(water table) memiliki karakter

berfluktuasi yang berbeda terhadap iklim sekitar, mudah tercemar dan cenderung
memiliki kesamaan karakter kimia dengan air hujan. Kemudahannya untuk
didapatkan membuat kecenderungan disebut sebagai air tanah dangkal (Rully
2007)

Gambar 2. Distribusi Air Tanah


2.3 Infiltrasi
Infiltrasi adalah bagian presipitasi yang terserap oleh tanah mineral dimana
harga maksimum atau potensialnya adalah presipitasi efektif. Dapat diartikan
bahwa infiltrasi merupakan gerakan menurun air melalui tanah mineral. Infiltrasi
dari segi hidrologi sangat penting, karena hal tersebut menandai peralihan dari air
permukaan yang bergerak cepat ke dalam tanah.
Kecepatan gerakan air sangat berkurang bila terjadi peralihan dari aliran
permukaan ke aliran bawah permukaan. Infiltrasi biasanya memberikan tambahan
kepada limpasan langsung (aliran cepat). Kecepatan infiltrasi biasanya dinyatakan
dalam satuan-satuan yang sama seperti intensitas presipetasi (mm/jam). Laju
infiltrasi dengan jelas tidak dapat melebihi intensitas presipitasi di atas tanah
gundul. Di hutan nilainya tidak dapat melebihi intensitas presipitasi efektif. (Lee
1990).

Laju infiltrasi dipengaruhi oleh intensitas hujan. Nilai laju infiltrasi (f)
dapat kurang dari atau sama dengan kapasitas infiltrasi (fp). Jika Intensitas Hujan
kurang dari kapasitas infiltrasi maka laju infiltrasi akan kurang dari kapasitas
infiltrasi. Dan, jika intensitas hujan lebih dari kapasitas infiltrasi maka laju
infiltrasi akan sama dengan kapasitas infiltrasi (Soesanto 2008).

Gambar 3. Hubungan Laju Infiltrasi dan Waktu


Kecepatan tanah untuk menginfiltrasikan air hujan dipengaruhi oleh
keadaan fisik tanah tersebut. Beberapa sifat fisik tanah yang dapat mempengaruhi
laju infiltrasi adalah bulk density, porositas, permeabilitas dan pF. Pengolahan
tanah yang baik dapat menaikkan atau menurunkan sifat fisik tanah, sehingga
pengolahan tanah mempunyai pengaruh dalam menentukan laju infiltrasi (Plaster
2003)
Pengukuran besarnya infiltrasi dapat dihitung dengan menghitung volume
infiltrasi dengan neraca air dan ring infiltrometer. Prinsip dari neraca air adalah
keseimbangan air yang didapatkan dalam sistem hidrologi yaitu inflow dan
outflow. Alat yang biasa digunakan adalah rain stimulator. Ring infiltrometer
adalah alat pengukur infiltrasi di lapang. Pada umumnya pengukuran infiltrasi
dengan ring infiltrometer ada beberapa kelemahan jika dibandingkan rainstimulator diantaranya:
1. Tidak memperhitungkan pengaruh hujan sebenarnya.
2. Area penyelidikan sangat kecil, topografi datar dengan hambatan lebih kecil.
Hal ini mengakibatkan nilai infiltrasi lebih besar.
3. Struktur tanah akan berubah pada saat memasukkan pipa ke dalam tanah.

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Infiltrasi


Beberapa faktor yang mempengaruhi proses infiltrasi adalah persediaan air
awal (kelembaban awal), kegiatan biologi dan unsur organik dan jenis-jenis
vegetasi

(Asdak

2004).

Menurut

Soesanto

(2008),

faktor-faktor

yang

mempengahui infiltrasi adalah karakteristik permukaan tanah, transmisi lapisan


tanah, pengatusan dan kapasitas penampungan. Ada beberapa sifat fisik tanah
yang dapat mempengaruhi besarnya infiltrasi. Keterkaitan sifat fisik tanah dan
infiltrasi sangat besar karena keduanya saling mempengaruhi. Sifat fisik tanah
merupakan sifat yang bertanggung jawab atas peredaran udara, panas, air dan zat
terlarut melalui tanah. Sifat fisik tanah yang penting antara lain adalah tekstur
tanah, struktur, porositas dan stabilitas agregat. Beberapa sifat fisik tanah dapat
dan memang mengalami perubahan karena penggarapan tanah. Sifat fisik tanah
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu batuan induk, iklim, vegetasi, topografi
dan waktu (Hardjowigeno 2003). Dalam proses infiltrasi sifat fisik tanah yang
mempengaruhi adalah tekstur, struktur, permeabilitas, bulk density dan kadar air
tanah.
1. Tekstur dan Struktur
Setiap jenis tanah mempunyai sifat fisik yang khas, diantaranya sifat fisik
yang erat hubungannya dengan tekstur dan stuktur. Kedua sifat ini menentukan
proporsi pori makro dan pori mikro. Tanah remah memberikan kapasitas infiltrasi
yang lebih besar dari tanah liat (Asdak 2004). Kadar liat merupakan kriteria
penting sebab liat mempunyai kemampuan menahan air yang tinggi. Tanah yang
mengandung liat dalam jumlah yang tinggi dapat tersuspensi oleh butir-butir
hujan yang jatuh menimpanya dan pori-pori lapisan permukaan akan tersumbat
oleh butir-butir liat, semakin tinggi nisbah liat maka laju infiltrasi semakin kecil.
Struktur tanah memegang peranan penting terhadap pertumbuhan tanaman
baik secara langsung ataupun tidak langsung. Bila tanah padat, maka air susah
untuk menembus tanah tersebut. Bila struktur remah, maka akar tumbuh dengan
baik. Daya infiltrasi dan ukuran butir-butir tanah akan menentukan mudah atau
tidaknya tanah terangkut air. Tanah dengan agregat lemah akan mudah
didespersikan oleh air. Sehingga, daya infiltrasinya terhadap ukuran butir-butir

tanah halus akan kecil dan peka terhadap erosi atau erodibilitasnya besar
(Suplirahim 2007).
2. Kerapatan Limbak (Bulk Density)
Kerapatan limbak tanah (bulk density) merupakan nisbah berat tanah
teragregasi terhadap volumenya, dengan satuan g/cm3 atau g/cc. Kepadatan tanah
mengendalikan kesarangan tanah dan kapasitas sekap air. Bobot isi (bulk density)
merupakan petunjuk tidak langsung aras kepadatan tanahnya, udara dan air, dan
penerobosan akar tumbuhan ke dalam tubuh tanah. Keadaan tanah yang padat
dapat

mengganggu

pertumbuhan

tumbuhan

karena

akar-akarnya

tidak

berkembang dengan baik (Baver et al. 1987 dalam Purwowidodo 2005).


Kerapatan limdak tanah dapat bervariasi dari waktu ke waktu atau dari
lapisan ke lapisan sesuai dengan perubahan ruang pori atau struktur tanah.
Keragaman itu mencerminkan derajat kepadatan tanah. Tanah dengan ruang pori
berkurang dan berat tanah setiap satuan bertambah menyebabkan meningkatnya
kerapatan lindaknya. Tanah yang mempunyai bobot besar akan sulit meneruskan
air atau sukar ditembus akar tanaman, sebaliknya tanah dengan kerapatan lindak
rendah, akar tanaman lebih mudah berkembang (Hardjowigeno 2003).
3. Vegetasi
Rahim (2003) menuliskan bahwa peranan yang penting dari tanaman
adalah melindungi tanah dari pukulan hujan secara langsung dengan jalan
mematahkan energi kinetiknya melalui tajuk, ranting, dan batangnya. Dengan
serasah yang dijatuhkannya akan terbentuk humus yang berguna untuk menaikkan
kapasitas infiltrasi tanah.
Vegetasi hutan memiliki perakaran yang dalam dan memiliki laju
transpirasi yang cukup tinggi sehingga dapat menghabiskan kandungan air tanah
hingga jeluk-jeluk yang dalam. Hal ini meningkatkan peluang penyimpanan air di
dalam tanah dan menyebabkan laju infiltrasi menjadi meningkat (Lee 1990).
4. Kadar Air Tanah
Pori tanah dapat dibedakan atas pori kasar dan pori halus. Pori kasar berisi
udara atau air grafitasi, sedangkan pori halus terdiri dari air kapiler dan udara
(Hardjowigeno 2003). Kandungan air tanah adalah persentase air yang dikandung
oleh tanah atas dasar berat kering mutlak tanah (Arsyad 1989). Tanah dengan

10

pori-pori jenuh air mempunyai kapasitas lebih kecil daripada tanah dalam keadaan
kering (Asdak 2004).
5. Porositas Tanah
Volume pori atau porositas adalah persentase dari seluruh volume tanah,
yang tidak diisi bahan padat, terdiri atas pori yang bermacam ukuran dan bentuk
mulai dari ruang submikroskopis dan mikroskopis di antara partikel primer
sampai pada pori-pori besar dan lorong yang dibuat akar dan binatang yang
meliang (Rahim 2003).
Porositas tanah akan menentukan kapasitas penampungan air infiltrasi,
juga menahan terhadap aliran. Semakin besar porositas maka kapasitas
menampung air infiltrasi semakin besar.
Proses infiltrasi akan meningkatkan kadar air pada kondisi kapasitas
lapang, di mana kandungan air dalam tanah maksimum yang dapat ditahan oleh
partikel tanah terhadap gaya tarik bumi. Jumlah air yang diperlukan untuk
mencapai kondisi kapasitas lapang disebut soil moisture difienciency (Soesanto
2008).
6. Permeabilitas
Tanah dengan struktur mantap adalah yang memiliki permeabilitas dan
drainase yang sempurna, serta tidak mudah didispersikan oleh air hujan.
Permeabilitas tanah dapat menghilangkan daya air untuk mengerosi tanah,
sedangkan drainase mempengaruhi baik buruknya pertukaran udara. Faktor
tersebut selanjutnya mempengaruhi kegiatan mikroorganisme perakaran dalam
tanah. Selanjutnya, kelas permeabilitas akan disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Permeabilitas Tanah
No.
1
2
3
4
5
6
7

Kelas
Sangat lambat
Lambat
Agak lambat
Sedang
Agak cepat
Cepat
Sangat cepat

Sumber : (Hardjowigeno 2003).

Permeabilitas (cm/jam)
< 0,125
0, 125 0,50
0,5 2,0
2,0 6,25
6,25 12,5
12,5 25
> 25

11

Aliran permukaan (erosi) dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi dan


permeabilitas dari lapisan tanah. Apabila kapasitas infiltrasi dan permeabilitas
besar dan mempunyai lapisan kedap yang dalam maka aliran permukaan rendah,
sedangkan untuk tanah yang bertekstur halus maka penyerapan air akan semakin
lambat dan aliran permukaan akan semakin tinggi (Rahim 2003).
7. Potensial Air
Potensial air total merupakan penjumlahan dari potensial osmotik,
potensial matrik, potensial gravitasi, potensial piezometrik dan potensial tekanan
(Seyhan 1990). Potensial air sering disebut tegangan air (moisture tension).
Tegangan air sangat mempengaruhi kandungan air di dalam suatu massa tanah,
sehingga dengan kata lain, tegangan air mempengaruhi kadar air tanah. Makin
tinggi tegangan air berarti makin tinggi pula tenaga yang dibutuhkan untuk
menahan air tersebut di dalam tanah. Tegangan diukur dalam bar, atmosfer, cm
kolom air (pF) atau logarithma tinggi kolom air (Gardiner dan Miller 2004).
Hubungan antara satuan bar (atm) dengan tinggi kolom air dan pF dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tegangan air pada kondisi kapasitas lapang adalah 1/3 bar, sedangkan
pada kondisi titik layu permanen tegangannya adalah 15 bar. Dengan demikian
maka air yang tersedia bagi tanaman adalah selisih kadar air antara air yang
terdapat pada tegangan 1/3 bar dengan 15 bar. Hubungan antara nilai tegangan air
dengan kondisi kelembaban tanah dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Hubungan antara Satuan Tegangan Air Dalam Tanah dengan pF
Bar (atm)
Cm tinggi kolom air pF (log tinggi kolom air)
10
1
0,01
100
2
0,1
346
2,53
1/3
1.000
3
1
10.000
4
10
15.849
4.18
15
31.623
4,5
31
100.000
5
100
1.000.000
6
1000
10.000.000
7
10.000
(Sumber : Hanafiah 2005)

12

Tabel 3. Hubungan Laju Tegangan Air dengan Kondisi Kelembaban tanah


Kondisi kelembaban tanah
Tegangan
Bar (atm)
pF
0
0
Jenuh air
(air gravitasi hilang dari tanah)
1/3
2,53
Kapasitas lapang
(air kapiler dapat diserap
tanaman)
15
4,18
Titik layu permanent
(air kapiler tidak dapat diserap
tanaman)
31
4,5
Koefisien higroskopik
(air higroskopik tidak dapat
diserap tanaman)
10.000
7,0
Kering oven
(Sumber: Supirahim 2007)

13

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di areal Tegakan Jati BKPH Subah KPH Kendal Unit
I Perum Perhutani Jawa Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret
sampai April 2008. Untuk analisis sifat fisik tanah dilakukan di Laboratorium
Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB.

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: air, jerigen,
double ring infiltrometer, stopwatch, ring sample, alat tulis, tali plastik, meteran,
kantong plastik, kertas label, higrometer dan kamera.

3.3 Metode Penelitian


3.3.1 Pengukuran laju infiltrasi
Pengukuran laju infiltrasi di lapang mengunakan double ring infiltrometer.
Pemasangan alat ring dilakukan dengan hati-hati untuk mengurangi kerusakan
tanah terutama agregat tanah. Ring infiltrometer dipasang vertikal pada
permukaan tanah pada tempat yang sesuai dengan kemiringannya 0-8%. Ring
yang berdiameter kecil (ring dalam) diletakkan terlebih dahulu dengan kedalaman
3-5 cm, kemudian ring yang berdiameter besar (ring luar) dipasang konsentris
terhadap ring dalam sedalam 10-20 cm. Setelah kedua ring terpasang, penggaris
berskala diletakkan pada ring bagian dalam. Air dimasukkan antara ring luar dan
ring dalam.
Penurunan permukaan air dalam ring dibaca pada penggaris, pembacaan
turunnya air dicatat dengan stopwatch pada setiap selang waktu yang telah
ditetapkan. Pengamatan dilakukan selama satu jam dengan selang waktu 5, 10, 15,
20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, dan 60 menit. Pengukuran laju infiltrasi dilakukan
sebanyak tiga kalidengan jarak minimal 5 meter untuk tiap ulangan pada tiap plot
pengukuran seluas 0,1 Ha berjari-jari 17,8 meter. Plot pengukuran dibuat pada

14

lokasi yang memiliki kemiringan relatif sama. Pengukuran infiltrasi juga


dilakukan pada tanah terbuka.

Gambar 4. Pengukuran Infiltrasi dengan Infiltrometer.


3.3.2 Pengukuran Sifat Fisik Tanah
Pengukuran sifat fisik tanah mengunakan pengambilan contoh tanah.
Pengambilan contoh tanah mengunakan metode tanah tidak terusik. Pengambilan
sebanyak satu kali pada masing-masing plot lingkaran dan tanah terbuka. Cara
pengambilan contoh tanah dengan ring sample (Purwowidodo 2005):
1. Membersihkan permukaan bagian tubuh tanah yang diambil dari tumbuhan,
serasah, dan batu kemudian meratakannya.
2. Meletakkan tabung silinder secara acak pada permukaan tubuh tanah yang akan
diambil dengan bagian tajam yang bersinggungan dengan tanah.
3. Menekan tabung silinder perlahan-lahan dengan tekanan merata sampai
terbenam tiga per empat bagian.
4. Meletakkan tabung silinder kedua di atas tabung silinder pertama sampai jeluk
yang diinginkan.
5. Menggali tanah di sekeliling tabung silinder sehingga tabung-tabung tersebut
dapat diambil secara bersamaan dalam keadaan tetap utuh dan berhubungan.
6. Mengeratkan tanah lebihan di sisi depan tabung silinder pertama dan diantara
tabung silinder itu dengan pisau tipis dan tajam atau gergaji kecil, kemudian
tutup tabung silinder pertama dengan tutup yang tersedia.
3.3.3 Pengukuran Kerapatan Tegakan
Pengukuran kerapatan tegakan dapat dilakukan dengan mengukur jumlah
pohon per hektar (N) untuk setiap kelas umur hutan jati yang diukur, terdiri dari

15

kelas umur I, II, III dan IV. Pengukuran dilakukan luasan lingkaran dengan jarijari 17,8 m.
3.3.4 Metode Analisis Tanah
Contoh tanah yang dipergunakan adalah contoh tanah utuh, contoh tanah
tersebut kemudian dianalisis di Laboratorium Fisik dan Kimia Tanah, Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor. Metode analisis yang digunakan di
laboratorium adalah sebagai tercantum dalam Tabel 4.
Tabel 4. Metode Analisis Sifat Fisik Tanah
No.
Sifat Tanah
Metode Analisis
a. Porositas
Volumetri
1
b. Bobot isi
Ring sample-Gravimetri
2
d. Permeabilitas
Lambe
3
e. Air Tersedia
Pleasure plate-gravimetri
4

Satuan
%
g/cm3
cm/jam
%

3.4 Analisa Data


Data hasil analisis sifat fisik tanah selanjutnya diolah dengan program
Microsof Excel dan Minitab Vers. 14. Sifat fisik tanah dan kerapatan tegakan
selanjutnya akan dicari model hubungan regresi terbaik dengan infiltrasi.
3.4.1 Analisis Regresi
Hubungan antara laju infiltrasi dengan masing-masing sifat fisik tanah dan
kerapatan tegakan.

Analisis regresi dengan metode regresi linear sederhana,

yaitu:
Y= a + bX
Dimana : Y = Laju infiltrasi (cm/jam)
X = Masing-masing sifat fisik tanah dan kerapatan tegakan.
Selanjutnya masing-masing persamaan regresi yang terbentuk akan diuji
kembali melalui uji kenormalan Kolmogorov-Smirnov.
3.4.2 pF
pF adalah logaritma tekanan hisap atau tegangan air yang dinyatakan
dalam tinggi kolom air. Kurva pF adalah kurva yang menyatakan hubungan antara
kandungan air tanah dengan pF. Pembuatan kurva pF didasarkan asumsi bahwa
tinggi kolom air sama dengan daya hisap atau tekanan yang dialami air. Kurva pF
juga menunjukkan distribusi pori tanah dalam memegang air. Langkah-langkah

16

pembuatan kurva pF mualai dari lapangan, dianalisis di lab dan pengerjaan di


excel adalah:
1. Mengambil tanah dari lapangan dalam ring sample.
2. Membagi tanah dalam tiga bagian yaitu untuk pF 1 (tekanan 10 cm air), pF
2 (100 cm air), pF 2,54 (tekanan 1/3 atm atau 346 cm air). Untuk pF 4,2
(takanan 15 atm atau 15.849 cm air).
3. Tanah sebagai pF1, 2 dan 2,54 diatas piringan plate dalam presseure plate
apparatus, sedang tanah untuk pF 4,2 diletakkan di atsa piringan dalam
pressure membrane apparatus.
4. Memenuhi tanah dengan air sampai berlebihan dibiarkan selama 48 jam
5. Menutup alat rapat-rapat kemudian diberikan tekanan sesuai dengan pF
yang dikehendaki.
6. Keseimbangan terjadi setelah + 48 jam tekanan-tekanan tersebut bekerja.
7. Setelah keseimbangan tercapai keluarkan contoh tanah dan kadar airnya
didapat.
8. Membuat kurva pF pada program microsoft excel, kandungan air pada
ordinat dan pF pada absis.

17

BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak
Luas Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Kendal adalah 20.389,7 ha dan
sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Kendal (13.302,3 ha) sebesar 65,2 %
dan sebagian lainnya berada di wilayah Kabupaten Batang (5.321,6 ha) sebesar
26,1 % dan Kodya Semarang (1.765,8 ha) sebesar 8,7 %. Dalam pengaturan
pengelolaannya, wilayah hutan KPH Kendal tersebar merata pada tiga Bagian
Hutan, yaitu BH Subah (5.315,1 ha), BH Kalibodri (8.015,7 ha) dan BH
Kaliwungu (7.058 ha). Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Subah
merupakan bagian dari KPH Kendal yang berkedudukan di Kendal. Secara
administratif, seluruh wilayah kerja BKPH Subah terletak di Kabupaten Batang.
Batas hutan BKPH Subah adalah sebagai berikut:
a. Bagian Utara

: Laut Jawa termasuk dalam wilayah kecamatan Subah


Kabupaten Batang

b. Bagian Timur : BKPH

Plelen termasuk dalam wilayah KPH Kendal dan

masuk wilayah Banyuputih Kabupaten Batang.


c. Bagian Selatan : BKPH Bandar termasuk dalam KPH Pekalongan Timur
masuk wilayah bandar Kabupaten Batang
d. Bagian Barat

: Kecamatan Tulis Kabupaten Batang.

Wilayah BKPH Subah dikelilingi oleh tiga kecamatan yaitu kecamatan


Banyuputih, kecamatan Bandar dan Kecamatan Tulis. Selain itu, BKPH Subah
memiliki sebaran potensi kelas hutan yang merata. Data sebaran potensi tegakan
dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Sebaran Potensi Kelas Hutan BKPH Subah, KPH Kendal
No.

RPH
Pucung Kerep

Kelas Umur I
(ha)
100,4

Kelas Umur
II (ha)
62,0

Kelas Umur
III (ha)
104,6

Kelas Umur IV
(ha)
155,8

1
2

Subah

94,6

252,4

136,1

185,8

Jatisari
Selatan

38,0

68,4

66,4

167,9

Jatisari Utata

108,3

4,0

63,0

177,9

Sumber: Rekapitulasi Data Potensi SDH Tahun 2007-2016, KPH Kendal

18

Sedangkan secara geografis atau letak berdasarkan garis lintang, wilayah


KPH Kendal terletak pada 1094328 sampai dengan 1102435 BT dan
65122 sampai dengan 7717 LS.
KPH Kendal
(LokasiPenelitian)

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian pada Skala 1: 40000


4.2 Topografi
Secara geografis, BKPH Subah berada di daerah pegunungan dengan
kondisi lapangan bergelombang, miring dan berjurang. Namun, Bagian Hutan
Subah sendiri memiliki konfigurasi lapangan 31,4 % datar, 37,2 % berombak,
23,8 % miring dan 7,6 % curam berupa jurang, bukit dan lereng.
4.3 Tanah
Keadaan tanah dalam kawasan hutan KPH Kendal pada umumnya
mempunyai tekstur sedang hingga liat. Struktur tanah lemah hingga bergumpal
Jenis latosol sering dijumpai pada kawasan tersebut. Sebagian kecil jenis tanah
dalam kawasan hutan adalah mediteran dan aluvial dimana yang terakhir ini cocok
untuk daerah pertanian. Namun untuk daerah BKPH Subah sebaran tanahnya
lebih cenderung ke assosiasi aluvial kelabu dan aluvial coklat kelabu dengan
bahan induk endapan liat dan pasir (Dephut 2006).
4.4 Iklim
Wilayah hutan KPH Kendal terletak pada suatu daerah dengan musim
hujan dan musim kemarau yang jelas. Pada beberapa tempat di sekitar wilayah
hutan terdapat beberapa stasiun hujan, sehingga dari data stasiun hujan tersebut

19

dapat diketahui adanya bulan basah, bulan lembab dan bulan kering. Menurut
Schmidt dan Ferguson (FAO 1956 dalam SPH 1998) wilayah hutan KPH Kendal
termasuk tipe iklim C dengan persentase perbandingan bulan kering dengan bulan
basah sebesar 46,3 %.
Menurut Gratner (1956) dalam SPH (2003), daerah dengan tipe iklim C, D
dan E cocok untuk pertumbuhan jati. Karena itu, KPH Kendal yang bertipe iklim
C sangat tepat ditetapkan sebagai kelas perusahaan jati.

20

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian terdiri dari tegakan jati pada KU I, KU II, KU III, KU IV
dan Tanah Terbuka. Kondisi penelitian beranekaragam. Berikut merupakan
kondisi lokasi penelitian yang akan disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Kondisi Lokasi Penelitian.
No.
1

Lokasi
KU I

Penjelasan
Tegakan berumur 6 tahun, di bawah tegakan tidak ada
pengolahan tanah, rata-rata tinggi tanaman penutup
tanah 19,33 cm, tanah miring + 8 %.
KU II
Tegakan berumur 14 tahun, di bawah tegakan terdapat
ponolahan tanah berupa penanaman tanaman jagung,
rata-rata tinggi tanaman jagung 39,25 cm, tanah miring
+ 10 %.
KU III
Tegakan berumur 22 tahun, di bawah tegakan tidak ada
pengolahan tanah, rata-rata tinggi penutup tanah 18,80
cm, tanah relatif datar, terkadang digunakan untuk areal
pengembalaan kerbau.
KU IV
Tegakan berumur 40 tahun, di bawah tegakan tidak ada
pengolahan tanah, rata-rata tinggi penutup tanah 23,4
cm, tanah relatif datar.
Tanah Terbuka Tidak terdapat tanaman kehutanan, terdapat pengolahan
tanah berupa penanaman tanaman jagung, rata-rata
tinggi tanaman jagung 41 cm, tanah relatif datar.

5.2 Pengukuran Sifat Fisik


5.2.1 Bulk Density (Kerapatan Lindak)
Bulk density atau kerapatan lindak atau bobot isi menunjukkan
perbandingan berat kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah
yang dinyatakan dalam gram per centimeter kubik (Hanafiah 2005). Bulk density
merupakan nilai kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah maka makin tinggi
bulk density. Hal ini berarti makin sulit untuk meneruskan air dan ditembus oleh
akar. Bulk density penting untuk menghitung kebutuhan pupuk dan air per ha
(Hardjowigeno 2003).

21

Pada umumnya bulk density berkisar antara 1,1-1,6 gram/cm3. Beberapa


jenis tanah mempunyai bulk density kurang dari 0,90 g/cm3 (misalnya tanah
Andosol), bahkan ada yang kurang dari 0,1 gram/cm3 (misalnya tanah gambut)
(Hardjowigeno 2003). Menurut (Yunowo 2003), bulk density tanah ideal berkisar
antara 1,3-1,5 gram/cm3.
Berdasarkan hasil terlihat bahwa bulk density tertinggi yaitu pada KU II
sebesar 1,35 gram/cm3. Kemudian berturut-turut diikuti KU I sebesar 1,05
gram/cm3, Tanah Terbuka sebesar 0,95 gram/cm3 dan KU IV sebesar 0,90
gram/cm3. Nilai bulk density terendah berada pada KU III yaitu sebesar 0,63
gram/cm3. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Hewlet (1982) dalam Asdak (2004),
bahwa tanah dibawah tegakan hutan umumnya mempunyai bobot isi antara 0,9
dan 1,3 gram/cm3.
Nilai bulk density bervariasi pada horison tergantung pada tipe dan derajat
agregasi, tekstur dan bahan organik tanah (Yunowo 2003). Tanah lapisan atas
yang bertekstur liat dan berstruktur granuler mempunyai bulk density antara 1,01,3 gram/cm3, sedangkan yang bertekstur kasar antara 1,3-1,8 gram/cm3 (Hanafiah
2005). Bulk density berkisar kurang dari 1,65 gram/cm3 untuk tanah berpasir dan
1,0-1,6 gram/cm3 pada tanah geluh yang mengandung bahan organik sedang
sampai tinggi. Bulk density mungkin lebih kecil dari 1 gram/cm3 pada tanah
dengan kandungan bahan organik tinggi (Yunowo 2003).
Pengambilan sampel tanah dilakukan pada lapisan atas tanah sehingga
dapat diketahui bahwa kandungan bahan organik pada tanah lokasi penelitian
tinggi. Hal ini berdasarkan nilai bobot isi masing-masing lokasi. Berdasarkan hasil
juga terlihat bahwa tanah mempunyai dominasi tekstur pasir berlempung dan
berstruktur granuler. Berdasarkan hasil pula terlihat bahwa, KU II mempunyai
kepadatan tanah yang relatif padat dibandingkan dengan lokasi pengukuran yang
lain. KU II mempunyai nilai bobot isi paling tinggi disebabkan oleh kandungan
dominasi lempung. Hal lain yang menyebabkan nilai bulk density pada KU II
tinggi diduga karena pengolahan tanah yang salah. Keadaaan ini berbeda dengan
kondisi pengolahan tanah di areal terbuka. Pada areal terbuka, terjadi pengolahan
tanah tanaman jagung tetapi nilai bobot isinya di bawah KU I. Hal ini
menandakan pengolahan tanah yang terjadi pada tanah terbuka lebih baik daripada

22

KU II. Nilai bulk density sangat sensitif terhadap pengolahan tanah. Pengolahan
tanah yang baik dapat menurunkan bulk density dan menghancurkan struktur,
tetapi pengolahan tanah yang buruk dapat menaikkan bulk density. (Blake dan
Hartge 1986). Sehingga terlihat bahwa penanaman jagung pada areal tanah
terbuka dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Hal ini dapat terjadi karena serasah
jagung dapat berfungsi sebagai mulsa dan peningkat bahan organik tanah.
Pada KU I, nilai bulk density lebih tinggi daripada tanah terbuka, KU III
dan KU IV. Hasil ini menunjukkan nilai asli dari tanah jika tanah tidak mengalami
pengolahan tanah. Asumsi ini terjadi karena lokasi KU I yang berdekatan dengan
tanah terbuka. Agregrasi struktur yang diduga cukup kuat, dominasi lempung
yang cukup tinggi dan tumbuhan penutup tanah yang kurang tinggi dari pada KU
IV diduga menjadi alasan mengapa nilai bulk density pada KU I lebih tinggi dari
KU IV. Berikut hasil merupakan hasil bulk density yang disajikan dalam Gambar
6.

Gambar 6. Bulk Density pada Berbagai Lokasi


Pada KU III walaupun sering digunakan sebagai areal penggembalaan,
namun nilai bulk density pada areal tersebut menunjukkan nilai yang paling
rendah. Hal ini berarti areal tersebut tidak terjadi kepadatan tanah. Kondisi ini
menunjukkan bahwa penggembalaan tidak menyebabkan pemadatan tanah pada
KU III.

23

5.2.2 Porositas
Porositas adalah jumlah ruang volume seluruh pori makro dan mikro
dalam tanah yang dinyatakan dalam persentase volume di lapangan. Dengan kata
lain porositas adalah volume tanah yang tidak ditempati oleh padatan tanah (Aak
1983). Berdasarkan Gambar 7, terlihat bahwa KU III mempunyai nilai porositas
paling tinggi yaitu sebesar 76,36%. Kemudian disusul KU IV sebesar 66,14% ,
tanah terbuka sebesar 63,99%, KU I sebesar 60,52%. KU II mempunyai nilai
terkecil untuk nilai porositas yaitu sebesar 48,95%. Porositas merupakan indikator
kondisi drainase dan aerasi tanah. Oleh karena itu, nilai porositas selalu
berkebalikan dengan bobot isi.

Gambar 7. Porositas pada Berbagai Lokasi


Persen pori 50% merupakan kondisi ideal tanah dimana setengahnya
makro pori untuk meneruskan air karena adanya gravitasi dan setengahnya
mikropori untuk menahan air dari tarikan gravitasi (Yunowo 2003). Menurut Aak
(1983), tanah-tanah pasir mempunyai porositas kurang dari 50% dengan jumlah
pori-pori makro lebih besar daripada pori-pori mikro, maka bersifat lebih mudah
merembeskan air dan gerakan udara di dalam tanah menjadi lancar. Sebaliknya
tanah berliat mempunyai porositas lebih dari 50%. Jumlah pori-pori mikro lebih
besar dan lebih mudah menangkap air hujan tetapi sulit merembeskan air dan
gerakan udara lebih terbatas.
Nilai porositas pada KU II sebetulnya menunjukkan kondisi yang ideal
dimana ruang volume untuk udara dan air berkisar antara 50-60%. Kegiatan

24

pengolahan tanah pada KU II dirasa menguntungkan karena memerlukan energi


untuk kecil. Namun di lain pihak kondisi tanah yang seperti ini sangat rawan
terhadap erosi. Hal ini ditunjang pula dengan lokasi lahan yang miring. Pada KU
III tidak ditemukan pongolahan tanah. Namun bila ditemukan, maka energi yang
diperlukan untuk mengolah tanah dirasakan paling paling kecil daripada lokasi
yang lain. Hal ini diasumsikan karena ruang volume tanah untuk udara dan air
pada KU III berkisar antara 70-80%.
5.2.3 Permeabilitas
Permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah untuk dapat dirembesi atau
dilalui air. Menurut Hanifah (2003) permeabilitas adalah tingkat kesarangan tanah
untuk dilalui aliran masssa air dalam jarak per waktu. Berdasarkan Gambar 8,
diketahui nilai permebilitas terbesar adalah KU III yaitu 12,25 cm/jam. Kemudian,
diiki oleh KU IV sebesar 8,15 cm/jam, tanah terbuka sebesar 7,01 cm/jam, KU I
sebesar 4,77 cm/jam. KU II mempunyai nilai permeabilitas yang paling kecil yaitu
sebesar 1,84 cm/jam. Berdasarkan hasil terlihat bahwa KU I mempunyai nilai
permeabilitas sedang. KU II mempunyai nilai permeabilitas agak lambat. KU III,
KU IV dan tanah terbuka mempunyai nilai permeabilitas agak cepat. Sehingga,
dapat dikatagorikan seluruh lokasi pengukuran termasuk permeabilitas sedang.
Permeabilitas tanah sedang menunjukkan karakter tanah bertekstur lempung
(Hanifah 2003).

Gambar 8. Permeabilitas pada Berbagai Lokasi

25

Menurut Suplirahim (2007), permeabilitas merupakan suatu ukuran


kemudahan aliran melalui suatu media poreus dimana dipengaruhi oleh distribusi
ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil
ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah nilai
permeabilitasnya. Jika tanahnya berlapis-lapis, maka permeabilitas untuk aliran
sejajar lebih besar dari pada permeabilitas untuk aliran tegak lurus. Lapisan
permeabilitas lempung yang bercelah lebih besar dari pada lempung yang tidak
bercelah (unfissured). KU II mempunyai nilai permeabilitas yang paling kecil
diduga karena nilai porositas yang rendah. Hal ini berkaitan dengan pori tanah
yang terbentuk pada KU II. Porositas yang tinggi berarti volume udara dan air
pada tanah tersebut kecil. Sehingga, pori tanah menjadi kecil. KU II juga
mempunyai kepadatan tanah yang relatif tinggi. Hal ini juga diduga menjadi
penyebab permeabilitas menjadi tinggi. Tanah yang padat kurang permeabel dari
tanah yang gembur (Aak 1983). Pengolahan tanah yang salah pada KU II diduga
menyebabkan perubahan struktur tanah sehingga menurunkan nilai permeabilitas.
Tabel 7. Permeabilitas Tanah
No.
Kelas
Sangat lambat
1
Lambat
2
Agak lambat
3
Sedang
4
Agak cepat
5
Cepat
6
Sangat cepat
7

Permeabilitas (cm/jam)
< 0,125
0, 125 0,50
0,5 2,0
2,0 6,25
6,25 12,5
12,5 25
> 25

(Sumber: Hanifah 2005)


Tabel 8. Permeabilitas Tanah pada Berbagai Lokasi
No.
Lokasi
Permeabilitas (cm/jam)
KU I
4,77
1
KU II
1,84
2
KU III
12,25
3
KU IV
8,15
4
Tanah Terbuka
7,01
5.

Kelas
Sedang
Agak Lambat
Agak Cepat
Agak Cepat
Agak Cepat

5.2.4 Kadar Air, Pori Drainase dan Air Tersedia


Keberadaan air dalam tanah sering disebut lengas tanah. Air dalam tanah
sangat menentukan sifat dari tanah tersebut diantaranya sifat kelekatan (stickness),

26

kelenturan (plasticy), gembur (friable), lunak (soft) dan menjadi keras atau kaku
(coherent) (Hanafiah 2005). Kadar air tanah berbeda pada berbagai tanah dengan
berbagai sifat. Tanah yang diperlakukan sama sering memiliki kandungan air yang
berbeda. Tanah juga akan tumbuh berbeda meskipun memiliki kandungan air
yang sama. Dan sifat tanah yang lain yaitu, jika tanah dengan kandungan air yang
sama tetapi dengan tekstur yang berbeda di tempatkan di dalam kondisi
berhubungan satu dengan yang lainnya, air biasanya akan mengalir dari satu tanah
ke tanah yang lain. Secara umum, air akan mengalir dari tekstur tanah kasar ke
tekstur tanah halus (Lubis 2007).
Di dalam tanah, air tertahan karena adanya kekuatan ikatan antara molekul
air dan partikel tanah yang dinyatakan dengan adanya gaya adhesi dan kohesi.
Oleh karena adanya gaya tersebut terbentuklah potensial air (soil water potensial).
Potensial air adalah sejumlah energi yang bekerja pada sistem keseimbangan air
dan tanah serta air dan tanaman, yang mampu bergerak menuju simpanan air
dalam keadaan tetap dan suhu yang sama. Potensial air tanah total yang bekerja
diantaranya adalah potensial matrik, potensial gravitasi, potensial osmotik,
potensial piezometrik dan potensial angin atau tekanan. Satuan potensial air dapat
dinyatakan dalam bar (atm) dan pF. pF adalah nilai logaritma dari tekanan hisap
atau tekanan yang dialami air dalam satuan cm tinggi kolom air. Hal ini berarti
semakin tinggi kolom air maka semakin tinggi pula tekanannya. Pada pF 0-pF2
(0-0,1atm), air dalam kondisi jenuh dan air gravitasi memegang peranan penting.
Pada pF 2.54 (1/3 atm), air dalam kondisi kapasitas lapang (field capacity) dan
pada pF 4,2 (15 atm) air berada pada titik layu permanen (permanent wilting
point). Air tersedia (available water) berada diantara kapasitas lapang dan titik
layu permanen.
Berdasarkan hasil terlihat bahwa nilai kadar air sebanding dengan pori
drainase. Pori drainase mengambarkan kondisi drainase suatu jenis tanah. KU III
mempunyai mempunyai nilai kadar air pada pF yang paling tinggi sebanding
dengan pori drainase dalam persen volume. Kemampuan tanah menahan air bagi
kebutuhan tanaman ditunjukkan dengan persen volume air tersedia. KU IV
mempunyai kemampuan untuk menahan air paling tinggi yaitu sebesar 17,01%.
KU II mempunyai kemampuan menahan air paling rendah yaitu sebesar 10,91%.

27

Berdasarkan hasi terlihat bahwa energi yang diperlukan untuk menahan air
pada KU III paling tinggi dibanding lokasi yang lain. Namun, KU III mempunyai
pori dreainase atau pori aerasi yang paling baik dari lokasi yang lain. KU I terlihat
mempunyai pori drainase cepat. Sedangkan KU II, KU IV dan tanah terbuka
mempunyai pori drainase lambat. KU III terlihat mempunyai pori drainase sangat
cepat.
Tabel 9. Kadar Air Tanah (%) Volume pada pF
No.
Lokasi
Kadar Air (% Volume) Pada pF
pF 1.
pF 2
pF 2,54
1
KU I
50,15
38,25
27,84
KU II
42,35
36,47
29,26
2
KU III
60,58
47,19
35,68
3
KU IV
58,76
48,78
35,01
4
Tanah Terbuka
56,18
44,89
32,74
5

pF 4,2
15,74
18,35
20,47
18
17,25

Tabel 10. Pori Drainase (% Volume) dan Air Tersedia (% Volume)


No.

1
2
3
4
5

Lokasi

KU I
KU II
KU III
KU IV
Tanah Terbuka

Pori Drainase (% Volume)


Sangat
Cepat
Lambat
Cepat
10,37
11,90
10,41
6,60
5,88
7,21
15,78
13,39
11,51
7,38
9,98
13,77
7,81
11,29
12,51

Air Tersedia
(% Volume)
12,10
10,91
15,21
17,01
15,49

Pada KU IV mempunyai air tersedia paling tinggi dibandingkan lokasi


pengukuran yang lain. Hal ini diasumsikan kandungan bahan organik pada KU IV
paling tinggi dari lokasi yang lain. Menurut Gardiner dan Miller (2004),
keberadaan bahan organik ini dapat sebagai pemersatu atau pengikat butir-butir
tanah (granulator), sumber unsur hara, penambah kemampuan tanah memegang
air (holding capacity), penambah kapasitas tukar kation (cation exchange
capacity) serta sumber energi bagi mikroba dan makroba tanah. Hal ini dapat
terjadi karena bahan organik mempunyai pori-pori mikro yang jauh lebih banyak
daripada partikel mineral tanah. Sehingga, luas permukaan penyerapan air juga
jauh lebih banyak.
5.3 Pengukuran Infiltrasi
Pengukuran infiltrasi dilakukan pada KU I, KU II. KU III, KU IV dan
tanah terbuka. Masing-masing mendapatkan perlakuan selang waktu selama 5

28

menit. Pengukuran dilakukan selama 55 menit. Pada KU III terjadi ulangan


selama tiga kali. Hal ini terjadi karena kondisi topograsi dan luasan pada KU III
yang relatif sama sehingga memenuhi terjadinya ulangan. Berikut merupakan
hasil infiltrasi yang akan disajikan dalam bentuk Tabel 11.
Tabel 11. Laju Infiltrasi pada Berbagai Lokasi.
No.
Lokasi
Infiltrasi
(cm/jam)
KU I
4,8
1

Infiltrasi
(mm/jam)
48

Infiltrasi
(m/s)
1,33333E-05

KU II

3,6

36

0,00001

3
4

KU III
KU IV

6,4
6,0

64
60

1,77778E-05
1,66667E-05

Tanah terbuka

6,0

60

1,66667E-05

KU III mempunyai nilai infiltrasi paling tinggi yaitu sebesar 6,4 cm/jam
dan KU II mempunyai nilai Infiltrasi paling kecil yaitu sebesar 3,6 cm/jam. KU
IV dan tanah terbuka mempunyai nilai laju infiltrasi yang sama yaitu sebesar 6
cm/jam. Kemudian, KU I mempunyai mempunyai nilai laju infiltrasi sebesar 4,8
cm/jam. Semua lokasi pengukuran menurut Arsyad (1989), tergolong kriteria laju
infiltrasi sangat cepat dan termasuk dalam tekstur tanah pasir berlempung. Kriteria
ini didapat karena semua lokasi penelitian mempunyai jenis tanah yang sama yaitu
assosiasi aluvial kelabu dan aluvial kelabu. Menurut Sirard dkk (2003) yang
menyatakan bahwa laju infiltrasi tanah aluvial kelabu dan litosol tergolong kriteria
sangat cepat (very rapid), sedangkan tanah Latosol-Litosol dan Mediteran-Litosol
termasuk sedang (moderate).
Nilai laju infiltrasi pada lokasi penilitaian tergolong tinggi diasumsikan
karena tanah bertekstur pasir berlempung. Menurut Dephut (2006), jenis tanah
pada lokasi penelitian banyak mengandung endapan liat dan pasir. Tekstur ini
banyak tersebar pada tanah hutan. Jenis tanah ini mempunyai kemampuan
meloloskan air lebih mudah dari pada tanah liat berlempung. Tekstur ini
sebelumnya juga dapat diketahui dari nilai sifat fisik tanah yang dikemukaan di
muka. Sifat fisik itu antara lain bulk density, porositas dan permeabilitas. Hal ini
sangat terlihat, bahwa tekstur dan struktur mempengaruhi sifat fisik tanah.

29

Tektur dan struktur tanah sangat mempengaruhi hampir setiap sifat fisik
tanah. Sifat fisik yang baik akan meningkatkan nilai infiltrasi, sedangkan sifat
fisik tanah yang rusak jelas akan menurunkan nilai infiltrasi. Jika nilai infiltrasi
rendah maka cadangan air tanah akan menurun dan nilai perkolasi juga kecil.
Keadaan air tanah yang kurang tentu saja tidak baik dalam perkembangan
pertumbuhan pohon Jati. Pertumbuhan tanaman yang kurang tentu saja dapat
menurunkan produksivitas hutan tersebut baik dari segi sosial, ekonomi dan
lingkungan, Oleh karena itu, perlu manajemen pengelolaan hutan dalam usaha
peningkatan sifat fisik tanah dan infiltrasi.
Tabel.12 Hubungan Laju Infiltrasi dan Tekstur Tanah
No.
Tekstur Tanah
Laju Infiltrasi (mm/jam)
Pasir berlempung
25-50
1
Lempung
12,5-25
2
Lempung berdebu
7,5-15,0
3
Lempung berliat
2,5-0,5
4
Liat
<0,5
5
(Sumber: Arsyad 1989)

Kriteria
Sangat cepat
Cepat
Sedang
Lambat
Sangat lambat

Tabel 13. Hubungan Laju Infiltrasi dan Tekstur Tanah pada Berbagai Lokasi.
No. Lokasi
1
2
3
4
5

KU I
KU II
KU III
KU IV
Tanah
Terbuka

Laju Infiltrasi
(mm/jam)
48
36
64
60
60

Tekstur Tanah

Kriteria

Pasir berlempung
Pasir berlempung
Pasir berlempung
Pasir berlempung
Pasir berlempung

Sangat cepat
Sangat cepat
Sangat cepat
Sangat cepat
Sangat cepat

5.4. Hubungan Laju Infiltrasi dengan Sifat Fisik Tanah


5.4.1 Hubungan Laju Infiltrasi dengan Bulk Density
Berdasarkan grafik terlihat bahwa nilai bulk density memberikan pengaruh
yang nyata terhadap laju infiltrasi dalam taraf 5%. Persamaan regresi yang
terbentuk adalah Y=9,40-4,14X dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 87,7%
dan P = 0,019. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin besar bulk density maka
laju infiltrasi akan semakin kecil. Menurut Hardjowigeno (2005), bulk density
merupakan petunjuk kepadatan suatu tanah, semakin padat bulk density tanah
maka semakin padat tanah tersebut maka laju infiltrasi akan terhambat.

30

Nilai bulk density pada KU II terlihat paling besar sehingga nilai infiltrasi
juga paling kecil. Namun, KU III yang mempunyai bulk density paling kecil
sehingga laju infiltrasi yang terjadi akan semakin besar. Tanah yang padat
mempunyai pori-pori makro yang lebih sedikit daripada tanah yang remah
sehingga air yang mengalir akan terhambat dan laju infiltrasi akan menurun
.

Gambar 9. Kurva Hubungan antara Laju Infiltrasi dengan Bulk Density


5.4.2 Hubungan Laju Infiltrasi dengan Porositas
Porositas mempunyai pengaruh yang nyata terhadap laju infiltrasi dalam
taraf 5%. Persamman regresi yang terbentuk adalah Y=-1,50 +0,109X dengan
koefisien determinasi (R2) sebesar 87,2% dan P = 0,02. Berdasarkan hasil tersebut
terlihat bahwa semakin besar porositas maka laju infiltrasi akan semakin besar.

Gambar 10. Kurva Hubungan antara Laju Infiltrasi dengan Porositas


Nilai ini sesuai dengan pernyataan Juanda dkk (2003) yang menyatakan
bahwa porositas yang kecil akan menyebabkan nilai laju infiltrasi yang kecil. Hal

31

ini disebabakan karena agregrasi butir-butir primer dan bahan organik menjadi
berkurang. Berdasarkan Gambar 9 dan Gambar 10 dapat dilihat bahwa porositas
dan bulk density memiliki pengaruh yang berbeda terhadap laju infiltrasi. Asdak
(2004) menyatakan bahwa air hujan jatuh di atas permukaan tanah tergantung dari
kondisi biofisik permukaan tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Laju
infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya grafitrasi dibatasi oleh besarnya pori-pori
tanah.
5.4.3 Hubungan Laju infiltrasi dengan Permeabilitas
Berdasarkan grafik pada Gambar 11, terlihat bahwa semakin tinggi nilai
permeabilitas maka laju infiltrasi yang terbentuk akan semakin tinggi. Persamaan
regresi yang terbentuk adalah Y=3,49+0,274X dengan R2=83,5% dan P = 0,025.
Hal ini berari permeabilitas memberikan pengaruh yang nyata terhadap infiltrasi
dalam taraf 5%. Nilai permeabilitas menunjukkan volume pori drainase. Volume
pori drainase yang besar akan menyebabkan tekanan yang diperlukan air untuk
menembus pori semakin kecil. Sehingga, laju infiltrasi tanah semakin besar
(Hanafiah 2005).

Gambar 11. Kurva Hubungan antara Laju Infiltrasi dengan Permeabilitas

5.4.4 Hubungan Laju Infiltrasi dengan Kadar Air


Kurva tegangan adalah kurva yang menjelaskan hubungan pF dan
kandungan air tanah. Dalam kurva ini menunjukkan distribusi pori dalam tanah.

32

Rachim (2001) dalam Sudarman (2007) menyebutkan pori-pori dalam suatu


massa tanah merupakan rongga-rongga diantara pertikel-partikel tanah yang dapat
berisis air atau udara. Semakin tinggi kadar air tanah, maka semakin rendah poripori yang dapat diisi oleh udara atau sebaliknya. Agar tanaman dapat tumbuh
dengan baik diperlukan proporsi pori yang seimbang antara yang air dan udara.
Seyhan (1990) menyebutkan potensial air akan menurun dengan meningkatnya
kandungan air dalam tanah. Selanjutnya dia juga mengatakan bahwa isapan akan
meningkat jika ukuran pori yang mengikat air berkurang.
Berdasarkan kurva pF, terlihat bahwa KU III memegang air yang paling
tinggi dibandingkan lokasi yang lain. Sehingga, terlihat bahwa kadar air tanah
pada KU III paling kecil dibandingkan lokasi yang lain. Dan pada KU II, nilai
tegangan air yang paling rendah daripada lokasi yang lain sehingga kadar air pada
tanah pada KU II paling tinggi daripada likasi yang lain.

Gambar 12. Kurva pF pada Berbagai Lokasi Pengukuran


Keberadaan kandungan air tanah tidak pernah lepas dari distribusi pori
drainase. Pori drainase lambat mempunyai ukuran pori antara 8,628,8 mikron
dan memerlukan tekanan antara 2,00 pF sampai dengan 2,54 pF. Pori drainase
cepat memiliki ukuran pori di atas 28,8 mikro dan air membutuhkan tekanan
antara 1,00 pF sampai 2,00 pF untuk dapat masuk ke dalam tanah. Sedangkan
pada pori drainase sangat cepat, tekanan yang diperlukan oleh air untuk masuk ke
dalam tanah tidak terlalu besar yaitu di bawah pF 1,00. Akar pada tanaman tidak

33

mampu mengisap air pada pori ukuran kurang dari 0,2 mikron. Sehingga pori
yang berguna bagi tanaman diatas 0,2 mikron yang terdiri dari pori pemegang air
berukuran diameter 0,2-8,6 mikron (pF 4,2- pF2,54) (Abas Sapirin dan Sukarman
1995 dalam Silamon 2004). Kadar air pada KU III kecil diakibatkan distribusi
pori drainase sangat cepat lebih dominan. Hal ini mengakibatkan air cepat masuk
ke dalam tanah namun akan cepat hilang dari daerah penyerapan akar. Potensial
gravitasi sangat berperan dalam proses ini. KU II mempunyai paling kadar air
yang tinggi karena distribusi pori darinase lambat yang lebih tinggi. Hal ini
menyebakan tanah mampu mempertahankan kelembabannya lebih lama. Potensial
matrik berperan dalam proses ini. KU IV dan tanah terbuka juga mengalami
kejadian yang serupa karena kedua lokasi tersebut mempunyai pori drainase
lambat. Namun kadar air KU IV dan tanah terbuka lebih rendah dari KU II. KU I
mempunyai pori drainase cepat sehingga air dapat terus masuk dengan kecepatan
tinggi. Oleh karena itu, laju infiltrasi terlihat terpengaruh oleh besarnya kadar air
tanah. Laju infiltrasi meningkat seiring dengan berkurangnya kadar air dalam
tanah.
5.5 Kerapatan Tegakan
Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan kerapatan tegakan pada KU I, II,
III dan IV adalah sebagai berikut.
Tabel 14. Hubungan Kerapatan Tegakan dengan Laju Infiltrasi
No.

Tegakan

Kerapatan (N/ha)

Laju Infiltrasi
(cm/jam)

1
2
3
4

KU I
KU II
KU III
KU IV

1800
290
566
200

4,8
3,6
6,4
6,0

Berdasarkan nilai tabel terlihat bahwa semakin tua umur tegakan maka nilai
kerapatannya akan semakin kecil. KU I mempunyai kerapatan tegakan yang tertinggi

daripada lokasi pengukuran yang lain yaitu sebesar 1800 N/ha dan mempunyai
laju infiltrasi sebesar 4,8 cm/jam. Kerapatan tegakan terendah yaitu pada KU IV
sebesar 200 N/ha dan mempunyai laju infiltrasi sebesar 6 cm/jam.
Hasil yang didapat tidak dapat memberikan gambaran secara jelas tentang
hubungan kerapatan dengan laju infiltrasi. Hal ini diperkuat dengan hasil

34

kerapatan tegakan pada KU II sebesar 290 N/ha yang mempunyai laju infiltrasi
sebesar 3,6 cm/jam dan KU III yang mempunyai kerapatan tegakan sebesar 566
N/ha mempunyai laju infiltrasi sebesar 6,4 cm/jam. Sehingga, dapat dinyatakan
bahwa hubungan antara laju infiltrasi dengan kerapatan tegakan tidak saling
mempengaruhi. Oleh karena itu, terlihat bahwa laju infiltrasi sangat dipengaruhi oleh
sifat fisik tanah. sehingga, peningkatan laju infiltrasi sebaiknya lebih ditekankan pada
perbaikan dan peningkatan sifat fisik tanah.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Silamon (2004), pada
tingkat kerapatan tegakan Pinus merkusii yang berbeda di Gunung Walat. Hasil
yang didapat adalah hubungan antara kerapatan tegakan dan laju infiltrasi saling
mempengaruhi. Semakin tinggi kerapatan tegakan maka laju infiltrasinya akan
semakin besar.
Perbedaan hasil ini diasumsikan karena perkembangan akar muda pada
KU I tidak dapat dapat menyerap air dengan baik sehingga pori-pori makro tanah
tidak terbentuk dengan semestinya. Namun pada KU IV akar tunggang yang
terbentuk dengan baik sehingga dapat menyerap akar lebih baik dan pori-pori
makro tanah terbentuk lebih banyak dari pada KU I, sehingga infiltrasi KU IV
lebih tinggi dari pada KU I.
Perkembangan akar KU I kurang berkembang karena terkait dengan
perkembangan tajuknya lebih keatas daripada kesamping seperti pada KU IV.
Sehingga, keterbukaan tajuk pada KU I lebih tinggi daripada KU IV. Hal ini
menyebabkan infiltrasi pada KU IV lebih tinggi daripada KU I.
Laju infiltrasi berdasarkan hasil, terlihat bahwa KU III mempunyai
kemampuan penyerapan air yang lebih tinggi daripada KU IV. Hasil ini
diasumsikan karena keterbukaan tajuk yang lebih tinggi KU IV daripada KU III.
Keterbukaan tajuk diasumsikan karena kegiatan penjarangan pada KU IV yang
menyebabkan keterbukaan tajuknya lebih tinggi daripada KU III. Hasil ini
ditunjang pula dengan sifat fisik KU IV yang lebih rendah daripada KU III.
6. Vegetasi
Vegetasi

sangat

berpengaruh

dalam

proses

terjadinya

infiltrasi.

Perkembangan perakaran tanaman hutan mampu menekan dan memperenggang


agregat tanah yang berdekatan. Penyerapan air oleh akar tanaman hutan

35

menyebabkan dehidrasi tanah, pengkerutan dan terbentuknya rekahan-rekahan


kecil. Kedua proses tersebut akan terbentuk pori-pori makro. Dengan,
meningkatnya jumlah pori makro dan rendahnya bulk density, maka air yang
meresap ke dalam tanah akan semakin cepat.
Dekomposisi serasah dapat terakumulasi menjadi bahan organik yang
dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Dekomposisi serasah pada lantai hutan dapat
menambah bahan organik tanah sehingga menurunkan bulk density dan
meningkatkan porositas (Priyono dan Siswomartana 2002). Keberadaan bahan
organik ini dapat sebagai pemersatu atau pengikat butir-butir tanah (granulator),
sumber unsur hara, penambah kemampuan tanah memegang air (holding
capacity), penambah kapasitas tukar kation (cation exchange capacity) serta
sumber energi bagi mikroba dan makroba tanah (Gardiner dan Miller 2004).
Bahan organik tanah, merupakan sumber makanan bagi organisme tanah. Pola
hidup organisme tanah akan merangsang terbentuknya struktur yang lebih remah.
Keadaan seperti ini dapat meningkatkan infiltrasi.
Keberadaan tumbuhan bawah dapat berperan mengurangi limpasan
permukaan. Tumbuhan bawah memiliki perakaran yang dangkal sehingga
kemampuannya untuk menghabiskan dan mempertahankan air serta untuk
membentuk saluran-saluran masuknya air ke dalam tanah sangat rendah
dibandingkan dengan tanaman jenis pohon yang memiliki perakaran yang dalam.
Sehingga laju infiltrasi tanah akan rendah pula
Kondisi tajuk yang rapat pada lahan hutan dapat melindungi iklim mikro
lantai hutan. Selain itu, kondisi tajuk yang rapat dapat melindungi permukaan
tanah dari air hujan yang dapat memadatkan tanah sehingga infiltrasi akan
meningkat.
Pada KU II kondisi keterbukaan tajuknya lebih besar daripada KU I, KU
III dan KU IV. Persentase keterbukaan tajuk dapat meningkatkan aktivitas
fotosintesis yang cukup tinggi bagi tumbuhan bawah. Disamping itu, akan terjadi
peningkatan suhu udara dan suhu tanah. Peningkatan suhu tanah dan suhu udara
dapat menurunkan infiltrasi tanah (Silamon 2004). Selain itu, karakter tegakan jati
yang lain adalah menggugurkan daun pada saat musim kemarau sehingga akan
terjadi peningkatan suhu di lantai bawah hutan. Hal ini dapat menjadi pemicu

36

matinya tumbuhan bawah yang toleran terhadap naungan (tumbuhan bawah yang
hidup di bawah lantai hutan). Akibatnya, vegetasi tumbuhan bawah yang
berfungsi sebagai penutup tanah akan berkurang. Keadaan ini tentu saja dapat
menurunkan laju infiltrasi tanah pada tegakan jati.
Penggarapan lahan di bawah tegakan memiliki laju infiltrasi yang rendah
terutama pada KU II. Hal ini menandakan tingkat erosi tegakan jati yang digarap
lebih tinggi daripada lahan dibawah tegakan yang tidak digarap. Hal ini sesuai
dengan dengan pernyataan Qodriyah (2008), erosivitas pengolahan tanah garapan
tegakan jati terutama berumur di bawah 10 tahun lebih tinggi daripada tegakan jati
yang tidak diolah. Sehingga, laju infiltrasi tegakan jati akan lebih tinggi pada
lahan yang tidak diolah. Hal ini terkait dengan tajuk tanaman jati yang masih kecil
sehingga keterbukaan lahan tanpa tajuk lebih besar.
Fenomena karaktek tegakan jati berdasarkan pengamatan yaitu, jati sangat
baik tumbuh baik pada lokasi tanah yang berkapur dengan kadar lempung tinggi.
Sifat dari lempung adalah memiliki daya kembang susut yang tinggi. Jika kondisi
kering maka permukaan tanah dapat timbul celah. Jika kondisi basah, tanah akan
memadat. Sehingga laju infiltrasi pada tegakan jati akan mengecil pada musim
penghujan.

37

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan

1. Laju infiltrasi berpengaruh nyata terhadap sifat fisik tanah. Sifat fisik tanah
yang baik dapat menaikkan atau menurunkan laju Infiltrasi. Hubungan laju
Infiltrasi berbanding terbalik dengan bulk density dan kadar air tanah. Sehingga
semakin tinggi bulk density dan kadar air tanah maka laju infiltrasinya paling
rendah. Laju infiltrasi berbanding lurus dengan porositas dan permeabilitas.
Sehingga, semakin tinggi porositas dan permeabilitas maka laju infiltrasinya
makin tinggi.
2. Kerapatan tegakan tidak mempengaruhi laju infiltrasi. Kerapatan tegakan
semakin mengecil pada kelas umur jati yang semakin tua. Sehingga, dapat
dikatakan bahwa Kelas Umur Jati tidak mempengaruhi laju infiltrasi. KU III
mempunyai nilai infiltrasi tertinggi, kemudian KU IV, Tanah Terbuka, dan KU
I. KU II mempunyai laju infiltrasi paling kecil.

6.2 Saran
1. Perlu adanya peningkatan sifat fisik tanah dalam usaha menaikkan laju infiltrasi
tanah. Tanaman yang ditanaman di areal bawah tegakan hendaknya bukan
hanya tanaman jagung. Namun seharusnya lebih dan ditekankan pada jenis
tanaman pupuk hijau dan MPTs.
2. Pembangunanan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam hal ini kegiatan
Penanaman Lahan Di Bawah Tegakan (PLDT) perlu adanya penyuluhan,
pengarahan dan pendampingan agar masyarakat dapat menjaga keawetan tanah
sehingga fungsi hutan dalam aspek sosial dan ekonomi lebih terpenuhi.
3.

Perlu

adanya

penelitian

lebih

lanjut

mengenai

faktor-faktor

yang

mempengaruhi sistem tata air seperti presipitasi dan intersepsi, pada lokasi
yang sama agar dapat diketahui secara utuh karakteristik hidrologi tegakan Jati
BKPH Subah.

38

DAFTAR PUSTAKA

Aak. 1983. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Kanisius. Yogyakarta


Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor
Asdak C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah
MadaUniversity Press. Yogyakarta
Dardis 2002. Analisis Laju Infiltrasi Pada Hutan Pinus (Pinus merkusii) Kelas
Umur I, IV, VI. VIII di RPH Cikole dan RPH Lembang BKPH
Lembang KPH Bandung Utara PT Perhutani Unit III Jawa Barat.
[skripsi]. Jurusan Menejemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Bogor
[DEPHUT] Departemen Kehutanan Balai Penelitian Hasil Hutan. 1981. Atlas
Kayu Indonesia. Direktorat Jendral Kehutanan. Jakarta
. 2002. Informasi Singkat Benih Tectona grandis. Linn.F. Direktorat
Perbenihan Tanaman Hutan. Bandung
[DEPHUT] Departemen Kehutanan Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai PemaliJratun Provinsi Jawa Tengah. 2006. Laporan Akhir Inventarisasi
Mangrove Wilayah Balai Pengelolaan DAS Pemali-Jratun Provinsi
JawaTengah.http://www.bpdaspemalijratun.net/data/i_mangrove/Micro
soft%20Word%20-%2002_Kondisi%20Umum.pdf.[23Desember 2008]
Gardiner, DT dan Miller RW. 2004. Soil in Our Environment 10th Edition.
Prentice Hall. New Jersey
Hanafiah, K. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Akademikan Pressindo. Jakarta
Juanda JS, Assaad N, Warsana. 2003. Kajian Laju Infiltrasi dan Beberapa Sifat
Fisik Tanah Pada Tiga Jenis Tanaman Pagar Dalam Sistem Budidaya
Lorong.
Jurnal
Ilmu
Tanah
dan
Lingkungan
4:25-31.
http://balitklimat.litbang.deptan.go.id/index.php?Itemid=105&id=125&
option=com_content&task=view. [11 Januari 2008]
[KPH] Kesatuan Pemangkuan Hutan Kendal. Rekapitulasi Potensi SDH Tahun
2007-2016. Kendal. Tidak dipublikasikan.
Kusnaedi. 2005. Sumur Resapan Untuk Pemukiman Perkotaan dan Pedesaan.
Penebar Swadaya. Jakarta
Lee, R. 1988. Hidrologi Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

39

Lubis, KS. 2007. Aplikasi Potensial Air Tanah. Fakultas Pertanian Universitas
Sumatra Utara. Medan. 16 hlm
Plaster EJ. 2003. Soil Science and Management 4th Edition. Thomson Learning.
New York
Purba, TP. 2006. Model Infiltrasi Di Bekas jalan Sarad (Studi Kasus di HPHTI
PT. Musi Hutan Persada Wilayah II Benakat, Sumatera Selatan
[skripsi]. Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Purwowidodo. 2005. Mengenal Tanah. Bogor: Laboratorium Pengaruh Hutan
Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
Priyono CNS , Siswamartana S, editor. 2002. Hutan Pinus Dan Hasil Air. Pusat
Pengembangan Sumber Daya Hutan Perhutani Cepu. Cepu
Qodriyah L. 2008. Fenomena Erosi. http://elqodar.multiply.com. [3 Januari 2008]
Rully.

2007.
Air
Tanah?Apa
dan
Bagaimana
Mencarinya.
http://www.fishyforum.com/t9689/id.htm. [19 Januari2008]

Rusdiana O. 2007. Siklus Nitrogen Pada Hutan Tanaman Pinus Di Hutan


Pendidikan Gunung Walat Sukabumi [disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Silamon, RF. 2004. Analisis Laju Infiltrasi Pada Pebedaan Kerapatan Hutan Pinus
(Pinus merkusii) Blok Cimenyan Hutan Pendidikan Gunung Walat
Sukabumi Jawa Barat [sripsi]. Departemen Manajemen Hutan Istitiu
Pertanian Bogor. Bogor
Sirait SA, Kertonegoro BD, Handayani S. 2003. Peranan In Situ Laju Infiltrasi
Dalam Pengelolaan DAS Grindulu-Pacitan. Good Governance In
Water Resource Management Yogyakarta dan Pacitan. Yogyakarta
Soesanto. 2008. Kompetensi Dasar Mahasiswa Mampu Melakukan Analisis
Infiltrasi. Laboratorium Teknik Pengendalian dan Konservasi
Lingkungan Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Jember. Jember: Tidak dipublikasikan
[SPH] Seksi Perencanaan Hutan I Pekalongan. 1998. Rencana Pengaturan
Kelestarian Hutan Kelas Perusahaan Jati KPH Kendal. Lembar IV.
Jangka Perusahaan 1 Januari 1998 - 31 Desember 2007. Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah. Tidak dipublikasikan.
Sudarman, GG. 2007. Laju Infiltrasi Pada Lahan Sawah Di Makro DAS Cibojang
Sukabumi. [skripsi] Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Bogor

40

Suplirahim. 2007. Tanah Sebagai Gudang Kekayaan Bab Dua. http:// suplirahim
.multiply.com/journal/item/11/TANAH_SEBAGAI_GUDANG_KEKA
YAAN-_BAB_2. [12 Desember 2008]
Yogaswara, BD. 2002. Analisis Laju Infiltrasi Pada Berbagai Tingkat Penutupan
Lahan Areal Hutan Jati (Tectona grandis Linn F): Studi Kasus di RPH
Tanggulun BKPH Kalijati KPH Purwakarta. [skripsi]. Jurusan
Menejemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor
Yusmandhany ES. 2004. Kemampuan Potensial Tanah Menahan Air Hujan Dan
Aliran Permukaan Berdasarkan Tipe Penggunaan Lahan Di Daerah
Bogor Bagian Tengah. Buletin Teknik Pertanian 8 (1): 26-29.
http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/bt091049.pdf. [13 Januari
2009]
Yuwono. 2003. Karakteristik Biofisik Kawasan Hutan Register 19 Gunung
Betung
Sebagai
Sumber
Air
Kota
Bandar
Lampung.
http://tumoutou.net/702_07134/slamet_b_j.htm. [23 Novewmber 2008]

41

LAMPIRAN

42

Lampiran 1. Laju Infiltrasi Pada Setiap Lokasi Pengukuran KU I


Lokasi

: KU I

Kondisi lahan

: Tegakan berumur 6 tahun

Penggunaan lahan

: Tidak ada pengolahan tanah di bawah tegakan

Diameter bidang cincin dalam = 5 cm


Diameter bidang cincin luar = 10 cm

t
h (cm)
mnt dalam
antara
5
3
10
1,5
15
0,5
20
1
25
1
30
0,1
35
0,9
40
1
45
1
50
1
55
0,4

fc (cm/jam)
antara
36
36
18
18
6
6
14
14
11,2
11,2
0,4
0,4
10,4
10,4
14
14
14
14
12
12
4,8
4,8

dalam
3
1,5
0,5
1
1
0,1
0,9
1
1
1
0,4

Lokasi

: KU II

Kondisi lahan

: Tegakan berumur 14 tahun

Penggunaan lahan

: Ada pengolahan tanah di bawah tegakan

Diameter bidang cincin dalam = 5 cm


Diameter bidang cincin luar
t
mnt
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55

h (cm)
dalam
antara
1
1
0,5
0,5
0,4
0,4
0,6
0,6
0,5
0,5
0,5
0,5
0,2
0,2
0,3
0,3
0,5
0,5
0,5
0,5
0,3
0,3

= 10 cm
fc (cm/jam)
dalam
antara
12
12
6
6
4,8
4,8
7,2
7,2
6
6
6
6
2,4
2,4
3,6
3,6
6
6
6
6
3,6
3,6

43

Lokasi

: KU III

Kondisi lahan

: Tegakan berumur 22 tahun

Penggunaan lahan

: Tidak ada pengolahan tanah di bawah tegakan

Diameter bidang cincin dalam = 5 cm


Diameter bidang cincin luar
t
mnt
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55

= 10 cm

Laju Infiltrasi (fc m/s)


2
3

6
6
3,6
10,8
8,4
6
7,2
0
6
2,4
3,6

6
6
6
6
6
3,6
2,4
2,4
3,6
3,6
12

fc (m/s)

12
4,8
6
3,6
3,6
2,4
3,6
2,4
6
3,6
3,4

8
5,6
5,2
6,8
6
4
4,4
1,6
5,2
3,2
6,4

Lokasi

: KU IV

Kondisi lahan

: Tegakan berumur 6 tahun

Penggunaan lahan

: Tidak ada tanah di bawah tegakan

Diameter bidang cincin dalam = 5 cm


Diameter bidang cincin luar

= 10 cm

t
fc (cm/jam)
h (cm)
mnt dalam
antara
dalam
antara
5
1,5
1,5
18
10
0,9
0,9
10,8
15
0,6
0,6
7,2
20
1
1
12
25
0,4
0,4
4,8
30
0,6
0,6
7,2
35
0,7
0,7
8,4
40
0,5
0,5
6
45
0,8
0,8
9,6
50
0,5
0,5
6
55
0,5
0,5
6

18
10,8
7,2
12
4,8
7,2
8,4
6
9,6
6
6

44

Lokasi

: Tanah terbuka

Kondisi lahan

: Tidak ada tanaman kehutanan

Penggunaan lahan

: Adanya penanaman tanaman Jagung

Diameter bidang cincin dalam = 5 cm


Diameter bidang cincin luar
t
h (cm)
mnt dalam
antara
5
1
10
0,7
15
0,7
20
0,3
25
0,5
30
0,5
35
1,1
40
0,4
45
0,5
50
1
55
0,5

1
0,7
0,7
0,3
0,5
0,5
1,1
0,4
0,5
0,5
0,5

= 10 cm

fc (cm/jam)
dalam
antara
12
12
8,4
8,4
0
0
3,6
3,6
6
6
6
6
13,2
13,2
4,8
4,8
6
6
4
4
8
8

45

Lampiran 2. Hubungan Regresi Laju Infiltrasi Dengan Sifat Fisik Tanah dan
Kerapatan Tegakan
2.1HubunganInfiltrasidenganBulkDensity
Regression Analysis: Infiltrsi versus bulk density
The regression equation is
Infiltrsi_1 = 9.40 - 4.14 bulk density
Predictor
Constant
bulk density

S = 0.466333

Coef
9.4032
-4.1426

SE Coef
0.8980
0.8949

R-Sq = 87.7%

T
10.47
-4.63

P
0.002
0.019

R-Sq(adj) = 83.6%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
3
4

SS
4.6596
0.6524
5.3120

MS
4.6596
0.2175

F
21.43

P
0.019

Normplot of Residuals for Infiltrsi


Probability Plot of RESI1
Mean 2.664535E16
StDev 0.4039
N
5
KS
0.299
PValue0.145

2.2HubunganInfiltrasidenganPorositas
Regression Analysis: Infiltrsi versus porositas
The regression equation is
Infiltrsi_1 = - 1.50 + 0.109 porositas

Predictor
Constant
porositas

Coef
-1.504
0.10862

S = 0.475720

SE Coef
1.532
0.02401

R-Sq = 87.2%

T
-0.98
4.52

P
0.399
0.020

R-Sq(adj) = 83.0%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
3
4

SS
4.6331
0.6789
5.3120

MS
4.6331
0.2263

Normplot of Residuals for Infiltrsi

F
20.47

P
0.020

46

Probability Plot of RESI2


Mean 1.332268E15
StDev 0.4120
N
5
KS
0.297
PValue0.150

2.3HubunganInfiltrasidenganPermeabilitas
RegressionAnalysis:Infiltrsiversuspermeabilitas
The regression equation is
Infiltrsi_1 = 3.49 + 0.274 permeabilitas

Predictor
Constant
permeabilitas

Coef
3.4942
0.27421

SE Coef
0.5011
0.06560

S = 0.509401

R-Sq = 85.3%

T
6.97
4.18

P
0.006
0.025

R-Sq(adj) = 80.5%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
3
4

SS
4.5335
0.7785
5.3120

MS
4.5335
0.2595

Normplot of Residuals for Infiltrsi

Probability Plot of RESI3


Mean
-8.88178E-17
StDev 0.4412
N
5
KS
0.217
P-Value>0.150

F
17.47

P
0.025

47

Lampiran 3. Dokumentasi Lokasi Penelitian

Gambar 14. KU I

Gambar 16. KU III

Gambar 18. Tanah Terbuka

Gambar 15. KU II

Gambar 17. KU IV

Lampiran 4. Tabel Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah

Lokasi

KUI
KUII
KUIII
KUIV
Tanah
Terbuka

Bulkdensity
(g/cm3)
1,5
1,35
0,63
0,9

Porositas
(%)
60,52
48,95
76,36
66,14

Permeabilita
s(cm/jam)
4,77
1,84
12,25
8,15

0,95

63,99

7,01

KadarAir(%)dalampF

pF
pF1
pF2
2,54 pF4,2
50,15 38,25 27,84 15,74
42,35 36,47 29,26 18,35
60,58 47,19 35,68 20,47
58,76 48,78 35,01
18
56,18

44,89

32,74

17,25

PoriDrainase
(%Volume)

Sangat
Cepat
Cepat Lambat
10,37
11,9
10,41
6,6
5,88
7,21
15,76
13,39
11,51
7,38
9,98
13,77
7,81

11,29

12,15

AirTersedia
(%volume)
12,1
10,91
15,21
17,01
15,49

48

49

Lampiran 5. Kawasan Hutan KPH Kendal

Lampiran 6. Peta Air Kabupaten Batang

50

You might also like